BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah
Partisipasi politik merupakan
kehendak sukarela masyarakat baik individu maupun kelompok dalam mewujudkan
kepentingan umum. Sebagaimana dikemukakan oleh ‘Herbert Miclosky” (1991:9)
bahwa partisipasi politik adalah kegiatan-kegiatan sukarela dari warga
masyarakat melalui dimana mereka mengambil bagian dalam proses pemulihan
penguasa, dan secara langsung atau tidak langsung, dalam proses pembentukan
kebijakan umum. Dalam hal ini setiap sikap dan perilaku politik individu
seyogyanya mendasari pada kehendak hati nurani secara suka rela dalam konstest
kehidupan politik.
Partisipasi politik amat urgen dalam
kontes dinamika perpolitikan di suatu masyarakat. Sebab dengan partisipasi
politik dari setiap individu maupun kelompok masyarakat maka niscaya terwujud
segala yang menyangkut kebutuhan warga masyarakat secara universal. Sehingga
demikian, keikutsertaan individu dalam masyarakat merupakan faktor yang sangat
penting dalam mewujudkan kepentingan umum. Dan paling ditekankan dalam hal ini
terutama sikap dan perilaku masyarakat dalam kegiatan politik yang ada. Dalam
artian setiap individu harus menyadari peranan mereka dalam mendirikan kontribusi
sebagai insan politik. Dalam hal ini peranan meliputi pemberian suara, kegiatan
menghadiri kampanye serta aksi demonstrasi. Namun kegiatan-kegiatan sudah
barang tentu harus dibarengi rasa sukarela sebagai kehendak spontanitas
individu maupun kelompok masyarakat dalam partisipasi politik. Dengan
kegiatan-kegiatan politik ini pula, intensitas daripada tingkat partisipasi
politik warga masyarakat dapat termanifestasi. Oleh karena itu, sikap dan
perilaku warga masyarakat dalam kegiatan politik berupa pemberian suara dan
kegiatan kampanye dalam pemilihan kepala daerah merupakan parameter dalam
mengetahui tingkat kesadaran partisipasi politik warga masyarakat.
Paling tidak warga masyarakat ikut
terlibat dalam kegiatan-kegiatan politik sekaligus mengambil bagian untuk
mempengaruhi pemerintah dalam keputusan politik. Pemilihan kepala daerah
sebagai wahana menyalurkan segala aspirasi masyarakt melalui suksesi dalam
pemilihan kepala daerah, peran warga masyarakat terutama dalam mempengaruhi
keputusan politik sangat prioritas. Dengan adanya pemilihan kepala daerah
setiap individu maupun kelompok masyarakat dapat memanifestasikan kehendak
mereka secara sukarela, tanpa pengaruh dari siapapun. Dalam hal ini setiap
anggota masyarakat secara langsung dapat memberikan suara dalam pemilihan serta
aktif dalam menghadiri kegiatan-kegiatan politiknya, seperti kampanye.
Namun keaktifan anggota masyarakat
baik dalam memberikan suara maupun kegiatan kampanye tentu harus didorong oleh
sikap orientasi yang begitu tinggi. Dan disamping itu pula kesadaran dan
motivasi warga masyarakat dalam kegiatan politik sebagaimana di kemukakan tadi
sangat penting untuk menopang tingkat partisipasi politik terhadap pemilihan
kepala daerah. Karena dengan adanya sikap antusias dari warga masyarakat dalam
partisipasi politik tentu membawa pada konsekuensi pada tatanan politik yang
stabil. Oleh karena kesadaran dan pemahaman politik merupakan penunjang dalam
mewujudkan stabilitas politik masyarakat dengan kesadaran dan pemahaman politik
pula setiap sikap dan perilaku masyarakat secara partisipasi dapat terwujud
sebagaimana mestinya.
Namun demikian sikap dan perilaku
anggota masyarakat dalam partisipasi politik kadang kala mengarah pada sikap
apatis, sinisme, dan arogan sehingga yang demikian ini mempengaruhi partisipasi
mereka dalam pemilihan kepala daerah. Yang akhirnya mereka enggan memberikan
suara dalam pemilihan dan juga tidak menghadiri kegiatan-kegiatan politik
(kampanye). Fenomena-fenomena ini selalu muncul dimana-mana lebih-lebih lagi dalam
pelaksanaan pemilihan kepala daerah.
B. Rumusan
Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah
dari makalah ini adalah:
1.
Apakah yang dimaksud dengan
partisispasi politik?
2.
Apa saja bentuk-bentuk dari
partisispasi politik?
3.
Apakah landasan dari partisipasi
politik?
C. Tujuan Masalah
Tujuan dari masalah yaitu untuk
mengetahui dan memahami dan bisa kita implementasi kan apa yang dinamkan dengan
partisipasi politik, bentuk-bentuk partisipasi politik serta landasan
partisipasi politik.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Partisipasi Politik
Partisipasi
politik secara
harafiah berarti keikutsertaan, dalam konteks politik hal ini mengacu pada pada
keikutsertaan warga dalam berbagai proses politik. Partisipasi politik adalah
keterlibatan warga dalam segala tahapan kebijakan, mulai dari sejak pembuatan
keputusan sampai dengan penilaian keputusan, termasuk juga peluang untuk ikut
serta dalam pelaksanaan keputusan. Sebagai defenisi umum dapat dikatakan bahwa
partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau kelompok orang untuk ikut
serta secara aktif dalam kehidupan politik, yaitu dengan cara memilih pimpinan
dan secara langsung dan secara tidak langsung mempengaruhi kebijakan pemerintah
(public policy). Kegiatan ini mencakup tindakan seperti memberikan suara dalam
pemilihan umum atau kepala daerah, menghadiri kegiatan (kampanye), mengadakan
hubungan (contakting) dengan pejabat pemerintah, atau anggota parlement dan
sebagainya.
Herbert Meclosky (1994:3),
berpendapat bahwa partisipasi politik adalah kegiatan-kegiatan suka rela dari
warga masyarakat melalui mana mereka mengambil bagian dalam proses pemilihan
penguasa, dan secara langsung dalam proses pembentukan kebijakan umum.
Berdasarkan defenisi ini, partisipasi warga masyarakat menekankan pada
keikutsertaan individu maupun kelompok masyarakat untuk melakukan kegiatan
politik secara aktif.
Dimana setiap anggota masyarakat, seyogyanya
memberikan suara dalam pemilihan kepala daerah. Dan juga dijelaskan bahwa
kegiatan sukarela adalah dimana dalam pelaksanaan pemberian suara dalam
pemilihan tanpa pengaruh paksaan dari siapapun.
“Norman H. Nie (2002:9), dan Sidney Verba” partisipasi politik adalah kegiatan pribadi warga negara yang loyal sedikit banyak langsung bertujuan untuk mempengaruhi seleksi pejabat-pejabat negara/tindakan-tindakan diambil oleh mereka, yang teropong terutama adalah “tindakan-tindakan yang bertujuan mempengaruhi keputusan-keputusan pemerintah” yaitu usaha-usaha untuk mempengaruhi alokasi nilai secara otoritatif untuk masyarakat.
“Norman H. Nie (2002:9), dan Sidney Verba” partisipasi politik adalah kegiatan pribadi warga negara yang loyal sedikit banyak langsung bertujuan untuk mempengaruhi seleksi pejabat-pejabat negara/tindakan-tindakan diambil oleh mereka, yang teropong terutama adalah “tindakan-tindakan yang bertujuan mempengaruhi keputusan-keputusan pemerintah” yaitu usaha-usaha untuk mempengaruhi alokasi nilai secara otoritatif untuk masyarakat.
Dari uraian-uraian tersebut dapat
disimpulkan bahwa partisipasi warga masyarakat, tindakan yang dilakukan demi
mencapai kepentingan umum, yang berdasarkan pada nilai-nilai yang legal. Dalam
hal ini partisipasi politik lebih menekankan pada beberapa hal yaitu:
·
Sikap warga masyarakat terhadap
pemimpin
·
Kerjasama antara anggota masyarakat
dengan pemimpin dalam mempengaruhi keputusan politik
·
Perilaku warga masyarakat dalam
kegiatan politik harus didorong oleh nilai-nilai ideal.
·
Keikutsertaan warga masyarakat
memberikan hal suara dalam pemilihan suka rela.
Gabriel Almond (2004:26),
berpendapat bahwa yang dinamakan partisipasi politik hanya terbatas pada
kegiatan sukarela saja yaitu: kegiatan yang dilakukan tanpa paksan atau tekanan
dari siapapun. Milbiath (2001:143), menjelaskan partisipasi sebagai
dimensi utama stratifikasi sosial.. dia membagi partisipasi politik menjadi
empat bagian yaitu:
ü Pemimpin
Politik
Pemimpin
politik adalah pemegang kekuasaan yang memiliki legitimasi secara abash dari
warga masyarakat. Pemimpin politik ini selalu memberikan perlindungan terhadap
masyarakat sebagai objek kekuasaan.
ü Aktivis
Politik
Aktivis
politik adalah orang-orang yang selalu menghadiri setiap kegiatan politik.
ü Komunikator
Komunikator
adalah orang yang menerima dan menyampaikan ide, sikap dan informasi politik
lainnya kepada orang lain.
ü Warga Negara
Warga negara
adalah semua individu maupun kelompok yang turun serta dalam agenda politik.
Partisipasi politik dapat pula
dikategorikan berdasarkan jumlah pelaku, yakni individual dan kolektif.
Maksudnya, seseorang yang ikut memberikan keputusan politik lewat kegiatan
politik. Sebaliknya partisipasi secara kolektif tentu menyangkut kegiatan warga
negara secara serentak untuk mempengaruhi penguasa seperti dalam proses
pemilihan.
Selanjutnya ada beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku politik individu. Menurut model ini terdapat empat faktor yang mempengaruhi perilaku politik seseorang actor politik. Pertama, lingkungan sosial tak langsung,seperti sistem politik, sistem ekonomi, budaya, dan media massa. Kedua, lingkungan sosial politik yang mempengaruhi dan membentuk kepribadian actor, seperti keluarga, agama, sekolah, dan kelompok pergaulan. Ketiga, struktur kepribadian yang tercermin dalam sikap individu. Keempat, faktor lingkungan sosial politik langsung berupa situasi yaitu keadaan yang mempengaruhi actor secara langsung ketika hendak melakukan suatu kegiatan seperti kehadiran orang lain, suasana kelompok, dan ancaman dengan segala bentuknya.
Selanjutnya ada beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku politik individu. Menurut model ini terdapat empat faktor yang mempengaruhi perilaku politik seseorang actor politik. Pertama, lingkungan sosial tak langsung,seperti sistem politik, sistem ekonomi, budaya, dan media massa. Kedua, lingkungan sosial politik yang mempengaruhi dan membentuk kepribadian actor, seperti keluarga, agama, sekolah, dan kelompok pergaulan. Ketiga, struktur kepribadian yang tercermin dalam sikap individu. Keempat, faktor lingkungan sosial politik langsung berupa situasi yaitu keadaan yang mempengaruhi actor secara langsung ketika hendak melakukan suatu kegiatan seperti kehadiran orang lain, suasana kelompok, dan ancaman dengan segala bentuknya.
Faktor lingkungan sosial politik tak
langsung mempengaruhi lingkungan sosial politik yang berupa sosialisasi,
interalisasi dan politisas. Selain itu mempengaruhi juga sosial politik
langsung berupa situasi. Faktor lingkungan yang akan mempengaruhi secara
langsung oleh satu dari kedua faktor yang mencakup struktur kepribadian atau
sikapnya terhadap objek kebijakan.
B.
Bentuk Partisispasi Politik
Jika mode partisipasi politik
bersumber pada faktor “kebiasaan” partisipasi politik di suatu zaman, maka
bentuk partisipasi politik mengacu pada wujud nyata kegiatan politik tersebut.
Samuel P. Huntington dan Joan Nelson membagi bentuk-bentuk partisipasi politik
menjadi :
- Kegiatan Pemilihan – yaitu kegiatan pemberian suara dalam pemilihan umum, mencari dana partai, menjadi tim sukses, mencari dukungan bagi calon legislatif atau eksekutif, atau tindakan lain yang berusaha mempengaruhi hasil pemilu;
- Lobby – yaitu upaya perorangan atau kelompok menghubungi pimpinan politik dengan maksud mempengaruhi keputusan mereka tentang suatu isu;
- Kegiatan Organisasi – yaitu partisipasi individu ke dalam organisasi, baik selaku anggota maupun pemimpinnya, guna mempengaruhi pengambilan keputusan oleh pemerintah;
- Contacting – yaitu upaya individu atau kelompok dalam membangun jaringan dengan pejabat-pejabat pemerintah guna mempengaruhi keputusan mereka, dan
- Tindakan Kekerasan (violence) – yaitu tindakan individu atau kelompok guna mempengaruhi keputusan pemerintah dengan cara menciptakan kerugian fisik manusia atau harta benda, termasuk di sini adalah huru-hara, teror, kudeta, pembutuhan politik (assassination), revolusi dan pemberontakan.
Kelima bentuk partisipasi politik
menurut Huntington dan Nelson telah menjadi bentuk klasik dalam studi
partisipasi politik. Keduanya tidak membedakan apakah tindakan individu atau
kelompok di tiap bentuk partisipasi politik legal atau ilegal. Sebab itu,
penyuapan, ancaman, pemerasan, dan sejenisnya di tiap bentuk partisipasi
politik adalah masuk ke dalam kajian ini.
Klasifikasi bentuk partisipasi
politik Huntington dan Nelson relatif lengkap. Hampir setiap fenomena bentuk partisipasi
politik kontemporer dapat dimasukkan ke dalam klasifikasi mereka. Namun,
Huntington dan Nelson tidak memasukkan bentuk-bentuk partisipasi politik
seperti kegiatan diskusi politik, menikmati berita politik, atau lainnya yang
berlangsung di dalam skala subyektif individu.
C.
Landasan Partisipasi Politik
Landasan partisipasi politik adalah
asal-usul individu atau kelompok yang melakukan kegiatan partisipasi politik.
Huntington dan Nelson membagi landasan partisipasi politik ini menjadi :
- kelas – individu-individu dengan status sosial, pendapatan, dan pekerjaan yang serupa.
- kelompok atau komunal – individu-individu dengan asal-usul ras, agama, bahasa, atau etnis yang serupa.
- lingkungan – individu-individu yang jarak tempat tinggal (domisilinya) berdekatan.
- partai – individu-individu yang mengidentifikasi diri dengan organisasi formal yang sama yang berusaha untuk meraih atau mempertahankan kontrol atas bidang-bidang eksekutif dan legislatif pemerintahan, dan
- golongan atau faksi – individu-individu yang dipersatukan oleh interaksi yang terus menerus antara satu sama lain, yang akhirnya membentuk hubungan patron-client, yang berlaku atas orang-orang dengan tingkat status sosial, pendidikan, dan ekonomi yang tidak sederajat.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Uraian yang dikemukakan tersebut
dapat melahirkan suatu kesimpulan bahwa pemahaman nilai-nilai politik dalam
masyarakat merupakan hal yang urgen dalam mewujudan intensitas partisipasi
politik warga masyarakat secara sukarela dan eksis dalam kegiatan-kegiatan
politik.
Partisipasi politik adalah aktivitas
warganegara yang bertujuan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan politik.
Partisipasi politik dilakukan orang dalam posisinya sebagai warganegara, bukan
politikus ataupun pegawai negeri. Sifat partisipasi politik ini adalah
sukarela, bukan dimobilisasi oleh negara ataupun partai yang berkuasa.
Ruang bagi partisipasi politik
adalah sistem politik. Sistem politik memiliki pengaruh untuk menuai perbedaan
dalam pola partisipasi politik warganegaranya. Pola partisipasi politik di
negara dengan sistem politik Demokrasi Liberal tentu berbeda dengan di negara
dengan sistem Komunis atau Otoritarian. Bahkan, di negara-negara dengan sistem
politik Demokrasi Liberal juga terdapat perbedaan, seperti yang ditunjukkan
Oscar Garcia Luengo, dalam penelitiannya mengenai E-Activism: New Media and
Political Participation in Europe. Warganegara di negara-negara Eropa Utara
(Swedia, Swiss, Denmark) cenderung lebih tinggi tingkat partisipasi politiknya
ketimbang negara-negara Eropa bagian selatan (Spanyol, Italia, Portugal, dan
Yunani).
Adapun bentuk-bentuk partisipasi
politik yaitu Kegiatan Pemilihan, Lobby, Kegiatan Organisasi, Contacting dan
Tindakan Kekerasan (violence).
B.
Saran
Saran penulis adalah sebagai
masyarakat yang baik dan bertanggung jawab, maka kita harus berpartisipasi
dalam pembuatan keputusan atau kebijakan karena hal tersebut menyangkut
kehidupan kita dalam berbangsa dan bernegara.
No comments:
Post a Comment