Monday, October 24, 2016

PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL DI INDONESIA



MAKALAH
PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL DI INDONESIA





Disusun oleh :
KELOMPOK III

1.    R. GALLY YUWANDA
2.    REYNALDO ADRIANO WODHA RASSY
3.    REZA HANAFI AL ROZIQ
4.    RIZAN RAHIM
5.    RUSTANDI GANDASURI
6.    TIO SAPUTRA
7.    TULUS RISWANTO SIAGIAN
8.    WA ODE MAHARANI IDRIS
9.    WIENY MANUELA YAKOBA THESYA
10. WIRANTI DAIPAHA

INSTITUT PEMERINTAHAN DALAM NEGERI
JATINANGOR
2016
PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL DI INDONESIA

1.     Pengertian Pembangunan Daerah Tertinggal
( Reynaldo Adriano Wodha Arassy )

Pembangunan daerah tertinggal merupakan upaya terencana untuk mengubah suatu daerah yang dihuni oleh komunitas dengan berbagai permasalahan sosial ekonomi dan keterbatasan fisik, menjadi daerah yang maju dengan komunitas yang kualitas hidupnya sama atau tidak jauh tertinggal dibandingkan dengan masyarakat Indonesia lainnya. Pembangunan daerah tertinggal ini berbeda dengan penanggulangan kemiskinan dalam hal cakupan pembangunannya.
Pembangunan daerah tertinggal tidak hanya meliputi aspek ekonomi, tetapi juga aspek sosial, budaya, dan keamanan (bahkan menyangkut hubungan antara daerah tertinggal dengan daerah maju). Di samping itu kesejahteraan kelompok masyarakat yang hidup di daerah tertinggal memerlukan perhatian dan keberpihakan yang besar dari pemerintah.
Berdasarkan hal tersebut di atas, diperlukan program pembangunan daerah tertinggal yang lebih difokuskan pada percepatan pembangunan di daerah yang kondisi sosial, budaya, ekonomi, keuangan daerah, aksesibilitas, serta ketersediaan infrastruktur masih tertinggal dibanding dengan daerah lainnya. Kondisi tersebut pada umumnya terdapat pada daerah yang secara geografis terisolir dan terpencil seperti daerah perbatasan antarnegara, daerah pulau-pulau kecil, daerah pedalaman, serta daerah rawan bencana.
Di samping itu, perlu perhatian khusus pada daerah yang secara ekonomi mempunyai potensi untuk maju namun mengalami ketertinggalan sebagai akibat terjadinya konflik sosial maupun politik.
Agenda utama Kabinet Indonesia Bersatu 2004-2009 mencakup empat agenda utama yang difokuskan untuk pencapaian: Aman (Peace), Adil (Justice), Demokratis (Democracy), dan Sejahtera (Prosperity). Masing-masing agenda utama tersebut dijabarkan lebih lanjut ke dalam kerangka prioritas yang menjadi landasan penyelenggaraan program kerja dari seluruh jajaran Kabinet Indonesia Bersatu pada lima tahun ke depan.
Pembentukan Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal merupakan salah satu wujud komitmen Pemerintah untuk mempercepat pencapaian sasaran agenda tersebut diatas. Sebagai lembaga kementerian yang baru, maka terlebih dahulu perlu didukung dengan penyusunan rencana strategis (renstra) yang menjabarkan strategi pembangunan Daerah Tertinggal dalam menghadapi permasalahan dan tantangan tersebut diatas.
Beberapa agenda dan program prioritas Kabinet Indonesia Bersatu yang terkait dengan tugas dan fungsi peran dari Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal akan bersinggungan dengan :
1.    agenda dan program Pertahanan, Keamanan, Politik, dan Harmoni Sosial, seperti: memperbaiki proses desentralisasi dan otonomi daerah dalam menjaga keutuhan dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia, turut serta menjaga dan penanggulanan keamanan dalam negeri dari gerakan separatisme daerah, konflik SARA, teror internasional maupun lokal, harmonisasi dan integrasi sosial, dan menjaga terjaminnya toleransi beragama;
2.    agenda dan program Keadilan, Hukum, HAM, dan Keadilan akan bersinggungan dengan perwujudan keadilan sosial dan persamaan kesempatan;
3.    agenda dan program Demokrasi bersinggungan dengan perwujudan civil society seperti pemberdayaan masyarakat dan peranserta masyarakat;
4.    agenda dan program Ekonomi dan Kesejahteraan akan bersinggungan dengan memacu pertumbuhan ekonomi, meningkatkan peran sektor riil dan dunia usaha, mengurangi tingkat pengangguran dan kemiskinan, memacu pembangunan infrastruktur, menggalakan dan menggerakan investasi, dan meningkatkan kualitas hidup, pendidikan, kesehatan, dan lingkungan hidup.
Pada hakekatnya pembangunan daerah merupakan kewenangan dari pemerintah daerah baik Provinsi maupun Kabupaten, sedangkan Pemerintah berfungsi sebagai, motivator dan fasilitator dalam percepatan pembangunan pada daerah tertinggal. Namun demikian, pembangunan daerah tertinggal tidak mungkin berhasil tanpa dukungan dan kerja keras para pemangku kepentingan (stakeholders). Pelaksanaan program pembangunan di daerah tertinggal menjadi program prioritas nasional dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2005-2009.
Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal melakukan fungsi fasilitasi, koordinasi, sinkronisasi, dan akselerasi pembangunan daerah tertinggal. Untuk itu diperlukan penyamaan persepsi dan langkah tindak lanjut yang dapat disepakati oleh seluruh stakeholders.
Pengertian daerah tertinggal, didefinisikan, berdasarkan kondisi sosial, ekonomi, budaya, dan wilayah (fungsi inter dan intra spasial baik pada aspek alam, aspek manusianya, maupun prasarana pendukungnya).

2.     Faktor Penyebab Daerah Tertinggal
( Tio Saputra )
Menurut data BPS indonesia, jika dilihat dari administratif kabupaten/kota, data terkini pemerintah menyebutkan terdapat 122 kabupaten/kota yang memiliki daerah tertinggal. Padahal lanjut Marwan, dari hasil pertemuannya dengan berbagai kepala daerah dan aparatur desa, jumlah kabupaten/kota yang memiliki desa tertinggal mencapai 200 - 300 kabupaten/kota. Sebanyak 32.000 desa dari 74.093 jumlah desa di Indonesia atau 52,79 persen. (SJ)
Salah satu kendala yang mendominasi adalah rendahnya tingkat aksesbilitas ke daerah pembangunan. Hal inilah yang menjadi penyebab utama kesenjangan pembangunan. Kesenjangan pembangunan, baik antar golongan masyarakat maupun antar daerah yang relatif masih tinggi berusaha terus diturunkan. Berbagai program percepatan yang diharapkan menjadi katalis terhadap peningkatan kegiatan pembangunan nyatanya masih dirasa kurang dampaknya.
Salah satu contohnya adalah tarik-menarik kewenangan dan masalah birokrasi yang terlalu rumit (Koran Jakarta:16 oktober 2013). Oleh karena itu pemerintah membuat Kementrian Pembangunan Daerah Tertinggal. Dalam rangka melaksanakan pembangunan di daerah tertinggal diperlukan data-data yang akurat, terperinci, aktual, dan mudah diakses sehingga memudahkan bagi Kementerian PDT dan Kementerian/Lembaga dalam melakukan afirmasi dan intervensi untuk percepatan pembangunan di daerah tertinggal.
Dalam pengkategorian sebuah daerah tertinggal terdapat 5 faktor yang mempengaruhi anatara lain faktor geografis, sumberdaya alam, sumberdaya manusia, prasarana dan sarana, serta daerah terisolasi, rawan konflik dan rawan bencana. Pada umumnya pada aspek seumber daya manusia, masyarakat di daerah tertinggal mempunyai tingkat pendidikan, pengetahuan, dan keterampilan yang relatif rendah serta kelembagaan adat yang belum berkembang.
Suatu daerah dikategorikan sebagai daerah tertinggal, karena beberapa faktor penyebab, yaitu:
1.      Geografis
Umumnya secara geografis daerah tertinggal relatif sulit dijangkau karena letaknya yang jauh di pedalaman, perbukitan/ pegunungan, kepulauan, pesisir, dan pulau-pulau terpencil atau karena faktor geomorfologis lainnya sehingga sulit dijangkau oleh jaringan baik transportasi maupun media komunikasi.
2.      Sumberdaya Alam
Beberapa daerah tertinggal tidak memiliki potensi sumberdaya alam, daerah yang memiliki sumberdaya alam yang besar namun lingkungan sekitarnya merupakan daerah yang dilindungi atau tidak dapat dieksploitasi, dan daerah tertinggal akibat pemanfaatan sumberdaya alam yang berlebihan.
3.      Sumberdaya Manusia
Pada umumnya masyarakat di daerah tertinggal mempunyai tingkat pendidikan, pengetahuan, dan keterampilan yang relatif rendah serta kelembagaan adat yang belum berkembang.
4.      Prasarana dan Sarana
Keterbatasan prasarana dan sarana komunikasi, transportasi, air bersih, irigasi, kesehatan, pendidikan, dan pelayanan lainnya yang menyebabkan masyarakat di daerah tertinggal tersebut mengalami kesulitan untuk melakukan aktivitas ekonomi dan sosial.
5.      Daerah Terisolasi, Rawan Konflik dan Rawan Bencana
Daerah tertinggal secara fisik lokasinya amat terisolasi, disamping itu seringnya suatu daerah mengalami konflik sosial bencana alam seperti gempa bumi, kekeringan dan banjir, dan dapat menyebabkan terganggunya kegiatan pembangunan sosial dan ekonomi.
Selain itu penyebab suatu daerah tertinggal dikarenakan pemekaran wilayah Misalnya satu daerah tersebut tadinya bukan merupakan daerah tertinggal namun ketika terjadi pemekaran, maka sumber daya alam di daerah tersebut hilang karena masuk ke dalam daerah baru. 
“Ini pekerjaan besar bagi kami, bagaimana mengembangkan daerah tersebut tanpa tergantung dengan sumber daya yang sudah bukan menjadi wilayahnya lagi,” katanya. Hal itu terjadi pada pemekaran wilayah baik itu di tingkat propinsi maupun kabupaten.
Sebagai contoh, Papua misalnya. Ketika terjadi pemekaran dan muncul Papua Barat, provinsi ini menjadi daerah yang semakin tertinggal. Banyak sumber daya alam yang potensial masuk ke dalam wilayah Papua Barat dan membuat propinsi baru ini menjadi lebih maju. “Sebaliknya Papua masih berat apalagi akses masih sulit karena banyak daerah tertinggal di pegunungan,” paparnya.Selain itu, pemekaran daerah baru juga membutuhkan biaya yang besar. Pembuatan gedung baru untuk pemerintahan daerah yang baru, penambahan tenaga kerja, dan banyak hal lain yang memerlukan biaya yang tak kecil dalam membuat sebuah kepemerintahan daerah baru. Penyedotan biaya pada hal seperti ini bisa membuat sebuah daerah menjadi tertinggal dengan daerah pecahannya.
Untuk itu ia sangat merasa lega setelah ada keputusan dalam moratorium pemekaran daerah. Menurutnya, jumlah daerah yang menjadi fokus pembangunannya sudah banyak dan pihaknya pun berusaha agar tak muncul daerah tertinggal baru seperti ini.Ia pun berusaha keras untuk memberikan pancingan agar daerah-daerah tertinggal terutama di daerah terluar Indonesia bisa masuk menjadi daerah yang maju. Ia benar-benar memperhatikan bobot yang menjadi indikator sebuah daerah bisa terentaskan dari status daerah tertinggal. Bobot tersebut diantaranya adalah sumber daya manusia (SDM), ketersediaan sarana dan tenaga kesehatan, pembangunan infrastruktur, karakteristik daerah, aksebilitas serta kemampuan keuangan daerah. Indeks Pembangunan Manusia (IPM), juga angka melek huruf dan sarana pendidikan juga menjadi perhatiannya.
Dari faktor yang dapat kita lihat, cita-cita bangsa kita untuk mensejahterakan masyarakat belum sepenuhnya terwujud mengingat pembangunan yng hanya terpusat di daerah perkotaan, bahkan cita-cita untuk mencerdaskan kehidupan bangsa tidak akan terwujud apabila tidak ada fasilitas pendidikan (sekolah) yang berada di daerah pelosok maka sudah jelas bahwa ketidakmerataan pembangunan merupakan suatu penyebab dalam gagalnya pembangunan di Indonesia.

3.     Permasalahan-permasalahan di Daerah Tertinggal
( Tulus Riswanto siagian )

Sebagai daerah yang memiliki tingkat kemajuan pembangunan yang lebih rendah dibandingkan dengan daerah lain, daerah tertinggal ternyata memiliki berbagai persoalan tersendiri. Secara umum, permasalahan-permasalahan yang dimiliki oleh daerah tertinggal hampir sama antara satu daerah dengan daerah lainnya. Pada hakikatnya, setiap permasalahan yang terjadi di daerah tertinggal merupakan tantangan bagi pemerintah, baik pemerintah pusat atau pemerintah daerah setempat untuk mengatasinya dan menemukan solusi jitu agar terentas dari predikat daerah tertinggal. Tak dapat dipungkiri bahwa kemajuan pembangunan suatu daerah di berbagai bidang akan meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat di wilayah tersebut.
Berikut beberapa permasalahan yang jamak ditemukan di daerah tertinggal di Indonesia:
a.    Pengelolaan potensi sumber daya lokal dalam pengembangan perekonomian daerah tertinggal masih belum optimal.
b.    Kualitas sumber daya manusia dan tingkat kesejahteraan masyarakat daerah tertinggal masih rendah.
c.    Koordinasi antar pelaku pembangunan di daerah tertinggal masih lemah.
d.    Tindakan afirmatif kepada daerah tertinggal belum optimal.
e.    Aksesibilitas daerah tertinggal terhadap pusat-pusat pertumbuhan wilayah masih rendah.
f.     Sarana dan prasarana pendukung ekonomi lainnya masih terbatas (Bappenas, 2010: 92).
Kondisi masyarakat di daerah tertinggal                      
Masyarakat merupakan aktor penting dalam pembangunan daerah tertinggal. Keberadaan mereka sangat mempengaruhi upaya keberlangsungan pembangunan di daerah tertinggal. Tanpa peran dan partisipasi masyarakat setempat, maka upaya percepatan pembangunan daerah tertinggal oleh pemerintah akan mengalami kendala. Masyarakat sebagai subyek pembangunan juga perlu diperhatikan agar agenda pembangunan daerah tertinggal dapat terencana dan terlaksana sesuai indikator-indikatornya. Karena, kerap kali pemerintah tidak mengetahui kondisi masyarakat di daerah tertinggal sehingga kurang dapat membuat program pembangunan yang sesuai dengan masalah dan kebutuhan masyarakat di daerah tertinggal.
Masyarakat Indonesia memiliki karakteristik tersendiri yang berbeda antara satu sama lain, baik adat istiadat maupun budayanya. Kadangkala program pembangunan daerah tertinggal tidak berhasil karena berbenturan dengan kearifan lokal yang dimiliki oleh tiap-tiap daerah. Sebagai contoh pembangunan jalan baru di Paniai dan jaringan irigasi di Nabire, Provinsi Papua, terkendala tuntutan adat. Di Paniai, masyarakat adat menuntut ganti rugi atau hak ulayat atas tanah adat yang terkena pembangunan jalan. Pembangunan di Papua hendaknya mengedepankan aspek antropologis karena terdapat masyarakat modern dan tradisonal yang yang harus didekati dengan pendekatan yang berbeda (Weningdi, 2013). Kegagalan program seperti ini lebih dikarenakan minimnya data sosial tentang masyarakat setempat. Data sosial dapat berupa cara hidup, adat istiadat, dan kearifan lokal suatu masyarakat. Pengumpulan data sosial di masyarakat dapat dilakukan dengan pembentukan tim khusus dan dibantu partisipasi aktif anggota masyarakat setempat sehingga status data sosial tersebut semakin valid.
Untuk melihat bagaimana kondisi masyarakat di daerah tertinggal dapat dilihat dalam berbagai perspektif, diantaranya:
1.    Kemiskinan
Daerah tertinggal identik dengan kondisi penduduk yang miskin. Pada tahun 2009, jumlah penduduk miskin secara nasional masih tinggi, yaitu 32,53 juta jiwa atau 14,5% dari total penduduk. Daerah tertinggal menjadi konsentrasi kemiskinan, yaitu dengan rata-rata tingkat kemiskinan sebesar 23,4% (BPS, 2007).
2.    Pengangguran
Selain masalah kemiskinan, daerah tertinggal juga mengalami kendala dalam masalah tenaga kerja. Minimnya lapangan pekerjaan di daerah mengakibatkan banyak masyarakat usia produktif menjadi pengangguran. Jumlah pengangguran secara nasional pada tahun 2009 sebanyak 8,96 juta jiwa atau 7,87%.
3.    Tingkat Urbanisasi yang Tinggi
Kondisi lain yang dialami oleh daerah tertinggal adalah tingginya arus urbanisasi masyarakat dari desa ke kota. Banyak faktor yang memicu mereka untuk melakukan urbanisasi, seperti kemiskinan dan pengangguran. Arus urbanisasi yang terus meningkat dari tahun ke tahun juga menyebabkan usaha percepatan pengembang- an kualitas SDM terhambat dan perluasan lapangan pekerjaan. Tujuan utama urbanisasi di Indonesia adalah Pulau Jawa. Laju pertumbuhan penduduk di kota metropolitan saat ini adalah 0,16% sampai 0,9%. Sedangkan laju pertumbuhan penduduk di sekitar perkotaan metropolitan adalah 3% sampai dengan 4,13%.


4.    SDM (Sumber Daya Manusia) yang Rendah
Permasalahan yang sering membelenggu daerah tertinggal adalah rendahnya kualitas SDM. Rendahnya kualitas SDM ini dicirikan dengan pencapaian indeks pembangunan manusia (IPM) yang rendah. IPM daerah tertinggal rata-rata hanya 67,7. Bahkan pada tahun 2008, sebanyak 85% berada di bawah IPM nasional, yaitu 71,2. Rendahnya IPM tersebut disebabkan oleh pendapat masyarakat yang rendah ditambah dengan tingkat pelayanan dan pendidikan yang belum memadai. Selain itu juga disebabkan oleh rata-rata lama sekolah (RLS), angka melek huruf (AMH), dan angka harapan hidup (AHH). Rendahnya RLS, AMH, dan AHH masyarakat daerah tertinggal karena mereka tidak tersentuh oleh program-program nasional, selain karena kurangnya infrastruktur dan minimnya fasilitas (KPDT, TT: 48–58).

4.     Krtiteria Penentuan Daerah tertinggal
( Rustandi Gandasuri )

a.  Indikator Daerah Tertinggal
Program Pembangunan Daerah Tertinggal merupakan salah satu fokus Pembangunan Indonesia. Pembenahan dilakukan dengan menyentuh aspek sosial, budaya, ekonomi, perbaikan infrastruktur, dan aksesibilitas yang masih tetinggal dibandingkan daerah-daerah lain. Penetapan Daerah dengan kategori tertinggal didasarkan pada perhitungan 6 (enam) kriteria yang meliputi perekonomian masyarakat, Sumber Daya Manusia setempat, ketersediaan Infrastruktur (prasarana), Kapasitas yang dimiliki Daerah / kemampuan keuangan daerah, Aksesibilitas, dan Karakteristik Daerah.
Dalam hal ini Kementerian Pembangunan Daerah Terpencil melakukan afirmasi dan intervensi untuk mempercepat pembangunan di daerah yang termasuk dalam kategori daerah tertinggal. Agar percepatan pembangunan tepat sasaran dan sesuai dengan kebutuhan daerah yang bersangkutan, dibutuhkan keakuratan data sebagai pedoman dalam menentukan program. Berikut indikator dalam penentuan Daerah Tertinggal termasuk didalamnya data-data Kabupaten Jeneponto yang diperoleh dari Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal dan Badan Pusat Statistik.
·         Ekonomi
1.  Jumlah Penduduk, Keluarga, Penduduk Miskin, dan Keluarga Prasejahtera dan Sejahtera 1 Menurut Kabupaten Daerah Tertinggal;
2.  PDRB, Persentase Kedalaman Kemiskinan, dan IKK Menurut Kabupaten Daerah Tertinggal.
·         SDM
2.  Jumlah Penduduk, Persentase Angkatan Kerja, dan Persentase Pengangguran Menurut Kabupaten Daerah Tertinggal;
3.  Angka Melek Huruf, Angka Partisipasi Sekolah, dan IPM Menurut Kabupaten Daerah Tertinggal;
4.  Jumlah Desa, Puskesmas, dan Poliklinik Desa Menurut Kabupaten Daerah Tertinggal;
5.  Jumlah Desa, Persentase Desa yang Memiliki Fasilitas Kesehatan > 5 km dan Fasilitas Pendidikan > 3 km Menurut Kabupaten Daerah Tertinggal;
6.  Rata-rata Jarak Desa Tanpa Fasilitas Pendidikan ke Fasilitas Pendidikan Terdekat Menurut Kabupaten Daerah Tertinggal.
·         Infrastruktur
1.  Jumlah Desa Menurut Kabupaten Daerah Tertinggal dan Jenis Permukaan Jalan Utama;
2.  Persentase Rumah Tangga Pengguna Listrik dan Telepon Menurut Kabupaten Daerah Tertinggal;
3.  Jumlah Desa Menurut Kabupaten Daerah Tertinggal dan Jenis Pasar;
4.  Jumlah Desa Menurut Kabupaten Daerah Tertinggal dan Jarak Fasilitas Pasar;
5.  Jumlah Penduduk, Dokter, dan Dokter/1000 Penduduk Menurut Kabupaten Daerah Tertinggal.
·         Kapasitas Daerah
1.  Besarnya PAD Berdasarkan Kabupaten dan Tahun;
2.  Besarnya Celah Fiskal Berdasarkan Kabupaten dan Tahun.

·         Aksesibilitas
Rata-Rata Jarak dan Waktu Tempuh dari Kantor Desa/Kelurahan ke Kantor Kabupaten yang Membawahi.

b.    Karakteristik Daerah Tertinggal
Persentase Desa Berdasarkan Kabupaten dan Karakteristik Daerah.
§   Data Indikator Primer Pembangunan Daerah Tertinggal
Description: C:\Users\User\Documents\tugas pak averus\3.jpgJeneponto termasuk diantara 183 Daerah Tertinggal berdasarkan rilis Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal dan Badan Pusat Statistik. Semoga dengan data yang dibagi ini akan memberi sudut pandang berbeda dalam penyikapan kita terhadap Jeneponto yang tidak sekadar asumsi tapi didukung oleh data-data yang akurat. Data berikut adalah data yang diperoleh untuk Tahun 2010, harapan sebenarnya data yang up to date 2011, tapi setelah dicari, ternyata belum ada sampai tulisan ini dipublish.

Description: C:\Users\User\Documents\tugas pak averus\4.jpgDescription: C:\Users\User\Documents\tugas pak averus\1.jpg
Description: C:\Users\User\Documents\tugas pak averus\2.jpgDescription: C:\Users\User\Documents\tugas pak averus\6.jpgDescription: C:\Users\User\Documents\tugas pak averus\5.jpg
·         DASAR HUKUM PENENTUAN DAERAH TERTINGGAL
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 131 TAHUN 2015
TENTANG
PENETAPAN DAERAH TERTINGGAL TAHUN 2015-2019
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 6 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2014 tentang Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal, perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Penetapan Daerah Tertinggal Tahun 2015 – 2019;

Mengingat :
1.    Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2.    Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 (Lembaran Negara Republik Indonesia 2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4700);
3.    Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587);
4.    Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2014 tentang Percepatan Pembangunan Daerah  Tertinggal (Lembaran Negara Republik lndonesia 2014 Nomor 264, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5598);
5.    Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015-2019 (Lembaran Negara Republik Indonesia 2015 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5589);

5.     Kebijakan Dan Strategi Pembangunan Daerah Tertinggal
( Rizan Rahim )
Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) jilid II memiliki sebelas prioritas nasional seperti yang dicantumkan dalam RPJM Nasional 2010-2014, dimana salah satunya adalah: daerah tertinggal, terdepan, terluar, dan pasca konflik. Penetapan prioritas ini menggambarkan bahwa sampai sekarang masih terjadi kesenjangan wilayah, walaupun pembangunan nasional yang dilakukan secara sistematis telah dilakukan sejak Orde Baru. Beberapa persoalan kesenjangan wilayah diantaranya: (1) terkonsentrasinya industri manufaktur di kota-kota besar di Pulau Jawa; (2) melebarnya kesenjangan pembangunan antara Kawasan Barat Indonesia (KBI) dengan Kawasan Timur Indonesia (KTI); (3) kesenjangan antara daerah perkotaan dan perdesaan; (4) kurangnya keterkaitan kegiatan pembangunan antar wilayah; serta (5) terabaikannya pembangunan daerah perbatasan, pesisir, dan kepulauan.
Pada era 1970-an kesenjangan sudah mulai tampak. Pada era tersebut KBI telah menguasai lebih dari 80 % Produk Domestik Bruto (PDB) nasional, di mana Pulau Jawa memiliki porsi terbanyak dalam penguasaan PDB nasional, yakni sekitar 46% dengan luas wilayah yang hanya 9% dari total luas wilayah Indonesia. Sementara itu, KTI hanya menguasai sekitar 18% PDB nasional.Kesenjangan ini juga dipengaruhi oleh ketimpangan antara perkotaan dan perdesaan. Daerah perkotaan didominasi oleh sektor industri pengolahan, komunikasi, jasa, dan keuangan, di mana sektor-sektor tersebut memiliki nilai tambah yang tinggi serta komparatif dan kompetitif yang tinggi antar sektor. Sementara itu, di perdesaan yang masih mengandalkan sektor pertanian sebagai penopang perekonomian, menyumbang 14% bagi kontribusi PDB nasional yang masih kalah jauh dibandingkan dengan sektor komunikasi yang menempatkan lebih dari 16% bagi PDB nasional.
Dalam rangka penanganan kesenjangan wilayah telah diintroduksi istilah daerah tertinggal sejak RPJM Nasional 2004-2009 dan Strategi Nasional Pembangunan Daerah Tertinggal (STRANAS PDT) 2004-2009. Daerah Tertingal didefinisikan sebagai daerah kabupaten yang masyarakat serta wilayahnya relatif kurang berkembang dibandingkan daerah lain dalam skala nasional. RPJM Nasional 2004-2009 menetapkan 199 Daerah Tertinggal sebagai prioritas yang perlu ditangani. Penetapan daerah tertinggal ini didasarkan atas 6 kriteria yaitu: perekonomian masyarakat, sumberdaya manusia, infrastruktur, kemampuan keuangan lokal (celah fiskal), aksesibilitas, dan karakteristik daerah.
Daerah tertinggal tersebar di seluruh wilayah Indonesia dengan proporsi 123 kabupaten (62 %) berada di KTI, 58 Kabupaten (29 %) di Sumatera, dan 18 Kabupaten (9 %) ada di Jawa dan Bali. Gambaran distribusi daerah tertinggal yang berada di seluruh Indonesia menjadi koreksi bahwa persoalan kesenjangan wilayah bukan sekedar isu KBI vs KTI, tapi menjadi persoalan kita di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan daerah tertinggal sebagai bentuk kesadaran kolektif dalam penanganan kesenjangan wilayah harus disikapi lebih serius. Sebab bagaimanapun kesenjangan wilayah merupakan isu sensitif bagi Bangsa Indonesia, yang dalam beberapa fase sering menjadi pemicu timbulnya gerakan sparatis.
§  Evaluasi dan Target Pembangunan Daerah Tertinggal
Kabinet Indonesia Bersatu mengklaim bahwa sampai Tahun 2009 telah dapat mengentaskan 50 kabupaten tertinggal, sehingga dari 199 kabupaten tertinggal masih ada 149 kabupaten tertinggal yang perlu ditangani. Namun karena sampai Tahun 2009 terdapat 34 daerah otonom baru yang berasal dari daerah induk yang berstatus daerah tertinggal, maka KIB jilid II dalam lima tahun kedepan memiliki kewajiban membina 183 kabupaten tertinggal. Dalam rancangan RPJM Nasional 2010-2014 telah dipasang target bahwa pada Tahun 2014 ada 50 lagi kabupaten tertinggal yang harus terentaskan. Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT) sebagai bagian dari portopolio KIB disamping memiliki target mengentaskan 50 kabupaten tertinggal pada akhir Tahun 2014, juga memasang tiga target lainnya, yaitu: a) meningkatnya rata-rata pertumbuhan ekonomi di daerah tertinggal dari 6,6 % pada tahun 2010 menjadi 7,1 % pada Tahun 2014; b) berkurangnya persentase penduduk miskin di daerah tertinggal dari 18,8% pada Tahun 2010 menjadi 14,2% pada Tahun 2014; dan c) meningkatnya kualitas sumberdaya manusia (yang ditunjukkan oleh IPM) dari 67,7 pada tahun 2010 menjadi 72,2 pada Tahun 2014. Prestasi dan komitmen pemerintah dalam menangani kesenjangan wilayah tidaklah keliru jika kita apresiasi dengan baik. Namun demikian ada beberapa catatan kritis yang perlu diperhatikan mengingat apa yang telah dilakukan pemerintah itu belum sepenuhnya sesuai harapan (masyarakat dan daerah).
Kinerja pelaksanaan pembangunan daerah tertinggal salah satunya ditentukan oleh kualitas KPDT. Kedepan KPDT perlu meningkatkan kapasitas sumber daya internalnya. Bagaimanapun KPDT memiliki tugas dan fungsi yang sangat penting yaitu merumuskan kebijakan dan koordinasi pelaksanaan kebijakan di bidang pembangunan daerah tertinggal (Perpres No. 9/2005). Bahkan KPDT memiliki tugas dan fungsi tambahan dalam operasional kebijakan di bidang pembangunan infrastruktur perdesaan, pemberdayaan masyarakat, dan pengembangan ekonomi lokal (Perpres No. 90/2006). Dan hampir 50 % kabupaten di Indonesia menjadi "pasien" KPDT. Maka tidak salah jika kementerian/lembaga lain, pemerintah daerah, dunia usaha, dan masyarakat memiliki harapan yang tinggi atas peran yang semestinya dimainkan oleh KPDT di dalam percepatan pembangunan daerah tertinggal.
Penegasan Kabinet Indonesia Bersatu yang menempatkan daerah tertinggal, terdepan, terluar, dan pascakonflik sebagai salah satu prioritas nasional seyogyanya disikapi oleh internal KPDT secara lebih profesional dan percaya diri sehingga bisa menjadi leader (pemimpin) yang efektif. Hal lain yang perlu diperjelas yaitu menyangkut penetapan daerah tertinggal. Di sini perlu ada transfaransi dan konsistensi dalam methodologi, serta tidak mudah diintervensi oleh kepentingan politis. Kekeliruan pemerintah dalam menetapkan status ketertinggalan suatu daerah akan berdampak pada efektifitas afirmatif action yang dilakukan kemudian.
§   Stategi Pembangunan Daerah Tertinggal
Penyebab utama ketertinggalan suatu daerah diantaranya karena kebijakan pembangunan yang terlalu berdimensi sektoral. Hal ini dibuktikan dengan dominannya penerapan asas dekonsentrasi dan orientasi sektoral pemerintah pusat. Di daerah juga setali tiga uang (sama saja). Ini terlihat dari kuatnya ego dinas dan pendekatan sektoral dalam RPJM Daerah.
Belum optimalnya pendekatan spasial dalam perencanaan pembangunan dapat dirasakan dari adanya ketimpangan antardaerah. Diabaikannya dimensi spasial membuat warna pembangunan daerah ditentukan "mekanisme pasar". Akibatnya modal dan orang cenderung memilih daerah yang menawarkan return yang lebih tinggi dan menarik, yang pada gilirannya daerah yang maju semakin maju, yang tertinggal tetap tertinggal. Melihat problematika ini maka kedepan perlu dilakukan reorientasi strategi pembangunan daerah tertinggal.
Strategi pembangunan daerah tertinggal yang harus dilakukan oleh pemerintah yaitu :
Pertama, strategi pembangunan ekonomi lokal perlu lebih menekankan dimensi spasial. Daerah perlu mengombinasikan pendekatan sektoral berbasis kluster di mana saat ini bisnis / sektor unggulan daerah maupun rakyat miskin cenderung mengelompok.
Kedua, perlu adanya integrasi strategi pembangunan perdesaan dengan strategi pembangunan perkotaan. Desa umumnya masih tertinggal dalam berbagai jenis infrastruktur. Dengan integrasi ini diharapkan dapat dikembangkan keterkaitan desa-kota (ruralurban linkage) dan jejaring antarkota (network cities).
Ketiga, diperlukan Big Push bagi percepatan pembangunan daerah tertinggal. Teori Big Push ini pertama kali dicetuskan Paul Narcyz Rosenstein-Rodan. Pada 1943, Rosenstein-Rodan menulis artikel tentang "Problems of Industrialisation of Eastern and South-Eastern Europe". Dalam teori yang belakangan dikenal dengan Big Push Model, ditekankan perlunya rencana dan program aksi dengan investasi skala besar untuk mempercepat industrialisasi di negara-negara Eropa Timur dan Tenggara.
Dalam konteks daerah tertinggal, "daya dorong yang besar" bisa diartikan modal dan infrastruktur. Aksesibilitas modal dan keberpihakannya kepada daerah tertinggal merupakan langkah strategis. Pengembangan infrastruktur yang menghubungkan daerah tertinggal dengan pusat-pusat bisnis, pasar, dan jejaring internasional tampaknya perlu menjadi prioritas bagi pemerintah, pemerintah daerah, dan swasta. Berdasarkan perhitungan awal KPDT total kebutuhan investasi di kabupaten tertinggal Tahun 2010-2014 mencapai sekitar Rp. 716 Triliun. Angka ini barangkali mendekati pemenuhan kebutuhan Big Push Model. Hanya saja upaya pemenuhan seluruh kebutuhan daerah tertinggal untuk keluar dari ketertinggalan hanyalah mimpi jika mengandalkan anggaran KPDT semata, karena alokasi anggaran APBN yang dikelola KPDT hanya sekitar Rp. 1 Triliun per tahun.
Besarnya dana yang dibutuhkan untuk pemenuhan kebutuhan percepatan pembangunan daerah tertinggal perlu diupayakan dengan berbagai cara (yang sah) diantaranya melalui: (1) pemberian insentif kepada investor agar tertarik berinvestasi di daerah tertinggal, dan (2) mainstraiming alokasi anggaran kementerian/lembaga dan pemerintah daerah untuk fokus pada penyelesaian ketertinggalan daerah.
Semua gambaran permasalahan dan kebutuhan daerah tertinggal di atas merupakan sebuah tantangan. Harapannya sekarang terletak pada pembuktikan komitmen pemerintah. Keinginan mengentaskan ketertinggalan daerah hendaknya tidak berhenti pada dokumen perencanaan semata, apalagi sekedar basa-basi.
6.     Prioritas Pembangunan Daerah Tertinggal
( R. Gally Yuwanda )
Berdasarkan sasaran dan strategi pembangunan daerah tertinggal tersebut, maka ditetapkan prioritas pembangunan daerah tertinggal adalah :
1.    menyelenggarakan koordinasi antar kementerian / lembaga dalam penyusunan dokumen Strategi Nasional Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal (STRANAS), dan Rencana Aksi Nasional Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal (RAN);
2.    memberikan asistensi serta supervisi kepada pemerintah daerah dalam perumusan, pelaksanaan, dan evaluasi percepatan pembangunan daerah tertinggal yang sinergi, harmoni, sinkron, dan terpadu;
3.    melakukan asistensi bersama kementerian / lembaga terkait kepada pemerintah daerah dalam pencapaian pemenuhan SPM untuk pelayanan dasar publik di daerah tertinggal, terutama pada pemenuhan pendidikan, kesehatan, transportasi, air bersih, informasi, dan telekomunikasi;
4.    mengembangkan rumusan dan implementasi kebijakan percepatan pembangunan daerah tertinggal yang sesuai dengan potensi dan karakteristik daerah tertinggal guna meningkatkan efektivitas pencapaian sasaran pembangunan; dan
5.    mendorong kementerian / lembaga terkait dan pemerintah daerah merumuskan dan melaksanakan kebijakan afirmasi daerah tertinggal termasuk di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat.
Untuk mengimplementasikan kebijakan pembangunan daerah tertinggal secara terpadu dan tepat sasaran serta tepat kegiatan, maka diperlukan program prioritas yang diarahkan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan mendasar yang dihadapi oleh semua daerah tertinggal, antara lain :
1.      Program Pengembangan Ekonomi Lokal
Kegiatan pokok dari program pengembangan ekonomi lokal, meliputi:
1.     Meningkatkan kemampuan dan keterampilan masyarakat;
2.     Meningkatkan modal sosial yang ada dalam masyarakat;
3.     Mendorong tumbuhnya pusat kegiatan ekonomi baru, dengan memperhatikan produk andalan daerah;
4.     Meningkatkan akses masyarakat dan usaha mikro, kecil, dan menengah kepada permodalan, pasar, informasi, dan teknologi;
5.     Meningkatkan keterkaitan kegiatan ekonomi di daerah tertinggal dengan pusat-pusat pertumbuhan;
6.     Mengembangkan kerjasama dan keterkaitan kegiatan ekonomi antardaerah dalam kegiatan ekonomi lokal;
7.     Penguatan dan penataan kelembagaan pemerintahan daerah dan masyarakat.

2.      Program Pemberdayaan Masyarakat
Program pemberdayaan masyarakat mempunyai kegiatan pokok, sebagai berikut :
1.     Mengupayakan pemenuhan kebutuhan sosial dasar masyarakat;
2.     Meningkatkan kemampuan dan ketrampilan masyarakat;3)
3.     Mengupayakan adanya pengelompokan permukiman untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyediaan pelayanan umum, khususnya untuk komunitas adat terpencil;
4.     Meningkatkan kepastian hukum hak atas tanah kepada masyarakat melalui penegakan hukum pertanahan yang adil dan transparan secara konsisten.

3.      Program Pengembangan Prasarana Dan Sarana
Program pengembangan prasarana dan sarana, kegiatan pokoknya meliputi :
1.     Pengembangan sarana dan prasarana sosial dasar, terutama bidang pendidikan dan kesehatan;
2.     Meningkatkan ketersediaan sarana dan prasarana ekonomi antara lain melalui skim USO (Universal Service Obligation) untuk telekomunikasi, keperintisan untuk transportasi, dan listrik masuk desa;
3.     Menyerasikan sistem transportasi di daerah tertinggal ke dalam satu kesatuan sistem yang terpadu dengan daerah maju;
4.     Memperluas jaringan informasi dan teknologi;
5.     Mengembangkan prasarana perdesaan khususnya prasarana pertanian dan transportasi penghubung dengan kawasan perkotaan.
4.      Program Pencegahan Dan Rehabilitasi Bencana
Program pencegahan dan rehabilitasi bencana, kegiatan pokoknya meliputi :
1.     Rehabilitasi sarana dan prasarana sosial-ekonomi yang rusak akibat bencana;
2.     Percepatan proses rekonsiliasi antara masyarakat yang terlibat konflik dan pemulihan mental masyarakat akibat trauma konflik;
3.     Peningkatan rasa saling percaya dan harmoni antar kelompok;
4.     Sosialisasi penerapan spesifikasi bangunan yang memiliki ketahanan terhadap bencana;
5.     Menerapkan sistem deteksi dini terjadinya bencana.
5.      Program Pengembangan Daerah Perbatasan
Program pengembangan daerah perbatasan, kegiatan pokoknya, meliputi :
1.     Memfasilitasi dan memotivasi Pemerintah Daerah untuk menjadikan wilayahnya sebagai beranda depan negara dengan mengembangkan pusat pertumbuhan ekonomi;
2.     Meningkatkan kapasitas daerah perbatasan sebagai koridor peningkatan ekspor dan perolehan devisa;
3.     Menyusun rencana strategis pengembangan wilayah perbatasan;
4.     Mengembangkan wawasan kebangsaan masyarakat.
Pembangunan Masyarakat (dalam hal ini kaitannya dengan masyarakat di daerah tertinggal) adalah suatu proses melalui usaha dan prakarsa masyarakat sendiri maupun kegiatan pemerintahan dalam rangka memperbaiki kondisi ekonomi, sosial dan budaya. Meskipun, pemerintah memiliki peranan kunci yang strategis dalam memberikan dorongan (big push) untuk menggerakan roda pembangunan (Paul Narcyz, 1943).Jika kita cermati, daerah tertinggal merupakan suatu permasalahan yang menyangkut tanggung jawab lintas sektor baik kementerian/lembaga, daerah, swasta dan masyarakat.
Mengacu pada kriteria utama penetapan daerah tertinggal, problematika yang ditemukan di suatu daerah tertinggal dapat berupa kemiskinan, pendidikan, ketersediaan kebutuhan pokok, kesehatan, lingkungan, aksesibilitas dan sarana komunikasi. Penanganan problem tersebut tentunya melibatkan seluruh kementerian/lembaga terkait yang memang memiliki basis program sesuai yang dibutuhan juga peran aktif dari sektor swasta dan masyarakat. Selain dukungan program dari kementerian/lembaga, daerah tertinggal juga mencakup wilayah perbatasan, perdesaan, dan transmigrasi. Ketiga hal ini juga memiliki penanganan tersendiri dalam pembangunannya. Terlebih wilayah kabupaten yang ditetapkan sebagai daerah tertinggal, mencakup beberapa desa tertinggal. Kebijakan dana desa yang bergulir pada saat ini dapat menjadi stimulus untuk meningkatkan status desa tertinggal tersebut yang nantinya diharapkan dapat menyelesaikan problem ketertinggalan di suatu kabupaten.
Beragamnya aspek pembangunan wilayah di daerah tertinggal tentunya merupakan suatu peluang untuk mempercepat pengentasan ketertinggalan. Kabupaten yang ditetapkan sebagai daerah tertinggal tidak hanya mendapat treatment sebagai daerah tertinggal saja, tetapi juga sebagai wilayah perbatasan, transmigrasi, dan/atau perdesaan. Upaya pembangunan daerah tertinggal haruslah terkoneksi sebagai suatu sistem pembangunan yang sinergis.
Sinergitas yang dibangun dapat dimulai dari tiga hal, yang pertama ialah penyatuan basis data kriteriaketertinggalan suatu daerah. Penyatuan data dipandang sebagai hal yang sangat penting dan fundamental. Dari data tersebut, dapat digunakan untuk memetakan permasalahan yang ada, mengetahui sebaran wilayah permasalahan, dan program apa yang dibutuhkan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Kedua, peningkatan koordinasi antar kementerian/lembaga dalam menangani ketertinggalan daerah. Dengan program dan anggaran yang dimiliki kementerian/lembaga, didukung basis data bersama, maka treatment  yang diberikan kepada daerah tertinggal dapat tepat sasaran, efisien, dan berkesinambungan. Ketiga, mendorong peningkatan kapasitas sumber daya manusia dan juga iklim usaha di daerah tertinggal.
Peningkatan kapasitas sumber daya manusia akan mendukung iklim usaha dengan basis masyarakat lokal sebagai penggerak perekonomian setempat. Bergulirnya roda perekonomian di daerah tertinggal dapat meminimalisir faktor ketertinggalan di daerah tersebut. Sedangkan untuk mendorong iklim usaha, pemerintah dapat menggulirkan kebijakan atau regulasi khusus yang bersifat afirmatif untuk memudahkan dunia usaha maupun iklim investasi di daerah tertinggal, seperti pembentukan Kawasan Ekonomi Khusus. Selain itu, pengembangan potensi ekonomi lokal daerah tertinggal dapat dilakukan dengan memperhatikan pendekatan keterkaitan antarwilayah terhadap pusat-pusat pertumbuhan wilayah. Dalam hal ini, pusat pertumbuhan berfungsi sebagai lokomotif dalam pengembangan potensi ekonomi daerah tertinggal yang merupakan penyangga aglomerasi pertumbuhan pusat kegiatan yang sudah ada. Sehingga, tercipta integrasi pembangunan antar wilayah yang menekan disparitas kesejahteraan di setiap daerah.
Oleh karena itu, pembangunan yang terkoneksi dan sinergi dapat mewujudkan target pengentasan dan menjawab kebutuhan masyarakat di daerah tertinggal. Program dan sumber daya anggaran di kementerian/lembaga dapat dioptimalkan menuju pembangunan yang efektif dalam menjawab permasalahan, bukan program yang hanya berujung pada serapan anggaran.
Selanjutnya terdapat NAWAKERJA PRIORITAS dimana terdapat sembilan program yang merupakan target—target utama jangka pendek dari kementerian (Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi) selama 5 tahun kedepan yaitu tahun 2014-2019, antara lain:
1.      Peluncuran “Gerakan Desa Mandiri” di 5.000 desa pada tahun 2015;
2.      Pendampingan dan Penguatan kapasitas kelembagaan dan masyarakat desa dengan menyediakan tenaga pendamping sebanyak 84.000 orang;
3.      Pembentukan dan pengembangan 5.000 BUMDES;
4.      Revitalisasi Pasar Desa di 5.000 desa/kawasan perdesaan;
5.      Pembangunan Infrastruktur jalan pendukung pengembangan produk unggulan di 5.000 Desa Mandiri;
6.      Penyiapan implementasi penyaluran Dana Desa Rp. 1,4 miliar per desa secara bertahap;
7.      Penyaluram Modal bagi Koperasi/UKM di 5.000 Desa;
8.      Pilot project sistem pelayan publik jaringan koneksi online di 5.000 Desa;
9.      “Save Villages” di daerah perbatasan dan pulau-pulau terdepan, terluar dan terpencil.

7.     Prinsip-Prinsip Pelaksanaan Pembangunan Daerah Tertinggal
( Reza Hanafi Al Roziq )
Untuk mewujudkan keberhasilan pencapaian tujuan dan sasaran pembangunan daerah tertinggal, maka dalam pelaksanaannya menerapkan prinsip-prinsip pelaksanaan pembangunan sebagai berikut.
A.   Berorientasi pada masyarakat ( people center oriented ).
Masyarakat di daerah tertinggal adalah pelaku sekaligus pihak yang mendapatkan manfaat dari kegiatan yang dilaksanakan. Untuk itu, program pembangunan daerah tertinggal diarahkan untuk membiayai kegiatan yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan praktis dan strategis masyarakat, yang hasil (output) dan dampaknya (outcome) dapat dirasakan langsung oleh masyarakat setempat.
Model pendekatan pembangunan yang berpusat pada manusia lebih menekankan kepada pemberdayaan, yaitu menekankan kenyataan pengalaman masyarakat dalam sejarah penjajahan dan posisinya dalam tata ekonomi internasional. Karena itu pendekatan ini berpendapat bahwa masyarakat harus menggugat struktur dan situasi keterbelakangan secara simultan dalam berbagai tahapan. Secara lebih tajam, Korten menyatakan bahwa konsep pembangunan berpusat pada manusia memandang inisiatif dan kreatifitas dari rakyat sebagai sumber daya pembangunan yang utama dan memandang kesejahteraan material dan spiritual mereka sebagai tujuan yang ingin dicapai oleh proses pembangunan.
Selanjutnya Korten mengemukakan tiga tema penting yang dianggap menentukan bagi konsep perencanaan pembangunan yang berpusat pada manusia, yaitu:
1.    Penekanan akan dukungan dan pembangunan usaha-usaha swadaya kaum miskin guna menangani kebutuhan-kebutuhan mereka sendiri;
2.    Kesadaran bahwa walaupun sektor modern merupakan sumber utama bagi pertumbuhan ekonomi yang konvensional, tetapi sektor tradisional menjadi sumber utama bagi kehidupan sebagai besar rumah tangga miskin;
3.    Kebutuhan akan kemampuan kelembagaan yang baru dalam usaha membangun kemampuan para penerima bantuan yang miskin demi pengelolaan yang produktif dan swadaya berdasarkan sumber-sumber daya lokal.
Manusia dan lingkungan merupakan variabel endogen yang utama, yaitu sebagai titik tolak bagi perencanaan pembangunan, sehingga perspektif dasar dan metode analisis dalam pendekatan pembangunan ini adalah Ekologi Manusia, yaitu kajian mengenai interaksi antara sistem manusia dan ekosistemnya. Pendekatan ini juga mempersoalkan dua asumsi yang terkandung dalam model-model pembangunan ekonomi; pertama, bahwa pembangunan dengan sendirinya membantu setiap orang, dan kedua, bahwa masyarakat ingin diintegrasikan dalam arus utama suatu pembangunan model barat, dimana mereka tidak punya pilihan untuk merumuskan jenis masyarakat yang bagaimanakah yang sebenarnya mereka inginkan.
Dengan menggunakan waktu sebagai ukuran dasar perubahan, dalam pendekatan pembangunan yang berpusat pada manusia dibedakan antara strategi jangka panjang dengan strategi jangka pendek. Strategi jangka panjang diperlukan untuk mengeliminasi bahkan menghancurkan struktur ketimpangan sosial, kelas dan bangsa. Prasarat dasar bagi proses ini juga termasuk pembebasan nasional dari dominasi kolonialisme dan neokolonialisme, pergeseran dari strategi pertanian yang berorientasi ekspor, dan kontrol yang lebih besar terhadap aktivitas-aktivitas perusahaan-perusahaan multinasional (multinational corporations). Sedangkan strategi jangka pendek didefinisikan sebagai kebutuhan untuk menemukan cara-cara menghadapi berbagai krisis yang sedang berlangsung, dengan membantu masyarakat dalam produksi pangan melalui peningkatan diversifikasi pertanian, sebagaimana juga kesempatan kerja di sektor formal dan informal.
Dengan demikian, pendekatan pembangunan yang berpusat pada manusia berupaya membangkitkan kesadaran masyarakat untuk menggugat subordinasi mereka melalui organisasi-organisasi lokal secara bottom-up. Oganisasi yang dianggap paling efektif adalah organisasi yang bermula dengan kebutuhan praktis masyarakat yang konkrit, yang berkaitan dengan persoalan kesehatan, ketenagakerjaan dan penyediaan pelayanan dasar, tetapi yang dapat memanfaatkan isu-isu tersebut sebagai sarana untuk mencapai kebutuhan strategis masyarakat dalam suatu konteks sosial politik tertentu.
B.   Sesuai dengan kebutuhan masyarakat (socially accepted)
Kegiatan pembangunan daerah tertinggal harus berdasarkan kebutuhan daerah dan masyarakat penerima manfaat dan bukan berdasarkan asas pemerataan. Dengan demikian diharapkan masyarakat akan menerima manfaat yang optimal dan tanggung jawab secara penuh terhadap program pembangunan daerah tertinggal. Karena selama ini banyak pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah bukanlah berdasarkan kebutuhan masyarkat melainkan lebih kepada hasil kepentingan politik yang hnya menguntungkan pihak-pihak tertentu sehingga selama ini pembangunan tidak pernah sukses.
Hal ini dikarenakan juga massyarakat yang merasa tidak membutuhkan hasil pembanguanan tersebut malah emngabaikan hasil pembangunan bahkan cenderung merusak diakrenakan masyarakat mersa usaha mereka untuk menyampaikan aspirasi kebutihan melalui musrembang yang mereka perjuangkan menjadi percuma karena selalu kalah dalam pembahasan di tingkat yang lebih tinggi.
C.   Sesuai dengan adat istiadat dan budaya setempat (culturally appropriate).
Pengembangan kegiatan yang berorientasi pada kondisi dan kebutuhan masyarakat perlu memperhatikan adat istiadat dan budaya yang telah berkembang sebagai suatu kearifan tradisional (traditional wisdom) dalam kehidupan masyarakat setempat dan memperkaya khasanah budaya bangsa. Hal ini dikarenakan masyarakat indonesia sampai saat ini masih memegang teguh adat istiadat dan budaya leluhuhrnya terutama di daerah pedesaan dan masyarakat indonesia mayoritas masih bertempat tinggal di daerah pedesaan.
Jika pemeriintah melaksanakn pembangunan yang tidak sesuai dengan budayaa dan adat istiadat apa lagi bertolak belkang dapat kita pastikan bahwa pembangunan tersebut tidak akan sukses dan pemerintah dianggap gagal menjalankan fungsi pembangunannya.
D.   Berwawasan lingkungan (environmentally sound)
Pelaksanaan kegiatan dalam program pembangunan daerah tertinggal harus berwawasan lingkungan dan mengacu pada prinsip berkelanjutan. Prinsip ini mempertimbangkan dampak kegiatan terhadap kondisi lingkungan, ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat di daerah yang bersangkutan, baik untuk jangka pendek, menengah, dan panjang. Hal ini dilakukan demi keberlangsungan hidup orang banyak dan untuk generasi keddepannya jangan sampai pembanunan yang pemerintah lakukan saat ini malah menghasilkan lebih banyak kerusakan di masa yang akan datanng yang akan merugikan negara, pemerintah dan masyarakat itu sendiri. Contoh freeport dan lapindo.
E.   Tidak diskriminatif (non discriminative)
Dalam pelaksanaan kegiatan di daerah tertinggal tidak diskriminatif, baik dari segi suku, agama, ras, dan antargolongan. Prinsip ini digunakan agar kegiatan pembangunan daerah tertinggal tidak bias pada kepentingan pihak tertentu. Jika dalamm pembangunan pemerintah masih ada unsur SARA maka pemerintah sangat salah karena kita ketahui bersama bangsa Indonesia adalah bangsa yang plural dan hal seeprti ini dapat menciptakan perselisihan bahkan perpecahan berbangsa dan bernegaara.
8.     Sumber Pendanaan Pembangunan Daerah Tertinggal
( Wiranti MZ Daipaha )
1.    Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Pembangunan daerah tertinggal membutuhkan dukungan semua sektor terkait, untuk itu diharapkan kementerian dan lembaga pemerintah di tingkat pusat mengalokasikan anggarannya ke daerah tertinggal melalui dana dekonsentrasi dan dana pembantuan.
2.    Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 
Pembangunan daerah tertinggal pada hakekatnya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah, untuk itu pemerintah daerah wajib memprioritaskan pengalokasian dananya untuk mengatasi ketimpangan daerahnya baik melalui APBD propinsi: subsidi daerah bawahan (tugas pembantuan) maupun APBD kabupaten tugas pembantuan ke desa. 
3.    Dana Alokasi Khusus (DAK)
Dana alokasi khusus diprioritaskan untuk mengatasi kesenjangan pembangunan di daerah tertinggal. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004.


4.    Dana Swasta dan Masyarakat
Untuk daerah yang memiliki potensi sumberdaya alam besar, sumberdana dapat diperoleh dari dana kapitalisasi sumberdaya alam dan investasi dunia usaha/swasta. 
5.    Dana Penerimaan Lain yang Sah
Dana-dana yang belum termasuk diatas dapat dijadikan untuk pembangunan daerah tertinggal baik yang dikelola langsung oleh masyarakat, lembaga non pemerintah, maupun pemerintah dan pemerintah daerah.
Peraturan Presiden Nomor  5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014) telah menetapkan "daerah tertinggal, terdepan, terluar, dan pascakonflik" sebagai salah satu prioritas nasional pembangunan dari sebelas prioritas nasionalyang ada, yaitu (1) reformasi birokrasi dan tata kelola; (2) pendidikan; (3) kesehatan; (4) penanggulangan kemiskinan; (5) ketahanan pangan; (6) infrastruktur; (7) iklim investasi dan bisnis; (8) energi; (9) lingkungan hidup dan pengelolaan bencana; (10) daerah tertinggal, terdepan, terluar, dan pascakonflik; dan (11) kebudayaan, kreativitas, dan inovasi teknologi.
Dalam RPJMN disebutkan bahwa substansi inti program aksi untuk daerah tertinggal yaitu adanya pengentasan daerah tertinggal di sedikitnya 50 kabupaten paling lambat 2014. Untuk mencapai hal tersebut sasaran-sasaran pokok pembangunan daerah tertinggal dalam 5 (lima) tahun (2010-2014) adalah:
  1. Meningkatnya rata-rata pertumbuhan ekonomi di daerah tertinggal sebesar 6,6 persen pada tahun 2010 menjadi 7,1  persen pada tahun 2014;
  2. Berkurangnya persentase penduduk miskin di daerah tertinggal pada tahun 2010 sebesar 18,8 persen menjadi 14,2 persen pada tahun 2014; dan
  3. Meningkatnya kualitas sumberdaya manusia di daerah tertinggal yang ditunjukkan oleh peningkatan indeks pembangunan manusia (IPM) pada tahun 2010 sebesar 67,7 menjadi 72,2 pada tahun 2014.
Berbagai upaya dari kementerian/lembaga (sektor) terkait tentunya telah dilakukan dibawah koordinasi Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT). Dari upaya-upaya tersebut tentu sudah ada keberhasilan yang dicapai, namun tentu tidak menutup kemungkinan masih adanya target-target yang belum tercapai.
Salah satu yang belum banyak disentuh adalah  persoalan ketenagakerjaan. Kalau kita mau jujur, ketiga sasaran pokok pembangunan daerah tertinggal dalam RPJMN  sangatlah terkait (digunakan kata terkait untuk menggantikan kata tergantung) kepada keberhasilan penanganan ketenagakerjaan. Sehingga menjadi sangat wajar jika dalam sisa waktu Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II tumbuh kesadaran untuk menjadikan Ketenagakerjaan  sebagai prioritas kegiatan percepatan pembangunan daerah tertinggal. Penjelasannya sederhana.
1.    Pengurangan Persentase Penduduk Miskin
Untuk Percepatan Penanggulangan Kemiskinan telah dikeluarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2010.  Disadari bahwa kemiskinan merupakan permasalahan bangsa yang mendesak dan memerlukan langkah-langkah penanganan dan pendekatan yang sistematik, terpadu dan menyeluruh, dalam rangka mengurangi beban dan memenuhi hak-hak dasar warga negara secara layak melalui pembangunan inklusif, berkeadilan, dan berkelanjutan untuk mewujudkan kehidupan yang bermartabat.
Strategi percepatan penanggulangan kemiskinan dilakukan dengan  1) mengurangi beban pengeluaran masyarakat miskin; 2) meningkatkan kemampuan dan pendapatan masyarakat miskin; 3) mengembangkan dan menjamin keberlanjutan Usaha Mikro dan Kecil; 4) mensinergikan kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan.
Adapun program percepatan penanggulangan kemiskinan terdiri dari: 1) Kelompok program bantuan sosial terpadu berbasis keluarga, bertujuan untuk melakukan pemenuhan hak dasar, pengurangan beban hidup, dan perbaikan kualitas hidup masyarakat miskin; 2) Kelompok program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat, bertujuan untuk mengembangkan potensi dan memperkuat kapasitas kelompok masyarakat miskin untuk terlibat dalam pembangunan yang didasarkan pada prinsip-prinsip pemberdayaan masyarakat; 3) Kelompok program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan usaha ekonomi mikro dan kecil, bertujuan untuk memberikan akses dan penguatan ekonomi bagi pelaku usaha berskala mikro dan kecil; 4) Program-program lainnya yang baik secara langsung ataupun tidak langsung dapat meningkatkan kegiatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat miskin

2.    Dukungan DAK SPDT terhadap BUMDes dalam Mengembangkan Perekonomian Desa

Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT) memiliki Dana Alokasi Khusus sebagai salah satu sumber pendanaan pembangunan di 183 daerah tertinggal yaitu  Dana Alokasi Khusus Bidang Sarana dan Prasarana Daerah Tertinggal (DAK SPDT).
Diantara lembaga yang diberi peluang oleh Petunjuk Teknis Pemanfaatan DAK SPDT untuk mengelola sarana dan prasarana adalah BUMDes (Badan Usaha Milik Desa).  Namun Lembaga ini tampaknya belum banyak dipilih oleh Pemerintah Daerah. Hal ini bisa juga karena di daerah tertinggal belum banyak berdiri BUMDes.  Diantara yang sedikit, Kabupaten Sumbawa termasuk daerah tertinggal yang memberikan kepercayaan pengelolaan sarana/prasarana DAK SPDT kepada BUMDes.  Dalam hal ini dikelola oleh BUMDes “Marijama”, Desa Jotamberu, Kecamatan Empang, Kabupaten Sumbawa. BUMDes “Marijama” bekerjasama dengan Kelompok Masyarakat “Parayu Ati” mengelola mobil pick-up bantuan DAK SPDT.
Keberadaan BUMDes diatur dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, PP No. 72 tentang Desa, dan Permendagri No. 39 Tahun 2010 tentang Badan Usaha Milik Desa.
Banyak daerah sesunguhnya yang telah mengembangkan BUMDes. Dalam hal ini BUMDes telah banyak diberi kesempatan untuk mengelola aset desa s        eperti: pasar, kawasan pariwisata, air bersih, dan listrik perdesaan. Pengusaha (swasta dan BUMN) juga banyak yang menjadikan BUMDes sebagai mitra strategis dalam pelaksanaan CSR (Corporate Social Responsibility) atau PKBL (Program Kemitraan dan Bina Lingkungan).
Semangat pengembangan BUMDes disamping karena adanya amanat undang-undang, juga karena adanya keinginan menata kelembagaan ekonomi di tingkat desa yang saat ini diramaikan oleh banyaknya lembaga di tingkat desa yang bersifat ad-hock bentukan kementerian/lembaga  dalam rangka menjawab kebutuhan pragmatis penangan suatu proyek.
BUMDes juga bisa menjadi garda depan dalam menjaga dan mengelola aset-aset desa sehingga lebih berdayaguna dan memberi manfaat kepada masyarakat.
Menurut catatan Aris Ahmad Risadi (2012) dalam bukunya yang berjudul "BUMDes: Wahana Baru Pengembangan Ekonomi Lokal melalui Peran Optimal Pemerintah Desa, Masyarakat, dan Swasta" disebutkan bahwa Pemerintah telah dan terus berupaya membangun perdesaan melalui berbagai program pemberdayaan masyarakat yang bersifat reguler ataupun ad-hock. Program-program pemberdayaan masyarakat digulirkan melalui berbagai skema oleh kementerian/lembaga dan Pemerintah Daerah yang di antaranya diwujudkan melalui penyaluran dana bergulir kepada Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang dibentuk secara khusus (ad-hock).  Kondisi ini telah melahirkan banyak Lembaga Keuangan Mikro Bukan Bank dan Bukan Koperasi (LKMB3K) di desa dengan berbagai nama yang kalau dilihat dari legalitasnya, LKM ini belum berbadan hukum. Dari data resmi Kementerian Dalam Negeri (2010), diperkirakan LKMB3K di Indonesia berjumlah lebih dari 61.400 unit. Investasi yang dikeluarkan untuk membangun model kelembagaan perekonomian ad-hock di desa semacam itu tentu sangat besar, apalagi sesungguhnya pola-pola tersebut sudah dilakukan sejak era Orde Baru. Namun sangat disayangkan, ternyata LKM-LKM tersebut banyak yang berguguran. 
Sebagai inisiasi awal, banyak kegiatan BUMDes yang masih terfokus pada pelayanan jasa keuangan mikro. Terlebih bagi daerah yang sedari awal meniatkan pendirian BUMDes-nya sebagai upaya melanjutkan program pemberdayaan masyarakat dengan membentuk unit simpan pinjam. Namun demikian, sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2010 tentang BUMDes, di samping dapat membuka unit jasa keuangan mikro, BUMDes juga dimungkinkan membuka unit kerja yang menggarap sektor riil untuk menggali potensi alam maupun sumber daya manusia di desa.
3.    Pembiayaan Pembangunan Kawasan dan Desa Tertinggal Melalui Dana CSR
Selama ini pembangunan prasarana dan sarana di berbagai daerah belum optimal karena keterbatasan dana pemerintah dan luasnya wilayah yang harus dijangkau. Sebagai akibat dari kondisi ini, masih banyak wilayah yang belum terjangkau oleh kegiatan pembangunan dan pelayanan pemerintah secara memadai, khususnya kawasan timur Indonesia (KTI), daerah perbatasan, dan wilayah tertinggal lainnya. Ketidakmerataan persebaran penanaman modal dan keterbatasan jaringan prasarana dan sarana, berpengaruh pada kecepatan kemajuan pembangunan sosial ekonomi di setiap daerah. Demi terciptanya pemerataan kesejahteraan, pertumbuhan penduduk serta pertumbuhan ekonomi maka harus diadakan pembangunan terhadap desa dan kawasan tertinggal sehingga diharapkan tidak adanya lagi ketimpangan antara kawasan perkotaan dengan kawasan tertingal.
Pengelompokan Tipologi untuk Desa Terpencil didasarkan pada kriteria penilaian desa terpencil yang telah dijelaskan terdahulu. Berdasarkan simulasi terhadap penilaian kriteria-kriteria tersebut, maka dapat dirumuskan pengelompokan tipologi untuk Desa Terpencil adalah terpencil karena ketiadaan sarana aksesibilitas,terpencil karena jarak,terpencil karena isolasi geografis dan terpencil karena alasan khusus.
Penanganan pemerataan pengembangan perdesaan tidaklah mudah, ada banyak desa tertinggal yang perlu ditangani ada beberapa permasalahan yang dihadapi dalam mengembangkan kawasan tertinggal dan perbatasan seperti : prioritas pembangunan daerah lebih banyak ditujukan kepada wilayah-wilayah yang berpenduduk padat dan mudah terjangkau, terbatasnya kemampuan keuangan pemerintah daerah dalam melaksanakan pembangunan, terutama pada kawasan-kawasan yang terisolir dan tertinggal, terbatasnya sarana dan prasarana perhubungan serta sumber daya manusia, belum adanya perhatian dari pelaku ekonomi swasta atau investor, baik yang berasal dari daerah itu sendiri maupun dari luar dan lainnya.
Saat ini tercatat masih ada 183 Kabupaten yang diketegorikan tertinggal dari total 524 kabupaten dan 27 dari kabupaten tertinggal merupakan daerah perbatasan. Menurut Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT) membutuhkan dana sebesar 300 triliun rupiah per tahun untuk membangun daerah tertinggal. Anggaran itu belum termasuk untuk membangun daerah perbatasan yang tertinggal yang diperkirakan perlu dana 150 triliun rupiah untuk memajukannya.
Suatu daerah menuliskan P3D (personil, peralatan,pembiayaan dan dokumen) daerahnya untuk mengetahui kebutuhan pembangunan yang akan dilakukan. Desa – desa tertinggal membuat P3D yang kemudian akan dijawab oleh pemerintah daerah menggunakan instrumen- instrumen pembiyayaan yang bersumber dari APBD. Namun, pembiayaan belum dapat sepenuhnya ditangani oleh APBD sehingga dibantu oleh pemerintah pusat dalam APBN.
Hal ini tercantum dalam KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA No. 39 TAHUN 2001 tentang penggunaan dana kontijensi untuk bantuan pengalihan personil, peralatan,pembuayaan dan dokumen (P3D). Dana yang diperlukan dalam pembangunan kawasan tertinggal tidaklah sedikit sehingga diperlukan sumber-sumber pembiayaan dan strategi pembiayaan yang maksimal.
Sementara ini pembiayaan untuk melaksanakan Pembangunan Desa Terpencil, Desa Tertinggal dan Pulau-Pulau Kecil dapat bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Swasta dan Masyarakat. Namun, pembiayaan yang diberikan pemerintah (konvensional) tidak selamanya dapat mengatasi kebutuhan dana karena adanya keterbatasan dana yang dimiliki pemerintah pusat sehingga tidak dapat menjawab semua P3D yang di berikan desa tertinggal maka diperlukan strategi pembiayaan lainnya.
CSR merupakan salah satu potensi sumber pembiayaan yang dapat dimanfaatkan, menurut menteri Pembangunan Daerah Tertinggal banyak perusahaan di Indonesia yang dapat diminta untuk bekerjasama dalam mengarahkan dana tanggung jawab sosial perusahaan (corporate Cocial Responcibility) untuk pendanaan pembangunan daerah-daerah yang tertinggal.
Pendanaan terhadap kawasan tertinggal harus dikoordinir dengan baik agar pendanaan tersebut tepat sasaran dan dapat menutupi kekurangan pendanaan yang bukan prioritas pembangunan yang dianggarkan oleh pemerintah, seperti pendanaan Unit Kegiatan Masyarakat guna mengebangkan keterampilan dan membuka lapangan kerja di desa tersebut, pembangunan jalan poros yang sangat penting dalam mobilitas kegiatan ekonomi masyarakat desa, serta pembangunan fasilitas, hal ini beberapa contok kegiatan pembangunan yang bisa dikembangkan melalui dana CSR. Anggaran dana yang terbatas harus dimanfatkan secara optimal dengan memberikan strategi-strategi penanganan yang tepat dan menghitung keberlangsungan program dengan cermat pula agar pembiayaan tepat sasaran dantidak terjadi tumpang tindih antar sumber pembiayaan dan diperlukan kontrol kelangsungan hasil pembangunan yang baik.

9.     Pandangan Masyarakat Daerah Tertinggal Terhadap Pendidikan
( Wa Ode Maharani Idris )
Pendidikan merupakan hal yang pertama dilakukan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Pendidikan merupakan proses pengubahan sikap dan perilaku seseorang atau kelompok dalam upaya mendewasakan manusia melalui pengajaran dan pelatihan, proses, cara mendidik. Kondisinya pendidikan menjadi hal yang paling sering dibahas, karena lewat pendidikanlah sesuatu perubahan dimulai. Penciptaan generasi muda yang memiliki kemampuan ilmu pengetahuan yang dengan ilmu pengetahuan itu dapat melakukan pembangunan di segala bidang merupakan alasan umum mengapa pendidikan menjadi begitu penting.
Sesuai dengan amanat Undang-undang Dasar 45 pasal 31: (1) Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. (2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. (3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan Undang-Undang. (4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional. (5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.
Menurut Ki Hajar Dewantoro di dalam buku pengantar ilmu pendidikan menyatakan bahwa, “Pendidikan adalah daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter, pikiran (intelek) dan tubuh anak untuk memajukan kehidupan anak didik selaras dengan dunianya”. Dalam pendidikan tidak terlepas dari sistem pembelajaran. Bagian suatu sistem yang melaksanakan fungsi untuk menunjang usaha mencapai tujuan sistem disebut komponen. Dengan demikian, jelaslah bahwa sistem itu terdiri atas komponen – komponen dan masing – masing komponen itu mempunyai fungsi khusus. Semua komponen dalam sistem pembelajaran haruslah saling berhubungan satu sama lain. Sebagai misal dalam proses pembelajaran di sajikan penyampaian pesan melalui media, maka diperlukan adanya aliran listrik untuk membantu memberikan sinar. Jika aliran listrik tidak berfungsi, akan menimbulkan kesulitan bagi guru dalam melangsungkan pembelajaran. Dengan dasar inilah, pendekatan sistem dalam pembelajaran memerlukan hubungan antara komponen yang satu dengan lainnya.
Berbagai permasalahan seringkali menghambat peningkatkan mutu pendidikan nasional, khususnya di daerah tertinggal atau terpencil, yang pada akhirnya mewarnai perjalanan pendidikan di Indoensia. Di suatu daerah tertinggal masih banyak dijumpai kondisi di mana anak-anak belum terlayani pendidikannya. Angka putus sekolah yang masih tinggi. Juga masalah kekurangan guru, walaupun pada sebagain daerah, khususnya daerah perkotaan persediaan guru berlebih. Sarana dan prasarana yang belum memadai. Itulah sederat fakta-fakta yang menghiasai wajah pendidikan kita di daerah permasalahan seringkali menghambat peningkatkan mutu pendidikan nasional, khususnya di daerah tertinggal atau tertinggal, yang pada akhirnya mewarnai perjalanan pendidikan di Indoensia.
Di suatu daerah tertinggal masih banyak dijumpai kondisi di mana anak-anak belum terlayani pendidikannya. Angka putus sekolah yang masih tinggi. Juga masalah kekurangan guru, walaupun pada sebagain daerah, khususnya daerah perkotaan persediaan guru berlebih. Sarana dan prasarana yang belum memadai. Itulah sederat fakta-fakta yang menghiasai wajah pendidikan kita di daerah tertinggal.
Sarana komunikasi yang kurang baik dan jauhnya daerah dari pusat pemerintahan menjadi salah satu penyebab tertinggalnya daerah dari pembangunan pendidikan. Pemberlakuan Undang-undang No. 22 tahun 1999 tentang otonomi daerah mengisyaratkan pada kita mengenai perkembangan daerah-daerah dengan suasana yang lebih kondusif dan demokratis. Namun ternyata hal ini juga berimbas pada pendidikan.
Sebenarnya, masih banyak daerah yang belum siap menerima kebijakan pemerintah yang baru yang menyerahkan kebebasan pada pemerintah daerah untuk mengatur pendidikan yang selama ini selalu berbasis pada pemerintah pusat. Hal ini dapat terlihat dari ketidaksiapan daerah yang tertinggal dalam menghadapi situasi ini. Terlihat dari sarana dan prasarana yang kurang memadai seperti akses jalan menuju sekolah, bangunan sekolah yang rapuh, serta buku-buku yang digunakan dalam mengajar.
Hal tersebut berhubungan erat dengan masalah dana yang kurang tersedia di setiap daerah. Ini menjadi masalah yang mendasar bagi pemerintah daerah, kecuali jika pemerintah pusat dapat membantu mereka mengatasi masalah ketersediaan dana ini. Yang kedua adalah masalah Sumber Daya Manusia (SDM) yang belum memadai. Tidak hanya mengenai kuantitasnya namun juga kualitasnya yang jauh dibawah standar kelayakan. Masih terdapat beberapa daerah yang SDM nya masih belum memadai dan mengerti bagaimana konsep pendidikan yang sebaiknya diterapkan. Terlihat juga dari tenaga pengajar yang kebanyakan honorer. Banyak dari tenaga pengajar tersebut merupakan relawan yang bersedia membantu mengajar .
Pendidikan hingga tahun 2005 menunjukkan, bangunan SD dan SMP di daerah tertinggal di Sumatera Utara berjumlah 9.735 unit, dengan 63.997 kelas. Sedangkan jumlah siswa sebanyak 2.002.371 orang. Sedangkan jumlah tenaga guru yang ada sebatas 84.241 orang.
Beberapa daerah yang tertinggal mempunyai Anggaran Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang sangat rendah, hal ini menyebabkan mereka merasa sangat berat untuk dapat menyelenggarakan pendidikan dengan layak. “Karena anggarana Pendapatan Asli Daerah (PAD) mereka sangat rendah, beberapa daerah yang selama ini kita kenal dengan daerah tertinggal merasa keberatan untuk langsung menerima beban kewenangan kebijakan desentralisasi pendidikan ini. Pembiayaan pembangunan yang mereka lakukan selama ini banyak ditunjang oleh pusat atau propinsi. Pendapatan asli daerah mereka tergolong masih sangat rendah” (Chan, Sam, 2006)
Masalah lain, yaitu masyarakat daerah tertinggal adalah masyarakat yang gamang atau takut terhadap upaya pembaruan. Perubahan kurikulum, uji coba model, dan uji coba mekanisme sering dianggap para pengajar sebagai sebuah malapetaka atau setidaknya menjadi beban yang cukup berat untuk mereka. Serta LSM yang bergerak di bidang pendidikan masih kurang.

10.  Upaya Mengatasi Ketertinggalan Pendidikan Di Daerah Tertinggal ( Wieny Manuela Yakoba Thesya )
Cara melaksanakan pendidikan sudah tentu tidak terlepas dari tujuan pendidikan, sebab pendidikan yang dimaksud di sini ialah pendidikan yang dilakukan di bumi  untuk kepentingan bangsa. Aspek ketuhanan sudah dikembangkan dengan banyak cara seperti melalui pendidikan-pendidikan agama di sekolah maupun di perguruan tinggi, melalui ceramah-ceramah agama di masyarakat, melalui kehidupan beragama di asrama-asrama, lewat mimbar-mimbar agama dan ketuhanan di televisi, melalui radio, surat kabar dan sebagainya. Bahan-bahan yang diserap melalui media itu akan berintegrasi dalam rohani para siswa/mahasiswa.
Pengembangan pikiran sebagian besar dilakukan di sekolah-sekolah atau perguruan-perguruan tinggi melalui bidang studi-bidang studi yang mereka pelajari. Pikiran para siswa/mahasiswa diasah melalui pemecahan soal-soal, pemecahan berbagai masalah, menganalisis sesuatu serta menyimpulkannya. Seperti yang telah kita ketahui, kualitas pendidikan di Indonesia semakin memburuk. Hal ini terbukti dari kualitas guru, sarana belajar, dan murid-muridnya. Guru-guru tentuya punya harapan terpendam yang tidak dapat mereka sampaikan kepada siswanya. Memang, guru-guru saat ini kurang kompeten. Banyak orang yang menjadi guru karena tidak diterima di jurusan lain atau kekurangan dana. Kecuali guru-guru lama yang sudah lama mendedikasikan dirinya menjadi guru. Selain berpengalaman mengajar murid, mereka memiliki pengalaman yang dalam mengenai pelajaran yang mereka ajarkan. Belum lagi masalah gaji guru. Jika fenomena ini dibiarkan berlanjut, tidak lama lagi pendidikan di Indonesia akan hancur mengingat banyak guru-guru berpengalaman yang pensiun.
Sarana pembelajaran juga turut menjadi faktor semakin terpuruknya pendidikan di Indonesia, terutama bagi penduduk di daerah terbelakang. Namun, bagi penduduk di daerah terbelakang tersebut, yang terpenting adalah ilmu terapan yang benar-benar dipakai buat hidup dan kerja. Ada banyak masalah yang menyebabkan mereka tidak belajar secara normal seperti kebanyakan siswa pada umumnya, antara lain guru dan sekolah.
·         Penyebab Rendahnya Kualitas Pendidikan
Di bawah ini akan diuraikan beberapa penyebab rendahnya kualitas pendidikan secara umum, yaitu:
1.    Efektifitas Pendidikan
2.    Efisiensi Pengajaran
3.    Standardisasi Pendidikan
Selain beberapa penyebab rendahnya kualitas pendidikan di atas, berikut ini akan dipaparkan pula secara khusus beberapa masalah yang menyebabkan rendahnya kualitas pendidikan sebagai berikut :
1. Rendahnya Kualitas Sarana Fisik
Untuk sarana fisik misalnya, banyak sekali sekolah dan perguruan tinggi kita yang gedungnya rusak, kepemilikan dan penggunaan media belajar rendah, buku perpustakaan tidak lengkap. Sementara laboratorium tidak standar, pemakaian teknologi informasi tidak memadai dan sebagainya. Bahkan masih banyak sekolah yang tidak memiliki gedung sendiri, tidak memiliki perpustakaan, tidak memiliki laboratorium dan sebagainya.
2. Rendahnya Kualitas Guru
Keadaan guru di Indonesia juga amat memprihatinkan. Kebanyakan guru belum memiliki profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasnya sebagaimana disebut dalam pasal 39 UU No 20/2003 yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan, melakukan pelatihan, melakukan penelitian dan melakukan pengabdian masyarakat.


3. Rendahnya Prestasi Siswa
Dengan keadaan yang demikian itu (rendahnya sarana fisik, kualitas guru, dan kesejahteraan guru) pencapaian prestasi siswa pun menjadi tidak memuaskan. Sebagai misal pencapaian prestasi fisika dan matematika siswa Indonesia di dunia internasional sangat rendah. Menurut Trends in Mathematic and Science Study (TIMSS) 2003 (2004), siswa Indonesia hanya berada di ranking ke-35 dari 44 negara dalam hal prestasi matematika dan di ranking ke-37 dari 44 negara dalam hal prestasi sains. Dalam hal ini prestasi siswa kita jauh di bawah siswa Malaysia dan Singapura sebagai negara tetangga yang terdekat.
4. Kurangnya Pemerataan Kesempatan Pendidikan
Kesempatan memperoleh pendidikan masih terbatas pada tingkat Sekolah Dasar. Data Balitbang Departemen Pendidikan Nasional dan Direktorat Jenderal Binbaga Departemen Agama tahun 2000 menunjukan Angka Partisipasi Murni (APM) untuk anak usia SD pada tahun 1999 mencapai 94,4% (28,3 juta siswa). Pencapaian APM ini termasuk kategori tinggi. Angka Partisipasi Murni Pendidikan di SLTP masih rendah yaitu 54, 8% (9,4 juta siswa). Sementara itu layanan pendidikan usia dini masih sangat terbatas. Kegagalan pembinaan dalam usia dini nantinya tentu akan menghambat pengembangan sumber daya manusia secara keseluruhan. Oleh karena itu diperlukan kebijakan dan strategi pemerataan pendidikan yang tepat untuk mengatasi masalah ketidakmerataan tersebut.
5. Mahalnya Biaya Pendidikan
Pendidikan bermutu itu mahal. Kalimat ini sering muncul untuk menjustifikasi mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk mengenyam bangku pendidikan. Mahalnya biaya pendidikan dari Taman Kanak-Kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi (PT) membuat masyarakat miskin tidak memiliki pilihan lain kecuali tidak bersekolah. Orang miskin tidak boleh sekolah.
Kondisi ini akan lebih buruk dengan adanya RUU tentang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP). Berubahnya status pendidikan dari milik publik ke bentuk Badan Hukum jelas memiliki konsekuensi ekonomis dan politis amat besar. Dengan perubahan status itu Pemerintah secara mudah dapat melemparkan tanggung jawabnya atas pendidikan warganya kepada pemilik badan hukum yang sosoknya tidak jelas. Perguruan Tinggi Negeri pun berubah menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN). Munculnya BHMN dan MBS adalah beberapa contoh kebijakan pendidikan yang kontroversial. BHMN sendiri berdampak pada melambungnya biaya pendidikan di beberapa Perguruan Tinggi favorit.
Dari APBN 2005 hanya 5,82% yang dialokasikan untuk pendidikan. Bandingkan dengan dana untuk membayar hutang yang menguras 25% belanja dalam APBN (www.kau.or.id). Rencana Pemerintah memprivatisasi pendidikan dilegitimasi melalui sejumlah peraturan, seperti Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, RUU Badan Hukum Pendidikan, Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pendidikan Dasar dan Menengah, dan RPP tentang Wajib Belajar. Penguatan pada privatisasi pendidikan itu, misalnya, terlihat dalam Pasal 53 (1) UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Dalam pasal itu disebutkan, penyelenggara dan/atau satuan pendidikan formal yang didirikan oleh Pemerintah atau masyarakat berbentuk badan hukum pendidikan.
·         Solusi dari Permasalahan-permasalahan Pendidikan di Indonesia
Untuk mengatasi masalah-masalah di atas, secara garis besar ada dua solusi yang dapat diberikan yaitu:
Pertama, solusi sistemik, yakni solusi dengan mengubah sistem-sistem sosial yang berkaitan dengan sistem pendidikan.
Kedua, solusi teknis, yakni solusi yang menyangkut hal-hal teknis yang berkait langsung dengan pendidikan. Solusi ini misalnya untuk menyelesaikan masalah kualitas guru dan prestasi siswa.
Maka, solusi untuk masalah-masalah teknis dikembalikan kepada upaya-upaya praktis untuk meningkatkan kualitas sistem pendidikan. Rendahnya kualitas guru, misalnya, di samping diberi solusi peningkatan kesejahteraan, juga diberi solusi dengan membiayai guru melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, dan memberikan berbagai pelatihan untuk meningkatkan kualitas guru. Rendahnya prestasi siswa, misalnya, diberi solusi dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas materi pelajaran, meningkatkan alat-alat peraga dan sarana-sarana pendidikan, dan sebagainya.
Adapun solusi yang dapat diberikan dari permasalahan di atas antara lain dengan mengubah sistem-sistem sosial yang berkaitan dengan sistem pendidikan, dan meningkatkan kualitas guru serta prestasi siswa.Perkembangan dunia di era globalisasi ini memang banyak menuntut perubahan kesistem pendidikan nasional yang lebih baik serta mampu bersaing secara sehat dalam segala bidang. Salah satu cara yang harus di lakukan bangsa Indonesia agar tidak semakin ketinggalan dengan negara-negara lain adalah dengan meningkatkan kualitas pendidikannya terlebih dahulu.
Dengan meningkatnya kualitas pendidikan berarti sumber daya manusia yang terlahir akan semakin baik mutunya dan akan mampu membawa bangsa ini bersaing secara sehat dalam segala bidang di dunia internasional.

No comments:

Post a Comment

buku bimbingan

                                                                                                                                            ...

082126189815

Name

Email *

Message *