Thursday, April 5, 2018

Peranan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Dalam Pembentukan Peraturan Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat Provinsi Kalimantan Tengah



BAB I
PENDAHULUAN

1.1            Latar Belakang Laporan Akhir
Negara Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensial. Memasuki masa reformasi, Indonesia melakukan empat kali amandemen Undang-Undang Dasar 1945 sebagai reaksi atas kegagalan tatanan kehidupan kenegaraan di era orde baru.
Berdasarkan UUD 1945 amandemen pasal 1 ayat (2) yang berbunyi “Kedaulatan berada di tangan rakyat, dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”, maka pemerintah selaku penyelenggara pemerintahan berkewajiban memfasilitasi rakyat dalam mencapai hal tersebut atau yang lebih dikenal dengan istilah demokrasi.
Demokrasi memberikan pengaruh yang besar terhadap penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia. Demokrasi memberikan hak yang sama kepada tiap-tiap warga negara dalam pengambilan suatu keputusan yang berguna bagi kehidupannya. Demokrasi juga memberikan kewenangan kepada warga negara untuk berpartisipasi dalam politik baik secara langsung maupun melalui lembaga perwakilan. Dalam melaksanakan demokrasi, Negara Indonesia menganut  konsep yang dikemukakan oleh Montesquiue, yaitu pembagian kekuasaan negara yang dikenal dengan istilah trias politica. Dimana dalam teorinya ini, Montesquiue berpendapat bahwa demokrasi memerlukan pembagian kekuasaan meliputi eksekutif, legislatif dan yudikatif.
Kekuasaan legislatif merupakan kekuasaan membentuk undang-undang. Dalam prakteknya, Indonesia membentuk Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), sebuah lembaga perwakilan rakyat sebagai cerminan kedaulatan rakyat karena lembaga inilah yang berkuasa membentuk peraturan bersama. Mengingat pentingnya tugas DPR dalam memajukan kepentingan rakyat menjadi salah satu faktor dalam mencapai kesejahteraan masyarakat. Selain itu, menurut konsep otonomi daerah diperlukan adanya lembaga perwakilan di daerah sebagai penampung aspirasi masyarakat daerah guna mewujudkan pembangunan yang merata di Indonesia, maka dibentuklah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Keberadaan lembaga perwakilan tersebut dimaksudkan agar masyarakat khususnya di daerah, ikut berperan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah melalui wakil-wakilnya yang ada di DPRD.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagai penguatan peran lembaga perwakilan daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah diharapkan mampu mendorong peran aktif masyarakat dalam mengelola daerahnya sendiri. Konsep otonomi daerah yang dilaksanakan dalam rangka memenuhi berbagai kebutuhan masyarakat memiliki tujuan untuk menghasilkan kehidupan masyarakat yang lebih baik. Oleh karena itu, pentingnya peran lembaga perwakilan daerah dalam hal ini DPRD sebagai wahana bagi masyarakat untuk melaksanakan demokrasi agar kebijakan yang dibentuk sesuai dengan aspirasi masyarakat.
Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, kedudukan DPRD adalah sebagai wakil rakyat dan unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah, DPRD mempunyai tugas membentuk peraturan daerah bersama Kepala Daerah. Dalam hal ini, DPRD membentuk peraturan daerah sebagai perwujudan dari fungsi mengatur, sementara eksekutif lebih kepada pelaksanaan kebijakan yang ditetapkan bersama antara Kepala Daerah dan DPRD tersebut sebagai perwujudan dari fungsi mengurus. Namun pada prakteknya, wewenang mengajukan peraturan daerah lebih sering dilakukan oleh eksekutif. Hal tersebut seringkali menimbulkan konflik kepentingan yang mempersulit kedudukan DPRD. Maka diharapkan terciptanya suatu keseimbangan antara eksekutif dan legislatif agar tiap-tiap unsur penyelenggara pemerintahan daerah melaksanakan fungsinya masing-masing dengan baik, khususnya fungsi DPRD dalam menampung aspirasi masyarakat.
Fungsi DPRD sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Pasal 149 ayat (1) antara lain: (a) pembentukan Perda, (b) anggaran, dan (c) pengawasan. Fungsi membentuk peraturan daerah merupakan fungsi utama dan asli dari DPRD sebagai lembaga legislatif di daerah. Kualitas peraturan daerah yang dihasilkan oleh DPRD menjadi ukuran kemampuan DPRD dalam menjalankan fungsinya dan menjamin eksistensinya.
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan menjelaskan yang dimaksud dengan “peraturan daerah adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah bersama dengan persetujuan bersama Kepala Daerah”. Keberadaan peraturan daerah sebagai sarana yuridis yang melaksanakan kebijakan otonomi dan tugas-tugas pembantuan. Disamping itu, peraturan daerah juga merupakan refleksi dari aspirasi dan kepentingan masyarakat sebagai wujud dari fungsi legislasi DPRD. Pembentukan peraturan daerah mempunyai kedudukan serta fungsi yang berbeda sejalan dengan sistem ketatanegaraan yang berubah dan termuat dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang Pemerintahan Daerah. Pembentukan peraturan daerah sendiri diharapkan dapat menyalurkan aspirasi, tuntutan serta harapan dari masyarakat yang plural untuk mewujudkan tata pemerintahan yang baik (good governance) demi tercapainya kesejahteraan masyarakat.
Dalam membentuk suatu peraturan daerah diperlukan adanya perencanaan yang jelas untuk apa suatu peraturan daerah tersebut dibuat dan apa dampaknya bagi masyarakat. Selain itu, peraturan daerah yang akan dibuat juga harus sesuai dengan aturan yang mengaturnya dan tidak bertentangan dengan aturan yang berada diatasnya serta sesuai dengan hierarki perundang-undangan sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011.
Perencanaan penyusunan peraturan daerah dilakukan dalam Program Legislasi Daerah (Prolegda). Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 Tahun 2006 tentang Prosedur Penyusunan Produk Hukum Daerah Pasal 1 menerangkan bahwa “Prolegda adalah instrumen perencanaan program pembentukan peraturan daerah yang disusun secara terencana, terpadu dan sistematis”. Adapun salah satu tujuan dari penyusunan Prolegda adalah untuk menjaga agar produk peraturan daerah tetap berada dalam kesatuan sistem hukum nasional. Lebih jauh Sadu dan Yonatan (2009:66) menyatakan bahwa:
Sejalan dengan proses penyusunan Program Legislasi Nasional (Prolegnas) maka dalam menyusun program legislasi daerah memperhatikan instansi-instansi yang telah mempunyai dan mempengaruhi program legislasi daerah secara keseluruhan. Substansi instansi yang dimaksud adalah Biro/Bagian Hukum dari pihak pemerintah daerah, Panitia legislasi dari DPRD dan kekuatan-kekuatan lain yang dapat mempengaruhi program legislasi daerah.

Hal diatas sejalan dengan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD sebagaimana telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD, dimana peranan DPRD dalam penyusunan Prolegda dilaksanakan dengan menggunakan alat kelengkapannya yaitu Badan Legislasi Daerah (Balegda) sebagai pihak yang mengkoordinir penyusunan Prolegda antara DPRD dan pemerintah daerah. Proses fungsi legislasi yang dijalankan oleh DPRD berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, meliputi: (1) Penyusunan Prolegda, (2) Penyusunan Raperda, (3) Pengajuan Raperda, (4) Sosialisasi Raperda, (5) Pembahasan Raperda, (6) Pengesahan dan Penetapan, (7) Pengundangan Perda, dan (8) Sosialisasi Perda.
Fungsi legislasi pada hakekatnya merupakan kekuasaan DPRD sebagai lembaga perwakilan daerah, tetapi fungsi legislatif tidak sepenuhnya berada di tangan DPRD seperti fungsi DPR. Kewenangan untuk menetapkan peraturan daerah, baik daerah provinsi maupun kabupaten/kota tetap berada di tangan Gubernur dan Bupati/Walikota dengan persetujuan bersama DPRD. Sehingga dapat dikatakan bahwa DPRD lebih berfungsi sebagai lembaga pengontrol terhadap kekuasaan pemerintah daerah daripada sebagai lembaga legislatif.
DPRD dalam melaksanakan fungsi legislasinya dituntut untuk dapat menghasilkan produk hukum yang berorientasi kepada kesejahteraan masyarakat. Namun dalam pelaksaaannya, peraturan daerah sebagai produk hukum yang dihasilkan oleh DPRD terkesan lebih berorientasi pada kepentingan-kepentingan dan partai politik sebagai kendaraan politiknya. Seperti yang terjadi pada DPRD Kabupaten Kotawaringin Barat, Ketua DPD II HTI Kotawaringin Barat (hizbut-tahrir.or.id:2012) menyatakan bahwa kinerja dewan dalam proses legislasi dan anggaran lebih kepada kepentingan segelintir kelompok saja. Kebuntuan politik yang terjadi antara Pemerintah Daerah dan DPRD Kotawaringin Barat disebabkan oleh anggota yang dipilih secara demokratis belum mampu mencerminkan suara rakyat.
Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2010 tentang Penyusunan Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menjelaskan bahwa usulan rancangan peraturan daerah dapat berasal dari DPRD atau Kepala Daerah. Pelaksanaan pembentukan peraturan daerah oleh DPRD Kabupaten Kotawaringin Barat Provinsi Kalimantan Tengah belum dilaksanakan secara optimal. Hal tersebut terlihat dari kurang maksimalnya inisiatif anggota DPRD dalam mengajukan suatu rancangan peraturan daerah.
Jumlah peraturan daerah sah yang dibentuk berdasarkan usulan dari anggota DPRD Kabupaten Kotawaringin Barat dalam rentang tahun 2012 – 2014 hanya ada 1 yaitu Peraturan Daerah Kotawaringin Barat Nomor 1 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial Perusahaan berbanding dengan 48 peraturan daerah yang dibentuk melalui usulan dari kepala daerah (Pemerintah Daerah Kotawaringin Barat:2014). Berdasarkan data diatas, dapat dikatakan bahwa peranan Kepala Daerah dalam pembentukan peraturan daerah di Kabupaten Kotawaringin Barat lebih dominan dibandingkan dengan DPRD Kabupaten Kotawaringin Barat. Diharapkan adanya perbaikan kinerja dari DPRD dalam melaksanakan fungsi legislasinya, selain itu diperlukan adanya hubungan kerjasama yang baik antara Pemerintah Daerah dan DPRD untuk membentuk peraturan daerah yang mampu menampung aspirasi-aspirasi masyarakat dengan baik sehingga tercapainya kesejahteraan masyarakat.
Berdasarkan paparan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: “Peranan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Dalam Pembentukan Peraturan Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat Provinsi Kalimantan Tengah”.

1.2            Permasalahan
1.2.1        Identifikasi Masalah (di Lokasi Magang)
Melihat dari uraian di atas, masalah-masalah penelitian yang dapat diidentifikasi sebagai berikut:
1)     Produk hukum yang dihasilkan oleh DPRD Kotawaringin Barat belum mampu mewakili kepentingan masyarakat
2)     Pembentukan peraturan daerah oleh DPRD Kabupaten Kotawaringin Barat Provinsi Kalimantan Tengah belum dilaksanakan secara optimal
3)     Kurangnya inisiatif anggota DPRD Kotawaringin Barat untuk mengajukan rancangan peraturan daerah

1.2.2        Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah diatas, penulis merasa perlu untuk membatasi masalah. Hal tersebut dilakukan agar dalam pengamatan pada saat magang tidak terjadi kesimpangsiuran dalam mengkaji permasalahan. Adapun pembatasan masalah yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana peranan DPRD Kabupaten Kotawaringin Barat dalam pembentukan peraturan daerah, faktor penghambat, serta upaya yang dilakukan DPRD untuk mengatasi hambatan dalam pembentukan peraturan daerah tersebut.

1.2.3        Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah yang telah diuraikan di atas, penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
1)     Bagaimana peranan DPRD Kabupaten Kotawaringin Barat dalam pembentukan peraturan daerah di Kabupaten Kotawaringin Barat?
2)     Faktor apa saja yang mempengaruhi DPRD dalam pembentukan peraturan daerah di Kabupaten Kotawaringin Barat?
3)     Upaya apa saja yang dilakukan oleh DPRD Kabupaten Kotawaringin Barat untuk mengoptimalkan peranannya dalam pembentukan peraturan daerah?

1.3            Maksud dan Tujuan
1.3.1        Maksud
Maksud dari kegiatan magang ini adalah untuk mengetahui bagaimana peranan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam pembentukan peraturan daerah di Kabupaten Kotawaringin Barat.
                       

1.3.2        Tujuan
Magang ini memiliki tujuan sebagai berikut :
1)     Untuk mengetahui bagaimana peranan DPRD Kabupaten Kotawaringin Barat dalam pembentukan peraturan daerah di Kabupaten Kotawaringin Barat;
2)     Untuk mengetahui faktor apa saja yang menghambat DPRD dalam pembentukan peraturan daerah di Kabupaten Kotawaringin Barat;
3)     Untuk mengetahui upaya apa saja yang dilakukan oleh DPRD Kabupaten Kotawaringin Barat untuk mengatasi hambatan dalam pembentukan peraturan daerah.

1.4            Kegunaan Magang
1.4.1        Kegunaan Praktis (untuk Lokasi Magang)
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan kepada DPRD Kabupaten Kotawaringin Barat dalam upaya mengoptimalkan peranannya dalam pembentukan peraturan daerah dan membantu memberikan masukan kepada DPRD Kabupaten Kotawaringin Barat dalam menghadapi kendala yang dihadapi dalam pembentukan peraturan daerah.

1.4.2        Kegunaan Praktis (untuk Lembaga)
Hasil penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan maupun keilmuan bagi Institut Pemerintahan Dalam Negeri serta sebagai salah satu syarat guna memenuhi pendidikan Diploma IV di Institut Pemerintahan Dalam Negeri.

1.5            Definisi Konsep Obyek yang Diamati dan Dikaji
1.5.1        Peranan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, peranan merupakan tindakan yang dilakukan oleh seseorang dalam suatu peristiwa. Sementara itu, Peranan (role) menurut Soekanto (2012:212)
Peranan merupakan proses dinamis kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajiban sesuai dengan kedudukannya, dia menjalankan suatu peranan. Perbedaan antara kedudukan dengan peranan adalah untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Keduanya tidak dapat dipisah-pisahkan karena yang satu tergantung pada yang lain dan sebaliknya. Tak ada peranan tanpa kedudukan atau kedudukan tanpa peranan.

Lebih lanjut Levinson dalam Soekanto (2012:213) mengatakan peranan mencakup tiga hal, antara lain:
a.  Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan kemasyarakatan.
b.  Peranan merupakan suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi.
c.   Peranan juga dapat diartikan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat.

Peranan sosial menurut Abdulsyani (2012:94) adalah “suatu perbuatan seseorang dengan cara tertentu dalam usaha menjalankan hak dan kewajibannya sesuai dengan status yang dimilikinya.
Berdasarkan definisi para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa peranan ialah pola perilaku seseorang berdasarkan status sosial seseorang tersebut di masyarakat. Pada kegiatan magang ini penulis hanya akan membahas sebatas peranan DPRD dalam pembentukan peraturan daerah.

1.5.2        Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) menurut Hidayat (2009:67) merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah dan berkedudukan sebagai unsur penyelenggaraan pemerintah daerah dan terdiri atas anggota partai politik peserta pemilihan umum dan dipilih melalui pemilihan umum.
Menurut Djamali (2012:142), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan daerah mempunyai fungsi legislatif, anggaran dan pengawasan. DPRD memiliki tugas dan wewenang serta hak dan kewajiban di daerah wilayahnya masing-masing.
Salah satu kewenangan dari DPRD ialah membentuk peraturan daerah dalam rangka melaksanakan fungsi legislasinya, yang dibahas bersama kepala daerah untuk mendapatkan persetujuan bersama.

1.5.3        Peraturan Daerah
Modeong (2005:75) mengatakan bahwa peraturan daerah adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk atas persetujuan DPRD dan Pemerintah Daerah atau dibentuk oleh salah satu unsur Pemerintahan Daerah yang berwenang membuat peraturan perundang-undangan tingkat daerah.
Materi muatan dalam peraturan daerah merupakan seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan, menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut mengenai peraturan perundangan-undangan yang lebih tinggi.
Berdasarkan penjelasan diatas, peraturan daerah merupakan instrumen aturan yang secara sah diberikan kepada pemerintah daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan di daerahnya.

Implementasi Kegiatan Program BPJS Kesehatan oleh Aparatur Kecamatan di Kecamatan Pulau Panjang Kabupaten Seram Bagian Timur



BAB I
PENDAHULUAN

1.1           Latar Belakang
Sejalan dengan semakin meningkatnya era globalisasi dan arus informasi yang sedemikian pesatnya mengakibatkan tugas dan tanggung jawab pemerintah semakin kompleks baik dalam kualitas maupun kuantitasnya. Hal ini menuntut aparatur pemerintah memiliki kinerja yang baik sehingga dapat memberikan pelayanan pada masyarakat.
Pelayanan merupakan tugas utama aparatur sebagai abdi negara dan abdi masyarakat. Sebagai abdi masyarakat mengandung pengertian bahwa dalam melaksanakan tugasnya harus tetap berusaha melayani kepentingan masyarakat dan memperlancar segala urusan masyarakat.
Sesuai dengan pembukaan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 alinea ke IV, untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat Indonesia sebagai tujuan dari pembangunan Nasional dan Negara juga mengembangkan sistem jaminan sosial bagi masyarakat sesuai dengan martabat kemanusiaan. Sebagai aparatur pemerintahan diharapkan dapat memberikan pelayanan yang baik.
Tuntutan masyarakat terhadap kualitas pelayanan aparatur pemerintahan terhadap pelaksanaan program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) kesehatan perlu mendapatkan perhatian yang serius bagi semua kalangan yang berkompeten dalam pelayanan masyarakat, karena mau tidak mau akan menjadi tantangan dalam menghadapi era globalisasi yang sangat memerlukan berbagai keahlian, baik keahlian manajerial maupun kemampuan teknikal, serta kemampuan dan kemauan kepemimpinan yang berorientasi mengutamakan kepentingan masyarakatnya.
Penduduk/masyarakat miskin di indonesia masih sangat tinggi sehingga banyaknya masyarakat yang membutuhkan pelayanan dari pemerintah yang dapat mensejahterakan masyarakat. Masyarakat miskin di Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT) mencapai 25,90% , kebanyakan dari masyarakat di Kabupaten SBT bekerja sebagai nelayan dan petani. Masyarakat di Kabupaten SBT sangat membutuhkan pelayanan dari pemerintah, dengan adanya program baru dari pemerintah yaitu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial maka masyarakat mengharapkan pemberian jaminan kesehatan untuk kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap masyarakat.
Pelayanan dasar adalah pelayanan yang mendasar dan mutlak untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam kehidupan sosial, ekonomi dan pemerintahan. Salah satu bentuk dari pelayanan dasar ini yaitu pelayanan dalam bidang kesehatan terhadap masyarakat.
Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Osborne dan Gaebler (1995:191) tentang 10 prinsip pemerintahan yang baik, dimana salah satunya adalah “pemerintah berorentasi pelanggan”. Artinya pemerintah harus berorentasi kepada kepuasan masyarakat.
Berikut ini adalah 10 prinsip pemerintahan yang baik menurut Osborne dan Gaebler :
1.  Pemerintahan katalitis (catalytic government)
2.  Pemerintahan milik rakyat (community owned government
3.  Pemerintahan yang kompetitif (competitive government)
4.  Pemerintahan yang digerakkan oleh misi (mission driven government)
5.  Pemerintahan berorientasi hasil (result oriented government)
6.  Pemerintahan yang berorientasi pelanggan (custumer driven government)
7.  Pemerintahan kewirausahaan (enterprising government)
8.  Pemerintahan antisipatif (anticipatory government)
9.  Pemerintahan desentralisasi (decentralization government)
10.   Pemerintahan yang berorientasi pasar (market oriented government). 

Untuk dapat terwujudnya program BPJS Kesehatan maka aparatur pemerintahan diharapkan dapat memberikan pelayanan terhadap kesehatan yang berkualitas terhadap masyarakat Kecamatan Pulau Panjang demi terwujudnya pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatannya. Dengan adanya pelayanan kesehatan  dari  aparatur pemerintahan diharapkan dapat membantu masyarakat dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya, karena  ini berhubungan dengan kesehatan masyarakat, Kesehatan merupakan anugrah allah SWT yang tidak ternilai harganya, oleh karena itu sudah sepatutnya nikmat tersebut patut disyukuri. Kesehatan sudah merupakan kebutuhan pokok dalam hidup. Terwujudnya keadaan sehat adalah keinginan  pemerintah dalam berlangsungnya program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kesehatan untuk dapat tercapainya kesejahteraan rakyat.
Sesuai dengan Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan, pasal 1 ayat (11) menyatakan bahwa upaya kesehatan adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintregasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan oleh pemerintah dan/ atau masyarakat. Sedangkan dalam pasal 5 ayat (2) berbunyi setiap orang mempunyai hak             dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau.
Dengan adanya program dari pemerintah terkait dengan pelayanan terhadap masyarakat terutama pelayanan kesehatan, maka pemerintah mengeluarkan program baru yaitu program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Program ini pembaharuan dari program jaminan kesehatan (JAMKES). Dengan adanya program ini diharapkan tingkat kesehatan pada masyarakat makin terjamin terutama pada masyarakat yang tidak mampu/,miskin.
Dengan adanya Undang-Undang Nomor  24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dalam pasal  3 menyatakan bahwa BPJS bertujuan untuk mewujudkan terselenggaranya pemberian jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta dan / anggota keluarganya. Dan pasal 5 ayat ( 2 ) huruf a menyelenggarakan jaminan kesehatan.
Dasar terbentuk kecamatan Pulau Panjang melalui Perda Kabupaten Seram Bagian Timur No. 12 Tahun 2011. Kecamatan Pulau Panjang terdiri dari 6 desa yang dimana ibukota Kecamatan Pulau Panjang Berkedudukan di desa Wisalean, luas Wilayah Kecamatan Pulau Panjang  36,72 km 2, penduduk kecamatan Pulau Panjang  pada saat ini berjumlah 5.533 jiwa. Mata pencaharian penduduk Kecamatan Pulau Panjang yaitu nelayan dan petani, penduduk yang tidak mampu/miskin berjumlah 4.738 jiwa. Jumlah penduduk desa dan jumlah penduduk miskin dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 1.1
Data Jumlah Penduduk Desa di Kecamatan Pulau Panjang


TAHUN 2010-2013
2010
2013
LAKI-LAKI
942
982
PEREMPUAN
971
1020
TOTAL
1913
2002
            Sumber data : http://www.serambagiantimur.go.id
Program BPJS Kesehatan dilaksanakan di Kecamatan Pulau Panjang sejak tanggal 1 Januari 2014, namun sampai saat ini sosialisasi  belum sepenuhnya dilakukan, sehingga sebagian besar masyarakat Kecamatan Pulau Panjang belum mengetahui program tersebut. Aparatur kecamatan dan pegawai puskesmas sebagai pihak yang menjalankan program BPJS Kesehatan di Kecamatan Pulau Panjang diharapkan dapat mensosialisasikan program BPJS Kesehatan. 
Pelaksanaan program BPJS Kesehatan di Kecamatan Pulau Panjang saat ini masih dirasa kurang optimal karena terdapat berbagai masalah yang dihadapi seperti kurangnya sarana dan prasarana dalam pelaksanaan program BPJS Kesehatan.
Berdasarkan uraian diatas , maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul :"Implementasi Kegiatan Program BPJS Kesehatan oleh Aparatur Kecamatan di Kecamatan Pulau Panjang Kabupaten Seram Bagian Timur ”

1.2    Permasalahan
1.2.1 Identiikasi Masalah
Memperhatikan uraian di atas maka masalah-masalah dalam penelitian laporan akhir dapat di identifikasi sebagai berikut :
1.  Belum optimalnya  pelayanan program BPJS kesehatan sejauh ini oleh aparatur kecamatan Pulau Panjang.
2.  Belum optimalnya pelaksanaan sosialisasi program BPJS Kesehatan.
3.  Belum optimalnya jumlah aparatur kecamatan dalam pelayanan BPJS Kesehatan di Kecamatan Pulau Panjang.
4.  Belum memadainya sarana dan prasarana dalam pelaksanaan program BPJS Kesehatan.


1.2.2 Pembatasan Masalah
Untuk mempersempit ruang lingkup maka penulis membatasinya pada Implementasi Kegiatan Program BPJS Kesehatan di Kecamatan Pulau Panjang Kabupaten Seram Bagian Timur.

1.2.3 Rumusan Masalah
Permasalahan yang telah di batasi oleh penulis dapat dirumuskan menjadi pertanyaan penelitian , yaitu :
1.  Bagaimana pelaksanaan kegiatan program BPJS Kesehatan di Kecamatan Pulau Panjang ?
2.  Apa faktor-faktor yang penghambat dalam pelaksanaan kegiatan program BPJS Kesehatan di kecamatan pulau panjang ?
3.  Apa upaya yang di lakukan oleh kecamatan dalam pelaksanaan program BPJS Kesehatan di Kecamatan Pulau Panjang ?
1.3    Maksud dan Tujuan
1.3.1 Maksud 
Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui  sejauh mana aparatur pemerintahan kecamatan menjalankan kegiatan program BPJS Kesehatan di kecamatan Pulau Panjang, dalam meningkatkan kesejaheraan masyarakat di kecamatan pulau panjang dalam sektor kesehatan.

1.3.2 Tujuan
Penelitian ini bertujuan:
1.  Untuk mengetahui pelaksanaan kegiatan program BPJS kesehatan.
2.  Untuk mengetahui dan menganalisis faktor-faktor penghambat dalam pelaksanaan kegiatan program BPJS Kesehatan di Kecamatan Pulau Panjang.
3.  Untuk mengetahui dan menganalisis upaya-upaya apa saja yang dilakukan oleh kecamatan dalam pelaksanaan program BPJS Kesehatan di Kecamatan Pulau Panjang.

1.4      Kegunaan Magang
1.4.1 Kegunaan Praktis Untuk Lokasi Magang
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran sebagai bahan masukan bagi aparatur pemerintahan kecamatan untuk meningkatkan aparatur pemerintahan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat khususnya di dalam program BPJS kesehatan. Bagi penulis sendiri diharapkan dapat menambah wawasan, pengetahuan dan pengalaman untuk bekal dalam melaksanakan tugas di lapangan nanti.


1.4.2 Kegunaan Praktis Untuk Lembaga
Untuk memberikan sumbangan pemikiran yang berarti bagi pengembangan ilmu pengetahuan umum khususnya ilmu pemerintahan, terutama dalam pengembangan konsep pelayanan prima kepada masyarakat.

1.5    Definisi Konsep Obyek yang di amati dan dikaji
1.5.1 Pengertian Implementasi
Implementasi adalah suatu tindakan atau pelaksanaan dari sebuah rencana yang sudah disusun secara matang dan terperinci.
Menurut Syafri dan Setyoko (2008:22) “Aktifitas implementasi ini biasanya terkandung di dalamnya : siapa pelaksanaannya, besar dana dan sumbernya, siapa kelompok sasarannya, bagaimana manajemen program ata proyeknya, dan bagaimana keberhasilan dan program diukur”.
Menurut Mazmanian dan Sabatier dalam Widodo (2010:89) :
Hakikat utama implementasi kebijakan adalah memahami apa yang seharusnya tejadi sesudah suatu program dinyatakan berlaku atau dirumuskan. Pemahaman tersebut mencakup usaha-usaha untuk mengadministrasikan dan menimbulkan dampak nyata pada masyarakat.

Dari pendapat para ahli diatas implementasi merupakan suatu proses melaksanakan keputusan kebijaksanaan dapat berupa Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Peradilan, Peraturan Daerah, Peraturan Gubernur dan lain sebagainya.


1.5.2 Program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan.
Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial Kesehatan atau BPJS merupakan lembaga yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial di indonesia menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004. Berdasarkan UU Nomor 24 Tahun 2011, BPJS menggantikan sejumlah lembaga jaminan kesehatan PT Askes Indonesia. BPJS kesehatan adalah jaminan yang dibentuk pemerintah untuk memberikan jaminan kesehatan untuk masyarakat.BPJS kesehatan telah beroperasi pada tanggal 1 januari 2014.
Anggota dan juga pesert Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial kesehatan ini adalah terbagi menjadi 2 yaitu kelompok peserta baru dan pengalihan dari program terdahulu, yaitu asuransi kesehatan (askes), jaminan kesehatan masyarakat, tentara nasional indonesia, polri, dan jaminan sosial tenaga kerja.
Kepesertaan BPJS kesehatan mengacu pada Perturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang jaminan kesehatan, terdiri atas 2 kelompok yaitu peserta penerima bantuan iuran (PBI), dan peserta bukan PBI. Peserta PBI adalah orang yang tergolong faskir miskin dan tidak mampu, yang preminya akan di bayar oleh pemerintah. Sedangkan peserta BPJS kesehatan yang tergolong bukan PBI, yaitu pekerja penerima upah (pegawai negeri sipil, anggota TNI/Polri, pejabat negara, pegawai pemerintah non-pegawai negeri, dan pegawai swasta), pekerja bukan penerima upah dan bukan pekerja ( investor, pemberi kerja, pensiunan, janda veteran, dan anak veteran).



1.5.3 Aparatur
Aparatur adalah orang-orang yang menjalankan roda pemerintahan. Aparatur memiliki peranan strategis dalam menyelenggarakan tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunan. Peranan aparatur tersebut sesuai dengan tuntutan zaman terutama untuk menjawab tantangan masa depan. Aparatur yang berkualitas sangat dibutuhkan dalam rangka menghadapi tantangan masa depan.
Pengertian aparatur menurut Setyawan Salam yaitu ”pekerja yang digaji pemerintah melaksanakan tugas-tugas teknis pemerintahan melakukan pelayanan kepada masyarakat berdasarkan ketentuan yang berlaku” (Setyawan,2004:169). Berdasarkan pengertian diatas maka aparatur merupakan seseorang yang digaji oleh pemerintah untuk melaksanakan tugas-tugas pemerintah secara teknis dengan berdasarkan ketentuan.


KEPEMIMPINAN PEMERINTAHAN DAN KEPAMONGPRAJAAN

  JUDUL BUKU “KEPEMIMPINAN PEMERINTAHAN DAN KEPAMONGPRAJAAN” TUGAS RESUME   Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah ...

082126189815

Name

Email *

Message *