BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Dengan perkembangan zaman di dunia pendidikan yang terus
berubah dengan signifikan sehingga banyak merubah pola pikir pendidik, dari
pola pikir yang awam dan kaku menjadi lebih modern. Hal tersebut sangat
berpengaruh dalam kemajuan pendidikan di Indonesia.
Menyikapi hal tersebut pakar-pakar pendidikan mengkritisi
dengan cara mengungkapkan konsep dan teori pendidikan yang sebenarnya
untuk mencapai tujuan pendidikan yang sesungguhnya.walaupun di antara para
pakar-pakar pendidikan memiliki argument yang berbeda-beda tapi maksud dan
tujuan mereka sama yaitu ingin
meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia secara universal, baik dari
kalangan atas, menengah ataupun di kalangan bawah.
Karena jika kita
telusuri khususnya pendidikan di Indonesia, sekolah yang berakreditasi tinggi
atau sekolah yang berstandar internasional kasarnya hanya untuk golongan
masyarakat menengah ke atas, sedangkan bagaimana nasib masyarakat menengah ke
bawah yang ingin juga merasakan sekolah
yang berakreditasi tinggi dan berstandar internasional, apakah mungkin
hal ini bisa terjadi di negara kita ?
Allah telah
memberikan petunjuk bagi makhluqnya dalam sebagian ayat-ayat suci Al Quran,
dalam hal ini penulis menemukan ayat-ayat yang berkenaan dengan tujuan
pendidikan dalam perspektif Al Quran diantaranya, Q.S Taubat:122, Q.S
An-Nahl:90-91, Q.S Saba:28, Q.S Adz-Dzaariyaat :56-58, Q.S Shaad:29.
1.2
Rumusan Masalah
Sesuai latar
belakang di atas, maka dapat dipastikan bahwa tujuan pendidikan memegang peranan yang sangat penting, sehingga dengan tujuan-tujuan itu kita
bisa meningkatkan kualitas pendidikan di negara kita ini
Pokok permasalahan
yang akan dibahas dalam makalah ini adalah:
1. Bagaimana tujuan pendidikan menurut para mufasirin yang merujuk pada kitab
Al Quran ?
2. Bagaimana tujuan pendidikan menurut para pakar pendidikan ?
1.3
Tujuan Penulisan
Adapun
tujuan yang ingin dicapai dalam pemecahan masalah pada makalah ini adalah sebagai berikut :
1.
Mengetahui tujuan pendidikan menurut para mufasirin yang merujuk pada kitab
Al Quran
2.
Mengetahui tujuan pendidikan menurut para pakar pendidikan
1.4
Metode Penulisan
Metode penulisan
yang digunkan penulis
dalam penyusunan makalah ini adalah metode ekspresif
yaitu penulis mengungkapkan pikiran dengan cara definisi, analisis, dan
komparasi.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Definisi Pendidikan
Secara universal pendidikan dapat didefinisikan
sebagai suatu cara untuk mengembangkan ketrampilan, kebiasaan dan sikap-sikap yang
diharapkan dapat membuat seseorang menjadi warga negara
yang baik, tujuannya untuk mengembangkan atau mengubah
kognisi, afeksi dan konasi seseorang.
Sedangkan menurut kamus besar
bahasa indonesia Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku
seseorang atau kelompok orang dl usaha mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran dan pelatihan; proses, cara, pembuatan mendidik. Dan mnurut Ensiklopedi
Wikipedia adalah Education is a social science that
encompasses teaching and learning specific knowledge, beliefs, and skills. The
word education is derived from the Latin educare meaning "to raise",
"to bring up", "to train", "to rear", via "educatio/nis",
bringing up, raising.
Dilihat dari ilmu pendidikan teoretis, tujuan pendidikan
ditempuh secara bertingkat, misalnya tujuan intermediair (sementara atau
antara), yang dijadikan batas sasaran kemampuan yang harus dicapai dalam proses
pendidikan pada tingkat tertentu, untuk mencapai tujuan akhir. Adapun tujuan akhir pendidikan
Islam adalah pada hakikatnya merupakan realisasi dari cita-cita ajaran Islam
itu sendiri, yang membawa misi kesejahteraan umat manusia sebagai hamba Allah
Swt., lahir dan batin, dunia dan akhirat. Tujuan akhir pendidikan
Islam telah disusun oleh para ulama dan ahli pendidikan Islam dari semua
golongan dan mazhab dalam Islam.
Pendidikan
Islam berlangsung seumur hidup, maka tujuan akhirnya terdapat pada waktu hidup
di dunia ini telah berakhir pula. Tujuan umum yang berbentuk Insan
Kamil dengan pola takwa dapat mengalami naik turun, bertambah dan
berkurang dalam perjalanan hidup seseorang. Perasaan, lingkungan dan pengalaman
dapat mempengaruhinya. Karena itulah pendidikan Islam berlaku seumur hidup
untuk menumbuhkan, memupuk dan mengembangkan, serta memelihara dan
mempertahankan tujuan pendidikan Islam yang telah dicapai. Orang yang sudah
takwa dalam bentuk Insan Kamil, masih perlu
mendapatkan pendidikan dalam rangka pengembangan dan penyempurnaan,
sekurang-kurangnya pemeliharaannya supaya tidak
luntur dan berkurang, meskipun pendidikan oleh diri sendiri dan bahkan
pendidikan dalam bentuk formal.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Tujuan Pendidikan Menurut para Mufasirin yang Merujuk pada Kitab Al Quran
A. Qs At-Taubah:122
Tidak sepatutnya bagi mukminin itu
pergi semuanya (ke medan perang). mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan
di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang
agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali
kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya. (Q.S At-Taubah: 122)
Bersama dorongan yang mendalam untuk berjihad ini
terdapat penjelasan tentang batasan-batasan perintah untuk berjuang. Wilayah islam
telah meluas dan jumlah mereka bertambah banyak, sehingga memungkinkan jika
sebagian pergi berjihad dan sebagian mengkhususkan diri untuk memperdalm agama.
Sementara itu sebgian lagi tetap bekerja untuk memenuhi kebutuhan pokok mereka
dan melanjutkan pembangunan. Pada akhirnya semua usaha itu akan bertemu dalam
satu tujuan. (Dikutip dari tafsir fi zhilalil Quran)
B. Qs An-Nahl: 90-91
¨bÎ) ©!$# ããBù'tƒ ÉAô‰yèø9$$Î/ Ç`»|¡ômM}$#ur Ç›!$tGƒÎ)ur “ÏŒ 4†n1öà)ø9$# 4‘sS÷Ztƒur Ç`tã Ïä!$t±ósxÿø9$# Ìx6YßJø9$#ur ÄÓøöt7ø9$#ur 4 öNä3ÝàÏètƒ öNà6¯=yès9 šcrã©.x‹s? ÇÒÉÈ
Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat kebajikan,
memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran
dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil
pelajaran. (Q.S An-Nahl: 90)
Cukuplah
ayat ini sebagai izhah “wejangan” pengingat yang mengingatkan wahyu fitrah yang
bersih dan lurus (Dikutip dari tafsir fi zhilalil Quran)
Dan tepatilah Perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah
kamu membatalkan sumpah-sumpah(mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu
telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpahmu itu). Sesungguhnya
Allah mengetahui apa yang kamu perbuat. (Q.S An-Nahl: 91)
Menepati janji Allah mencangkup bai’at (sumpah/janji) umat islam kepada
Rasulullah dan mencangkup pula setiap perjanjian terhadap perbuatan makruf yang
diperintahkan Allah. Menepati janji-janji adalah jaminan atas keberlangsungan
unsur tsiqah kepercayaan penuh dalam etika pergaulan di antara manusia, tanpa
tsiqah ini maka masyarakat tidak akan tegak melainkan dengannya.
Konteks
ayat di atas seakan-akan membuat malu para muta’hidin “pemegang janji” ketika
mereka membatalkan sumpah-sumpah setelah mereka meneguhkan sendiri janji-janji
itu. Sementara mereka telah menjadikan Allah sebagai saksi bagi mereka. Mereka
pun memberikan kesaksian sumpah-sumpahnya kepada Allah dan menjadikan Allah
sebagai saksi bagi mereka untuk menepatinya kemudian Allah mengancam mereka
dengan ancaman yang sangat halus di jangkauan mereka. (Dikutip dari tafsir fi zhilalil
Quran)
C. Qs Saba’: 28
Dan Kami tidak
mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita
gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada
mengetahui. (Q.S Saba’: 28)
Allah berfirman kepada hamba dan
Rasul-Nya, yaitu Muhammad “Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada
umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi
peringatan" yaitu kepada seluruh mukallaf seperti firman Allah swt “Katakanlah:
"Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua”(Q.S
Al-A’raf:158) sebagai pembawa berita gembira bagi orang yang
menanti-Mu dengan surga dan memberikan ancaman bagi orang yang bermaksud
kepada-Mu dengan neraka. “tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui”
Qatadah berkata tentang ayat ini
“ Allah swt mengutus Muhammad saw kepada bangsa arab dan bangsa ‘azam (non
arab). Orang yang paling mulia di antara mereka di sisi Allah swt adalah orang
yang palin taat kepada-Nya. “Ibnu hatim meriwayatkan dari ikrimah, ia berkata,
Aku mendengar Ibnu Abbas ra berkata: “Sesungguhnya Allah swt memberikan
keutamaan kepada Muhammad saw di atas penghuni langit dan para Nabi.” Mereka
bertanya: “Hai Ibnu Abbas, dengan apa beliau diberikan keutamaan di atas para
Nabi?” Beliau menjawab: “Sesungguhnya Allah berfirman: “Kami tidak mengutus seorang rasulpun, melainkan dengan
bahasa kaumnya[supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka.”
(QS. Ibrahim: 4). Dan Dia
berfirman kepada Nabi saw: “ Dan kami tidak mengutus kamu, melainkan
kepada ummat manusia seluruhnya.” Maka Allah swt mengutusnya untuk bangsa jin
dan manusia. (Dikutip dari tafsir fi zhilalil Quran)
Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan
supaya mereka mengabdi kepada-Ku. (Q.S Adz-Dzariyat: 56)
Padahal
aku tidaklah menciptakan mereka kecuali supaya kenal kepada-Ku. Karena sekiranya aku tidak
menciptkan mereka niscaya mereka takkan kenal keberadaan-Ku dan keesaan-Ku.
Penafsiran seperti ini ditunjukkan oleh apa yang dinyatakan dalam sebuah
hadits:
“ aku adalah simpanan yang
tersembunyi. Lalu aku menghendaki supaya dikenal maka Akupun menciptakan
makhluk. Maka oleh karena Akulah mereka mengenal Aku.demikian kata Mujahid dan
begitu pula diriwayatkan dari Mujahid, bahwa ayat ini adalah kecuali supaya Aku
memerintahkan mereka dan melarang mereka. Tafsiran seperti ini ditunjukan oleh
firman Allah swt:
Padahal mereka
hanya disuruh menyembah Tuhan yang Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah)
selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan. (QS At-Taubah:
31)
Dan tafsiran
seperti ini dipilih oleh Az-Zajjaj.
Sementara itu,
segolongan mufassir berpendapat bahwa arti ayat ini adalah: kecuali supaya
mereka tunduk kepada-Ku dan merendahkan diri. Yakni, bahwa setiap makhluk dari
jin atau manusia tunduk kepada keputusan Allah, patuh kepada kehendak-Nya dan
menuruti apa yang telah Dia takdirkan atasnya. Allah menciptakan mereka menurut
apa yang Dia kehendaki, dan Allah member rezeki kepada mereka menurut
keputusan-Nya, tidak seorangpun di antara mereka yang dapat memberi manfaat
maupun mudharat kepada dirinya sendiri.
Kalimat ini
merupakan penegas bagi suruhan agar memberi peringatan, dan juga memuat alasan
dari diperintahkannya memberi peringatan, dan juga memuat alasan dari
diperintahkannya memberi peringatan. Karena, diciptakannya mereka dengan alasan
tersebut menyebabkan mereka harus diberi peringatan yang menyebabkan mereka
wajib ingat dan menuruti nasihat.
Selanjutnya, Allah
swt mnyebutkan tentang hubungan Dia dengan hamba-hamba-Nya, tidaklah seperti
hubungan antara tuan-tuan dengan budak-budaknya.
!$tB ߉ƒÍ‘é& Nåk÷]ÏB `ÏiB 5-ø—Íh‘ !$tBur ߉ƒÍ‘é& br& ÈbqßJÏèôÜムÇÎÐÈ
Aku tidak menghendaki rezki
sedikitpun dari mereka dan aku tidak menghendaki supaya mereka memberi-Ku
makan. (Q.S
Adz-Dzariyat: 57)
Sesungguhnya aku tidaklah
berkehendak untuk meminta tolong kepada mereka untuk mengambil suatu manfaat
maupun menolaknya. Oleh Karen itu aku tidak menggunakan mereka untuk memperoleh
rezeki-rezeki maupun makanan seperti yang dilakukan oleh tuan-tuan terhadap
budak-budaknya.
Kemudian
Allah swt member alas an dari pernyataan-Nya ini dengan Firman-Nya:
Sesungguhnya Allah
Dialah Maha pemberi rezki yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh. (Q.S Adz-Dzariyat: 58)
Sesungguhnya Allah swt tidak
membutuhkan kepada mereka, bahkan merekalah yang membutuhkan kepada Allah dalam
segala keadaan mereka. Karena Allah-lah pencipta mereka dan pemberi rezeki mereka sedang Dia
mempunyai kekuasaan dan kekuatan yang Maha Menang atas urusan-Nya. Akan tetapi,
kebanyakan manusia tidak takut.
Dan
setelah Allah swt, bersumpah bahwa Dia benar-benar akan melaksanakan
ancaman-Nya terhadap mereka, maka Dia beritahukan bahwa ancaman ini akan
menimpamereka pada hari kiamat. Firman-Nya:
فإن للذين ظلموا ذنوبا مثل ذنوب
أصحابهم
Sesungguhnya orang-orang yang
menganiaya diri mereka sendiri dengan kesibukan mereka sehingga tidak
melaksankan ibadah yang mereka diciptakan untuk itu, bahkan menyekutukan Allah
‘Azza wa Jalla dan mendustakan Rasul-Nya, mereka akan memperoleh bagian adzab
seperti bagian yang diperoleh oleh orang-orang yang semisal mereka, yaitu
umat-umat terdahulu yang telah mendustakan Rasul-rasul mereka.
E. Qs Shaad: 29
Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan
kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatNya dan
supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran. (Q.S Shaad: 29)
Penjelasan tentang hakikat di atas
diuraikan Allah melalui para nabi dan kitab-kitab-Nya antara lain yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad saw karena itu ayat di atas menegaskan bahwa:
Al-Quran yang engkau sampaikan wahai Nabi Muhammad adlah sebuah kitab agung
yang kami turunkan kepadamu. Ia penuh dengan berkah supaya mereka yakni umat manusia
seluruhnya-khususnya yang tidak percaya-memperhatikan ayat-ayatnya, dan supaya
orang-orang yang mempunyai pikiran yang cerah mendapat pelajaran.
Kata al-albab adalah bentuk
jamak dari lubb yaitu saripati sesuatu. Kacang misalnya, memiliki kulit
yang menutupi isinya. Isi kacang dinamai lubb. Ulul albab adalah orang-orang
yang memiliki akal yang murni yang tidak diselubungi oleh ”kulit”, yakni kabut
ide yang dapat melahirkan kerancuan dalam berpikir. Yang merenungkan
ayat-ayat Allah dan melaksanakannya diharapkan dapat terhindar dari siksa,
sedang yang menolaknya pasti ada kerancuan dalam cara berpkirnya.
Kata mubarak terambil dari kata barkah yang bermakna sesuatu yang mantap
juga berarti kebajikan yang melimpah dan beraneka ragam serta bersinambung.
Kolam dinamai birkah, karena air yang ditampung dalam kolam itu menetap di
dalamnya, tidak tercecer ke mana-mana. Keberkahan ilahi datang dari arah yang
sering kali tidak diduga atau dirasakan secara material dan tidak pula dapat
dibatasi atau bahkan diukur. Dari sini segala penambahan yang tidak terukur
oleh indra dinamai berkah. Demikian Ar-Raghib al-asfahani.
Al-Quran adalah kitab yang mantap karena kandungannya haq, sehingga ia
tidak berubah. Apa yang diberitakannya benar-benar terjadi atau akan terjadi
sehingga tidak mengalami perubahan baik karena kesalahan atau kelupaan. Bila
ada yang berusaha mengubahnya walau sehuruf pun atau ada yang keliru
membacanya, makaa akan tampil sekian banyak pihak untuk meluruskan kesalahan
atau kekeliruan itu, sehingga keaslian huruf, kata-kata dan kalimatnya akan
terus menerus mantap tidak berubah. Di sisi lain kitab tersebut penuh berkah,
karena yang menurunkannya adalah Allah swt, yang merupakan sumber dari
kebajikan, yang menerimanya adalah Nabi Muhammad saw yang mencerminkan dalam
hidupnya segala macam kebajikan. Berkah kitab itu juga terdapat dalam
kandungannya, kendati kalimat-kalimatnya sangat terbatas. Berkah dalam membacanya
sehingga dengan mudah dapat dibaca bahkan dihafal oleh siapapun walu mereka
yang tidak mengerti artinya. Berkah dalam makna-makna yang dikandungnya, karena
Al Quran adalah sumber yang tidak kering, “yang tidak lekang oleh panas, tidak
pula lapuk oleh hujan”, sehingga betapapun ditafsirkan selalu saja ada makna
baru yang belum terungkap sebelumnya. Berkah juga ia dalam pengaruh positifnay
terhadap manusia serta dalam sukses dan keberhasilan yang diraih oleh yang
mengamalkannya. Berkah juga dalam bukti-bukti kebenarannya, karena bukti-bukti
itu terdapat dalam dirinya melalui kalimat-kalimatnya, serta langgeng
bersamnya. Rujuklah ke QS al-an’am: 92 untuk memahami lebih banyak tentang
keberkahan Al Quran.
3.2 Tujuan Pendidikan Menurut para Pakar Pendidikan
A. Ibnu Khaldun
Menurut Ibnu Khaldun menyatakan bahwa ilmu pendidikan bukanlah
suatu aktivitas yang semata-mata bersifat pemikiran dan perenungan yang jauh
dari aspek-aspek pragmatis di dalam kehidupan, akan tetapi ilmu dan pendidikan
merupakan gejala konklusif yang lahir dari terbentuknya masyarakat dan
perkembangannya dalam tahapan kebudayaan. Menurutnya bahwa ilmu dan pendidikan
tidak lain merupakan gejala sosial yang menjadi ciri khas jenis insani. Di
dalam kitab Muqaddimahnya Ibnu khaldun tidak memberikan definisi pendidikan
secara jelas, ia hanya memberikan gambaran-gambaran secara umum, seperti
dikatakan Ibnu Khaldun bahwa: Barangsiapa tidak terdidik oleh orang tuanya,
maka akan terdidik oleh zaman, maksudnya barangsiapa tidak memperoleh tata
krama yang dibutuhkan sehubungan pergaulan bersama melalui orang tua mereka
yang mencakup guru-guru dan para sesepuh, dan tidak mempelajari hal itu dari
mereka, maka ia akan mempelajarinya dengan bantuan alam, dari
peristiwa-peristiwa yang terjadi sepanjang zaman, zaman akan mengajarkannya.
B. Oemar al-Toumy al-Syaibany
“Tujuan pendidikan Islam adalah perubahan yang diinginkan dan
diusahakan dalam proses pendidikan atau usaha pendidikan untuk mencapainya,
baik tingkah laku individu dari kehidupan pribadinya atau kehidupan masyarakat
serta pada alam sekitar di mana individu itu hidup atau pada proses pendidikan
itu sendiri dan proses pengajaran sebagai suatu tindakan kegiatan asasi dan
sebagai proporsi di antara profesi asasi dalam masyarakat”
C. Al-Gazali
Al-Gazali merumuskan tujuan umum pendidikan Islam kedalam lima
pokok: 1. Membentuk akhlak yang mulia (al-fadhilah); 2. Persiapan untuk
dunia dan akhirat; 3. Persiapan untuk mencari rezki dan pemeliharaan segi-segi
pemanfaatannya. Keterpaduan antara agama dan ilmu akan dapat membawa manusia
kepada kesempurnaan; 4. Menumbuhkan ruh ilmiah para pelajar dan memenuhi
keinginan untuk mengetahui serta memiliki kesanggupan untuk mengkaji ilmu
sekedar sebagai ilmu; 5. Mempersiapkan para pelajar untuk suatu profesi
tertentu sehingga ia mudah mencari rezki
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
1. Tujuan pendidikan
menurut para mufasirin ialah Allah telah memperingatkan kita dalam firman-Nya
agar kita senantiasa selalu beribadah kepada-Nya menaati segala perintah-Nya
dan menjauhi segala Larangan-Nya, Rasulullah saw telah mengajarkan kepada kita
semua melalui Firman Allah swt yaitu Al Quran. Rasulullah saw mengajarkan
kepada kita semua bahwa tujuan akhir kita ialah akhirat kelak tanpa
mengesampingkan urusan dunia pula, sebab dari itu Rasul mengajarkan kita agar
senantiasa mencari ilmu di manapun kaki kita berpijak. Rasulullah saw
bersabda: “Barang siapa yang menginginkan
dunia maka dia harus berilmu, dan barang siapa yang menginginkan akhirat maka
dia harus berilmu, dan barang siapa yang menginginkan keduanya maka dia harus
berilmu”
2. Tujuan pendidikan
menurut para pakar ialah perubahan yang diinginkan dan diusahakan dalam proses pendidikan
atau usaha pendidikan untuk mencapainya, baik tingkah laku individu dari
kehidupan pribadinya atau kehidupan masyarakat serta pada alam sekitar di mana
individu itu hidup atau pada proses pendidikan itu sendiri dan proses
pengajaran sebagai suatu tindakan kegiatan asasi dan sebagai proporsi di antara
profesi asasi dalam masyarakat”. Dan
tujuan pendidikan Islam yang paling utama ialah beribadah dan taqarrub kepada Allah
Swt., dari kesempurnaan insani yang tujuannya kebahagiaan dunia dan akhirat
4.2 Saran
Penulis menyadari
bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, maka dari itu penulis membutuhkan
saran yang membangun agar senantiasa menjadi lebih baik dan lebih berkembang
dlam menyusun sebuah makalah.
DAFTAR PUSTAKA
Mustafa Al Maragi, Ahmad. 1992. Tafsir Al Maragi.
Semarang. CV Toha Putra
Shihab,
Quraish. 2008. Tafsir Al Mishbah. Jakarta. Lentera hati
Quthb,
Sayyid. 1992. Tafsir fi zhilalil Quran. Jakarta. Gema insani Press
www.pondokorangarab.wordpress.com
www.ruangfarhanvsgnk.wordpress.com
No comments:
Post a Comment