BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang
Mayoritas penduduk negeri ini berada
di desa/ gampong, dengan realitas ini seharusnya perhatian diberikan lebih
besar kepada wilayah ini. Namun kalau mau jujur melihat realitas masyarakat
desa / gampong baik dari sisi kesejahteraan, pendidikan, kesehatan dan
infrastruktur yang ada di desa / gampong menjadi semakin prihatin, apa yang
dicita-citakan tentang desa / gampong yang otonom dan mandiri masihlah jauh
dari harapan.
Seiring berjalannya otonomi daerah, maka
sistem pemerintahan di Indonesia berubah menjadi desentralistik, dimana daerah
diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengelola daerahnya masing-masing
namun tetap dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Berkenaan
dengan pelaksanaan otonomi daerah, maka daerah diberikan kewenangan untuk
mengatur rumah tangga daerahnya sendiri, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang disempurnakan dengan Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014.
Berlakunya
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, salah satu
tujuannya adalah agar pemerintah dapat memberikan pelayanan yang baik kepada
masyarakat dan diharapkan dapat memberikan dampak nyata terhadap perkembangan
pemerintahan daerah. Disamping itu dengan berlakunya otonomi daerah, diharapkan
daerah mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip-prinsip
demokrasi sehingga tidak terjadi lagi kesenjangan antar daerah namun tetap
dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Aceh adalah salah satu provinsi di Indonesia
yang diberi otonomi khusus karena terdapat keistimewaan didaerah
tersebut.Otonomi khusus yang deberikan kepada provinsi Aceh merupakan semangat
baru dalam peningkatan pembangunan dan kesejahteraan masyarakatnya. Otonomi
Khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam yang sekarang disebut Provinsi Aceh diatur dalam Undang-Undang Nomor
18 Tahun 2001 yang kemudian berganti menjadi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh
dan selanjutnya diatur dalam Qanun (Peraturan Daerah) Aceh. Undang-Undang
Pemerintahan Aceh (UUPA) merupakan penjabaran dari Memorandum Of Understanding
(MOU) Helsinki antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dengan Pemerintah Republik
Indonesia dimana pengakuan terhadap kekhususan Aceh salah satunya bentuk
pengembalian lembaga adat terdepan di Aceh yaitu Gampong.
Gampong telah mengalami perubahan mulai dari orde baru
dimana penghapusan nomenklatur Gampong menjadi Desa. Dalam penataan
pemerintahan Provinsi Aceh berbeda dengan daerah lainnya di Indonesia, aceh
terdiri dari lima strata pemerintahan yaitu, Provinsi, Kabupaten / kota,
Kecamatan, Mukim dan Gampong.
Berdasarkan Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 2014 tentang desa bahwa kewenangan desa meliputi kewenangan di
bidang penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa,
pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa berdasarkan
prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan adat istiadat. Pada Undang-Undang Nomor
11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh disebutkan bahwa pelaksanaan
pembangunan dan pemberdayaan masyarakat di Aceh berpedoman pada prinsip-prinsip
pembangunan berkelanjutan , pelestarian fungsi lingkungan hidup, kemanfaatan ,
dan keadilan.
Dalam realisasi di lapangan,
sumber daya manusia, sumber daya aparatur pemerintahan, pembinaan masyarakat
sampai sarana dan prasarana gampong kurang terjamah dengan baik, sehingga
kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat merupakan pekerjaan rumah bagi Pemerintah
Aceh yang harus diselesaikan.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014
tentang peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
pasal 96 ayat (3) pengalokasian Alokasi Dana Desa (ADD) dengan pertimbangan
jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah dan tingkat kesulitan
geografis. Berdasarkan Peraturan Bupati Aceh Timur Nomor 32 Tahun 2014 Tentang
Alokasi Dana Gampong dan Alokasi Bagian dari Hasil Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah Serta Tata Cara Pengelolaan dan Pertanggungjawaban bahwa Maksud
diberikan Alokasi Dana Gampong (ADG) dan Alokasi Bagian dari Hasil Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah adalah untuk membiayai penyelenggaraan Pemerintahan
Gampong dalam melaksanakan program dan kegiatan pemerintahan dan pemberdayaan
masyarakat.
Alokasi Dana Gampong di Kabupaten Aceh Timur
baru ada setelah UU No 6 Tahun 2014 berlaku, dimana sebelumnya di aceh ada
namanya Bantuan Keuangan Peumakmue Gampong (BKPG) yang merupakan kelanjutan
dari PNPM Mandiri. Alokasi Dana Gampong (ADG) di Kabupaten Aceh Timur
diluncurkan pada tahun 2015 dan sebagai pengganti dari Bantuan Keuangan Peumakmue
Gampong (BKPG).
Seiring dengan upaya pemberdayaan masyarakat, Kabupaten
Aceh Timur mempunyai masalah tersendiri. Kabupaten Aceh Timur memiliki penduduk
yang sebagian besar hidup di bidang pertanian. Dengan kondisi dan tingkat
kesejahteraan masyarakat serta tingkat pendidikan yang masih belum memadai akan
menjadi tantangan tersendiri yang harus dijawab oleh Badan Pemberdayaan
Masyarakat, Perempuan dan Keluarga Sejahtera (BPMPKS) Kabupaten Aceh Timur
dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya.
Salah satu upaya
pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh Badan Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan
dan Keluarga Sejahtera (BPMPKS) Kabupaten Aceh Timur adalah pelaksanaan Alokasi
Dana Gampong (ADG). Sasaran dari Alokasi Dana Gampong ini adalah memberdayakan masyarakat
desa/ gampong dalam pembangunan desa/gampong melalui prosedur yang telah
ditetapkan. Masyarakat ditetapkan sebagai subjek pembangunan sesuai dengan
konsep pemberdayaan yang memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk dapat
berdaya dan menentukan pilihannya sendiri.
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 114 tentang Pembangunan Desa disebutkan bahwa kelompok masyarakat yang
diberdayakan antara lain kelompok tani, kelompok nelayan, kelompok perajin,
kelompok perempuan, kelompok pemerhati dan perlindungan anak, kelompok
masyarakat miskin, dan kelompok-kelompok masyarakat lain sesuai dengan kondisi
sosial budaya masyarakat desa.
Sesuai dengan pedoman
pelaksanaan Alokasi Dana Gampong bahwa salah satu peruntukan Alokasi Dana
Gampong ialah untuk biaya pembangunan gampong, namun yang menjadi masalah
sekarang ini adalah pembangunan seharusnya tidak hanya berorientasi pada
pembangunan fisik belaka tapi perlu adanya pembangunan Sumber Daya Manusia
yaitu melalui kegiatan-kegiatan pemberdayaan masyarakat. Karena pada
kenyataannya kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) masyarakat desa/ gampong dan
kemauan masyarakat gampong itu sendiri untuk mengembangkan diri sangat rendah.
Banyak SDM yang lebih berorientasi mengisi lapangan kerja dari pada membuka lapangan
kerja atau memanfaatkan potensi yang ada di daerah.
Selain itu juga kurangnya
kualitas SDM dari aparat pemerintah gampong menjadi penghambat dalam
administrasi kegiatan karena sering tidak tertib. Aparat Pemerintah Gampong
masih belum mampu melaksanakan anggaran Alokasi Dana Gampong dengan baik, hal
ini dapat dilihat dari bagaimana aparat pemerintah gampong dalam mengelola
penggunaan dana dari Alokasi Dana Gampong dimana Pemerintah Gampong lebih
menitikberatkan kepada pembangunan jangka pendek sehingga sangat kecil
pemanfaatannya yang dirasakan oleh masyarakat.
Sosialisasi dan penyaluran informasi ke
masyarakat masih belum berjalan dengan baik sehingga masih banyak masyarakat
yang tidak tahu tentang Alokasi Dana Gampong.Hal ini dilihat dari kurangnya
partisipasi masyarakat dalam memberikan ide-ide pada musyawarah yang dilakukan
oleh Pemerintah Gampong dalam merencanakan penganggaran alokasi dana gampong. Pemerintah
Kabupaten memegang peran penting dalam hal ini karena banyak masalah yang
terjadi akibat kurang seriusnya Pemerintah Kabupaten, contoh saja akibat kurang
maksimalnya sosialisasi Alokasi Dana Gampong kepada seluruh masyarakat sehingga
masih banyak masyarakat yang tidak tahu tentang Alokasi Dana Gampong.
Penyaluran dan Pencairan
dana dalam tiga tahap memperlambat proses kegiatan yang sedang berjalan
sehingga berpengaruh juga dalam pelaksanaan di lapangan. Terlambatnya pencairan
dana menyebabkan pemerintah gampong harus menunda semua perencanaan yang telah
dianggarkan dalam alokasi dana gampong, dikarenakan pemerintah gampong masih
mengharapkan bantuan dana dari alokasi dana gampong tersebut. Pemerintah
Gampong juga harus meyelesaikan tahap pelaporan sebelum mendapatkan cairan dana
di tahap kedua. Tahap Pelaporan yang
tidak tertib dan tindak lanjut dari hasil monitoring dan pengawasan tidak ada
menjadi suatu rangkaian hambatan dalam penerapan program Alokasi Dana Gampong.
Alokasi Dana Gampong memberikan kontribusi terhadap gampong yaitu peningkatan
aspek pembangunan baik prasarana fisik maupun non fisik dalam rangka mendorong
tingkat partisipasi masyarakat untuk pemberdayaan dan perbaikan taraf hidup
masyarakat.
Gampong Bukit Selamat yang
merupakan salah satu gampong di Kecamatan Sungai Raya Kabupaten Aceh Timur
Provinsi Aceh merupakan salah satu gampong yang mendapatkan bantuan Alokasi
Dana Gampong diharapkan mampu mengalami perkembangan dengan adanya bantuan
tersebut, namun mengalami kendala pada proses pelaksanaannya yang mengurangi
efektivitas tujuan ADG ini.
Alokasi Dana Gampong untuk
Aceh Timur berjumlah 215,7 Miliar Rupiah yang diberikan ke 513 gampong/desa
yang ada di Aceh Timur. Alokasi dana gampong ini nantinya akan dibagi ke dalam
tiga tahapan ke masing-masing gampong, dimana untuk tahap pertama disalurkan
sebesar 30% dan tahap berikutnya masing-masing 45% dan 25 %. Dari permasalahan
diatas dapat dipahami bahwa sebaik apapun kebijakan yang dikeluarkan selalu ada
masalah yang timbul mengiringi kebijakan yang dikeluarkan.
Untuk itu penulis ingin
mengetahui sejauh mana efektivitas Alokasi Dana Gampong dan apakah dalam
pelaksanaan pemberdayaan masyarakat sudah berjalan dengan efektif karena sebaik
apapun kebijakan yang dikeluarkan selalu ada masalah yang timbul mengiringi
program kebijakan yang dikeluarkan.
Berdasarkan Permasalahan diatas, maka
penulis dalam penelitian ini mengambil judul : “EFEKTIVITAS PENGGUNAAN DANA DARI ALOKASI DANA GAMPONG DALAM
MENINGKATKAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI GAMPONG BUKIT SELAMAT KECAMATAN SUNGAI
RAYA KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI ACEH.”
No comments:
Post a Comment