BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang Laporan Akhir
Negara
Indonesia adalah suatu Negara Kesatuan yang dimana warga negaranya memiliki
berbagai budaya suku ras dan agama. Penyelenggaraan pemerintahan daerah saat
ini ditekankan pada penyelenggaraan
langsung otonomi daerah. Penyelenggaraan pemerintah dalam kesatuan republik
Indonesia mengalami perubahan, yakni dengan adanya amandemen Undang-undang
Dasar 1945 sebanyak 4 (empat) sejak berdiri Negara Indonesia yakni pada tahun
1999, 2000, 2001 dan 2002. Perubahan yang paling mendasar yaitu dengan adanya
penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem negara kesatuan Republik
Indonesia. Otonomi kepada daerah di berikan dalam bentuk kewenangan yang luas,
nyata dan bertanggungjawab sebagaimana termuat dalam Undang-Undang Nomor 32
tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Tujuan
pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal salah satu adalah untuk
meningkatkan kemandirian daerah dan mengurangi ketergantungan fiskal terhadap
pemerintah pusat. Dengan adanya otonomi daerah maka daerah harus mengelola
keuangannya sendiri. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 menjelaskan bahwa yang
dimaksud dengan perimbangan keuangan antara pemerintah dan pemerintahan daerah
adalah suatu sistem pembagian keuangan yang adil, prooporsional, demokratis,
transparan, dan efisien dalam rangka pendanaan penyelenggaraan desentralisasi,
dengan mempertimbangkan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah, serta besaran
pendanaan penyelenggaraan dekonsentrasi dan tugas pembantuan.
Sumber pendanaan penyelenggaraan pemerintahan salah satu
berasal dari pajak. Pajak merupakan iuran rakyat kepada negara berdasarkan
Undang-undang (dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat kontraprestasi yang
langsung dapat ditunjuk dan digunakan untuk membiayai pengeluaran umum. Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah,
pajak bumi dan bangunan dan BPHTB merupakan pajak daerah. Namun untuk PBB yang
menjadi pajak daerah hanya PBB perdesaan dan perkotaan, sedangkan PBB
perkebunan, kehutanan, dan pertambangan masih sebagai pajak pusat yang
pemungutannya bisa melibatkan pemerintah daerah. Karena PBB dan BPHTB
berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 telah ditetapkan sebagai pajak
daerah, maka pemerintah daerah perlu mengoptimalkan penerimaan PBB BPHTB
tersebut guna pendanaan penyelenggaraan pemerintahan.
Penjelasan
lain yang dapat ditemui dalam undang-undang nomor 28 tahun 2009 yang
menyebutkan bahwa penerimaan pajak saat ini belum memadai dan memiliki peranan
yang relative kecil terhadap anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD)
khususnya bagi daerah kabupaten dan kota.
Berdasarkan
data yang dimiliki oleh dirjen pajak setelah berlakunya undang-undang 28 tahun
2009 hanya terdapat 18 kabupaten/kota yang telah melaksanakan pemungutan pajak
oleh daerah, dan menyusul 105 kabupaten dan kota yang baru akan melaksanakan
pengelolaan dan pemungutan pajaknya sendiri oleh daerah tersebut pada tahun
2013 dan sisanya baru akan melaksanakan pengelolaan pajak bumi dan bangunan
pada tahun 2015 mendatang.
Pemerintah
Daerah tidak akan dapat melaksanakan fungsinya dengan efektif dan efisien tanpa
biaya yang cukup untuk
memberikan pelayanan dan pembangunan. Faktor kemampuan
keuangan inilah yang merupakan salah satu dasar kriteria untuk
mengetahui secara nyata kemampuan daerah mengurus rumah tangganya sendiri.
Tabel 1
Luas
Wilayah, Jumlah Penduduk, dan Kepadatan Penduduk
di
Kecamatan Rumbai Pesisir Tahun
2011
Kelurahan
|
Luas
(KM2)
|
Jlh Penduduk
(Jiwa)
|
Kepadatan
Penduduk Tiap KM
|
Lembah
Sari
|
|
|
|
Limbungan
|
|
|
|
Limbungan
Baru
|
|
|
|
Lembah
Damai
|
|
|
|
Meranti
Pandak
|
|
|
|
Tebingtinggi
Okura
|
|
|
|
Total
|
|
|
|
Sumber: Kecamatan Rumbai Pesisir Dalam Angka Tahun 2012
Kecamatan Rumbai
Pesisir yang terletak di Kota
Pekanbaru Provinsi Riau, berada
di ketinggian 1.192 m diatas permukaan laut dengan luas wilayah 32,25 KM2
yaitu sebesar 1,52% dari luas Kota
Pekanbaru. Seperti halnya daerah-daerah lain di Indonesia,
Kecamatan Rumbai Pesisir juga membutuhkan biaya untuk melaksanakan pembangunan
daerahnya. Salah satu sumber penerimaan yang digunakan untuk melaksanakan
pembangunan tersebut berasal pajak. Pajak yang diterima pemerintah dikeluarkan
lagi ke masyarakat untuk membiayai kepentingan umum sehingga dapat memberikan
kontribusi yang besar bagi masyarakat. Disamping itu pajak sendiri diatur
dengan undang-undang sehingga mempunyai dasar hukum yang kuat.
Kecamatan Rumbai Pesisir dalam pelaksanaan pemungutan
pajak bumi dan bangunan masih banyak kendala-kendala yang perlu dibenahi.
Kendala-kendala tersebut merupakan gejala umum yang dihadapi berbagai daerah.
Pemungutan pajak itu sendiri tidak terlepas dari permasalahan baik yang datang
dari aparat pemerintah sebagai petugas pemungut maupun dari masyarakat sebagai
wajib pajak.
Realisasi pemungutan pajak bumi dan bangunan masih jauh
dari target yang telah ditetapkan. Kecamatan sebagai koordinator yang
mengkoordinasikan desa-desa yang terdapat dikecamatan tersebut sangat berperan dalam meningkatkan
penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan. Camat beserta perangkatnya melakukan
koordinasi dengan perangkat desa yang ada di wilayah satuan kerjanya agar mampu
melakukan pembinaan
kepada masyarakat sehingga masyarakat mengerti akan pentingnya Pajak Bumi dan
Bangunan dan selanjutnya termotivasi untuk membayar Pajak Bumi dan Bangunan
sehingga target penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan dapat terealisasi
dengan baik.
Tabel 2
Besarnya
Pokok Penetapan dan Realisasi PBB Kecamatan Rumbai Pesisir Tahun 2011, 2012, 2013
No
|
Tahun
|
Pokok Penetapan
(Rp)
|
Realisasi (Rp)
|
Persentase
Realisasi
|
1
|
2011
|
|
|
|
2
|
2012
|
|
|
|
3
|
2013
|
|
|
|
Sumber: Kantor Camat Rumbai Pesisir
Selama ini pemungutan Pajak
Bumi dan Bangunan di Kecamatan Rumbai Pesisir belum terealisasi secara optimal,
hal ini dikarenakan banyaknya wajib pajak yang belum terdata dengan baik dan
adanya data yang tidak sesuai (terlampir). Selain itu kurang tegasnya sanksi
bagi wajib pajak yang tidak dapat melunasi kewajibannya merupakan salah satu
kendala yang ada di Kecamatan Rumbai Pesisir, sehingga target penerimaan PBB di
kecamatan tersebut tidak dapat terrealisasi. Guna mendukung keberhasilan
pemerintah dalam mengoptimalisasi pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan, maka
pemerintah kecamatan perlu melakukan upaya yang dapat menunjang tercapainya
target yang dibebankan oleh Pemerintah Daerah. Atas dasar pemikiran tersebut,
maka penulis berkeinginan untuk melakukan penelitian dengan judul “PELAKSANAAN PEMUNGUTAN PAJAK BUMI DAN
BANGUNAN DI KECAMATAN RUMBAI PESISIR KOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU”
1.2
Permasalahan
1.2.1
Identifikasi
Masalah Di Lokasi Magang
Berdasarkan
latar belakang tersebut dapat dilihat dan diidentifikasikan permasalahan pajak
bumi bangunan di kecamatan tersebut.
Adapun permasalahan yang terjadi di
Kecamatan Rumbai Pesisir adalah sebagai berikut :
1. Kurang
terealisasinya target penerimaan pajak bumi dan bangunan di Kecamatan Rumbai
Pesisir;
2. Data
mengenai Pajak Bumi dan Bangunan yang kurang akurat;
3. Kurang
tegasnya pemberian sanksi terhadap wajib pajak yang tidak membayar pajak bumi dan
bangunan.
1.2.2 Pembatasan Masalah
Pembatasan
masalah sangat perlu dalam suatu penelitian. Agar dalam melaksanakan magang ini
lebih terarah dan terfokus, serta tidak menyimpang dari pokok permasalahan yang
ada sehingga tujuan yang dikehendaki dapat tercapai sebagaimana yang
diharapkan, maka dalam hal ini penulis mengamati tentang mekanisme pemungutan
Pajak Bumi dan Bangunan, faktor-faktor yang mempengaruhi proses pemungutan
pajak bumi dan bangunan, dan upaya yang dilakukan pemerintah kecamatan untuk
mendukung pelaksanaan pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan.
1.2.3 Rumusan Masalah
Mencermati uraian diatas,
maka penulis merumuskan masalah magang ini sebagai berikut :
1. Bagaimana
mekanisme pemungutan pajak bumi dan bangunan di Kecamatan Rumbai Pesisir ?
2. Faktor
penghambat dalam pelaksanaan pemungutan pajak bumi dan bangunan di Kecamatan Rumbai
Pesisir ?
3. Upaya
yang dilakukan oleh pemerintah Kecamatan Rumbai Pesisir untuk mendukung
pelaksanaan pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan di Kecamatan tersebut ?
1.3
Maksud
Dan Tujuan Magang
1.3.1
Maksud
Magang
Magang
yang akan dilakasanakan di Kecamatan Rumbai Pesisir Kota Pekanbaru Provinsi Riau
memiliki maksud untuk mengkaji, menganalisis, dan mengungkap secara jelas mengenai
pelaksanaan pemungutan pajak bumi dan bangunan di Kecamatan Rumbai Pesisir guna
menjawab pertanyaan dari rumusan masalah diatas.
1.3.2 Tujuan Magang
Berkaitan
dengan masalah diatas, tujuan dari dilaksanakannya magang ini adalah sebagai
berikut :
a. untuk
mengetahui mekanisme pemungutan pajak bumi dan bangunan di Kecamatan Rumbai
Pesisir;
b. untuk
mengetahui faktor penghambat dalam pelaksanaan pemungutan pajak bumi dan
bangunan di Kecamatan Rumbai Pesisir;
c.
untuk mengetahui upaya yang dilakukan oleh
pemerintah Kecamatan Rumbai Pesisir dalam mendukung pelaksanaan pemungutan
pajak bumi dan bangunan di kecamatan tersebut.
1.4
Kegunaan
Magang
1.4.1 Kegunaan Praktis Untuk Lokasi Magang
Kegunaan praktis untuk lokasi
magang dari penulisan ini adalah memberikan masukan dan sumbangan pemikiran
bagi pemerintah Kecamatan Rumbai Pesisir terkait dalam pelaksanaan pemungutan
pajak bumi dan bangunan di kecamatan tersebut, agar pelaksanaan pemungutan
pajak bumi dan bangunan di kecamatan tersebut dapat berjalan lebih baik serta
target yang ingin dicapai dapat terrealisasi, sehingga otonomi daerah yang
luas, nyata, dan bertanggungjawab berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku dapat terwujud.
1.4.2 Kegunaan Praktis Untuk Lembaga
Kegunaan
praktis untuk lembaga dari penelitian ini yaitu memberikan tambahan referensi
bagi lembaga terhadap peneliti yang akan mengambil topik yang sama, serta guna memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan Pendidikan
Diploma IV pada Institut Pemerintahan Dalam Negeri, dan juga sarana
berlatih bagi penulis selaku Praja Institut Pemerintahan Dalam Negeri sebagai
bekal untuk melaksanakan pengabdian di bidang pemerintahan.
1.5 Definisi konsep obyek
yang diamati dan dikaji
Adapun uraian definisi dari konsep yang diamati dan
dikaji oleh peneliti antara lain :
Berdasarkan Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang pajak daerah dan
retribusi daerah menjelaskan bahwa :
1. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan, yang selanjutnya
disebut PBB-P2, adalah pajak atas bumi dan/atau bangunan yang
dimiliki,dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan,
kecualikawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan,dan
pertambangan.
2. Subjek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah
orang pribadi atau Badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas Bumi
dan/atau memperoleh manfaat atas Bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau
memperoleh manfaat atas Bangunan.
3. Wajib Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah orang
pribadi atau Badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas Bumi dan/atau
memperoleh manfaat atas Bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh
manfaat atas Bangunan.
4. Besaran tarif PBB Perdesan
dan Perkotaan ditetapkan melalui Peraturan Daerah.
Pengertian
pemungutan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2010 tentang Tata Cara
Pemberian Dan Pemanfaatan Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari penghimpunan data objek dan subjek
pajak atau retribusi, penentuan besarnya pajak atau retribusi tertuang sampai
kegiatan penangihan pajak atau retribusi kepada wajib pajak atau wajib
retribusi serta pengawasan penyetorannya.
Pemungutan
Pajak adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari penghimpunan data objek dan
subjek Pajak, penentuan besarnya Pajak yang terutang sampai kegiatan penagihan
Pajak kepada Wajib Pajak serta pengawasan penyetorannya.
Menurut
Mardiasmo (2011:297) mengklasifikasikan Objek Pajak Bumi dan bangunan adalah
pengelompokkan bumi dan bangunan menurut nilai jualnya yang digunakan sebagai
pedoman serta untuk memudahkan penghitungan pajak yang terhutang.
Klasifikasi
bumi/tanah diperhatikan faktor-faktor :
1. Letak
2. Peruntukan
3. Pemanfaatan
4. Kondisi lingkungan dan lain-lain
Klasifikasi bangunan diperhatikan faktor-faktor sebagai
berikut :
1. Bahan
2. Rekayasa
3. Letak
4. Kondisi lingkungan dan lain-lain
Menurut
Mardiasmo (2011:311)
Asas
Pajak Bumi dan Bangunan:
1. Memberikan kemudahan dan kesederhanaan.
2. Adanya kepastian hukum.
3. Mudah dimengerti dan adil.
Pasal 98 Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang
Jenis Pajak Daerah yang Dipungut Berdasarkan Penetapan Kepala Daerah atau
Dibayar Sendiri oleh Wajib Pajak. Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut Pajak,
adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau
badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan
imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pajak Sebagai salah satu sumber penerimaan
negara, mempunyai dasar hukum yang kuat antara lain diatur dalam ketentuan pasal
23 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945.
No comments:
Post a Comment