Friday, October 17, 2014

MAKALAH Eksistensi Kepamongprajaan di Daerah Kalimantan Timur



BAB I
PENDAHULUAN

a.     Latar belakang
Pamong berasal dari bahasa Jawa yang kata dasarnya adalah among. Kata ini serupa dengan momong yang artinya mengasuh, misalnya seperti kata mengemong anak berarti mengasuh anak kecil. Kata momong, ngemong dan mengasuh merupakan kata yang multidimensional. Sedangkan praja adalah Pegawai Negeri Pangreh Praja atau Pegawai Pemerintahan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Pamong Praja berarti Pegawai Negeri yang mengurus pemerintahan Negara.
Pamong praja atau pangreh praja sebagaimana pengertian secara etimoligis tersebut di atas mungkin masih relevan pada saat jaman kolonial dan awal kemerdekaan di mana peran pemerintah masih sangat dominan, sistem pemerintahan yang sangat sentralistik, serta paradigma pemerintahan  yang menempatkan pemerintah sebagai pusat kekuasasaan. Tapi ketika sistem pemerintahan berubah dan terjadi pergeseran paradigma pemerintahan dari sentralistik ke desentralistik, kewenangan untuk mengurus juga ada pada rakyat, rakyat lebih mandiri, maka dengan kondisi ini tentunya pengertian pamong praja sebagaimana awal berkembangnya sudah berbeda dengan kondisi saat ini, definsi pamong praja sesuai dengan konteks dan jamannya perlu ditinjau ulang.
Yang masuk kategori Korps Pamong Praja adalah mereka yang dididik secara khusus untuk melayani masyarakat serta konsisten menjaga keutuhan bangsa dan negara, dengan bidang keahliannya sebagai generalis yang mengkoordinasikan cabang-cabang pemerintahan lainnya. Masuk dalam kategori ini adalah para Lurah, Camat, Polisi Pamong Praja, Asisten Sekda, serta Sekretaris Daerah, ditambah dengan SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) sebagai tindak lanjut dari PP Nomor 19 Tahun 2010.
Pamong Praja telah memiliki kode etik (code of conduct) yang dinamakan Hasta Budi Bhakti, yang artinya Delapan Nilai Pegangan Untuk Berbakti. Kode Etik ini sebenarnya merupakan pegangan moral bagi siapapun yang masuk kategori Korps Pamong Praja. Kode etik ini juga merupakan sebuah komitmen moral.

b.    Rumusan masalah
1.        Apakah Eksistensi Kepamongprajaan di Daerah Kalimantan Timur Masih berlaku?
2.        Apakah pamong praja mampu mejadi agent of change dalam memnerantas kejahatan dan kemaksiatan tanpa pandang bulu?
3.        Bagaimana Pamong Praja ke depan ?





BAB II
PEMBAHASAN

1.    Apakahan Eksistensi Kepamongprajaan di Kalimantan Timur masih berlaku?
Hingga saat ini, belum terlihat kepemimpinan di Indonesia yang mampu untuk menyelesaikan permasalahan yang ada di Indonesia. Dari beragam krisis yang ada, seperti krisis ekonomi, krisis politik, krisis sosial, krisis budaya hingga krisis agama. Selain itu, Kepemimpinan di Indonesia juga belum ada yang bisa untuk melepaskan persoalan kemiskinan, pengangguran, keterbelakangan, ketidak adilan, kekerasan, hingga penyalah gunaan kekuasaan yang seakan-akan tidak mau beranjak dari negri ini. Praktek KKN makin merajalela di negeri ini.
Saat ini negara membutuhkan Kepemimpinan dari seorang pemimpin yang berani,tegas adil, pandai, dan jujur untuk dapat menemukan solusi atas permasalahan yang dialami oleh “Rakyat”. Bukan dari seorang pemimpin yang loyo dan hanya bisa turut bersedih atas permasalahan yang di alami rakyat tetapi tidak bisa untuk memberikan solusi.
Jika kita ingin Indonesia bebas dari korupsi. Maka, teriakanlah perlawanan terhadap korupsi, jadilah garda terdepan untuk memeranginya, matikan segala sistem buruk yang memungkinkan hal busuk itu terjadi. Kita ingin Indonesia sejahtera? Maka praja IPDN memiliki prinsip bersama kita bekerja keras, bekerja cerdas, kita internalisasikan semangat ambeg paramartha yang tiap hari kita teriakan di lapangan upacara. “berjanji untuk mengedepankan kepentingan Negara dan masyarakat diatas kepentingan pribadi dan golongan”.
Kepemimpinan pamong praja juga dituntut memiliki kapasitas unggulan memahami peran serta fungsi strategis pamong praja. Pimpinan di birokrasi tidak hanya di tujukan kepada sosok Gubernur, Bupati atau walikota, namun seluruh pejabat struktural (terutama) dan masing masing pribadi pamong / aparatur / PNS sebagai pimpinan di tupoksi nya masing masing. Mengapa Pimpinan Pamong Praja harus pemimpin yang visioner sebab diasumsikan akan terjadi hal-hal seperti masyarakat akan semakin maju, terdidik dan modern dengan ciri-ciri : lebih terbuka, kritis dan demokratis, penghidupan masyarakat akan semakin tersegmentasi pada spesialisasi fungsi yang semakin lama makin tajam, organisasi pemerintah akan lebih condong berbentuk fungsional daripada berbentuk kerucut hierarkhial, akan terdapat kesenjangan kualitas antara organisasi pemerintah ditingkat pusat dengan tingkat daerah, masyarakat akan semakin menuntut pelayanan yang berkualitas dari para penyelenggara Negara, kegiatan pemerintah akan lebih didasari oleh pertimbangan ekonomis dari pada pertimbangan politis, dan keterbukaan pada sisi lain justru akan memperkuat primordialisme.

2.  Apakah pamong praja mampu mejadi agent of change dalam memberantas kejahatan dan kemaksiatan tanpa pandang bulu?
Mendidik pamong praja melalui penanaman kekuasaan yang bersifat de jure semata (law centris) tak menjawab dinamika perkembangan politik pemerintahan dewasa ini. Faktanya, kaderisasi elit dalam masyarakat melalui instrument partai politik maupun lembaga kemasyarakatan lainnya tampaknya mengalami kemacetan/kebuntuan (stagnan), bahkan berjalan tanpa proses yang memadai.
 Tingkat legitimasi terhadap kepemimpinan politik pemerintahan mengalami degradasi baik dari aspek legitimasi religi, elit maupun demokrasi. Hal ini ditandai oleh susutnya kader partai dengan cara merekrut artis dan birokrat dalam sejumlah kasus pemilihan anggota legislatif dan kepala daerah. Akibatnya, banyak lulusan APDN, IIP, STPDN dan IPDN yang sekalipun muda namun di nilai masyarakat mampu mengemban misi pemerintahan sebagai Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Ini menunjukkan bahwa akseptabilitas moral masyarakat (legitimasi) terhadap alumni mengalami perluasan tidak saja dalam konteks penegasan kekuasaan secara de jure, tetapi juga de fakto.
Asumsi ini di dukung oleh banyaknya pendaftaran kandidat Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dalam 5 tahun terakhir yang berasal dari kalangan alumni pendidikan Pamong Praja.
Dikatakan bahwa pamong praja bisa sebagai solusi ke depan untuk memperbaiki tantanan pemerintahan di Indonesia di tengah-tengah krisis kepemimpinan di negeri ini. Itulah hakikat kenapa IPDN hingga saat ini tetap dipertahankan eksistensinya. Gelontoran uang milyaran, hasil sumbangan pajak dari seluruh rakyat dari berbagai lapisan, dititipkan dan diamanahkan kepada  kita. Dengan harapan, diesok hari nanti, pemuda-pemudi pilihan ini mampu melaksanakan dharma bhaktinya untuk bumi pertiwi, mampu menjadi the real agent of change.

PAMONG PRAJA YANG AKAN DATANG
Merujuk  pada   Peraturan   Presiden  Nomor  1  Tahun  2009  yang menyebutkan bahwa terdapat perguruan tinggi kedinasan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi kepamongprajaan, ini mengisyaratkan bahwa setidaknya dua hal, yang pertama bahwa ada institusi yang dibentuk oleh Negara untuk menyiapkan pamong praja yang akan menjadi aparat pemerintahan, dan  yang kedua karena ada institusi pendidikan tinggi kepamongprajaan  yang akan menghasilkan lulusan yang akan ditugaskan sebagai pelayanan masyarakat atau tugas-tugas kepamongprajaan yang dilaksanakan oleh para pamong praja. Pamong praja adalah mereka yang  menyelenggarakan pelayanan pemerintahan pada organisasi peerintahan lini kewilayahan yang dididik secara khusus yang meiliki kualifikasi kepemimpinan dan kemampuan manajerial untuk melayani masyarakat serta konsisten menjaga keutuhan bangsa dan negara, dengan bidang keahliannya sebagai generalis yang mengkoordinasikan cabang-cabang pemerintahan lainnya.
Taliziduhu Ndraha  (2010), mencoba  mengelaborasi dan merumuskan esensi kepamongprajaan, bicara tentang kepamongprajaan, maka esensinya antara lain : 1) Entitas (nama suatu entitas), 2) Kualitas (perilaku yang terlihat dalam ruang pemerintahan), 3 Nilai atau norma (kekatan yang mengikat), Fungsi kbhinekaan dan ketunggalikaan), 4) Lembaga atau unitkerja, 5) Struktur kepamongprajaan, 6) Profesi pemerintahan, 7) Pendidikan kepamongprajaan.
Sejalan dengan pandangan Taliziduhu Ndaha di atas dan memperhatikan sejarah  dan  perkembangan  pamong praja atau kepamongprajaan  di Indonesia, maka penulis merumuskan setidaknya kepamongprajaan yang akan datang dapat di pandang sebagai :
  1. Profesi , yakni merupakan pekerjaan yang memerlukan kompetensi tertentu, yakni qualified leadership dan managerial administratif, sehingga diperlukan pendidikan khusus pamong praja.
  2. Struktur dalam pemerintahan daerah, yakni level pemerintahan pada lini kewilayahan, seperti  lurah/kades, camat, bupati/walikota dan gubernur (termasuk satuan kerja perangkat Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat) yang melaksanakan  fungsi pemerintahan umum dalam hal pembinaan wilayah, koordinasi pemerintahan, pengawasan pemerintahan dan residual pemerintahan;
  3. Institusi Pendidikan, yakni pendidikan yang khusus menyelenggarakan proses belajar mengajar yang outputnya dipersiapkan untuk menjadi pamong praja.
  4. Perangkat nilai, yakni suatu rangkaian unit nilai-nilai yang menjadi enersi yang menguatkan semangat pengabdian aparat sebagai abdi Negara dan masyarakat sebagaimana dalam “Hasta Budhi Bhakti” sebagai pedoman atau guidance penyelenggara pemerintahan yang bersumber dari leluhur karena tumbuh dari tradisi pemerintahan yang pernah eksis;
  5. Instrumen keutuhan berbangsa, yakni keberadaan pamong praja tidak saja menjadi mesin birokrasi dalam pelayanan pemerintahan, tapi menjadi perekat Negara kesatuan Republik Indonesia;




BAB III
PENUTUP

a.     Kesimpulan
Pemahaman terhadap Pamong Praja yang mensyaratkan kualifikasi kepemimpinan dan kemampuan managerial seperti dikemukakan Ndraha dalam Ismail (2010:8) cukup relevan dalam pemaknaan kekuasaan de fakto dan de jure. Kekuasaan de fakto (kharismatik, politis) dapat dikembangkan melalui pengembangan karakter kepemimpinan, sedangkan kekuasaan de jure (legal-rasional,authority) dapat di desain melalui pengembangan karakter managerial.
Oleh karena kita percaya bahwa penumbuhan karakter kepemimpinan (leadership) seyogyanya berhadapan dengan basis masyarakat terkecil hingga yang paling luas guna mendorong tumbuhnya kekuasaan de fakto di atas kekuasaan de jure. Itulah mengapa kita cenderung melarang alumni STPDN/IPDN setelah lulus menjadi ajudan kepala daerah, sekalipun penting untuk menumbuhkan karakter managerial pada waktunya. Tetapi dengan menempatkan alumni di level Desa, Kelurahan dan Kecamatan sebagai entitas pemerintahan paling bawah, mereka relatif berhadapan langsung dengan basis sosial yang dengan sendirinya dapat mengembangkan karakter kepemimpinan secara de fakto, sekaligus mengasah karakter managerial atas kekuasaan de jure.
Tingkat legitimasi terhadap kepemimpinan politik pemerintahan mengalami degradasi baik dari aspek legitimasi religi, elit maupun demokrasi. Hal ini ditandai oleh susutnya kader partai dengan cara merekrut artis dan birokrat dalam sejumlah kasus pemilihan anggota legislatif dan kepala daerah. Akibatnya, banyak lulusan APDN, IIP, STPDN dan IPDN yang sekalipun muda namun di nilai masyarakat mampu mengemban misi pemerintahan sebagai Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Ini menunjukkan bahwa akseptabilitas moral masyarakat (legitimasi) terhadap alumni mengalami perluasan tidak saja dalam konteks penegasan kekuasaan secara de jure, tetapi juga de fakto.
b.    Saran
Pendidikan kepamongprajaan yang kita kenal bernama IPDN harus didukung sepenuhnya oleh pemerintah pusat melalui Kementerian Dalam Negeri, karena IPDN bisa dan mampu menjadi solusi dalam krisis kepemimpinan yang melanda Indonesia. Sistem pendidikan IPDN yang mengenal sistem JARLATSUH akan membentuk karakter seorang anak bangsa untuk menjadi pemimpin yang mampu menjawab permasalahan yang multidimensi.
Masyarakat juga harus bisa melupakan kekerasan yang pernah terjadi di IPDN.





DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Rosihan, 2008. Kenang-Kenangan Pangreh Praja, Balai Pustaka, Jakarta .
Ilham, Muhammad, 2008. Manajemen Strategis Peningkatan Mutu Pendidikan Kepamongprajaan, Indra Prahasta, Bandung
Labolo, Muhadam, 2010. Memahami Ilmu Pemerintahan, Rajawali Press, Jakarta,
Ndraha, Taliziduhu, 2005. Kybernologi, Jilid 1-2, Rineka Cipta, Jakarta
………………………….,2010. Nilai-Nilai Kepamongprajaan, Credencia, Jakarta
M Giroth, Lexie, 2004. Edukasi dan Profesi Pamong Praja, STPDN Press, Bandung
…………………….., 2009. Status dan Peran Pendidikan Pamong Praja Indonesia, Indra Prahasta, Bandung
Pamudji, 1985. Kepemimpinan Pemerintahan di Indonesia, Bina Aksara, Jakarta.
Suratno, Pardi, 2009. Sang Pemimpin Menurut Astabhrata, Jakarta
Suryaninggrat, Bayu, 1980. Pamong Praja dan Kepala Wilayah, Aksara Baru, Bandung
Tjokrowinoto, Meljarto, 2010. Birokrasi dalam Polemik, Pustaka Pelajar Unismuh, Malang
Varma, 2008. Politik Modern, Rajawali, Jakarta

No comments:

Post a Comment

buku bimbingan

                                                                                                                                            ...

082126189815

Name

Email *

Message *