BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejak
lahir, manusia telah mempunyai hak asasi yang harus dijunjung tinggi dan diakui
semua orang. Hak ini lebih penting dari hak seorang penguasa atau raja. Hak
asasi berasal dari Tuhan Yang Maha Esa, diberikan kepada manusia. Akan tetapi,
hak asasi sering kali dilanggar manusia untuk mempertahankan hak pribadinya.
Hak Asasi Manusia (HAM) mucul dari keyakinan manusia itu sendiri bahwasanya
semua manusia selaku makhluk ciptaan Tuhan adalah sama dan sederajat. Manusia
dilahirkan bebas dan memiliki martabat serta hak-hak yang sama. Atas dasar
itulah manusia harus diperlakukan secara sama adil dan beradab. HAM bersifat
universal, artinya berlaku untuk semua manusia tanpa mebeda-bedakannya
berdasarkan atas ras, agama, suku dan bangsa (etnis).
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas, maka dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut :
Ø
Apa definisi HAM ?
Ø Ciri-ciri
pokok HAM ?
Ø Ruang
lingkup HAM ?
Ø
Apa saja yang termasuk pelanggaran HAM ?
1.3 Maksud dan Tujuan
Ø
Menjelaskan definisi HAM
Ø Menyebutkan
ciri-ciri HAM
Ø Menjelaskan
ruang lingkup HAM
Ø
Menyebutkan yang termasuk pelanggaran
HAM
BAB II
PEMBAHASAN
HAK ASASI MANUSIA (HAM)
2.1 Pengertian Dan Ciri Pokok Hakikat HAM
Pengertian
HAM
adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia, sesuai dengan kodratnya
(Kaelan: 2002). Menurut pendapat Jan
Materson (dari komisi HAM PBB), dalam Teaching Human Rights, United Nations
sebagaimana dikutip Baharuddin Lopa menegaskan bahwa HAM adalah hak-hak yang
melekat pada setiap manusia, yang tanpanya manusia mustahil dapat hidup sebagai
manusia. John Locke menyatakan bahwa
HAM adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta
sebagai hak yang kodrati. (Mansyur Effendi, 1994). Dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM
disebutkan bahwa “Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada
hakekat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan
merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi
oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta
perlindungan harkat dan martabat manusia”
Ciri Pokok Hakikat HAM
Berdasarkan
beberapa rumusan HAM di atas, dapat ditarik kesimpulan tentang beberapa ciri
pokok hakikat HAM yaitu:
§
HAM tidak perlu diberikan, dibeli
ataupun diwarisi. HAM adalah bagian dari manusia secara otomatis.
§ HAM
berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis kelamin, ras, agama, etnis,
pandangan politik atau asal-usul sosial dan bangsa.
§
HAM tidak bisa dilanggar. Tidak
seorangpun mempunyai hak untuk membatasi atau melanggar hak orang lain. Orang
tetap mempunyai HAM walaupun sebuah Negara membuat hukum yang tidak melindungi
atau melanggar HAM (Mansyur Fakih, 2003).
2.2 Perkembangan
Pemikiran HAM
Dibagi dalam 4 generasi,
yaitu :
1.
Generasi pertama berpendapat bahwa
pemikiran HAM hanya berpusat pada bidang hukum dan politik.
2.
Generasi kedua pemikiran HAM tidak saja
menuntut hak yuridis melainkan juga hak-hak sosial, ekonomi, politik dan
budaya.
3.
Generasi ketiga sebagai reaksi pemikiran
HAM generasi kedua. Generasi ketiga menjanjikan adanya kesatuan antara hak
ekonomi, sosial, budaya, politik dan hukum dalam suatu keranjang yang disebut
dengan hak-hak melaksanakan pembangunan.
4.
Generasi keempat yang mengkritik peranan
negara yang sangat dominant dalam proses pembangunan yang terfokus pada
pembangunan ekonomi dan menimbulkan dampak negative seperti diabaikannya aspek
kesejahteraan rakyat.
2.3 Ruang Lingkup HAM
Ruang lingkup
HAM meliputi;
a)
Hak milik pribadi
b)
Hak pribadi
c)
Hak yang berhubungan dengan masalah
perekonomian dan sosial
d)
Hak sipil dan politik untuk ikut serta
dalam masalah pemerintahan
Dan
macam-macam hak asasi manusia yang pasti dimiliki oleh setiap manusia adalah sebagai
berikut;
1.
Hak untuk hidup
2.
Hak untuk mendapat pekerjaan
3.
Hak kemerdekaan dan keamanan
4.
Hak untuk diakui kepribadiannya menurut
hukum
5.
Hak untuk masuk atau keluar wilayah
suatu negara
6.
Hak untuk memiliki suatu benda
7.
Hak untuk mengeluarkan pendapat
8.
Hak bebas dalam memeluk agama
9.
Hak untuk berdagang
10.
Hak untuk mendapat pendidikan
11. Hak
untuk turut serta dalam gerakan kebudayaan masyarakat, DLL.
2.4 Sejarah Internasional Hak Asasi Manusia
Umumnya
para pakar Eropa berpendapat bahwa lahirnya HAM dimulai dengan lahirnya Magna
Charta pada tahun 1215 di Inggris. Magna Charta antara lain mencanangkan bahwa
raja yang tadinya memiliki kekuasaan absolut (raja yang menciptakan hukum,
tetapi ia sendiri tidak terikat pada hukum), menjadi dibatasi kekuasaannya dan
mulai dapat dimintai pertanggungjawaban di muka umum. Dari sinilah lahir
doktrin raja tidak kebal hukum lagi dan mulai bertanggungjawab kepada hukum.
Sejak itu mulai dipraktekkan kalau raja melanggar hukum harus diadili dan harus
mempertanggungjawabkan kebijakasanaannya kepada parlemen. Jadi, sudah mulai
dinyatakan dalam bahwa raja terikat kepada hukum dan bertanggungjawab kepada
rakyat, walaupun kekuasaan membuat Undang-undang pada masa itu lebih banyak
berada di tangan raja. Dengan demikian, kekuasaan raja mulai dibatasi sebagai
embrio lahirnya monarkhi konstitusional yang berintikan kekuasaan raja sebagai
simbol belaka. Lahirnya Magna Charta ini kemudian diikuti oleh perkembangan
yang lebih konkret, dengan lahirnya “Bill of Rights” di Inggris pada tahun
1689. Pada masa itu mulai timbul adagium yang intinya adalah bahwa manusia sama
di muka hukum (equality before the law). Adagium ini memperkuat dorongan
timbulnya negara hukum dan demokrasi. Bill of rights melahirkan asas persamaan.
Para pejuang HAM dahulu sudah berketatapan bahwa hak persamaan harus diwujudkan
betapapun beratnya resiko yang dihadapi karena hak kebebasan baru dapat
diwujudkan kalau ada hak persamaan. Untuk mewujudkan semua itu, maka lahirlah
teori Roesseau (tentang contract social/perjanjian masyarakat), Motesquieu
dengan Trias Politikanya yang mengajarkan pemisahan kekuasaan guna mencegah
tirani, John Locke di Inggris dan Thomas Jefferson di Amerika dengan hak-hak
dasar kebebasan dan persamaan yang dicanangkannya.
Perkembangan
HAM selanjutnya ditandai dengan munculnya The American Declaration of Independence
yang lahir dari paham Roesseau dan Montesqueu. Jadi, walaupun di Perancis
sendiri belum dirinci apa HAM itu, tetapi di Amerika Serikat lebih dahulu
mencanangkan secara lebih rinci. Mulailah dipertegas bahwa manusia adalah
merdeka sejak di dalam oerut ibunya, sehingga tidaklah logis bila sesudah
lahir, ia harus dibelenggu.
Selanjutnya
pada tahun 1789 lahirlah The French Declaration, dimana hak-hak yang lebih
rinci lagi melahirkan dasar The Rule of Law. Antara lain dinyatakah tidak boleh
ada penangkapan dan penahanan yang semena-mena, termasuk ditangkap tanpa alasan
yang sah dan ditahan tanpa surat perintah yang dikeluarkan oleh pejabat yang
sah. Dinyatakan pula presumption of innocence, artinya orang-orany yang
ditangkap kemudian ditahan dan dituduh, berhak dinyatakan tidak bersalah sampai
ada keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap yang menyatakan ia
bersalah. Dipertegas juga dengan freedom of expression (bebas mengelaurkan
pendapat), freedom of religion (bebas menganut keyakinan/agama yang dikehendaki),
the right of property (perlindungan terhadap hak milik) dan hak-hak dasar
lainnya. Jadi, dalam French Declaration sudah tercakup semua hak, meliputi
hak-hak yang menjamin tumbuhnyademokrasi maupun negara hukum yang asas-asasnya
sudah dicanangkan sebelumnya.
Perlu
juga diketahui The Four Freedoms dari Presiden Roosevelt yang dicanangkan pada
tanggal 6 Januari 1941, dikutip dari Encyclopedia Americana, p.654 tersebut di
bawah ini :
“The first is
freedom of speech and expression everywhere in the world. The second is freedom
of every person to worship God in his own way-every where in the world. The
third is freedom from want which, translated into world terms, means economic
understandings which will secure to every nation a healthy peacetime life for
its inhabitants-every where in the world. The fourth is freedom from
fear-which, translated into world terms, means a worldwide reduction of
armaments to such a point and in such a through fashion that no nation will be
in a position to commit an act of physical agression against any
neighbor-anywhere in the world.”
Semua
hak-hak ini setelah Perang Dunia II (sesudah Hitler memusnahkan berjuta-juta
manusia) dijadikan dasar pemikiran untuk melahirkan rumusan HAM yang bersifat
universal, yang kemudian dikenal dengan The Universal Declaration of Human
Rights yang diciptakan oleh PBB pada tahun 1948.
2.5 Sejarah
Nasional Hak Asasi Manusia
Deklarasi
HAM yang dicetuskan di Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 10 Desember
1948, tidak berlebihan jika dikatakan sebagai puncak peradaban umat manusia
setelah dunia mengalami malapetaka akibat kekejaman dan keaiban yang dilakukan
negara-negara Fasis dan Nazi Jerman dalam Perang Dunia II.
Deklarasi
HAM sedunia itu mengandung makana ganda, baik ke luar (antar negara-negara)
maupun ke dalam (antar negara-bangsa), berlaku bagi semua bangsa dan
pemerintahan di negara-negaranya masing-masing. Makna ke luar adalah berupa
komitmen untuk saling menghormati dan menjunjung tinggi harkat dan martabat
kemanusiaan antar negara-bangsa, agar terhindar dan tidak terjerumus lagi dalam
malapetaka peperangan yang dapat menghancurkan nilai-nilai kemanusiaan.
Sedangkan makna ke dalam, mengandung pengertian bahwa Deklarasi HAM seduania
itu harus senantiasa menjadi kriteria objektif oleh rakyat dari masing-masing
negara dalam menilai setiap kebijakan yang dikelauarkan oleh pemerintahnya.
Bagi
negara-negara anggota PBB, Deklarasi itu sifatnya mengikat. Dengan demikian
setiap pelanggaran atau penyimpangan dari Deklarasi HAM sedunia si suatu negara
anggota PBB bukan semata-mata menjadi masalah intern rakyat dari negara yang
bersangkutan, melainkan juga merupakan masalah bagi rakyat dan pemerintahan
negara-negara anggota PBB lainnya. Mereka absah mempersoalkan dan mengadukan
pemerintah pelanggar HAM di suatu negara ke Komisi Tinggi HAM PBB atau melalui
lembaga-lembaga HAM internasional lainnya unuk mengutuk bahkan menjatuhkan
sanksi internasional terhadap pemerintah yang bersangkutan.
Adapun
hakikat universalitas HAM yang sesungguhnya, bahwa ke-30 pasal yang termaktub
dalam Deklarasi HAM sedunia itu adalah standar nilai kemanusiaan yang berlaku
bagi siapapun, dari kelas sosial dan latar belakang primordial apa pun serta
bertempat tinggal di mana pun di muka bumi ini. Semua manusia adalah sama.
Semua kandungan nilai-nilainya berlaku untuk semua.
2.6 Sejarah
LPHAM
yang didirikan oleh H. J. C. Princen dan Yap Thiam Hien pada 29 April 1966 sebenarnya
dipersiapkan untuk menghadang upaya sporadik pemerintah orde baru yang
melakukan pembunuhan, penangkapan dan tindakan kejahatan HAM lainnya terhadap
simpatisan anggota PKI dan mereka yang dituduh PKI. Salah satu dari kerja besar
LPHAM dalam mengkoreksi tindakan merendahkan manusia itu antara lain desakan
untuk menghentikan pembunuhan massal di Purwodadi,Jawa Tengah yang di
instruksikan Presiden Soeharto, M. Panggabean dan Surono tahun 1968. Walaupun
protes ini berujung pada penangkapan, Direktur LPHAM, Princen, oleh Kopkamtib
dengan tuduhan komunis, namun aksi pembantaian tersebut dihentikan.
Pada
tahun yang sama LPHAM bersama Goenawan Muhammad, seorang wartawan
menginvestigasi dan membuat laporan tentang pelanggaran HAM diPulau Buru.
Laporan tersebut akhirnya menjadi bahan tulisan Amnesty Internasional.
Selanjutnya untuk menangani para korban PKI yang mengalami trauma kejiwaannya,
di tahun 1967, LPHAM menggagas berdirinya P3HB (Panitia Pusat Pemulihan Hidup
Baru) yang dikelola Yap Thiam Hien.
Sempat
berganti 2 hingga 3 kali pengurus, lembaga yang membidani lahirnyaYLBHI (1970),
INFIGHT (Indonesian Front for Defence of Human Rights, 1990),KontraS (1998) dan
beberapa lembaga advokasi lain, akhirnya dibadanhukumkan sekitar tahun 1988
seiring dengan keinginan pemerintah mengendalikan LSM dengan mengeluarkan UU
Ormas 1985.
Dalam
perjalanan aktivitasnya, LPHAM merespon dan hampir terlibat seluruh isu dan
kasus-kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia. Dalam kasus Timor Timur
ditahun 1990, advokasi LPHAM membawa Princen untuk menjadi tamu kehormatan
Presiden Portugal Mario Soares dengan topik pembicaraan seputar 7 orang pemuda
Tim-tim yang mencari suaka dan masa depan Timor Timur. LPHAM juga melobi Y.P.
Pronk, Ketua IGGI untuk menghentikan hutang luar negeri yang cenderung
disalahgunakan pemerintahan Soeharto. Tak terelakan lagi, LPHAM tumbuh menjadi
organisasi yang merekam hampir seluruh kejahatan kemanusiaan rezim orde baru.
Dari kasus tanah (1987-1996), buruh (1989-1990-an) hingga penangkapan mahasiswa
(1988). Dari kasus Papua (1975), Timtim (1975), Aceh (1989) hingga mendampingi
para korban Peristiwa Priok yang di adili (1984-1986).
2.7 Contoh-Contoh Kasus Pelanggaran HAM Beserta Kronologi,
Penyebab, Hak yang Dilanggar dan Penyelesaian
1.
Tragedi Trisakti
Penyebab ;
Ekonomi
Indonesia mulai goyah pada awal 1998, yang terpengaruh
oleh krisis finansial Asiasepanjang 1997 - 1999. Mahasiswa pun
melakukan aksi demonstrasi besar-besaran ke gedung DPR/MPR,
termasuk mahasiswa Universitas Trisakti. Mereka melakukan aksi damai dari
kampus Trisakti menuju Gedung Nusantara pada
pukul 12.30. Namun aksi mereka dihambat oleh blokade dari Polri dan militer datang kemudian. Beberapa
mahasiswa mencoba bernegosiasi dengan pihak Polri. Akhirnya, pada pukul 5.15
sore hari, para mahasiswa bergerak mundur, diikuti bergerak majunya aparat
keamanan. Aparat keamanan pun mulai menembakkan peluru ke arah mahasiswa. Para
mahasiswa panik dan bercerai berai, sebagian besar berlindung di universitas
Trisakti. Namun aparat keamanan terus melakukan penembakan. Korban pun
berjatuhan, dan dilarikan ke RS Sumber Waras.
Satuan
pengamanan yang berada di lokasi pada saat itu adalah Brigade Mobil Kepolisian
RI,Batalyon Kavaleri 9, Batalyon Infanteri 203,
Artileri Pertahanan Udara Kostrad, Batalyon Infanteri 202, Pasukan Anti Huru Hara Kodam seta
Pasukan Bermotor. Mereka dilengkapi dengan tameng, gas air mata, Styer,
dan SS-1.
Pada pukul 20.00 dipastikan empat orang mahasiswa tewas tertembak dan satu
orang dalam keadaan kritis. Meskipun pihak aparat keamanan membantah telah
menggunakan peluru tajam,
hasil otopsi menunjukkan kematian disebabkan peluru tajam. Hasil sementara diprediksi
peluru tersebut hasil pantulan dari tanah peluru tajam untuk tembakan
peringatan.
Hak Yang Di Langgar ;
Salah
satu hak yang dilanggar dalam peristiwa tersebut adalah hak dalam kebebasan
menyampaikan pendapat. Hak menyampaikan pendapat adalah kebebasan bagi setiap
warga negara dan salah satu bentuk dari pelaksanan sistem demokrasi pancasila
di Indonesia. Peristiwa ini menggoreskan sebuah catatan kelam di sejarah bangsa
Indonesia dalam hal pelanggaran pelaksanaan demokrasi pancasila.. Dari awal
terjadinya peristiwa sampai sekarang, pengusutan masalah ini begitu
terlunta-lunta. Sampai sekarang, masalah ini belum dapat terselesaikan secara
tuntas karena berbagai macam kendala. Sebenarnya, beberapa saat setelah
peristiwa tersebut terjadi, Komnas HAM berinisiatif untuk memulai untuk
mengusut masalah ini. Komnas HAM mengeluarkan pernyataan bahwa peristiwa ini
adalah pelanggaran HAM yang berat. Masalah ini pun selanjutnya dilaporkan ke
Kejaksaan Agung untuk diselesaikan. Namun, ternyata sampai sekarang masalah ini
belum dapat diselesaikan bahkan upayanya saja dapat dikatakan belum ada. Belum
ada satupun langkah pasti untuk menyelesaikan masalah ini. Alasan terakhir
menyebutkan bahwa syarat kelengkapan untuk melakukan siding belum terpenuhi
sehingga siding tidak dapat dilaksanakan. Seharusnya jika pemerintah
benar-benar menjunjung tinggi HAM, seharusnya masalah ini harus diselesaikan
secara tuntas agar jelas agar segala penyebab terjadinya peristiwa dapat
terungkap sehingga keadilan dapat ditegakan.
Penyelesaian :
Agar
masalah ini dapat cepat diselesaikan, diperlukan partisipasi masyarakat untuk
ikut turut serta dalam proses penuntasan kasus ini. Namun, sampai sekarang yang
masih berjuang hanyalah para keluarga korban dan beberapa aktivis mahasswa yang
masih peduli dengan masalah ini. Seharusnya masyarakat dan mahasiswa tidak
tinggal diam karena pengusutan kasus ini yang belum sepenuhnya selesai.
Walaupun sulit untuk menuntaskan kasus tersebut secara sepenuhnya, tetapi jika
masyarakat dan mahasiswa ingin bekerjasama dengan pihak terkait seharusnya
masalah bisa diselesaikan, dengan catatan stakeholder yang bersangkutan harus
jujur dalam memberikan informasi. Di luar itu semua, ada hal lain yang
sebenarnya bisa diambil oleh masyarakat dan mahasiswa dalam peristiwa tersebut,
yaitu semangat melawan pemerintahan yang tidak adil dan tidak sesuai dengan
kehendak rakyat. Walaupun bisa dibilang bahwa Indonesia dari tahun ke tahun
terus membaik dan berkembang dari segi pembangunan, tetapi tetap banyak masalah
yang sebenarnya bisa terlihat jika kita berbicara dari tentang pemerintahan.
Beberapa contoh masalah-masalah pemerintahan yang ada, yaitu korupsi, perebutan
kekuasaan untuk kepentingan golongan, berbagai praktik kecurangan dalam menapai
kekuasaan, dan masalah lainnya. Dari masalah-masalah tersebut, seharusnya
masyarakat dan mahasiswa banyak mengambil peran dalam pengarahan dan evaluasi
kepemimpinan. Untuk peran mahasiswa tak dapat dipungkiri akan semakin besar
karena di pundak mereka ada sebuah beban tanggung jawab dimana para mahasiswa
dituntut harus membentuk pemimpin-pemimpin yang cakap untuk mengelola Indonesia
yang lebih baik di masa depan. Agar peristiwa ini tak kembali terulang, Hak
kebebasan berpendapat setiap warga negara benar-benar harus ditegakan.
2. Marsinah
Penyebab ;
Marsinah
adalah salah seorang karyawati PT. Catur Putera Perkasa yang aktif dalam aksi
unjuk rasa buruh. Keterlibatan Marsinah dalam aksi unjuk rasa tersebut antara
lain terlibat dalam rapat yang membahas rencana unjuk rasa pada tanggal 2 Mei
1993 di Tanggul Angin Sidoarjo. 3 Mei 1993, para buruh mencegah teman-temannya
bekerja. Komando Rayon Militer (Koramil) setempat turun tangan mencegah aksi
buruh. 4 Mei 1993, para buruh mogok total mereka mengajukan 12 tuntutan,
termasuk perusahaan harus menaikkan upah pokok dari Rp 1.700 per hari menjadi
Rp 2.250. Tunjangan tetap Rp 550 per hari mereka perjuangkan dan bisa diterima,
termasuk oleh buruh yang absen.Sampai dengan tanggal 5 Mei 1993, Marsinah masih
aktif bersama rekan-rekannya dalam kegiatan unjuk rasa dan
perundingan-perundingan. Marsinah menjadi salah seorang dari 15 orang
perwakilan karyawan yang melakukan perundingan dengan pihak perusahaan.
Siang hari tanggal 5 Mei, tanpa Marsinah, 13 buruh yang dianggap menghasut
unjuk rasa digiring ke Komando Distrik Militer (Kodim) Sidoarjo. Di tempat itu
mereka dipaksa mengundurkan diri dari CPS. Mereka dituduh telah menggelar rapat
gelap dan mencegah karyawan masuk kerja. Marsinah bahkan sempat mendatangi
Kodim Sidoarjo untuk menanyakan keberadaan rekan-rekannya yang sebelumnya
dipanggil pihak Kodim. Setelah itu, sekitar pukul 10 malam, Marsinah
lenyap.Mulai tanggal 6,7,8, keberadaan Marsinah tidak diketahui oleh
rekan-rekannya sampai akhirnya ditemukan telah menjadi mayat pada tanggal 8 Mei
1993.
Hak Yang Di Langgar ;
Kasus pembunuhan Marsinah merupakan pelanggaran hak
asasi manusia (HAM) berat. Alasannya adalah karena telah melanggar hak hidup seorang manusia. Dan juga karena
sudah melanggar dari unsur penyiksaan dan pembunuhan sewenang-wenang di
luar putusan pengadilan terpenuhi. Dengan demikian, kasus tersebut tergolong
patut dianggap kejahatan kemanusiaan yang diakui oleh peraturan hukum Indonesia
sebagai pelanggaran HAM berat.
Jika
merujuk pada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945),
jelas bahwa tindakan pembunuhan merupakan upaya berlebihan dalam menyikapi
tuntutan marsinah dan kawan-kawan buruh. Jelas bahwa tindakan oknum pembunuh
melanggar hak konstitusional Marsinah, khususnya hak untuk menuntut upah
sepatutnya. Hak tersebut secara tersurat dan tersirat ditegaskan dalam Pasal
28D ayat (2) UUD NRI tahun 1945, bahwa setiap orang berhak untuk bekerja
serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan
kerja.
Penyelesaian
Hak
Asasi setiap manusia harus dihargai oleh manusia yang lain yang dalam kasus ini
adalah hak asasi berpendapat dan hak untuk hidup. Selain itu, kasus marsinah
yang tak kunjung usai ini diakibatkan oleh kurangnya transparansi dan
kredibilitas para penyidik. Seharusnya kredibilitas dan transparansi penyidikan
lembaga terhadap suatu kasus haruslah dijaga oleh para penegak hukum sehingga
tercipta keadilan dan ketentraman masyarakat Indonesia
3.
Peristiwa Pembunuhan Munir
Penyebab
Delapan
tahun silam, tepatnya pada 2004, Indonesia dikejutkan oleh meninggalnya seorang
aktivis HAM, Munir Saib Thalib. Kematianya menimbulkan kegaduhan politik yang
menyeret Badan Intelijen Negara (BIN) dan instituti militer negeri ini.
Berdasarkan hasil autopsi, diketahui bahwa penyebab kematian sang aktivis yang
terkesan mendadak adalah karena adanya kandungan arsenik yang berlebihan di
dalam tubuhnya. Munir meninggal ketika melakukan perjalanan menuju Belanda. Ia
berencana melanjutkan studi S2 Hukum di Universitas Utrecht, Belanda, pada 7
September 2004. Dia menghembuskan nafas terakhirnya ketika pesawat sedang
mengudara di langi Rumania.
Hak Yang Di Langgar
Hak
yang di langgar dalam kasus munir yaitu karena telah menghilangkan nyawa dengan
sengaja atau sudah melanggar hak untuk hidup. Banyak orang yang terlibat dalam
kejadian itu. Orang pertama yang menjadi tersangka pertama pembunuhan Munir
(dan akhirnya terpidana) adalah Pollycarpus Budihari Priyanto. Selama
persidangan, terungkap bahwa pada 7 September 2004, seharusnya Pollycarpus
sedang cuti. Lalu ia membuat surat tugas palsu dan mengikuti penerbangan Munir
ke Amsterdam. Aksi pembunuhan Munir semakin terkuat tatkala Pollycarpus
‘meminta’ Munir agar berpindah tempat duduk dengannya. Sebelum pembunuhan
Munir, Pollycarpus menerima beberapa panggilan telepon dari sebuah telepon yang
terdaftar oleh agen intelijen senior. Dan pada akhirnya, 20 Desember 2005 Pollycarpus
BP dijatuhi vonis 20 tahun hukuman penjara. Meskipun sampai saat ini,
Pollycarpus tidak mengakui dirinya sebagai pembunuh Munir, berbagai alat bukti
dan skenario pemalsuan surat tugas dan hal-hal yang janggal. Namun, timbul
pertanyaan, untuk apa Pollycarpus membunuh Munir. Apakah dia bermusuhan atau
bertengkar dengan Munir. Tidak ada historis yang menggambarkan hubungan mereka
berdua.
Selidik demi selidik, akhirnya terungkap nomor
yang pernah menghubungi Pollycarpus dari agen Intelinjen Senior adalah seorang
mantan petinggi TNI, yakni Mayor Jenderal (Purn) Muchdi Purwoprandjono. Mayjen
(Purn) Muchdi PR pernah menduduki jabatan sebagai Komandan Koppassus TNI
Angkatan Darat yang ditinggali Prabowo Subianto (pendiri Partai Gerindra).
Selain itu, ia juga pernah menjabat sebagai Deputi Badan Intelijen Indonesia
Penyelesaian
Kasus
Munir merupakan contoh lemahnya penegakan HAM di Indonesia. Kasus Munir juga
merupakan hasil dari sisa-sisa pemerintahan orde baru yang saat itu lebih
bersifat otoriter. Seharusnya kasus Munir ini dijadikan suatu pelajaran untuk
bangsa ini agar meninggalkan cara-cara yang bersifat otoriter k arena setiap
manusia atau warga Negara memiliki hak untuk memperoleh kebenaran, hak hidup,
hak memperoleh keadilan, dan hak atas rasa aman. Sedangkan bangsa Indonesia
saat ini memiliki sistem pemerintahan demokrasi yang seharusnya menjunjung
tinggi HAM seluruh masyarakat Indonesia.
4. Peristiwa Tanjung Priok
Kronologi
;
Abdul
Qadir Djaelani adalah salah seorang ulama yang dituduh oleh aparat keamanan
sebagai salah seorang dalang peristiwa Tanjung Priok. Karenanya, ia ditangkap
dan dimasukkan ke dalam penjara. Sebagai seorang ulama dan tokoh masyarakat
Tanjung Priok, sedikit banyak ia mengetahui kronologi peristiwa Tanjung Priok.
Berikut adalah petikan kesaksian Abdul Qadir Djaelani terhadap peristiwa
Tanjung Priok 12 September 1984, yang tertulis dalam eksepsi pembelaannya
berjudul “Musuh-musuh Islam Melakukan Ofensif terhadap Umat Islam Indonesia”.
Tanjung
Priok, Sabtu, 8 September 1984
Dua
orang petugas Koramil (Babinsa) tanpa membuka sepatu, memasuki Mushala
as-Sa’adah di gang IV Koja, Tanjung Priok, Jakarta Utara. Mereka menyiram
pengumuman yang tertempel di tembok mushala dengan air got (comberan).
Pengumuman tadi hanya berupa undangan pengajian remaja Islam (masjid) di Jalan
Sindang. Tanjung Priok, Ahad, 9 September 1984 Peristiwa hari Sabtu (8
September 1984) di Mushala as-Sa’adah menjadi pembicaran masyarakat tanpa ada
usaha dari pihak yang berwajib untuk menawarkan penyelesaan kepada jamaah kaum
muslimin. Tanjung Priok, Senin, 10 September 1984 Beberapa anggota jamaah
Mushala as-Sa’adah berpapasan dengan salah seorang petugas Koramil yang
mengotori mushala mereka. Terjadilah pertengkaran mulut yang akhirnya dilerai
oleh dua orang dari jamaah Masjid Baitul Makmur yang kebetulan lewat. Usul
mereka supaya semua pihak minta penengahan ketua RW, diterima. Sementara usaha
penegahan sedang.berlangsung, orang-orang yang tidak bertanggung jawab dan
tidak ada urusannya dengan permasalahan itu, membakar sepeda motor petugas
Koramil itu. Kodim, yang diminta bantuan oleh Koramil, mengirim sejumlah
tentara dan segera melakukan penangkapan. Ikut tertangkap 4 orang jamaah, di
antaranya termasuk Ketua Mushala as-Sa’adah.
Tanjung
Priok, Selasa, 11 September 1984
Amir
Biki menghubungi pihak-pihak yang berwajib untuk meminta pembebasan empat orang
jamaah yang ditahan oleh Kodim, yang diyakininya tidak bersalah. Peran Amir
Biki ini tidak perlu mengherankan, karena sebagai salah seorang pimpinan Posko
66, dialah orang yang dipercaya semua pihak yang bersangkutan untuk menjadi
penengah jika ada masalah antara penguasa (militer) dan masyarakat. Usaha Amir
Biki untuk meminta keadilan ternyata sia-sia.
Tanjung
Priok, Rabu, 12 September 1984
Dalam
suasana tantangan yang demikian, acara pengajian remaja Islam di Jalan Sindang
Raya, yang sudah direncanakan jauh sebelum ada peristiwa Mushala as-Sa’adah,
terus berlangsung juga. Penceramahnya tidak termasuk Amir Biki, yang memang
bukan mubalig dan memang tidak pernah mau naik mimbar. Akan tetapi, dengan
latar belakang rangkaian kejadian di hari-hari sebelumnya, jemaah pengajian
mendesaknya untuk naik mimbar dan memberi petunjuk. Pada kesempatan pidato itu,
Amir Biki berkata antara lain, “Mari kita buktikan solidaritas islamiyah.
Kita
meminta teman kita yang ditahan di Kodim. Mereka tidak bersalah. Kita protes
pekerjaan oknum-oknum ABRI yang tidak bertanggung jawab itu. Kita berhak
membela kebenaran meskipun kita menanggung risiko. Kalau mereka tidak
dibebaskan maka kita harus memprotesnya.” Selanjutnya, Amir Biki berkata, “Kita
tidak boleh merusak apa pun! Kalau adayang merusak di tengah-tengah perjalanan,
berarti itu bukan golongan kita (yang dimaksud bukan dan jamaah kita).” Pada
waktu berangkat jamaah pengajian dibagi dua: sebagian menuju Polres dan
sebagian menuju Kodim.
Setelah
sampai di depan Polres, kira-kia 200 meter jaraknya, di situ sudah dihadang
oleh pasukan ABRI berpakaian perang dalam posisi pagar betis dengan senjata
otomatis di tangan. Sesampainya jamaah pengajian ke tempat itu, terdengar
militer itu berteriak, “Mundur-mundur!” Teriakan “mundur-mundur” itu disambut
oleh jamaah dengan pekik, “Allahu Akbar! Allahu Akbar!” Saat itu militer mundur
dua langkah, lalu memuntahkan senjata-senjata otomatis dengan sasaran para
jamaah pengajian yang berada di hadapan mereka, selama kurang lebih tiga puluh
menit. Jamaah pengajian lalu bergelimpangan sambil menjerit histeris;
beratus-ratus umat Islam jatuh menjadi syuhada. Malahan ada anggota militer
yang berteriak, “Bangsat! Pelurunya habis. Anjing-anjing ini masih banyak!”
Lebih sadis lagi, mereka yang belum mati ditendang-tendang dan kalau masih
bergerak maka ditembak lagi sampai mati.
Tidak
lama kemudian datanglah dua buah mobil truk besar beroda sepuluh buah dalam
kecepatan tinggi yang penuh dengan pasukan. Dari atas mobil truk besar itu
dimuntahkan peluru-peluru dan senjata-senjata otomatis ke sasaran para jamaah
yang sedang bertiarap dan bersembunyi di pinggir-pinggir jalan. Lebih
mengerikan lagi, truk besar tadi berjalan di atas jamaah pengajian yang sedang
tiarap di jalan raya, melindas mereka yang sudah tertembak atau yang belum
tertembak, tetapi belum sempat menyingkir dari jalan raya yang dilalui oleh
mobil truk tersebut. Jeritan dan bunyi tulang yang patah dan remuk digilas
mobil truk besar terdengar jelas oleh para jamaah umat Islam yang tiarap di
got-got/selokan-selokan di sisi jalan.
Setelah
itu, truk-truk besar itu berhenti dan turunlah militer-militer itu untuk
mengambil mayat-mayat yang bergelimpangan itu dan melemparkannya ke dalam truk,
bagaikan melempar karung goni saja. Dua buah mobil truk besar itu penuh oleh
mayat-mayat atau orang-orang yang terkena tembakan yang tersusun bagaikan
karung goni.
Sesudah
mobil truk besar yang penuh dengan mayat jamaah pengajian itu pergi, tidak lama
kemudian datanglah mobil-mobil ambulans dan mobil pemadam kebakaran yang
bertugas menyiram dan membersihkan darah-darah di jalan raya and di sisinya,
sampai bersih.
Sementara
itu, rombongan jamaah pengajian yang menuju Kodim dipimpin langsung oleh Amir
Biki. Kira-kirajarak 15 meter dari kantor Kodim, jamaah pengajian dihadang oleh
militer untuk tidak meneruskan perjalanan, dan yang boleh meneruskan perjalanan
hanya 3 orang pimpinan jamaah pengajian itu, di antaranya Amir Biki. Begitu
jaraknya kira-kira 7 meter dari kantor Kodim, 3 orang pimpinan jamaah pengajian
itu diberondong dengan peluru yang keluar dari senjata otomatis militer yang
menghadangnya. Ketiga orang pimpinan jamaah itu jatuh tersungkur
menggelepar-gelepar. Melihat kejadian itu, jamaah pengajian yang menunggu di
belakang sambil duduk, menjadi panik dan mereka berdiri mau melarikan diri,
tetapi disambut oleh tembakan peluru otomatis. Puluhan orang jamaah pengajian
jatuh tersungkur menjadi syahid. Menurut ingatan saudara Yusron, di saat ia dan
mayat-mayat itu dilemparkan ke dalam truk militer yang beroda 10 itu, kira-kira
30-40 mayat berada di dalamnya, yang lalu dibawa menuju Rumah Sakit Gatot
Subroto (dahulu RSPAD).
Sesampainya
di rumah sakit, mayat-mayat itu langsung dibawa ke kamar mayat, termasuk di
dalamnya saudara Yusron. Dalam keadaan bertumpuk-tumpuk dengan mayat-mayat itu
di kamar mayat, saudara Yusron berteriak-teriak minta tolong. Petugas rumah
sakit datang dan mengangkat saudara Yusron untuk dipindahkan ke tempat lain.
Sebenarnya
peristiwa pembantaian jamaah pengajian di Tanjung Priok tidak boleh terjadi
apabila PanglimaABRI/Panglima Kopkamtib Jenderal LB Moerdani benar-benar mau
berusaha untuk mencegahnya, apalagi pihak Kopkamtib yang selama ini sering
sesumbar kepada media massa bahwa pihaknya mampu mendeteksi suatu kejadian
sedini dan seawal mungkin. Ini karena pada tanggal 11 September 1984, sewaktu
saya diperiksa oleh Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya, saya sempat
berbincang-bincang dengan Kolonel Polisi Ritonga, Kepala Intel Kepolisian
tersebut di mana ia menyatakan bahwa jamaah pengajian di Tanjung Priok menuntut
pembebasan 4 orang rekannya yang ditahan, disebabkan membakar motor petugas.
Bahkan, menurut petugas-petugas satgas Intel Jaya, di saat saya ditangkap
tanggal 13 September 1984, menyatakan bahwa pada tanggal 12 September 1984,
kira-kira pukul 10.00 pagi. Amir Biki sempat datang ke kantor Satgas Intel Jaya.
Penyebab ;
1. Petugas
koramil menyiram pengumuman yang tertempel di tembok mushala dengan air got
(comberan).
2. Pembakaran
motor anggota koramil oleh orang tidak dikenal yang menyebabkan pihak koramil
tidak terima.
HAK yang
dilanggar ;
Dibunuhnya jamaah-jamaah pengajian oleh pasukan ABRI
Penyelesaian ;
1.
Warga seharusnya tidak melakukan
demonstrasi karena bisa berakibat pada kerusuhan.
2. Jika
melakukan demonstrasi, seharusnya kedua belah pihak yaitu ABRI dan warga menahan emosi agar tidak
terjadi hal-hal yangtidak diinginkan.
3.
Pelaku pembunuhan (ABRI) wajib diadili
dengan seadil-adilnya agar
menimbulkan efek jera.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
HAM
adalah hak hukum yang dimiliki setiap orang sebagai manusia. Hakhak tersebut
bersifat universal dan dimiliki setiap orang, kaya maupun miskin, laki-laki
ataupun perempuan. Hak-hak tersebut mungkin saja dilanggar, tetapi tidak pernah
dapat dihapuskan. Hak asasi merupakan hak hukum, ini berarti bahwa hak-hak
tersebut merupakan hukum. Hak asasi manusia dilindungi oleh konstitusi dan
hukum nasional di banyak negara di dunia. Hak asasi manusia adalah hak dasar
atau hak pokok yang dibawa manusia sejak lahir sebagai anugerah Tuhan Yang Maha
Esa. Hak asasi manusia dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara,
hukum, pemerintah, dan setiap orang. Hak asasi manusia bersifat universal dan
abadi.
Setiap
pelanggaran HAM harus di tegakkan, dan untuk pelaku pelanggaran HAM harus
dihukum sesuai dengan hukum yang berlaku tanpa pandang bulu, demi terciptanya
hidup yang adil, tentram dan disiplin. Karena hakekatnya HAM itu adalah tidak
dapat diganggu gugat atas keberadaanya.
DAFTAR
PUSTAKA
Sumber Kronologi: http://27victory.wordpress.com/2010/04/15/kronologi-tragedi-tanjung-priok-berdarah-1984-oleh-saksi-mata-ust-abdul-qadir-djaelani/
http://rakaraperz.blogspot.com/2014/08/contoh-kasus-pelanggaran-ham.html
http://cepatlambat.blogspot.com/2013/10/contoh-kasus-pelanggaran-ham-indonesia.html
http://wacana.siap.web.id/2014/09/contoh-kasus-pelanggaran-ham-terberat-di-indonesia.html
source : http://garabill.blogspot.com/2010/02/pelanggaran-