Monday, October 24, 2016

KEUANGAN DAERAH



BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
            Wacana tentang Good Governance atau tata kelola pemerintahan yang baik telah menjadi pembicaraan sehari-hari baik di kalangan akademisi maupun di kalangan para praktisi. Jauh sebelum istilah tersebut dikenal di Indonesia istilah pemerintahan yang amanah sebenarnya sudah diperkenalkan jauh sebelumnya. Persoalannya bukan terletak pada ciri-ciri atau karakteristik yang melekat pada istilah tersebut tetapi lebih pada perilaku para pemimpin selaku pemegang otoritas pemerintahan beserta birokrasi pendukungnya.
            Untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik diperlukan dua pendekatan yakni pendekatan struktural yang mengarah pada perbaikan  penyelenggaraan pemerintahan dan pendekatan kultural yang mengarah pada perilaku para penyelenggara pemerintahan sebagaimana yang dicirikan oleh tata kelola pemerintahan yang baik itu sendiri.
            Desentralisasi Politik (kewenangan) untuk mengurus rumah tangga daerah sendiri hanya akan efektif jika disertai dengan Desentralisasi Fiskal (pemberian dana perimbangan dan hak daerah untuk menarik Pendapatan Asli Daerah) sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Selanjutnya desentralisasi fiscal hanya akan dapat dimanfaatkan dengan baik bila direncanakan, dilaksanakan, diawasi dan dipertanggungjawabkan sendiri oleh ketiga pilar otonomi daerah yakni Kepala Daerah, DPRD, dan masyarakat sesuai dengan mekanisme dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.



B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang diambil dari makalah ini adalah :
1.    Bagaimana Pengelolaan Keuangan di Daerah?
2.    Bagaimana Pengelolaan Belanja di Daerah?
3.    Bagaimana Sistem Pengendalian Keuangan ?
4.    Bagaimana Pengelolaan Aset/Barang Milik Daerah ?

C. Tujuan
Tujuan dari dibuatnya makalah ini adalah :
1.    Untuk Mengetahui Bagaimana Pengelolaan Keuangan di Daerah
2.    Untuk Mengetahui Bagaimana Pengelolaan Belanja di Daerah
3.    Untuk Mengetahui Bagaimana Sistem Pengendalian Keuangan
4.    Untuk Mengetahui Bagaimana Pengelolaan Aset/Barang Milik Daerah
















BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengelolaan Keuangan Daerah
1. Hikmah Dibalik Krisis Ekonomi
            Era reformasi saat ini memberikan peluang bagi perubahan cara-cara pandang terhadap pembangunan nasional dari cara pandang yang berorientasi pada pemerataan pembangunan secara lebih adil dan berimbang. Persoalan sebenarnya bukanlah terletak pada kesalahan cara pandang, karena setiap zaman orang memiliki cara pandangnya sendiri, tergantung kondisi objektif pada saat itu. Pertumbuhan ekonomi penting, pemerataan pembangunan juga penting, sebab kalau ekonomi tidak tumbuh lantas apa yang mau diratakan. Yang mesti jadi pegangan kita adalah bahwa setiap pertumbuhan ekonomi berapapun besarnya harus berdampak pada peningkatan kesejahteraan rakyat secara adil dan proporsional. Ketidakadilan dalam pembagian kue pembangunan hanyalah akan melahirkan ketidakpercayaan rakyat pada pemerintah, karena sesungguhnya legitimasi kekuasaan pemerintah itu sangat ditentukan oleh keadilannya. Perubahan cara pandang ini antara lain diwujudkan melalui kebijakan otonomi daerah dan perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diatur dalam satu paket undang-undang yaitu Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang sudah diperbaharui dengan Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 dan Undang-undang Nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah yang sudah diperbaharui pula dengan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004.




2. Desa Maju, Daerah Maju, Negara Maju
            Reformasi manajemen pemerintah daerah sangat penting dilakukan karena perubahan tidaklah sekedar perubahan paradigm, namun juga perubahan pada segi manajemennya. Berdasarkan pengamatan dan analisis pakar diperoleh kesimpulan bahwa, sesungguhnya tuntutan yang mendesak dalam perluasan ekonomi ada tiga pokok permasalahan. Pertama, Sharing of power; kedua, distribution of income; dan ketiga, kemandirian sistem manajemen di daerah.
            Dengan otonomi, daerah dituntut untuk mencari alternative sumber pembiayaan pembangunan tanpa mengurangi harapan terhadap bantuan dan bagian (sharing) dari Pemerintah Pusat. Dengan kondisi seperti ini, peranan investasi swasta dan perusahaan milik daerah sangat diharapkan sebagai pemacu utama perumbuhan dan pembangunan ekonomi (enginee of growth).

3. Membangun Perekonomian dengan Mengandalkan Potensi Daerah
            Upaya menghadapi dampak globalisasi perekonomian dunia dan liberalisasi perdagangan, kiranya perlu disusun sistem ekonomi nasional yang memberi akses kepada kemandirian perekonomian daerah yang kokoh dan tangguh. Membangun perekonomian daerah membutuhkan visi, misi dan arah kebijakan yang jelas dan sejalan dengan kebijakan perekonomian nasional.
            Sebagaimana dijelaskan dalam dokumen perencanaan bahwa, arah kebijakan pembangunan ekonomi yang pokok adalah :
1)    Mengembangkan sistem ekonomi kerakyatan yang bertumpu pada mekanisme pasar yang berkeadilan dengan prinsip persaingan sehat, kualitas hidup, pembangunan berwawasan lingkungan dan berkelanjutan sehingga terjamin kesempatan yang sama dalam berusaha dan bekerja, perlindungan hak-hak konsumen serta perlakuan yang adil bagi seluruh masyarakat.
2)    Mengembangkan perekonomian yang berorientasi global sesuai  kemajuan teknologi dengan membangun keunggulan kompetitif berdasarkan keunggulan komparatif sebagai Negara maritime dan Negara agraris
3)    Penataan BUMN/D
4)    Renegosiasi utang luar negeri
5)    Rekapitulasi sector perbankan

B. Pengelolaan Belanja Daerah
            Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1998 yang lalu telah berdampak pada berbagai aktivitas kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Krisis ini tidak saja berdampak bagi kehidupan social ekonomi masyarakat, tetapi juga berpengaruh pada kehidupan aktivitas pemerintahan, baik pusat maupun daerah. Krisis ekonomi telah menyebabkan terjadinya penurunan kapasitas fiscal daerah karena beberapa sumber penerimaan daerah misalnya Pajak daerah dan Retribusi daerah cenderung menurun. Di sisi lain, kebutuhan fiscal  daerah relative tetap bahkan untuk beberapa jenis pengeluaran yang terkena pengaruh langsung kenaikan laju inflasi, justru cenderung meningkat. Kedua kekuatan ini berdampak pada semakin besarnya kesenjangan fiscal yang dihadapi daerah.
            Dari sudut pandang efektivitas, metode penentuan prioritas untuk tiap kegiatan pemerintahan di daerah masih belum baik. Pemerintahan Daerah umumnya belum melakukan identifikasi kegiatan mana yang benar-benar masuk skala prioritas cenderung mengikuti kebijakan Pemerintah Pusat yang bersifat umum atau generic. Padahal masing-masing daerah memiliki permasalahan yang berbeda-beda. Akibat orientasi seperti ini, maka tuntuntan dan kebutuhan masyarakat setempat akan cenderung terabaikan.
            Kelemahan utama dalam pengelolaan belanja yang bersifat rutin, adalah tidak adanya ukuran kinerja yang dapat dijadikan acuan Pemerintah Daerah dalam proses perencanaan, ratifikasi, implementasi dan evaluasi pengeluaran rutin daerah. Hal ini berdampak pada kecenderungan kurangnya perhatian para pengambil keputusan anggaran daerah terhadap konsep nilai uang. Selama ini, salah satu ukuran kinerja yang ada adalah ukuran kinerja yang ditentukan dari Pemerintah Pusat, yaitu aturan bahwa jumlah pengeluaran rutin yang tertera dalam anggaran daerah adalah jumlah maksimal yang dapat dibelanjakan untuk setiap pengeluaran rutin. Dengan aturan ini, kinerja pengeluaran rutin disebut baik apabila realisasinya sesuai dengan target, yaitu semua dana pengeluaran rutin dihabiskan pada semua anggaran yang bersangkutan.

C. Sistem Pengendalian Keuangan Daerah
            Setiap organisasi termasuk juga organisasi Pemerintah Daerah memiliki tujuan yang hendak dicapai. Untuk mencapai tujuan organisasi Pemerintah Daerah tersebut diperlukan strategi yang dijabarkan dalam bentuk program-program atau aktivitas. Oranisasi Pemerintah daerah memerlukan sistem pengendalian manajemen untuk memberikan jaminan dilaksanakannya strategi organisasi secara efektif dan efisien sehingga tujuan organisasi dapat dicapai. Pengendalian manajemen meliputi beberapa aktivitas : 1. Perencanaan, 2. Koordinasi antar unit kerja dalam organisasi, 3. Komunikasi informasi, 4. Pengambilan keputusan, 5. Memotivasi orang-orang dalam organisasi agar berperilaku sesuai dengan tujuan organisasi, 6. Pengendalian, dan 7 penilaian kinerja.
            APBD sebagai instrument untuk melaksanakan strategi organisasi harus dipersiapkan sebaik-baiknya agar tidak terjadi bias atau penyimpangan. Setiap pusat pertanggungjawaban adalah pihak yang paling kompetensi untuk menyiapkan anggaran karena merekalah yang paling dekat dan berhubungan langsung dengan aktivitas pelayanan masyarakat. Pusat pertanggungjawaban dapat berfungsi sebagai jembatan untuk dilakukannya bottom up budgeting atau participative budgeting. Mengingat pimpinan pusat pertanggungjawaban (kepala daerah) mengemban fungsi sebagai budget holder, maka proses penyiapan  dan pengendalian anggaran (APBD) harus jadi fokus perhatian kepala daerah. Sementara itu keberadaan tim anggaran eksekutif sangat perlu dalam membantu kepala daerah untuk terciptanya anggaran yang efektif dan efisien.
            Sistem pengendalian manajemen harus didukung dengan struktur organisasi yang baik. Struktur organisasi termanifestasi dalam bentuk struktur pusat pertanggungjawaban. Pusat pertanggungjawaban adalah unit organisasi yang dipimpin oleh Pimpinan Unit Kerja yang bertanggungjawab terhadap aktivitas pusat pertanggungjawaban yang dipimpinnya. Suatu organisasi merupakan kumpulan dari berbagai pusat pertanggungjawaban. Tujuan dibuatnya pusat-pusat pertanggungjawaban tersebut adalah :
1.    Sebagai basis perencanaan, pengendalian, dan penilaian kinerja unit organisasi yang dipimpinnya;
2.    Untuk memudahkan mencapai tujuan organisasi;
3.    Memfasilitasi terbentuknya goal congruence;
4.    Mendelegasikan tugas dan wewenang ke unit-unit yang memiliki kompetensi sehingga mengurangi beban tugas manajer pusat (kepala daerah)
5.    Mendorong kreativitas dan daya inovasi bawahan;
6.    Sebagai alat untuk melaksanakan strategi organisasi secara efektif dan efisien; dan
7.    Sebagai alat pengendalian anggaran.



D. Pengelolaan Aset/Barang Milik Daerah
            Bertambahnya urusan yang menjadi kewenangan daerah sebagai konsekuensi dari otonomi daerah otomatis akan menimbulkan volume urusan terutama berkenaan  dengan pengurusan atau pengelolaan asset atau kekayaan daerah. Hal ini dapat dipahami mengingat dengan semakin banyaknya kewenangan yang diserahkannya kepada daerah berarti akan terjadi pula arus uang dari pusat ke daerah dalam bentuk dana perimbangan antara pusat dan daerah. Untuk melaksanakan berbagai urusan yang menjadi kewenangan daerah tersebut diperlukan sarana dan prasarana yang memadai agar urusan yang dilaksanakan dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Apalagi dengan banyaknya kanwil atau kandep yang dilikuidasi, karena urusannya sudah diserahkan kepada daerah berarti akan bertambah pula pegawai daerah yang sebelumnya berstatus sebagai pegawai pusat yang bekerja pada kanwil atau kandep. Dalam banyak hal pelimpahan pegawai ini telah menimbulkan permasalahan tersendiri, terutama menyangkut penempatan mereka dalam jabatan, karena jabatan yang tersedia di lingkungan pemerintahan daerah relative terbatas, kendatipun pada saat yang bersamaan juga terjadi penyerahan aset pemerintah pusat kepada daerah.
            Terkait dengan hal tersebut maka pemerintah daerah perlu menyiapkan instrument yang tepat untuk melakukan pengelolaan/manajemen aset daerah secara professional, transparan, akuntabel, efisien dan efektif mulai dari tahap perencanaan, pendistribusian dan pemanfaatan serta pengawasannya.
            Pengelolaan/manajemen aset daerah meliputi beberapa tahap yaitu :perencanaan kebutuhan, penganggaran, pengadaan, pendistribusian (termasuk penyimpanan), penggunaan, pemeliharaah dan penghapusan. Setiap tahap, mulai dari perencanaan kebutuhan hingga penghapusan aset daerah harus diketahui dan dipertanggungjawabkan kepada masyarakat melalui DPRD.
            Oleh karena itu, aset daerah yang pada dasarnya merupakan bagian dari aset Negara harus dikelola secara optimal dengan memperhatian prinsip efisiensi, efektivitas, transparansi dan akuntabilitas.
            Hal lain yang tidak kalah pentingnya untuk diperhatikan dari ketiga fungsi yang telah diuraikan di atas adalah berkenaan dengan upaya optimalisasi pengelolaan aset daerah. Untuk itu diperlukan strategi yang tepat dalam pengelolaan aset daerah. Sasaran strategis yang harus dicapai dalam kebijakan pengelolaan aset daerah antara lain : (1) terwujudnya ketertiban administrasi mengenai kekayaan daerah, baik menyangkut : inventarisasi tanah dan bangunan, sertifikasi kekayaan daerah, penghapusan dan penjualan aset daerah, system pelaporan kegiatan tukar menukar, hibah dan ruislag; (2) terciptanya efisiensi dan efektivitas penggunaan aset daerah; (3) pengamanan aset daerah; dan (4) tersedianya data/informasi yang akurat mengenai jumlah kekayaan daerah.













BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Wacana tentang Good Governance atau tata kelola pemerintahan yang baik telah menjadi pembicaraan sehari-hari baik di kalangan akademisi maupun di kalangan para praktisi. Jauh sebelum istilah tersebut dikenal di Indonesia istilah pemerintahan yang amanah sebenarnya sudah diperkenalkan jauh sebelumnya. Persoalannya bukan terletak pada ciri-ciri atau karakteristik yang melekat pada istilah tersebut tetapi lebih pada perilaku para pemimpin selaku pemegang otoritas pemerintahan beserta birokrasi pendukungnya.
            Untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik diperlukan dua pendekatan yakni pendekatan struktural yang mengarah pada perbaikan  penyelenggaraan pemerintahan dan pendekatan kultural yang mengarah pada perilaku para penyelenggara pemerintahan sebagaimana yang dicirikan oleh tata kelola pemerintahan yang baik itu sendiri.
            Desentralisasi Politik (kewenangan) untuk mengurus rumah tangga daerah sendiri hanya akan efektif jika disertai dengan Desentralisasi Fiskal (pemberian dana perimbangan dan hak daerah untuk menarik Pendapatan Asli Daerah) sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Selanjutnya desentralisasi fiscal hanya akan dapat dimanfaatkan dengan baik bila direncanakan, dilaksanakan, diawasi dan dipertanggungjawabkan sendiri oleh ketiga pilar otonomi daerah yakni Kepala Daerah, DPRD, dan masyarakat sesuai dengan mekanisme dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Era reformasi saat ini memberikan peluang bagi perubahan cara-cara pandang terhadap pembangunan nasional dari cara pandang yang berorientasi pada pemerataan pembangunan secara lebih adil dan berimbang. Persoalan sebenarnya bukanlah terletak pada kesalahan cara pandang, karena setiap zaman orang memiliki cara pandangnya sendiri, tergantung kondisi objektif pada saat itu. Pertumbuhan ekonomi penting, pemerataan pembangunan juga penting, sebab kalau ekonomi tidak tumbuh lantas apa yang mau diratakan. Yang mesti jadi pegangan kita adalah bahwa setiap pertumbuhan ekonomi berapapun besarnya harus berdampak pada peningkatan kesejahteraan rakyat secara adil dan proporsional. Ketidakadilan dalam pembagian kue pembangunan hanyalah akan melahirkan ketidakpercayaan rakyat pada pemerintah, karena sesungguhnya legitimasi kekuasaan pemerintah itu sangat ditentukan oleh keadilannya. Perubahan cara pandang ini antara lain diwujudkan melalui kebijakan otonomi daerah dan perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diatur dalam satu paket undang-undang yaitu Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang sudah diperbaharui dengan Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 dan Undang-undang Nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah yang sudah diperbaharui pula dengan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004.












DAFTAR PUSTAKA

Deni Indrayana, 2007, Majalah Sabili
Mardiasmo, 2000, Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah, Andi, Yogyakarta.
____________. 2002, Akuntansi Sektor Publik, Andi, Yogyakarta.
Revrisond Baswir, 1999, Akuntansi Pemerintahan Indonesia, BPFE, Yogyakarta.
Nick Devas, dkk, 1987, Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia, Universitas Indonesia
Maskur Hamim, 2003, Model Masyarakat Madani, Inti Media
Gunawan Sumodiningrat, 1994, Ekonometrika Pengantar, BPFE, Yogyakarta.
Gunawan Sumodiningrat, 1999, Pembangunan Ekonomi dan Pemberdayaan Rakyat, BPFE, Yogyakarta.
Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;
Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;
Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 1971 tentang Penjualan Kendaraan Perorangan Dinas



No comments:

Post a Comment

KEPEMIMPINAN PEMERINTAHAN DAN KEPAMONGPRAJAAN

  JUDUL BUKU “KEPEMIMPINAN PEMERINTAHAN DAN KEPAMONGPRAJAAN” TUGAS RESUME   Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah ...

082126189815

Name

Email *

Message *