BAB I
PENDAHULUAN
a. Latar belakang
Pamong
berasal dari bahasa Jawa yang kata dasarnya adalah among. Kata ini
serupa dengan momong yang artinya mengasuh, misalnya seperti kata
mengemong anak berarti mengasuh anak kecil. Kata momong, ngemong dan
mengasuh merupakan kata yang multidimensional. Sedangkan praja adalah Pegawai
Negeri Pangreh Praja atau Pegawai Pemerintahan. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia Pamong Praja berarti Pegawai Negeri yang mengurus pemerintahan
Negara.
Pamong
praja atau pangreh praja sebagaimana pengertian secara etimoligis tersebut di
atas mungkin masih relevan pada saat jaman kolonial dan awal kemerdekaan di
mana peran pemerintah masih sangat dominan, sistem pemerintahan yang sangat
sentralistik, serta paradigma pemerintahan yang menempatkan pemerintah
sebagai pusat kekuasasaan. Tapi ketika sistem pemerintahan berubah dan terjadi
pergeseran paradigma pemerintahan dari sentralistik ke desentralistik,
kewenangan untuk mengurus juga ada pada rakyat, rakyat lebih mandiri, maka
dengan kondisi ini tentunya pengertian pamong praja sebagaimana awal
berkembangnya sudah berbeda dengan kondisi saat ini, definsi pamong praja
sesuai dengan konteks dan jamannya perlu ditinjau ulang.
Yang
masuk kategori Korps Pamong Praja adalah mereka yang dididik secara khusus
untuk melayani masyarakat serta konsisten menjaga keutuhan bangsa dan negara,
dengan bidang keahliannya sebagai generalis yang mengkoordinasikan
cabang-cabang pemerintahan lainnya. Masuk dalam kategori ini adalah para Lurah,
Camat, Polisi Pamong Praja, Asisten Sekda, serta Sekretaris Daerah, ditambah
dengan SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) sebagai tindak lanjut dari PP Nomor
19 Tahun 2010.
Pamong
Praja telah memiliki kode etik (code of conduct) yang dinamakan Hasta Budi
Bhakti, yang artinya Delapan Nilai Pegangan Untuk Berbakti. Kode Etik ini
sebenarnya merupakan pegangan moral bagi siapapun yang masuk kategori Korps
Pamong Praja. Kode etik ini juga merupakan sebuah komitmen moral.
b. Rumusan masalah
1.
Apakah Eksistensi
Kepamongprajaan di Daerah Kalimantan Timur Masih berlaku?
2.
Apakah pamong praja
mampu mejadi agent of change dalam memnerantas kejahatan dan kemaksiatan tanpa
pandang bulu?
3.
Bagaimana
Pamong Praja ke depan ?
BAB II
PEMBAHASAN
1. Apakahan
Eksistensi Kepamongprajaan di Kalimantan Timur masih berlaku?
Hingga
saat ini, belum terlihat kepemimpinan di Indonesia yang mampu untuk
menyelesaikan permasalahan yang ada di Indonesia. Dari beragam krisis yang ada,
seperti krisis ekonomi, krisis politik, krisis sosial, krisis budaya hingga
krisis agama. Selain itu, Kepemimpinan di Indonesia juga belum ada yang bisa
untuk melepaskan persoalan kemiskinan, pengangguran, keterbelakangan, ketidak
adilan, kekerasan, hingga penyalah gunaan kekuasaan yang seakan-akan tidak mau
beranjak dari negri ini. Praktek KKN makin merajalela di negeri ini.
Saat
ini negara membutuhkan Kepemimpinan dari seorang pemimpin yang berani,tegas
adil, pandai, dan jujur untuk dapat menemukan solusi atas permasalahan yang
dialami oleh “Rakyat”. Bukan dari seorang pemimpin yang loyo dan hanya bisa
turut bersedih atas permasalahan yang di alami rakyat tetapi tidak bisa untuk
memberikan solusi.
Jika
kita ingin Indonesia bebas dari korupsi. Maka, teriakanlah perlawanan terhadap
korupsi, jadilah garda terdepan untuk memeranginya, matikan segala sistem buruk
yang memungkinkan hal busuk itu terjadi. Kita ingin Indonesia sejahtera? Maka
praja IPDN memiliki prinsip bersama kita bekerja keras, bekerja cerdas, kita
internalisasikan semangat ambeg paramartha yang tiap hari kita teriakan di
lapangan upacara. “berjanji untuk mengedepankan kepentingan Negara dan
masyarakat diatas kepentingan pribadi dan golongan”.
Kepemimpinan
pamong praja juga dituntut memiliki kapasitas unggulan memahami peran serta
fungsi strategis pamong praja. Pimpinan di birokrasi tidak hanya di tujukan
kepada sosok Gubernur, Bupati atau walikota, namun seluruh pejabat struktural
(terutama) dan masing masing pribadi pamong / aparatur / PNS sebagai pimpinan
di tupoksi nya masing masing. Mengapa Pimpinan Pamong Praja harus pemimpin yang
visioner sebab diasumsikan akan terjadi hal-hal seperti masyarakat akan semakin
maju, terdidik dan modern dengan ciri-ciri : lebih terbuka, kritis dan
demokratis, penghidupan masyarakat akan semakin tersegmentasi pada spesialisasi
fungsi yang semakin lama makin tajam, organisasi pemerintah akan lebih condong
berbentuk fungsional daripada berbentuk kerucut hierarkhial, akan terdapat
kesenjangan kualitas antara organisasi pemerintah ditingkat pusat dengan
tingkat daerah, masyarakat akan semakin menuntut pelayanan yang berkualitas
dari para penyelenggara Negara, kegiatan pemerintah akan lebih didasari oleh
pertimbangan ekonomis dari pada pertimbangan politis, dan keterbukaan pada sisi
lain justru akan memperkuat primordialisme.
2. Apakah pamong
praja mampu mejadi agent of change dalam memberantas kejahatan dan kemaksiatan
tanpa pandang bulu?
Mendidik
pamong praja melalui penanaman kekuasaan yang bersifat de jure semata (law
centris) tak menjawab dinamika perkembangan politik pemerintahan dewasa ini.
Faktanya, kaderisasi elit dalam masyarakat melalui instrument partai politik
maupun lembaga kemasyarakatan lainnya tampaknya mengalami kemacetan/kebuntuan
(stagnan), bahkan berjalan tanpa proses yang memadai.
Tingkat
legitimasi terhadap kepemimpinan politik pemerintahan mengalami degradasi baik
dari aspek legitimasi religi, elit maupun demokrasi. Hal ini ditandai oleh
susutnya kader partai dengan cara merekrut artis dan birokrat dalam sejumlah
kasus pemilihan anggota legislatif dan kepala daerah. Akibatnya, banyak lulusan
APDN, IIP, STPDN dan IPDN yang sekalipun muda namun di nilai masyarakat mampu
mengemban misi pemerintahan sebagai Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Ini
menunjukkan bahwa akseptabilitas moral masyarakat (legitimasi) terhadap alumni
mengalami perluasan tidak saja dalam konteks penegasan kekuasaan secara de
jure, tetapi juga de fakto.
Asumsi
ini di dukung oleh banyaknya pendaftaran kandidat Kepala Daerah dan Wakil
Kepala Daerah dalam 5 tahun terakhir yang berasal dari kalangan alumni
pendidikan Pamong Praja.
Dikatakan
bahwa pamong praja bisa sebagai solusi ke depan untuk memperbaiki tantanan
pemerintahan di Indonesia di tengah-tengah krisis kepemimpinan di negeri ini.
Itulah hakikat kenapa IPDN hingga saat ini tetap dipertahankan eksistensinya.
Gelontoran uang milyaran, hasil sumbangan pajak dari seluruh rakyat dari
berbagai lapisan, dititipkan dan diamanahkan kepada kita. Dengan harapan,
diesok hari nanti, pemuda-pemudi pilihan ini mampu melaksanakan dharma
bhaktinya untuk bumi pertiwi, mampu menjadi the real agent of change.
PAMONG PRAJA YANG AKAN DATANG
Merujuk
pada Peraturan Presiden Nomor 1
Tahun 2009 yang menyebutkan bahwa terdapat perguruan tinggi
kedinasan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi kepamongprajaan, ini
mengisyaratkan bahwa setidaknya dua hal, yang pertama bahwa ada institusi yang
dibentuk oleh Negara untuk menyiapkan pamong praja yang akan menjadi aparat
pemerintahan, dan yang kedua karena ada institusi pendidikan tinggi
kepamongprajaan yang akan menghasilkan lulusan yang akan ditugaskan
sebagai pelayanan masyarakat atau tugas-tugas kepamongprajaan yang dilaksanakan
oleh para pamong praja. Pamong praja adalah mereka yang menyelenggarakan
pelayanan pemerintahan pada organisasi peerintahan lini kewilayahan yang
dididik secara khusus yang meiliki kualifikasi kepemimpinan dan kemampuan
manajerial untuk melayani masyarakat serta konsisten menjaga keutuhan bangsa
dan negara, dengan bidang keahliannya sebagai generalis yang mengkoordinasikan
cabang-cabang pemerintahan lainnya.
Taliziduhu
Ndraha (2010), mencoba mengelaborasi dan merumuskan esensi
kepamongprajaan, bicara tentang kepamongprajaan, maka esensinya antara lain :
1) Entitas (nama suatu entitas), 2) Kualitas (perilaku yang terlihat dalam
ruang pemerintahan), 3 Nilai atau norma (kekatan yang mengikat), Fungsi
kbhinekaan dan ketunggalikaan), 4) Lembaga atau unitkerja, 5) Struktur
kepamongprajaan, 6) Profesi pemerintahan, 7) Pendidikan kepamongprajaan.
Sejalan
dengan pandangan Taliziduhu Ndaha di atas dan memperhatikan sejarah
dan perkembangan pamong praja atau kepamongprajaan di
Indonesia, maka penulis merumuskan setidaknya kepamongprajaan yang akan datang
dapat di pandang sebagai :
- Profesi , yakni merupakan pekerjaan yang memerlukan kompetensi tertentu, yakni qualified leadership dan managerial administratif, sehingga diperlukan pendidikan khusus pamong praja.
- Struktur dalam pemerintahan daerah, yakni level pemerintahan pada lini kewilayahan, seperti lurah/kades, camat, bupati/walikota dan gubernur (termasuk satuan kerja perangkat Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat) yang melaksanakan fungsi pemerintahan umum dalam hal pembinaan wilayah, koordinasi pemerintahan, pengawasan pemerintahan dan residual pemerintahan;
- Institusi Pendidikan, yakni pendidikan yang khusus menyelenggarakan proses belajar mengajar yang outputnya dipersiapkan untuk menjadi pamong praja.
- Perangkat nilai, yakni suatu rangkaian unit nilai-nilai yang menjadi enersi yang menguatkan semangat pengabdian aparat sebagai abdi Negara dan masyarakat sebagaimana dalam “Hasta Budhi Bhakti” sebagai pedoman atau guidance penyelenggara pemerintahan yang bersumber dari leluhur karena tumbuh dari tradisi pemerintahan yang pernah eksis;
- Instrumen keutuhan berbangsa, yakni keberadaan pamong praja tidak saja menjadi mesin birokrasi dalam pelayanan pemerintahan, tapi menjadi perekat Negara kesatuan Republik Indonesia;
BAB III
PENUTUP
a. Kesimpulan
Pemahaman
terhadap Pamong Praja yang mensyaratkan kualifikasi kepemimpinan dan kemampuan
managerial seperti dikemukakan Ndraha dalam Ismail (2010:8) cukup relevan dalam
pemaknaan kekuasaan de fakto dan de jure. Kekuasaan de fakto (kharismatik,
politis) dapat dikembangkan melalui pengembangan karakter kepemimpinan,
sedangkan kekuasaan de jure (legal-rasional,authority) dapat di desain melalui
pengembangan karakter managerial.
Oleh
karena kita percaya bahwa penumbuhan karakter kepemimpinan (leadership)
seyogyanya berhadapan dengan basis masyarakat terkecil hingga yang paling luas
guna mendorong tumbuhnya kekuasaan de fakto di atas kekuasaan de jure. Itulah
mengapa kita cenderung melarang alumni STPDN/IPDN setelah lulus menjadi ajudan
kepala daerah, sekalipun penting untuk menumbuhkan karakter managerial pada
waktunya. Tetapi dengan menempatkan alumni di level Desa, Kelurahan dan
Kecamatan sebagai entitas pemerintahan paling bawah, mereka relatif berhadapan
langsung dengan basis sosial yang dengan sendirinya dapat mengembangkan
karakter kepemimpinan secara de fakto, sekaligus mengasah karakter managerial
atas kekuasaan de jure.
Tingkat
legitimasi terhadap kepemimpinan politik pemerintahan mengalami degradasi baik
dari aspek legitimasi religi, elit maupun demokrasi. Hal ini ditandai oleh
susutnya kader partai dengan cara merekrut artis dan birokrat dalam sejumlah
kasus pemilihan anggota legislatif dan kepala daerah. Akibatnya, banyak lulusan
APDN, IIP, STPDN dan IPDN yang sekalipun muda namun di nilai masyarakat mampu
mengemban misi pemerintahan sebagai Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Ini
menunjukkan bahwa akseptabilitas moral masyarakat (legitimasi) terhadap alumni
mengalami perluasan tidak saja dalam konteks penegasan kekuasaan secara de
jure, tetapi juga de fakto.
b. Saran
Pendidikan
kepamongprajaan yang kita kenal bernama IPDN harus didukung sepenuhnya oleh
pemerintah pusat melalui Kementerian Dalam Negeri, karena IPDN bisa dan mampu
menjadi solusi dalam krisis kepemimpinan yang melanda Indonesia. Sistem
pendidikan IPDN yang mengenal sistem JARLATSUH akan membentuk karakter seorang
anak bangsa untuk menjadi pemimpin yang mampu menjawab permasalahan yang
multidimensi.
Masyarakat
juga harus bisa melupakan kekerasan yang pernah terjadi di IPDN.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Rosihan, 2008. Kenang-Kenangan
Pangreh Praja, Balai Pustaka, Jakarta .
Ilham, Muhammad, 2008.
Manajemen Strategis Peningkatan Mutu Pendidikan Kepamongprajaan, Indra
Prahasta, Bandung
Labolo, Muhadam, 2010.
Memahami Ilmu Pemerintahan, Rajawali Press, Jakarta,
Ndraha, Taliziduhu, 2005.
Kybernologi, Jilid 1-2, Rineka Cipta, Jakarta
………………………….,2010.
Nilai-Nilai Kepamongprajaan, Credencia, Jakarta
M Giroth, Lexie, 2004.
Edukasi dan Profesi Pamong Praja, STPDN Press, Bandung
…………………….., 2009. Status dan
Peran Pendidikan Pamong Praja Indonesia, Indra Prahasta, Bandung
Pamudji, 1985. Kepemimpinan
Pemerintahan di Indonesia, Bina Aksara, Jakarta.
Suratno, Pardi, 2009. Sang Pemimpin Menurut Astabhrata, Jakarta
Suratno, Pardi, 2009. Sang Pemimpin Menurut Astabhrata, Jakarta
Suryaninggrat, Bayu, 1980.
Pamong Praja dan Kepala Wilayah, Aksara Baru, Bandung
Tjokrowinoto, Meljarto,
2010. Birokrasi dalam Polemik, Pustaka Pelajar Unismuh, Malang
Varma, 2008. Politik Modern,
Rajawali, Jakarta
No comments:
Post a Comment