TEORI PEMBANGUNAN
MODERNISASI
A. Pengertian
Modernisasi
Teori
Modernisasi adalah teori pembangunan yang menyatakan bahwa pembangunan dapat
dicapai melalui mengikuti proses pengembangan yang digunakan oleh negara-negara
berkembang saat ini. Teori tindakan Talcott Parsons 'mendefinisikan kualitas
yang membedakan "modern" dan "tradisional" masyarakat.
Pendidikan dilihat sebagai kunci untuk menciptakan individu modern. Teknologi
memainkan peran kunci dalam teori pembangunan karena diyakini bahwa teknologi
ini dikembangkan dan diperkenalkan kepada negara-negara maju yang lebih rendah
akan memacu pertumbuhan ekonomi. Salah satu faktor kunci dalam Teori Modernisasi
adalah keyakinan bahwa pembangunan memerlukan bantuan dari negara-negara maju
untuk membantu negara-negara berkembang untuk belajar dari perkembangan mereka.
Dengan demikian, teori ini dibangun di atas teori bahwa ada kemungkinan untuk
pengembangan yang sama dicapai antara negara maju dan dikembangkan lebih
rendah.
B. Sejarah Lahirnya Teori
Modernisasi
Teori
modernisasi lahir sebagai tanggapan ilmuwan sosial Barat terhadap Perang Dunia
II. Teori ini muncul sebagai upaya Amerika untuk memenangkan perang ideologi
melawan sosialisme yang pada waktu itu sedang populer. Bersamaan dengan itu,
lahirnya negara-negara merdeka baru di Asia, Afrika, dan Amerika Latin bekas
jajahan Eropa melatarbelakangi perkembangan teori ini. Negara adidaya melihat
hal ini sebagai peluang untuk membantu Negara Dunia Ketiga sebagai upaya
stabilitas ekonomi dan politik.
Di awal
perumusannya tahun 1950-an, aliran modernisasi mencari bentuk teori dan
mewarisi pemikiran-pemikiran dari teori evolusi dan fungsionalisme. Teori evolusi
dan fungsionalisme pada waktu itu dianggap mampu menjelaskan proses peralihan
masyarakat tradisional menuju masyarakat modern di Eropa Barat, selain juga
didukung oleh para pakar yang terdidik dalam alam pemikiran
struktural-fungsionalisme. Teori evolusi menggambarkan perkembangan masyarakat
sebagai gerakan searah seperti garis lurus. Kita dapat melihatnya dalam karya-karya Spencer dan Comte. Teori fungsionalisme dari Talcott Parsons beranggapan bahwa masyarakat
tidak ubahnya seperti organ tubuh manusia yang memiliki berbagai bagian yang
saling bergantung.
Selain
itu, teori modernisasi pun didukung oleh tokoh-tokoh seperti Neil Smelser
dengan teori diferensiasi strukturalnya. Smelser beranggapan dengan proses
modernisasi, ketidakteraturan struktur masyarakat yang menjalankan berbagai
berbagai fungsi sekaligus akan dibagi dalam substruktur untuk menjalankan satu
fungsi yang lebih khusus. Sedangkan Rostow yang
menyatakan bahwa ada lima tahapan pembangunan ekonomi. Ia merumuskannya ke
dalam teori tahapan pertumbuhan ekonomi, yaitu tahap masyarakat tradisional,
prakondisi lepas landas, lepas landas, bergerak ke kedewasaan, dan berakhir
dengan tahap konsumsi massal yang tinggi. Di samping itu, ada beberapa varian
teori modernisasi lain seperti Coleman dengan diferensiasi dan modernisasi
politik-nya, Harrod-Domar yang menekankan penyediaan modal untuk investasi
pembangunan, McClelland dengan teori need for Achievement (n-Ach)-nya,
Weber dengan “Etika Protestan”-nya, Hoselitz yang membahas faktor-faktor
nonekonomi yang ditinggalkan Rostow yang disebut faktor “kondisi lingkungan”,
dan Inkeles yang mengemukakan ciri-ciri manusia modern.
Satu hal
yang menonjol dari teori ini adalah modernisasi seolah-olah tidak memberikan
celah terhadap unsur luar yang dianggap modern sebagai sumber kegagalan, namun
lebih menekankan sebagai akibat dari dalam masyarakat itu sendiri. Alhasil
faktor eksternal menjadi terabaikan. Teori modernisasi memberikan solusi, bahwa
untuk membantu Dunia Ketiga termasuk kemiskinan, tidak saja diperlukan bantuan
modal dari negara-negara maju, tetapi negara itu disarankan untuk meninggalkan
dan mengganti nilai-nilai tradisional dan kemudian melembagakan demokrasi
politik (Garna, 1999: 9).
Karena
berpatokan dengan perkembangan di Barat, modernisasi diidentikkan dengan
westernisasi. Teori ini pun kurang mampu menjawab kegagalan penerapannya di
Amerika Latin, tidak memperhatikan kondisi obyektif masyarakat, sejarah dan
tradisi lama yang masih berkembang di Negara Dunia Ketiga. Untuk menjawabnya,
muncullah teori modernisasi baru. Bila dalam teori modernisasi klasik, tradisi
dianggap sebagai penghalang pembangunan, dalam teori modernisasi baru, tradisi
dipandang sebagai faktor positif pembangunan. Namun, tetap saja baik teori
modernisasi klasik, maupun baru, melihat permasalahan pembangunan lebih banyak
dari sudut kepentingan Amerika Serikat dan negara maju lainnya.
C. Teori
Modernisasi
Teori
yang tergolong ke dalam kelompok Teori Modernisasi sebagai berikut:
1.
Teori Harrod-Domar Tabungan
dan Investasi
2. Max Weber: Etika Protestan
3. David
McClelland: Dorongan Berprestasi atau n-Ach
4. W.W. Rostow : Lima Tahap Pembangunan
5. Bert F. Hoselitz: faktor-faktor ekonomi
6. Alex Inkeles dan David H. Smith: manusia
modern
D. Modernisasi di Indonesia
Negara Indonesia sekarang ini sudah mencapai tahap
pemikiran yang sangat modern, Indonesia sendiri sudah mampu menciptakan
alat-alat teknologi yang praktis dan efisien seperti layaknya yang ada di
kehidupan sehari – hari seperti Televisi, telepon genggam, komputer, laptop,
dan lainnya, sumber daya alam maupun sumber daya manusia yang digunakan pun
memiliki kajian – kajian penting dalam proses kemajuan dan perkembangan
teknologi yang membuat Indonesia lebih modern. Karena sumber daya inilah pihak
Indonesia bekerja sama dengan Negara lain dan saling melengkapi kebutuhan
antara satu dengan Negara lainnya. Sehingga menciptakan kemajuan yang ada pada
Indonesia dari sisi modernisasi maupun teknologinya. Indonesia sedang berada
dalam masa-masa transisi dan penyesuaian di mana modernisasi dan globalisasi
kian kuat masuk secara bertahap ke dalam Indonesia. Bukan hanya itu modernisasi
juga sangat terpengaruh dengan majunya teknologi – teknologi yang ada pada
Negara Indonesia sendiri.
TEORI
PEMBANGUNAN STRUKTURAL
A. Pembangunan
Struktural
Model pembangunan strukturalis pada awalnya muncul sebagai tantangan
terhadap “kebijaksanaan konvensional” model monoteris neo klasik, karena jelas
bahwa model konservatif yang mengemuka ini tidak menjelaskan ketidakmampuan
negara-negara Amerika Latin berkembang sendiri. Penting juga diketahui bahwa
gagasan strukturalis yang diformulasikan di negara-negara pinggiran dan
mendominasi ECLA dari awal tahun 1950-an baru diterima oleh kalangan akademik
barat pada awal tahun 1960-an.
Strukturalis sejak awal telah pesimis menanggapi keuntungan yang
mengalir dari perdagangan bebas yang dinyatakan oleh neo klasik. Teoritisi
srukturalis menekankan pemecahan masalah pada tingkat lokal masing-masing
negara.
Strukturalis cenderung menggunakan pandangan tentang pembangunan yang
stagnasionis untuk menjelaskan keprihatinan mereka mengindentifikasikan
hambatan-hambatan struktural yang menghambat faktor-faktor dinamis: atau
kekuatan-kekuatan yang mampu mentransformasikan negara-negara tertentu. Teori strukturalis
melihat struktur sosial yang menghambat pembangunan sebagai konsekuensi cara
kerja sistem ekonomi yang cacat dan bukan merupakan penyimpanan intrinsik dari
sistem itu sendiri.
Teori strukturalis dan teori neo klasik sama-sama menyakini prinsip-prinsip
usaha bebas dan persaingan bebas. Perbedaan menyolok dari keduanya adalah,
bahwa teori strukturalis memiliki pengertian yang lebih rinci dan secara
empiris lebih mendasar mengenai, mengapa suatu pembangunan berhasil atau gagal.
Teori strukturalis juga menyakini bahwa menjalankan perubahan pasar secara
mendasar bisa dilaksanakan dan memang diperlukan untuk mencapai tujuan-tujuan
yang mendasar seperti redistribusi pendapatan dan untuk mempertahankan
perekonomian yang padat karya (full employment). Teoritisi strukturalis
menjelaskan ketidakmampuan negara bangsa mengembangkan industri yang mandiri
dalam konteks cara kerja sistem internasional dan nasional yang cacat.
Menurut interpretasi kaum strukturalis, strategi
pembangunan nasional harus mencakup interevensi negara yang lebih besar untuk
melindungi industri-industri nasional untuk membangun dirinya. Pendekatan ini
dibangun berdasarkan ide “infant industry” yang dikembangkan oleh Friedrich
List, seorang ekonom Jerman.
Pemahaman Menurut
Para Tokoh
Arthur Lewis
Teori structural sendiri mengacu pada teori pembangunan yang disampaikan
oleh Arthur Lewis, pembahasannya lebih pada proses pembangunan antara daerah
kota dan desa, diikuti proses urbanisasi antara kedua tempat tersebut. Selain
itu teori ini juga mengulas model investasi dan system penetapan upah pada
sistem modern yang juga berpengaruh pada arus urbanisasi yang ada. Lewis
mengasumsikan bahwa perekonomian suatu negara pada dasarnya terbagi menjadi dua
:
1. Perekonomian
tradisional
Lewis berasumsi bahwa daerah pedesaan dengan perekonomian tradisional
mengalami surplus tenaga kerja. Surplus tersebut erat kaitannya dengan basis
utama perekonomian tradisional. Dengan demikian, nilai upah riil ditentukan
oleh nilai rata-rata produk marginal, dan bukan produk marginal dari tenaga
kerja itu sendiri.
2. Perekonomian
industri
Sektor industri berperan penting dalam sektor ini dan letaknya pula di
perkotaan. Pada sektor ini menunjukkan bahwa tingkat produktivitas sangat
tinggi termasuk input dan tenaga kerja yang digunakan. Nilai marginal terutama
tenaga kerja, bernilai positif dengan demikian daerah perkotaan merupakan
tempat tujuan bagi para pencari kerja dari daerah pedesaan. Jika ini terjadi
maka penambahan tenaga kerja pada sektor-sektor industri akan diikuti pula oleh
peningkatan output yang diproduksi. Dengan demikian, industri perkotaan masih
menyediakan lapangan pekerjaan bagi penduduk desa. Selain lapangan kerja yang
tersedia tidak kalah menarik tingkat upah di kota yang mencapai 30%, dan ini
kemudian menjadi ketertarikan bagi penduduk desa dalam melakukan urbanisasi.
Penerapan Teori Struktural di Indonesia
Salah satu contoh dari proses pembangunan di
Indonesia beradasarkan teori struktural di atas adalah urbanisasi. Urbanisasi
merupakan akibat dari munculnya industri di perkotaan dan mulai ditinggalkannya
pertanian di pedesaan. Di dalam teori migrasi klasik, perpindahan ini
disebabkan oleh dua faktor utama yaitu faktor pendorong (push factor) dari
daerah asal dan faktor penarik (pull factor) dari daerah tujuan. Dalam proses
modernisasi, urbanisasi dipandang sebagai perubahan dari orientasi tradisional
ke orientasi modern dimana terjadi difusi modal, teknologi, nilai-nilai,
pengelolaan kelembagaan dan orientasi politik dari dunia modern ke masyarakat
yang lebih tradisional. Tidak hanya proses difusi, tetapi juga proses
intensifikasi pada beragam etnis, suku, agama dan mata pencaharian.
Pada dasarnya urbanisasi menimbulkan dampak
negatif maupun dampak positif. Keban, (1995) mencoba menjelaskan pandangan Arthur
Lewis dan Myrdal tentang dampak yang bertolak belakang tersebut. Menurut Lewis,
sektor modern yang terdapat di daerah perkotaan jauh lebih produktif dari pada
sektor tradisional yang biasanya terdapat di pedesaan. Untuk kepentingan makro,
dalam rangka meningkatkan pendapatan nasional, Lewis menyarankan agar tenaga
kerja yang kurang produktif/tidak produktif di daerah pedesaan harus pindah ke
kota dan bekerja pada sektor modern. Secara agregat, semua tenaga kerja ini
akan menyumbang terhadap total pendapatan nasional.
Sebaliknya, Myrdal kemudian mencoba
memberikan pemahaman tentang dampak negative yang dapat ditimbulkan oleh
urbanisasi bahwa daerah pedesaan (daerah belakang) akan kehilangan tenaga
kerja, dengan demikian sektor pertanian akan terhambat, karena kesulitan
mencari tenaga kerja di pedsaan. Kondisi ini akan mempengaruhi produktivitas
pertanian yang semakin menurun. Dampak yang lebih luas, juga akan mempengaruhi
industri yang berkembang di kota yang membutuhkan produk pertanian pedesaan.
Jika pengaruhnya besar bagi industri, maka pertumbuhan GNP akan menurun. Kedua
pendapat ini penting, karena dengan demikian urbanisasi harus dikendalikan.
Jika tidak, urbanisasi akan mendatangkan masalah besar yang menghambat jalannya
proses pembangunan.
Perbedaan tenaga kerja dari desa ke kota dan
pertumbuhan pekerja di sektor modern akan mampu meningkatkan ekspansi output
yang dihasilkan di sektor modern tersebut. Percepatan ekspansi output sangat
ditentukan oleh ekspansi di sektor industri dan akumulasi modal di sektor
modern. Akumulasi modal yang nantinya digunakan untuk investasi hanya akan
terjadi jika terdapat akses keuntungan pada sektor modern, dengan asumsi bahwa
pemilik modal akan menginvestasikan kembali modal yang ada ke industri
tersebut.
Menurut Prebisch dalm Teori Dependensinya,
Industrialis makin kaya sedangkan Agraris makin miskin karena:
a. Permintaan untuk barang-barang pertanian
tidak elastis
b. Negara-negara industri melakukan proteksi
terhadap hasil pertanian mereka sendiri.
c. Kebutuhan bahan mentah dikurangi
karena adanya penemuan-penemuan teknologi baru.
Prebisch mengatakan bahwa dalam relasi
ekonomi antara negara-negara maju sebagai negara industri dan negara-negara
berkembang sebagai eksportir bahan-bahan mentah, maka pihak negara-negara
berkembang sebagai negara pinggiran selalu menjadi pecundang. Seperti halnya
yang berlangsung dalam praktek imperialisme, pada kenyataannya hukum keunggulan
komparatif ketika diterapkan dalam konteks relasi ekonomi antara negara-negara
maju dan negara-negara berkembang telah memperkuat ketergantungan negara-negara
berkembang sebagai wilayah pinggiran terhadap negara-negara maju sebagai pusat.
Dalam kondisi demikian keuntungan ekonomi
selalu diperoleh oleh negara-negara industri yang menyerap bahan-bahan mentah
dan mengolahnya serta menempatkan negara-negara berkembang sebagai pasar dari
produksi yang dihasilkan oleh negara-negara maju. Oleh karena itu negara-negara
di dunia dibagi menjadi dua kelompok. Negara-negara pusat yang menghasilkan
barang-barang industri dan negara-negara pinggiran yang memproduksi
barang-barang pertanian#
TEORI KETERGANTUNGAN
Teori Ketergantungan atau dikenal teori depedensi (bahasa inggris: Dependency Theory)
adalah salah satu teori yang melihat permasalahan pembangunan dari sudut Negara Dunia Ketiga. Menurut Theotonio Dos Santos, Dependensi (ketergantungan) adalah keadaan di mana kehidupan ekonomi negara–negara tertentu dipengaruhi oleh perkembangan dan ekspansi dari
kehidupan ekonomi negara–negara lain, di mana negara–negara tertentu ini hanya
berperan sebagai penerima akibat saja. Aspek
penting dalam kajian sosiologi adalah adanya pola ketergantungan antara masyarakat yang satu dengan
masyarakat yang lainnya dalam kehidupan berbangsa di dunia. Teori Dependensi
lebih menitik beratkan pada persoalan keterbelakangan dan pembangunan negara
pinggiran.
Dalam hal ini, dapat dikatakan bahwa teori dependensi
mewakili "suara negara-negara pinggiran" untuk menantang hegemoni ekonomi, politik, budayadan intelektual dari negara maju.
Awal mula teori ketergantungan (Dependency Theory) dikembangkan
pada akhir tahun 1950-an oleh Raul
Presibich (Direktur Economic Commission for Latin America, ECLA). Dalam
hal ini Raul Presbich dan rekannya bimbang terhadap pertumbuhan ekonomi di negara-negara maju yang tumbuh pesat, namun tidak serta merta memberikan
perkembangan yang sama kepada pertumbuhan ekonomi di negara-negara miskin. Bahkan dalam kajiannya mereka
mendapati aktivitas ekonomi di negara-negara yang lebih kaya sering kali
membawa kepada masalah-masalah ekonomi di negara-negara miskin.
Lahirnya teori dependensi juga merupakan merupakan
jawaban atas krisis teori Marx
ortodoks di Amerika Latin. Menurut Marxsis ortodoks,
Amerika Latin harus melihat tahap revolusi industri "borjuis" sebelum melampaui revolusi sosialisasi proletar. Namun demikian revolusi Republik Rakyat Cina (RRC) tahun 1949 dan Revolusi Kuba pada akhir tahun 1950-an mengajak
pada kaum cedikiawan bahwa negara dunia ketiga tidak harus selalu mengikuti
tahap-tahap perkembangan tersebut. Tertarik pada model pembangunan RRC dan
Kuba, banyak intelktual radikal di Amerika latin berpendapat bahwa
negara-negara di Amerika Latin dapat saja berlangsung menuju dan berada pada
tahapan revolusi sosialis.
Teori dependensi ini segera menyebar dengan cepat
dibelahan Amerika Utara pada akhir tahun 1960-an oleh Andre Gunder Frank, yang kebetulan berada di Amerika Utara pada tahun 1960-an. Di Amerika Serikat teori ini memperoleh sambutan hangat, karena kedatangannya hampir bersamaan
waktunya dengan lahirnya kelompok intelektual muda radikal, yang tumbuh dan
berkembang subur pada massa revolusi kampus di Amerika Serikat, akibat pengaruh kegiatan protes antiperang, gerakan
kebebasan wanita, dan
menyebarnya kerusuhan rasial pada pertengan tahun 1960 yang diikuti oleh inflasi kronis, develuasi mata uang dollar
Amerika dan perasaan kehilangan kepercayaan diri pada masa awal
tahun 1970-an, menyebab
hilangnya kenyakinan landasan moral Teori modernisasi.
Warisan pemikiran
Ø Raul Prebisch
Analisis Raul Prebisch terhadap
kemiskinan negara pingiran
·
Terjadi penurunan nilai tukar komoditi pertanian terhadap
komoditi barang industri. Barang
industri semakin mahal dibanding hasil pertanian, akibatnya terjadi defisit
pada neraca perdagangan negara pertanian bila berdagang dengan negara industri.
·
Negara-negara industri sering melakukan proteksi terhadap
hasil pertanian mereka
sendiri, sehingga sulit bagi negara pertanian untuk mengekspor ke sana
(memperkecil jumlah ekspor negara pinggiran ke pusat).
·
Kebutuhan akan bahan mentah dapat dikurangi dengan
penemuan teknologi lama
yang bisa membuat bahan mentah sintetis, akibatnya memperkecil jumlah ekspor
negara pinggiran ke negara pusat.
·
Kemakmuran meningkat di negara industri menyebabkan
kuatnya politik kaum buruh. Sehingga upah buruh meningkat dan akan menaikan
harga jual barang industri, sementara harga barang hasil pertanian relatif
tetap.
Solusi yang
ditawarkan Raul Prebisch
Presbich berpendapat negara-negara yang terbelakang harus
melakukan industrialisasi, bila mau membangun dirinya, industrialisasi ini
dimulai dengan Industri Substitusi Impor (ISI). ISI dilakukan dengan cara memproduksi
sendiri kebutuhan barang-barang industri yang tadinya di impor untuk mengurangi bahkan menghilangkan penyedian devisa
negara untuk membayar impor barang tersebut. Pemerintah berperan untuk memberikan proteksi terhadap industri baru. Ekspor bahan mentah tetap dilakukan untuk membeli barang-barang modal (mesin-mesin
industri), yang diharapkan dapat mempercepat indrustrialisasi dan pertumbuhan ekonomi. Bagi Presbich campur tangan pemerintah
merupakan sesuatu yang sangat penting untuk membebaskan negara-negara pinggiran
dari rantai keterbelakangannya.
Neo-Marxisme
Teori depedensi juga memiliki warisan pemikiran dari Neo-Marxisme keberhasilan dari revolusi Cina dan Kuba ketika itu telah mebantu tersebarnya perpaduan baru
pemikiran-pemikiran Marxisme di universitas-universitas di Amerika latin yang menyebabkan generasi baru dan dengan lantang menyebut dirinya sebagai
Neo-Marxisme.
Beberapa pendapat Neo-Marxisme:
·
Neo-Marxisme melihat imprealisme dari sudut pandangan
negara pinggiran. Dengan lebih memberikan perhatian pada akibat imperialisme
pada negara-negara dunia ketiga.
·
Neo-Marxisme percaya, bahwa negara dunia ketiga telah
matang untuk melakukan revolusi sosialis.
·
Neo-Marxisme lebih tertarik pada arah revolusi Cina dan
Kuba, ia berharap banyak pada kekuatan revolusioner potensial dari para petani
pedesaan dan perang gerilya tentara rakyat.
Bentuk-bentuk Ketergantungan
Dos Santos menguraikan ada 3 bentuk ketergantungan:
1). Ketergantungan Kolonial
·
Terjadi penjajahan dari negara pusat ke negara pinggiran.
·
Kegiatan ekonominya adalah ekspor barang-barang yang
dibutuhkan negara pusat. Hubungan penjajah – penduduk sekitar bersifat
eksploitatif negara pusat.
·
Negara pusat menanamkan modalnya baik langsung maupun
melalui kerjasama dengan pengusaha lokal.
2). Ketergantungan Teknologis-Industrial
·
Bentuk ketergantungan baru.
·
Kegiatan ekonomi di negara pinggiran tidak lagi berupa
ekspor bahan mentah untuk negara pusat.
·
Perusahaan multinasional mulai menanamkan modalnya di
negara pinggiran dengan tujuan untuk kepentingan negara pinggiran.
3). Ketergantungan Teknologis-Industrial
·
Bentuk ketergantungan baru.
·
Kegiatan ekonomi di negara pinggiran tidak lagi berupa
ekspor bahan mentah untuk negara pusat.
·
Perusahaan multinasional mulai menanamkan modalnya di
negara pinggiran dengan tujuan untuk kepentingan negara pinggiran.
Kritik Terhadap Teori Ketergantungan:
1.KritikPackenham
Salah satu kritik menarik dari
kelompok teori liberal datang dari Robert A. Packenham. Menurutnya disamping
kekuatan, Teori Ketergantungan juga mempunyai kelemahan yaitu hanya menyalahkan
kapitalisme sebagai penyebab ketergantungan. Tidak mendefinisikan secara jelas
tentang konsep ketergantungan. Pembicaraan tentang proses sebuah Negara bisa
keluar dari ketergantungan sedikit sekali, bahkan Frank hanya menawarkan
Revolusi Sosialis sebagi jalan keluarnya. Ketergantungan selalu dianggap
sebagai sesuatu yang negative, Teori Ketergantungan sangat menekankan konsep
kepentingan kelompok, kelas dan Negara. Kepentingan antara Negara pusat dan
Negara pinggiran tidak selalu bersifat zero-sum game (bila satu menang maka
lainnya kalah) karena bisa saja keduanya mendapat keuntungan.
TEORI PASCA-KETERGANTUNGAN
Teori-teori
tentang pembangunan setelah munculnya teori Ketergantungan memeng menjadi
semarak. Karena itu, lebih pas dari kelemahan-kelemahan yang ada pada teori
ketergantungan, munculnya teori ini, tidak bisa disangkal, telah memberi
perspektif baru pada teori-teori pembangunan pada umumnya. Salah satu
perspektif penting yang diberikan adalah bahwa aspek eksternal dari pembangunan
menjadi penting. Sebelumnya aspek tersebut kurang dianggap berperan.
Negara-negara lain hanya dinggap sebagai mitra dagang yang seringkali sangat
membantu proses pembangunan yang terjadi di suatu Negara.
Oleh teori
ketergantungan ditunjukkan bahwa Negara-negara yang ekonominya lebih kuat bukan
saja menghambat karena menang dalam bersaing, tetapi juga ikut campur dalam
mengubah struktur social, politik, dan ekonomi Negara yang lebih lemah.
Kekuatan-kekuatan eksternal itu diinternalisasikan oleh Negara yang lemah,
sehingga tercipta sebuah struktur ketergantungan di dalam Negara ini. Proses
perubahan structural inilah yang dipelajari oleh Cardeso melalui kasus-kasus
nyata di Negara-negara Amerika Latin.
Adapun
munculnya teori-teori baru dari kubu kaum Marxis, yang mencoba mengatasi
kelemahan-kelemahan yang ada pada Teori ketergantungan :
1.
Teori
Liberal
2.
Bill
waren
3.
Teori
Artikulasi
4.
Teori
system dunia
Teori
liberal pada dasarnya tidak banyak dipengaruhi oleh teori ketergantungan, teori
liberal teteap berjalan seperti sebelumnya yakni mengukuti asumsi-asumsi bahwa
modal dan investasi adalah masalah utama dalam mendorong pertumbuhan ekonomi.
Kritik terhadap teori liberal pada umumnya
berkisar pada ketajaman definisi dari teori ketergantungan. Definisi yang ada
dianggap terlalu kabur, sulit dijadikan sesuatu yang operasional. Tanpa
kejelasan dan ketajaman konsep – konsep dasarnya, teori ketergantungan lebih
merupakan sebuah retorika belaka.
Teori liberal pada dasarnya tidak banyak
dipengaruhi oleh teori ketergantungan. Teori liberal tetap berjalan seperti
sebelumnya, yakni mengikuti asumsi-asumsi bahwa modal dan investasi adalah
masalah utama dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Teori yang dianut oleh para
ahli ekonomi ini lebih mengembangkan diri pada keterampilan teknisnya, yakni
bagaimana membuat table input-output yang baik, bagaimana mengukur keterkaitan
diantara berbagai sector ekonomi dan sebagainya. Tentu saja bukan tidak
berguna. Tetapi, yang kurang dipersoalkan adalah bagaimana faktor politik bisa
dimasukkan ke dalam model mereka.
Teori Artikulasi bertitik tolak dari konsep
Formasi Sosial. Dalam marxisme dikenal konsep cara produksi (mode of
production), misalnya cara produksi feodal, cara produksi kapitalis, dan cara
produksi sosialsi, yang ketiganya memiliki perbedaan. Misal dalam kapitalisme
terdapat pasar bebas, akumulasi modal yang cepat dan sebagainya. Namun,
kenyataan yang sesungguhnya dalam masyarakat tidak hitam putih seperti itu.
Adanya cara peralihan seperti dari cara produksi feodal ke kapitalis bukan
terjadi pada hitungan hari, tetapi memakan waktu yang lama dan pada waktu peralihan
yang lama inilah terjadi percampuran dari dua atau lebih cara produksi. Oleh
karena itu, gejala di mana beberapa cara produksi ada bersama disebut dengan
formasi sosial.
Teori Artikulasi disebut juga sebagai teori yang
memakai pendekatan cara produksi. Pada teori ini, persoalan keterbelakangan
dilihat dalam lingkungan proses produksi. Bagi teori artikulasi,
keterbelakangan di Negara-negara duniaketiga harus di dilihat sebagai kegagalan
dari kapitalisme untuk berfungsi secara murni. Sebagai akibat dari adanya cara
produksi lain di Negara-negara tersebut.
Warren membantah inti teori ketergantungan,
yakni bahwa perkembangan kapitalisme di Negara-negara pusat dan pinggiran
berbeda. Kapitalisme di negara manapun sama. Oleh karena itu, tesis warren
cenderung menjadi a-historis dan dekat dengan teori para ahli ilmu social
liberal.
Inti dari kritik Warren adalah bahwa dalam
kenyataannya, negara-negara yang tergantung menunjukkan kemajuan dalam
pertumbuhan ekonomi dan proses industrialisasinya. Bahkan kemajuan ini
menunjukkan bahwa negara-negara yang tergantung ini sedang mengarah pada
pembangunan yang mandiri.
TEORI PEMBANGUNAN
BERKELANJUTAN
Pandangan
terhadap sisi pembangunan berkelanjutan (sustainable development) muncul
pada saat isu tentang lingkungan hidup menjadi sangat populer. Munculnya isu
tersebut dilatarbelakangi oleh pandangan bahwa pembangunan yang dilaksanakan
secara terus menerus tidak akan menguntungkan bagi siapa saja apabila sistem
biologis alam yang mendukung pertumbuhan ekonomi tidak dicermati dengan baik.
Brown (1981), menunjukkan penilaian terhadap pembangunan berkelanjutan dari
beberapa sudut pandang seperti tertinggalnya transisi energi, memburuknya
sistem biologis utama (perikanan laut, padang rumput, hutan, lahan pertanian)
ancaman perubahan iklim (polusi, dampak rumah kaca), dan kurangnya bahan pangan
(lihat Kuncoro, 1997:13). Para pendukung konsep pembangunan berkelanjutan
menyatakan pentingnya strategi ecodevelopment yang intinya menyatakan bahwa
masyarakat dan ekosistem di suatu daerah harus berkembang secara bersama– sama
untuk mencapai produktivitas dan pemenuhan kebutuhan yang lebih tinggi namun
tetap pada strategi pembangunan yang berkelanjutan, baik dari sisi ekologi
maupun sosial.
Hal ini menunjukkan bahwa sumber daya alam yang dimiliki berupa tanah, air,
mineral, flora maupun fauna harus dimanfaatkan dan dikelola secara berhati–hati
dan dengan perhitungan, sehingga dapat memberi manfat bagi kesejahteraan
masyarakat. Penyelamatan lingkungan sebagai implementasi dari pembangunan
berkelanjutan berfungsi sebagai penyanggah perikehidupan manusia, sehingga
pengelolaan dan pengembangan sumber daya diarahkan untuk mempertahankan keberadaan
dan keseimbangannya melalui berbagai usaha perlindungan dan rehabilitasi secara
terus menerus (lihat Djajdiningrat, 1992:6).
Martono (1995:2), menyatakan bahwa pembangunan berkelanjutan adalah
pembangunan yang didasari oleh pemanfaatan sumber daya secara berkelanjutan dan
mempunyai ciri–ciri :
- proses
pembangunan berlangsung secara berkelanjutan dan didukung oleh sumber
dengan kualitas lingkungan dan manusia yang semakin berkembang;
- sumber
daya alam terutama udara, air, dan tanah memiliki ambang batas, sehingga
pemanfaatan secara berlebihan dapat mengurangi kualitas dan kuantitas
sumber daya alam sehingga mengurangi kemampuannya dalam menopang
pembangunan berkelanjutan dan menimbulkan gangguan pada keserasian
hubungan manusia dengan alam dan lingkungannya;
- kualitas
lingkungan berkorelasi langsung dengan kualitas hidup, semakin baik mutu
lingkungan semakin positif pengaruhnya pada kualitas hidup, turunnya
tingkat kematian, dan lain–lain;
- pola
pembangunan sumber alam tidak menutup kemungkinan memilih peluang lain
pada masa depan dalam menggunakan sumber alam;
- pembangunan
ini memungkinkan generasi sekarang meningkatkan kesejahteraannya tanpa
mengurangi kemungkinan bagi generasi masa depan meningkatkan
kesejahteraannya.
Konsep
pembangunan berkelanjutan memberikan implikasi adanya batas yang bukan batas
absolut akan tetapi batas yang ditentukan oleh tingkat masyarakat dan
organisasi sosial mengenai sumber daya alam serta kemampuan biosfir menyerap
berbagai pengaruh dari berbagai aktivitas manusia. Teknologi dan sumber daya
manusia dapat ditingkatkan kemampuannya guna memberi jalan bagi era baru
pertumbuhan ekonomi.
Dengan demikian pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang menggunakan
prosedur yang memperhatikan kelestarian, kemampuan, dan fungsi komponen
lingkungan alam dalam ekosistem untuk mendukung pembangunan saat ini dan masa
yang akan datang.
TEORI
PEMBANGUNAN DUNIA KETIGA
Teori Pembangunan Dunia Ketiga adalah teori-teori
pembangunan yang berusaha menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh negara-negara
miskin atau negara yang sedang berkembang dalam dunia yang didominasi oleh
kekuatan ekonomi, ilmu pengetahuan dan kekuatan militer negara-negara adikuasa
atau negara industri maju.
Persoalan-persoalan yang dimaksud yakni bagaimana mempertahankan hidup atau
meletakkan dasar-dasar ekonominya agar dapat bersaing di pasar internasional.
Untuk mengukur pembangunan atau pertumbuhan ekonomi suatu negara dapat dilihat
dari:
kekayaan rata-rata yakni produktivitas
masyarakat atau produktivitas Negara tersebut melalui produknasional bruto dan
priduk domestic bruto.
Pemerataan: tidak saj kekayaan atau
produktivitas bangsa yang dilihat, tetapi juga pemerataan kekayaan dimana tidak
terjadi ketimpangan yang besar antara pendapatan golongan termiskin, menengah
dan golongan terkaya. Bangsa yang berhasil dalam pembangunan adalahbangsa yang
tinggi produktivitasnya sertapenduduknya relative makmur dan sejahtera secara
merata.
Kualitas kehidupan dengan tolok ukur PQLI
(Physical Quality of Life Index) yakni: rata-rata harapan hidup sesudah umur
satu tahun, rata-rata jumlah kematian bayi, dan rata-rata presentasi buta dan
melek huruf.
Kerusakan lingkungan.
Kejadian sosial dan kesinambungan.
Ada banyak variasi dan teori yang tergabung dalam
kelompok teori ini antara lain adalah:
1. Teori
yang menekankan bahwa pembangunan hanya merupakan masalah penyediaan modal dan
investasi. Teori ini biasanya dikembangkan oleh para ekonom. Pelopor teori
antara lain Roy Harrod dan Evsay Domar yang secara terpisah berkarya namun
menghasilkan kesimpulan sama yakni: pertumbuhan ekonomi ditentukan oleh
tingginya tabungan dan investasi.
2. Teori
yang menekankan aspek psikologi individu. Tokohnya adalah McClelaw dengan
konsepnya The Need For Achievment dengan symbol n. ach, yakni kebutuhan atau
dorongan berprestasi, dimana mendorong proses pembangunan berarti membentuk
manusia wiraswasta dengan n.ach yang tinggi. Cara pembentukanya melalui
pendidikan individu ketika seseorang masih kanak-kanak di lingkungan keluarga.
3. Teori
yang menekankan nilai-nilai budaya mempersoalkan masalah manusia yang dibentuk
oleh nilai-nilai budaya di sekitarnya, khususnya nilai-nilai agama. Satu
masalah pembangunan bagi Max Weber (tokoh teori ini) adalah tentang peranan
agaman sebagai faktor penyebab munculnya kapitalisme di Eropa barat dan Amerika
Serikat. Bagi Weber penyebab utama dari semua itu adalah etika protestan yang
dikembangkan oleh Calvin.
4. Teori
yang menekankan adanya lembaga-lembaga sosial dan politik yang mendukung proses
pembangunan sebelum lepas landas dimulai. Bagi W.W Rostow, pembangunan
merupakan proses yang bergerak dalam sebuah garis lurus dari masyarakat
terbelakang ke masyarakat niaga. Tahap-tahapanya adalah sbb:
a. Masyarakat
tradisional=belum banyak menguasai ilmu pengetahuan.
b. Pra-kondisi
untuk lepas landas= masyarakat tradisional terus bergerak walaupun sangat
lambat dan pada suatu titik akan mencapai posisi pra-kondisi untuk lepas
landas.
c. Lepas
landas : ditandai dengan tersingkirnya hambatan-hambatan yang menghalangi
proses pertumbuhan ekonomi.
d. Jaman konsumsi
massal yang tinggi. Pada titik ini pembangunan merupakan proses
berkesinambungan yang bisa menopang kemajuan secara terus-menerus.
5. Teori
yang menekankan lembaga sosial dan politik yang mendukung proses pembangunan.
Tokohnya Bert E Hoselitz yang membahas faktor-faktor non-ekonomi yang
ditinggalkan oleh W.W Rostow. Hoselitz menekankan lembaga-lembaga kongkrit.
Baginya, lembaga-lembaga politik dan sosial ini diperlukan untuk menghimpun
modal yang besar, serta memasok tenaga teknis, tenaga swasta dan tenaga
teknologi.
6. Teori ini
menekankan lingkungan material. Dalam hal ini lingkungan pekerjaan sebagai
salah satu cara terbaik untuk membentuk manusia modern yang bisa membangun.
Tokohnya adalah Alex Inkeler dan David H. Smith.
https://fadjar1992.wordpress.com/2012/01/09/teori-pembangunan-dunia-ketiga/