Thursday, October 16, 2014

MAKALAH Tujuan Pendidikan Menurut Para Mufasirin

BAB I
PENDAHULUAN

1.1            Latar Belakang Masalah
Dengan perkembangan zaman di dunia pendidikan yang terus berubah dengan signifikan sehingga banyak merubah pola pikir pendidik, dari pola pikir yang awam dan kaku menjadi lebih modern. Hal tersebut sangat berpengaruh dalam kemajuan pendidikan di Indonesia.
Menyikapi hal tersebut pakar-pakar pendidikan mengkritisi dengan cara mengungkapkan konsep dan teori pendidikan yang sebenarnya untuk mencapai tujuan pendidikan yang sesungguhnya.walaupun di antara para pakar-pakar pendidikan memiliki argument yang berbeda-beda tapi maksud dan tujuan mereka sama yaitu ingin meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia secara universal, baik dari kalangan atas, menengah ataupun di kalangan bawah.
Karena jika kita telusuri khususnya pendidikan di Indonesia, sekolah yang berakreditasi tinggi atau sekolah yang berstandar internasional kasarnya hanya untuk golongan masyarakat menengah ke atas, sedangkan bagaimana nasib masyarakat menengah ke bawah yang ingin juga merasakan sekolah  yang berakreditasi tinggi dan berstandar internasional, apakah mungkin hal ini bisa terjadi di negara kita ?   
Allah telah memberikan petunjuk bagi makhluqnya dalam sebagian ayat-ayat suci Al Quran, dalam hal ini penulis menemukan ayat-ayat yang berkenaan dengan tujuan pendidikan dalam perspektif Al Quran diantaranya, Q.S Taubat:122, Q.S An-Nahl:90-91, Q.S Saba:28, Q.S Adz-Dzaariyaat :56-58, Q.S Shaad:29.
1.2            Rumusan Masalah
Sesuai latar belakang di atas, maka dapat dipastikan bahwa tujuan pendidikan memegang peranan yang sangat penting, sehingga dengan tujuan-tujuan itu kita  bisa meningkatkan kualitas pendidikan di negara kita ini
Pokok permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah:
1.      Bagaimana tujuan pendidikan menurut para mufasirin yang merujuk pada kitab Al Quran ?
2.      Bagaimana tujuan pendidikan menurut para pakar pendidikan ?
1.3            Tujuan Penulisan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam pemecahan masalah pada makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Mengetahui tujuan pendidikan menurut para mufasirin yang merujuk pada kitab Al Quran
2.      Mengetahui tujuan pendidikan menurut para pakar pendidikan
1.4            Metode  Penulisan
Metode penulisan yang digunkan penulis dalam penyusunan makalah ini adalah metode ekspresif yaitu penulis mengungkapkan pikiran dengan cara definisi, analisis, dan komparasi.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1       Definisi Pendidikan
Secara universal pendidikan dapat didefinisikan sebagai suatu cara untuk mengembangkan ketrampilan, kebiasaan dan sikap-sikap yang diharapkan dapat membuat seseorang menjadi warga negara yang baik, tujuannya untuk mengembangkan atau mengubah kognisi, afeksi dan konasi seseorang.
Sedangkan menurut  kamus besar bahasa indonesia Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dl usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan; proses, cara, pembuatan mendidik. Dan mnurut Ensiklopedi Wikipedia adalah Education is a social science that encompasses teaching and learning specific knowledge, beliefs, and skills. The word education is derived from the Latin educare meaning "to raise", "to bring up", "to train", "to rear", via "educatio/nis", bringing up, raising.
Dilihat dari ilmu pendidikan teoretis, tujuan pendidikan ditempuh secara bertingkat, misalnya tujuan intermediair (sementara atau antara), yang dijadikan batas sasaran kemampuan yang harus dicapai dalam proses pendidikan pada tingkat tertentu, untuk mencapai tujuan akhir. Adapun tujuan akhir pendidikan Islam adalah pada hakikatnya merupakan realisasi dari cita-cita ajaran Islam itu sendiri, yang membawa misi kesejahteraan umat manusia sebagai hamba Allah Swt., lahir dan batin, dunia dan akhirat. Tujuan akhir pendidikan Islam telah disusun oleh para ulama dan ahli pendidikan Islam dari semua golongan dan mazhab dalam Islam.
Pendidikan Islam berlangsung seumur hidup, maka tujuan akhirnya terdapat pada waktu hidup di dunia ini telah berakhir pula. Tujuan umum yang berbentuk Insan Kamil dengan pola takwa dapat mengalami naik turun, bertambah dan berkurang dalam perjalanan hidup seseorang. Perasaan, lingkungan dan pengalaman dapat mempengaruhinya. Karena itulah pendidikan Islam berlaku seumur hidup untuk menumbuhkan, memupuk dan mengembangkan, serta memelihara dan mempertahankan tujuan pendidikan Islam yang telah dicapai. Orang yang sudah takwa dalam bentuk Insan Kamil, masih perlu mendapatkan pendidikan dalam rangka pengembangan dan penyempurnaan, sekurang-kurangnya pemeliharaannya supaya tidak luntur dan berkurang, meskipun pendidikan oleh diri sendiri dan bahkan pendidikan dalam bentuk formal. 
BAB III
PEMBAHASAN
3.1       Tujuan Pendidikan Menurut para Mufasirin yang Merujuk pada Kitab Al Quran
A.    Qs At-Taubah:122
 
Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya. (Q.S At-Taubah: 122)
            Bersama dorongan yang mendalam untuk berjihad ini terdapat penjelasan tentang batasan-batasan perintah untuk berjuang. Wilayah islam telah meluas dan jumlah mereka bertambah banyak, sehingga memungkinkan jika sebagian pergi berjihad dan sebagian mengkhususkan diri untuk memperdalm agama. Sementara itu sebgian lagi tetap bekerja untuk memenuhi kebutuhan pokok mereka dan melanjutkan pembangunan. Pada akhirnya semua usaha itu akan bertemu dalam satu tujuan. (Dikutip dari tafsir fi zhilalil Quran)
B.     Qs An-Nahl: 90-91
¨bÎ) ©!$# ããBù'tƒ ÉAôyèø9$$Î/ Ç`»|¡ômM}$#ur Ç!$tGƒÎ)ur ÏŒ 4n1öà)ø9$# 4sS÷Ztƒur Ç`tã Ïä!$t±ósxÿø9$# ̍x6YßJø9$#ur ÄÓøöt7ø9$#ur 4 öNä3ÝàÏètƒ öNà6¯=yès9 šcr㍩.xs? ÇÒÉÈ  
Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran. (Q.S An-Nahl: 90)
Cukuplah ayat ini sebagai izhah “wejangan” pengingat yang mengingatkan wahyu fitrah yang bersih dan lurus (Dikutip dari tafsir fi zhilalil Quran)

Dan tepatilah Perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah(mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpahmu itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat. (Q.S An-Nahl: 91)
            Menepati janji Allah mencangkup bai’at (sumpah/janji) umat islam kepada Rasulullah dan mencangkup pula setiap perjanjian terhadap perbuatan makruf yang diperintahkan Allah. Menepati janji-janji adalah jaminan atas keberlangsungan unsur tsiqah kepercayaan penuh dalam etika pergaulan di antara manusia, tanpa tsiqah ini maka masyarakat tidak akan tegak melainkan dengannya.
            Konteks ayat di atas seakan-akan membuat malu para muta’hidin “pemegang janji” ketika mereka membatalkan sumpah-sumpah setelah mereka meneguhkan sendiri janji-janji itu. Sementara mereka telah menjadikan Allah sebagai saksi bagi mereka. Mereka pun memberikan kesaksian sumpah-sumpahnya kepada Allah dan menjadikan Allah sebagai saksi bagi mereka untuk menepatinya kemudian Allah mengancam mereka dengan ancaman yang sangat halus di jangkauan mereka. (Dikutip dari tafsir fi zhilalil Quran)
C.    Qs Saba’: 28
  
Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui. (Q.S Saba’: 28)
            Allah berfirman kepada hamba dan Rasul-Nya, yaitu Muhammad “Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan" yaitu kepada seluruh mukallaf seperti firman Allah swt “Katakanlah: "Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua”(Q.S Al-A’raf:158) sebagai pembawa berita gembira bagi orang yang menanti-Mu dengan surga dan memberikan ancaman bagi orang yang bermaksud kepada-Mu dengan neraka. “tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui”
            Qatadah berkata tentang ayat ini “ Allah swt mengutus Muhammad saw kepada bangsa arab dan bangsa ‘azam (non arab). Orang yang paling mulia di antara mereka di sisi Allah swt adalah orang yang palin taat kepada-Nya. “Ibnu hatim meriwayatkan dari ikrimah, ia berkata, Aku mendengar Ibnu Abbas ra berkata: “Sesungguhnya Allah swt memberikan keutamaan kepada Muhammad saw di atas penghuni langit dan para Nabi.” Mereka bertanya: “Hai Ibnu Abbas, dengan apa beliau diberikan keutamaan di atas para Nabi?” Beliau menjawab: “Sesungguhnya Allah berfirman: “Kami tidak mengutus seorang rasulpun, melainkan dengan bahasa kaumnya[supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka.” (QS. Ibrahim: 4). Dan Dia berfirman kepada Nabi saw: “ Dan kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada ummat manusia seluruhnya.” Maka Allah swt mengutusnya untuk bangsa jin dan manusia. (Dikutip dari tafsir fi zhilalil Quran)
D.    Qs Adz-Dzariyat: 56-58 
Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. (Q.S Adz-Dzariyat: 56)
            Padahal aku tidaklah menciptakan mereka kecuali supaya kenal kepada-Ku. Karena sekiranya aku tidak menciptkan mereka niscaya mereka takkan kenal keberadaan-Ku dan keesaan-Ku. Penafsiran seperti ini ditunjukkan oleh apa yang dinyatakan dalam sebuah hadits:
“ aku adalah simpanan yang tersembunyi. Lalu aku menghendaki supaya dikenal maka Akupun menciptakan makhluk. Maka oleh karena Akulah mereka mengenal Aku.demikian kata Mujahid dan begitu pula diriwayatkan dari Mujahid, bahwa ayat ini adalah kecuali supaya Aku memerintahkan mereka dan melarang mereka. Tafsiran seperti ini ditunjukan oleh firman Allah swt:

Padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan yang Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan. (QS At-Taubah: 31)
Dan tafsiran seperti ini dipilih oleh Az-Zajjaj.
Sementara itu, segolongan mufassir berpendapat bahwa arti ayat ini adalah: kecuali supaya mereka tunduk kepada-Ku dan merendahkan diri. Yakni, bahwa setiap makhluk dari jin atau manusia tunduk kepada keputusan Allah, patuh kepada kehendak-Nya dan menuruti apa yang telah Dia takdirkan atasnya. Allah menciptakan mereka menurut apa yang Dia kehendaki, dan Allah member rezeki kepada mereka menurut keputusan-Nya, tidak seorangpun di antara mereka yang dapat memberi manfaat maupun mudharat kepada dirinya sendiri.
Kalimat ini merupakan penegas bagi suruhan agar memberi peringatan, dan juga memuat alasan dari diperintahkannya memberi peringatan, dan juga memuat alasan dari diperintahkannya memberi peringatan. Karena, diciptakannya mereka dengan alasan tersebut menyebabkan mereka harus diberi peringatan yang menyebabkan mereka wajib ingat dan menuruti nasihat.
Selanjutnya, Allah swt mnyebutkan tentang hubungan Dia dengan hamba-hamba-Nya, tidaklah seperti hubungan antara tuan-tuan dengan budak-budaknya.  
  !$tB ߃Íé& Nåk÷]ÏB `ÏiB 5-øÍh !$tBur ߃Íé& br& ÈbqßJÏèôÜムÇÎÐÈ
Aku tidak menghendaki rezki sedikitpun dari mereka dan aku tidak menghendaki supaya mereka memberi-Ku makan. (Q.S Adz-Dzariyat: 57)
            Sesungguhnya aku tidaklah berkehendak untuk meminta tolong kepada mereka untuk mengambil suatu manfaat maupun menolaknya. Oleh Karen itu aku tidak menggunakan mereka untuk memperoleh rezeki-rezeki maupun makanan seperti yang dilakukan oleh tuan-tuan terhadap budak-budaknya.
Kemudian Allah swt member alas an dari pernyataan-Nya ini dengan Firman-Nya: 

Sesungguhnya Allah Dialah Maha pemberi rezki yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh. (Q.S Adz-Dzariyat: 58)
            Sesungguhnya Allah swt tidak membutuhkan kepada mereka, bahkan merekalah yang membutuhkan kepada Allah dalam segala keadaan mereka. Karena Allah-lah pencipta mereka dan pemberi rezeki mereka sedang Dia mempunyai kekuasaan dan kekuatan yang Maha Menang atas urusan-Nya. Akan tetapi, kebanyakan manusia tidak takut.
Dan setelah Allah swt, bersumpah bahwa Dia benar-benar akan melaksanakan ancaman-Nya terhadap mereka, maka Dia beritahukan bahwa ancaman ini akan menimpamereka pada hari kiamat. Firman-Nya:
فإن للذين ظلموا ذنوبا مثل ذنوب أصحابهم
          Sesungguhnya orang-orang yang menganiaya diri mereka sendiri dengan kesibukan mereka sehingga tidak melaksankan ibadah yang mereka diciptakan untuk itu, bahkan menyekutukan Allah ‘Azza wa Jalla dan mendustakan Rasul-Nya, mereka akan memperoleh bagian adzab seperti bagian yang diperoleh oleh orang-orang yang semisal mereka, yaitu umat-umat terdahulu yang telah mendustakan Rasul-rasul mereka.
E.     Qs Shaad: 29

Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatNya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran. (Q.S Shaad: 29)
            Penjelasan tentang hakikat di atas diuraikan Allah melalui para nabi dan kitab-kitab-Nya antara lain yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw karena itu ayat di atas menegaskan bahwa: Al-Quran yang engkau sampaikan wahai Nabi Muhammad adlah sebuah kitab agung yang kami turunkan kepadamu. Ia penuh dengan berkah supaya mereka yakni umat manusia seluruhnya-khususnya yang tidak percaya-memperhatikan ayat-ayatnya, dan supaya orang-orang yang mempunyai pikiran yang cerah mendapat pelajaran.
            Kata al-albab adalah bentuk jamak dari lubb yaitu saripati sesuatu. Kacang misalnya, memiliki kulit yang menutupi isinya. Isi kacang dinamai lubb. Ulul albab adalah orang-orang yang memiliki akal yang murni yang tidak diselubungi oleh ”kulit”, yakni kabut ide yang dapat melahirkan kerancuan dalam berpikir. Yang merenungkan ayat-ayat Allah dan melaksanakannya diharapkan dapat terhindar dari siksa, sedang yang menolaknya pasti ada kerancuan dalam cara berpkirnya.
Kata mubarak terambil dari kata barkah yang bermakna sesuatu yang mantap juga berarti kebajikan yang melimpah dan beraneka ragam serta bersinambung. Kolam dinamai birkah, karena air yang ditampung dalam kolam itu menetap di dalamnya, tidak tercecer ke mana-mana. Keberkahan ilahi datang dari arah yang sering kali tidak diduga atau dirasakan secara material dan tidak pula dapat dibatasi atau bahkan diukur. Dari sini segala penambahan yang tidak terukur oleh indra dinamai berkah. Demikian Ar-Raghib al-asfahani.
Al-Quran adalah kitab yang mantap karena kandungannya haq, sehingga ia tidak berubah. Apa yang diberitakannya benar-benar terjadi atau akan terjadi sehingga tidak mengalami perubahan baik karena kesalahan atau kelupaan. Bila ada yang berusaha mengubahnya walau sehuruf pun atau ada yang keliru membacanya, makaa akan tampil sekian banyak pihak untuk meluruskan kesalahan atau kekeliruan itu, sehingga keaslian huruf, kata-kata dan kalimatnya akan terus menerus mantap tidak berubah. Di sisi lain kitab tersebut penuh berkah, karena yang menurunkannya adalah Allah swt, yang merupakan sumber dari kebajikan, yang menerimanya adalah Nabi Muhammad saw yang mencerminkan dalam hidupnya segala macam kebajikan. Berkah kitab itu juga terdapat dalam kandungannya, kendati kalimat-kalimatnya sangat terbatas. Berkah dalam membacanya sehingga dengan mudah dapat dibaca bahkan dihafal oleh siapapun walu mereka yang tidak mengerti artinya. Berkah dalam makna-makna yang dikandungnya, karena Al Quran adalah sumber yang tidak kering, “yang tidak lekang oleh panas, tidak pula lapuk oleh hujan”, sehingga betapapun ditafsirkan selalu saja ada makna baru yang belum terungkap sebelumnya. Berkah juga ia dalam pengaruh positifnay terhadap manusia serta dalam sukses dan keberhasilan yang diraih oleh yang mengamalkannya. Berkah juga dalam bukti-bukti kebenarannya, karena bukti-bukti itu terdapat dalam dirinya melalui kalimat-kalimatnya, serta langgeng bersamnya. Rujuklah ke QS al-an’am: 92 untuk memahami lebih banyak tentang keberkahan Al Quran.  
3.2       Tujuan Pendidikan Menurut para Pakar Pendidikan
A.    Ibnu Khaldun
Menurut Ibnu Khaldun menyatakan bahwa ilmu pendidikan bukanlah suatu aktivitas yang semata-mata bersifat pemikiran dan perenungan yang jauh dari aspek-aspek pragmatis di dalam kehidupan, akan tetapi ilmu dan pendidikan merupakan gejala konklusif yang lahir dari terbentuknya masyarakat dan perkembangannya dalam tahapan kebudayaan. Menurutnya bahwa ilmu dan pendidikan tidak lain merupakan gejala sosial yang menjadi ciri khas jenis insani. Di dalam kitab Muqaddimahnya Ibnu khaldun tidak memberikan definisi pendidikan secara jelas, ia hanya memberikan gambaran-gambaran secara umum, seperti dikatakan Ibnu Khaldun bahwa: Barangsiapa tidak terdidik oleh orang tuanya, maka akan terdidik oleh zaman, maksudnya barangsiapa tidak memperoleh tata krama yang dibutuhkan sehubungan pergaulan bersama melalui orang tua mereka yang mencakup guru-guru dan para sesepuh, dan tidak mempelajari hal itu dari mereka, maka ia akan mempelajarinya dengan bantuan alam, dari peristiwa-peristiwa yang terjadi sepanjang zaman, zaman akan mengajarkannya.
B.     Oemar al-Toumy al-Syaibany
“Tujuan pendidikan Islam adalah perubahan yang diinginkan dan diusahakan dalam proses pendidikan atau usaha pendidikan untuk mencapainya, baik tingkah laku individu dari kehidupan pribadinya atau kehidupan masyarakat serta pada alam sekitar di mana individu itu hidup atau pada proses pendidikan itu sendiri dan proses pengajaran sebagai suatu tindakan kegiatan asasi dan sebagai proporsi di antara profesi asasi dalam masyarakat”
C.    Al-Gazali
Al-Gazali merumuskan tujuan umum pendidikan Islam kedalam lima pokok: 1. Membentuk akhlak yang mulia (al-fadhilah); 2. Persiapan untuk dunia dan akhirat; 3. Persiapan untuk mencari rezki dan pemeliharaan segi-segi pemanfaatannya. Keterpaduan antara agama dan ilmu akan dapat membawa manusia kepada kesempurnaan; 4. Menumbuhkan ruh ilmiah para pelajar dan memenuhi keinginan untuk mengetahui serta memiliki kesanggupan untuk mengkaji ilmu sekedar sebagai ilmu; 5. Mempersiapkan para pelajar untuk suatu profesi tertentu sehingga ia mudah mencari rezki
BAB IV
PENUTUP
4.1       Kesimpulan
            1. Tujuan pendidikan menurut para mufasirin ialah Allah telah memperingatkan kita dalam firman-Nya agar kita senantiasa selalu beribadah kepada-Nya menaati segala perintah-Nya dan menjauhi segala Larangan-Nya, Rasulullah saw telah mengajarkan kepada kita semua melalui Firman Allah swt yaitu Al Quran. Rasulullah saw mengajarkan kepada kita semua bahwa tujuan akhir kita ialah akhirat kelak tanpa mengesampingkan urusan dunia pula, sebab dari itu Rasul mengajarkan kita agar senantiasa mencari ilmu di manapun kaki kita berpijak. Rasulullah saw bersabda: “Barang siapa yang menginginkan dunia maka dia harus berilmu, dan barang siapa yang menginginkan akhirat maka dia harus berilmu, dan barang siapa yang menginginkan keduanya maka dia harus berilmu”
2. Tujuan pendidikan menurut para pakar ialah perubahan yang diinginkan dan diusahakan dalam proses pendidikan atau usaha pendidikan untuk mencapainya, baik tingkah laku individu dari kehidupan pribadinya atau kehidupan masyarakat serta pada alam sekitar di mana individu itu hidup atau pada proses pendidikan itu sendiri dan proses pengajaran sebagai suatu tindakan kegiatan asasi dan sebagai proporsi di antara profesi asasi dalam masyarakat”. Dan tujuan pendidikan Islam yang paling utama ialah beribadah dan taqarrub kepada Allah Swt., dari kesempurnaan insani yang tujuannya kebahagiaan dunia dan akhirat
4.2       Saran
            Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, maka dari itu penulis membutuhkan saran yang membangun agar senantiasa menjadi lebih baik dan lebih berkembang dlam menyusun sebuah makalah.
DAFTAR PUSTAKA
Mustafa Al Maragi, Ahmad. 1992. Tafsir Al Maragi. Semarang. CV Toha Putra
Shihab, Quraish. 2008. Tafsir Al Mishbah. Jakarta. Lentera hati
Quthb, Sayyid. 1992. Tafsir fi zhilalil Quran. Jakarta. Gema insani Press
www.pondokorangarab.wordpress.com
www.ruangfarhanvsgnk.wordpress.com

No comments:

Post a Comment

KEPEMIMPINAN PEMERINTAHAN DAN KEPAMONGPRAJAAN

  JUDUL BUKU “KEPEMIMPINAN PEMERINTAHAN DAN KEPAMONGPRAJAAN” TUGAS RESUME   Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah ...

082126189815

Name

Email *

Message *