BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Wacana
tentang Good Governance atau tata kelola pemerintahan yang baik telah menjadi
pembicaraan sehari-hari baik di kalangan akademisi maupun di kalangan para
praktisi. Jauh sebelum istilah tersebut dikenal di Indonesia istilah
pemerintahan yang amanah sebenarnya sudah diperkenalkan jauh sebelumnya.
Persoalannya bukan terletak pada ciri-ciri atau karakteristik yang melekat pada
istilah tersebut tetapi lebih pada perilaku para pemimpin selaku pemegang
otoritas pemerintahan beserta birokrasi pendukungnya.
Untuk
mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik diperlukan dua pendekatan yakni
pendekatan struktural yang mengarah pada perbaikan penyelenggaraan pemerintahan dan pendekatan
kultural yang mengarah pada perilaku para penyelenggara pemerintahan
sebagaimana yang dicirikan oleh tata kelola pemerintahan yang baik itu sendiri.
Desentralisasi
Politik (kewenangan) untuk mengurus rumah tangga daerah sendiri hanya akan
efektif jika disertai dengan Desentralisasi Fiskal (pemberian dana perimbangan
dan hak daerah untuk menarik Pendapatan Asli Daerah) sesuai dengan potensi yang
dimilikinya. Selanjutnya desentralisasi fiscal hanya akan dapat dimanfaatkan
dengan baik bila direncanakan, dilaksanakan, diawasi dan dipertanggungjawabkan
sendiri oleh ketiga pilar otonomi daerah yakni Kepala Daerah, DPRD, dan
masyarakat sesuai dengan mekanisme dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
B.
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang diambil dari
makalah ini adalah :
1. Bagaimana
Pengelolaan Keuangan di Daerah?
2. Bagaimana
Pengelolaan Belanja di Daerah?
3. Bagaimana
Sistem Pengendalian Keuangan ?
4. Bagaimana
Pengelolaan Aset/Barang Milik Daerah ?
C.
Tujuan
Tujuan dari dibuatnya makalah ini adalah
:
1. Untuk
Mengetahui Bagaimana Pengelolaan Keuangan di Daerah
2. Untuk
Mengetahui Bagaimana Pengelolaan Belanja di Daerah
3. Untuk
Mengetahui Bagaimana Sistem Pengendalian Keuangan
4. Untuk
Mengetahui Bagaimana Pengelolaan Aset/Barang Milik Daerah
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengelolaan Keuangan Daerah
1. Hikmah Dibalik Krisis Ekonomi
Era
reformasi saat ini memberikan peluang bagi perubahan cara-cara pandang terhadap
pembangunan nasional dari cara pandang yang berorientasi pada pemerataan
pembangunan secara lebih adil dan berimbang. Persoalan sebenarnya bukanlah
terletak pada kesalahan cara pandang, karena setiap zaman orang memiliki cara
pandangnya sendiri, tergantung kondisi objektif pada saat itu. Pertumbuhan
ekonomi penting, pemerataan pembangunan juga penting, sebab kalau ekonomi tidak
tumbuh lantas apa yang mau diratakan. Yang mesti jadi pegangan kita adalah
bahwa setiap pertumbuhan ekonomi berapapun besarnya harus berdampak pada
peningkatan kesejahteraan rakyat secara adil dan proporsional. Ketidakadilan
dalam pembagian kue pembangunan hanyalah akan melahirkan ketidakpercayaan
rakyat pada pemerintah, karena sesungguhnya legitimasi kekuasaan pemerintah itu
sangat ditentukan oleh keadilannya. Perubahan cara pandang ini antara lain
diwujudkan melalui kebijakan otonomi daerah dan perimbangan keuangan pusat dan
daerah yang diatur dalam satu paket undang-undang yaitu Undang-undang Nomor 22
Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang sudah diperbaharui dengan
Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 dan Undang-undang Nomor 25 tahun 1999 tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah yang sudah diperbaharui
pula dengan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004.
2. Desa Maju, Daerah Maju, Negara Maju
Reformasi
manajemen pemerintah daerah sangat penting dilakukan karena perubahan tidaklah
sekedar perubahan paradigm, namun juga perubahan pada segi manajemennya.
Berdasarkan pengamatan dan analisis pakar diperoleh kesimpulan bahwa,
sesungguhnya tuntutan yang mendesak dalam perluasan ekonomi ada tiga pokok
permasalahan. Pertama, Sharing of power; kedua, distribution of income; dan
ketiga, kemandirian sistem manajemen di daerah.
Dengan
otonomi, daerah dituntut untuk mencari alternative sumber pembiayaan
pembangunan tanpa mengurangi harapan terhadap bantuan dan bagian (sharing) dari
Pemerintah Pusat. Dengan kondisi seperti ini, peranan investasi swasta dan
perusahaan milik daerah sangat diharapkan sebagai pemacu utama perumbuhan dan
pembangunan ekonomi (enginee of growth).
3. Membangun Perekonomian dengan
Mengandalkan Potensi Daerah
Upaya
menghadapi dampak globalisasi perekonomian dunia dan liberalisasi perdagangan,
kiranya perlu disusun sistem ekonomi nasional yang memberi akses kepada
kemandirian perekonomian daerah yang kokoh dan tangguh. Membangun perekonomian
daerah membutuhkan visi, misi dan arah kebijakan yang jelas dan sejalan dengan
kebijakan perekonomian nasional.
Sebagaimana
dijelaskan dalam dokumen perencanaan bahwa, arah kebijakan pembangunan ekonomi
yang pokok adalah :
1) Mengembangkan
sistem ekonomi kerakyatan yang bertumpu pada mekanisme pasar yang berkeadilan
dengan prinsip persaingan sehat, kualitas hidup, pembangunan berwawasan
lingkungan dan berkelanjutan sehingga terjamin kesempatan yang sama dalam
berusaha dan bekerja, perlindungan hak-hak konsumen serta perlakuan yang adil
bagi seluruh masyarakat.
2) Mengembangkan
perekonomian yang berorientasi global sesuai
kemajuan teknologi dengan membangun keunggulan kompetitif berdasarkan
keunggulan komparatif sebagai Negara maritime dan Negara agraris
3) Penataan
BUMN/D
4) Renegosiasi
utang luar negeri
5) Rekapitulasi
sector perbankan
B.
Pengelolaan Belanja Daerah
Krisis
ekonomi yang terjadi pada tahun 1998 yang lalu telah berdampak pada berbagai
aktivitas kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Krisis ini tidak saja
berdampak bagi kehidupan social ekonomi masyarakat, tetapi juga berpengaruh
pada kehidupan aktivitas pemerintahan, baik pusat maupun daerah. Krisis ekonomi
telah menyebabkan terjadinya penurunan kapasitas fiscal daerah karena beberapa
sumber penerimaan daerah misalnya Pajak daerah dan Retribusi daerah cenderung
menurun. Di sisi lain, kebutuhan fiscal
daerah relative tetap bahkan untuk beberapa jenis pengeluaran yang
terkena pengaruh langsung kenaikan laju inflasi, justru cenderung meningkat.
Kedua kekuatan ini berdampak pada semakin besarnya kesenjangan fiscal yang
dihadapi daerah.
Dari
sudut pandang efektivitas, metode penentuan prioritas untuk tiap kegiatan
pemerintahan di daerah masih belum baik. Pemerintahan Daerah umumnya belum
melakukan identifikasi kegiatan mana yang benar-benar masuk skala prioritas
cenderung mengikuti kebijakan Pemerintah Pusat yang bersifat umum atau generic.
Padahal masing-masing daerah memiliki permasalahan yang berbeda-beda. Akibat
orientasi seperti ini, maka tuntuntan dan kebutuhan masyarakat setempat akan
cenderung terabaikan.
Kelemahan
utama dalam pengelolaan belanja yang bersifat rutin, adalah tidak adanya ukuran
kinerja yang dapat dijadikan acuan Pemerintah Daerah dalam proses perencanaan,
ratifikasi, implementasi dan evaluasi pengeluaran rutin daerah. Hal ini
berdampak pada kecenderungan kurangnya perhatian para pengambil keputusan
anggaran daerah terhadap konsep nilai uang. Selama ini, salah satu ukuran
kinerja yang ada adalah ukuran kinerja yang ditentukan dari Pemerintah Pusat,
yaitu aturan bahwa jumlah pengeluaran rutin yang tertera dalam anggaran daerah
adalah jumlah maksimal yang dapat dibelanjakan untuk setiap pengeluaran rutin.
Dengan aturan ini, kinerja pengeluaran rutin disebut baik apabila realisasinya
sesuai dengan target, yaitu semua dana pengeluaran rutin dihabiskan pada semua
anggaran yang bersangkutan.
C.
Sistem Pengendalian Keuangan Daerah
Setiap
organisasi termasuk juga organisasi Pemerintah Daerah memiliki tujuan yang
hendak dicapai. Untuk mencapai tujuan organisasi Pemerintah Daerah tersebut
diperlukan strategi yang dijabarkan dalam bentuk program-program atau
aktivitas. Oranisasi Pemerintah daerah memerlukan sistem pengendalian manajemen
untuk memberikan jaminan dilaksanakannya strategi organisasi secara efektif dan
efisien sehingga tujuan organisasi dapat dicapai. Pengendalian manajemen
meliputi beberapa aktivitas : 1. Perencanaan, 2. Koordinasi antar unit kerja
dalam organisasi, 3. Komunikasi informasi, 4. Pengambilan keputusan, 5.
Memotivasi orang-orang dalam organisasi agar berperilaku sesuai dengan tujuan
organisasi, 6. Pengendalian, dan 7 penilaian kinerja.
APBD
sebagai instrument untuk melaksanakan strategi organisasi harus dipersiapkan
sebaik-baiknya agar tidak terjadi bias atau penyimpangan. Setiap pusat pertanggungjawaban
adalah pihak yang paling kompetensi untuk menyiapkan anggaran karena merekalah
yang paling dekat dan berhubungan langsung dengan aktivitas pelayanan
masyarakat. Pusat pertanggungjawaban dapat berfungsi sebagai jembatan untuk
dilakukannya bottom up budgeting atau participative budgeting. Mengingat
pimpinan pusat pertanggungjawaban (kepala daerah) mengemban fungsi sebagai
budget holder, maka proses penyiapan dan
pengendalian anggaran (APBD) harus jadi fokus perhatian kepala daerah.
Sementara itu keberadaan tim anggaran eksekutif sangat perlu dalam membantu
kepala daerah untuk terciptanya anggaran yang efektif dan efisien.
Sistem
pengendalian manajemen harus didukung dengan struktur organisasi yang baik. Struktur
organisasi termanifestasi dalam bentuk struktur pusat pertanggungjawaban. Pusat
pertanggungjawaban adalah unit organisasi yang dipimpin oleh Pimpinan Unit
Kerja yang bertanggungjawab terhadap aktivitas pusat pertanggungjawaban yang
dipimpinnya. Suatu organisasi merupakan kumpulan dari berbagai pusat
pertanggungjawaban. Tujuan dibuatnya pusat-pusat pertanggungjawaban tersebut
adalah :
1. Sebagai
basis perencanaan, pengendalian, dan penilaian kinerja unit organisasi yang
dipimpinnya;
2. Untuk
memudahkan mencapai tujuan organisasi;
3. Memfasilitasi
terbentuknya goal congruence;
4. Mendelegasikan
tugas dan wewenang ke unit-unit yang memiliki kompetensi sehingga mengurangi
beban tugas manajer pusat (kepala daerah)
5. Mendorong
kreativitas dan daya inovasi bawahan;
6. Sebagai
alat untuk melaksanakan strategi organisasi secara efektif dan efisien; dan
7. Sebagai
alat pengendalian anggaran.
D.
Pengelolaan Aset/Barang Milik Daerah
Bertambahnya
urusan yang menjadi kewenangan daerah sebagai konsekuensi dari otonomi daerah
otomatis akan menimbulkan volume urusan terutama berkenaan dengan pengurusan atau pengelolaan asset atau
kekayaan daerah. Hal ini dapat dipahami mengingat dengan semakin banyaknya
kewenangan yang diserahkannya kepada daerah berarti akan terjadi pula arus uang
dari pusat ke daerah dalam bentuk dana perimbangan antara pusat dan daerah.
Untuk melaksanakan berbagai urusan yang menjadi kewenangan daerah tersebut
diperlukan sarana dan prasarana yang memadai agar urusan yang dilaksanakan
dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Apalagi dengan banyaknya kanwil atau
kandep yang dilikuidasi, karena urusannya sudah diserahkan kepada daerah
berarti akan bertambah pula pegawai daerah yang sebelumnya berstatus sebagai
pegawai pusat yang bekerja pada kanwil atau kandep. Dalam banyak hal pelimpahan
pegawai ini telah menimbulkan permasalahan tersendiri, terutama menyangkut
penempatan mereka dalam jabatan, karena jabatan yang tersedia di lingkungan
pemerintahan daerah relative terbatas, kendatipun pada saat yang bersamaan juga
terjadi penyerahan aset pemerintah pusat kepada daerah.
Terkait
dengan hal tersebut maka pemerintah daerah perlu menyiapkan instrument yang
tepat untuk melakukan pengelolaan/manajemen aset daerah secara professional,
transparan, akuntabel, efisien dan efektif mulai dari tahap perencanaan,
pendistribusian dan pemanfaatan serta pengawasannya.
Pengelolaan/manajemen
aset daerah meliputi beberapa tahap yaitu :perencanaan kebutuhan, penganggaran,
pengadaan, pendistribusian (termasuk penyimpanan), penggunaan, pemeliharaah dan
penghapusan. Setiap tahap, mulai dari perencanaan kebutuhan hingga penghapusan
aset daerah harus diketahui dan dipertanggungjawabkan kepada masyarakat melalui
DPRD.
Oleh
karena itu, aset daerah yang pada dasarnya merupakan bagian dari aset Negara
harus dikelola secara optimal dengan memperhatian prinsip efisiensi,
efektivitas, transparansi dan akuntabilitas.
Hal
lain yang tidak kalah pentingnya untuk diperhatikan dari ketiga fungsi yang
telah diuraikan di atas adalah berkenaan dengan upaya optimalisasi pengelolaan
aset daerah. Untuk itu diperlukan strategi yang tepat dalam pengelolaan aset
daerah. Sasaran strategis yang harus dicapai dalam kebijakan pengelolaan aset
daerah antara lain : (1) terwujudnya ketertiban administrasi mengenai kekayaan
daerah, baik menyangkut : inventarisasi tanah dan bangunan, sertifikasi
kekayaan daerah, penghapusan dan penjualan aset daerah, system pelaporan
kegiatan tukar menukar, hibah dan ruislag; (2) terciptanya efisiensi dan
efektivitas penggunaan aset daerah; (3) pengamanan aset daerah; dan (4)
tersedianya data/informasi yang akurat mengenai jumlah kekayaan daerah.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Wacana tentang Good
Governance atau tata kelola pemerintahan yang baik telah menjadi pembicaraan
sehari-hari baik di kalangan akademisi maupun di kalangan para praktisi. Jauh
sebelum istilah tersebut dikenal di Indonesia istilah pemerintahan yang amanah
sebenarnya sudah diperkenalkan jauh sebelumnya. Persoalannya bukan terletak
pada ciri-ciri atau karakteristik yang melekat pada istilah tersebut tetapi
lebih pada perilaku para pemimpin selaku pemegang otoritas pemerintahan beserta
birokrasi pendukungnya.
Untuk
mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik diperlukan dua pendekatan yakni
pendekatan struktural yang mengarah pada perbaikan penyelenggaraan pemerintahan dan pendekatan
kultural yang mengarah pada perilaku para penyelenggara pemerintahan
sebagaimana yang dicirikan oleh tata kelola pemerintahan yang baik itu sendiri.
Desentralisasi
Politik (kewenangan) untuk mengurus rumah tangga daerah sendiri hanya akan
efektif jika disertai dengan Desentralisasi Fiskal (pemberian dana perimbangan
dan hak daerah untuk menarik Pendapatan Asli Daerah) sesuai dengan potensi yang
dimilikinya. Selanjutnya desentralisasi fiscal hanya akan dapat dimanfaatkan
dengan baik bila direncanakan, dilaksanakan, diawasi dan dipertanggungjawabkan
sendiri oleh ketiga pilar otonomi daerah yakni Kepala Daerah, DPRD, dan
masyarakat sesuai dengan mekanisme dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Era reformasi saat
ini memberikan peluang bagi perubahan cara-cara pandang terhadap pembangunan
nasional dari cara pandang yang berorientasi pada pemerataan pembangunan secara
lebih adil dan berimbang. Persoalan sebenarnya bukanlah terletak pada kesalahan
cara pandang, karena setiap zaman orang memiliki cara pandangnya sendiri,
tergantung kondisi objektif pada saat itu. Pertumbuhan ekonomi penting,
pemerataan pembangunan juga penting, sebab kalau ekonomi tidak tumbuh lantas
apa yang mau diratakan. Yang mesti jadi pegangan kita adalah bahwa setiap
pertumbuhan ekonomi berapapun besarnya harus berdampak pada peningkatan
kesejahteraan rakyat secara adil dan proporsional. Ketidakadilan dalam
pembagian kue pembangunan hanyalah akan melahirkan ketidakpercayaan rakyat pada
pemerintah, karena sesungguhnya legitimasi kekuasaan pemerintah itu sangat
ditentukan oleh keadilannya. Perubahan cara pandang ini antara lain diwujudkan
melalui kebijakan otonomi daerah dan perimbangan keuangan pusat dan daerah yang
diatur dalam satu paket undang-undang yaitu Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999
tentang Pemerintahan Daerah yang sudah diperbaharui dengan Undang-undang Nomor
32 tahun 2004 dan Undang-undang Nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah yang sudah diperbaharui pula dengan
Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004.
DAFTAR
PUSTAKA
Deni Indrayana, 2007, Majalah Sabili
Mardiasmo, 2000, Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah, Andi, Yogyakarta.
____________. 2002, Akuntansi Sektor Publik, Andi, Yogyakarta.
Revrisond Baswir, 1999, Akuntansi Pemerintahan Indonesia, BPFE, Yogyakarta.
Nick Devas, dkk, 1987, Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia, Universitas Indonesia
Maskur Hamim, 2003, Model Masyarakat Madani, Inti Media
Gunawan Sumodiningrat, 1994, Ekonometrika Pengantar, BPFE,
Yogyakarta.
Gunawan Sumodiningrat, 1999, Pembangunan Ekonomi dan Pemberdayaan Rakyat,
BPFE, Yogyakarta.
Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;
Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;
Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 1971
tentang Penjualan Kendaraan Perorangan
Dinas
No comments:
Post a Comment