KATA PENGANTAR
Puji syukur kami
panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberikan kekuatan dan
kemampuan sehingga makalah ini bisa selesai tepat pada waktunya. Adapun tujuan
dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Resume Buku Reformasi Birokrasi.
Penulis mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan mendukung dalam
penyusunan makalah ini.
Penulis sadar makalah ini
belum sempurna dan memerlukan berbagai perbaikan, oleh karena itu kritik dan
saran yang membangun sangat dibutuhkan.
Akhir kata, semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan semua pihak.
Jatinangor,
Mei 2014
Penulis,
DAFTAR ISI
BAB I
SISTEM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN
DEFINISI NEGARA MODERN
Negara
merupakan manifestasi dari kehendak masyarakat yang berkeinginan untuk
melanjutkan kehidupannya. Selama masih ada satu keinginan yang kuat dan
persamaan kepentingan, maka negara tersebut akan selalu menjadi patokan. Selain
itu, persoalan identitas juga "memaksa" agar negara ini selalu eksis.
Sebelum itu, negara hanyalah merupakan "tanah tak bertuan° yang tak akan
bisa bergerak aktif tanpa ada campur tangan masyarakat. Identitas diperlukan
agar manusia satu tak lagi bisa dipandang sebelah mata oleh manusia yang lain.
Disinilah kemudian muncul apa yang disebut sebagai pengakuan. Jadi secara
filosofis, munculny negara tak bisa dipisahkan dari kepentingan manusia agar
diakui oleh manusia yang lain.
Menurut
Plato, negara muncul atau timbul karena adanya kebutuhan dan keinginan manusia
yang beraneka macam, yang menyebabkan mereka harus bekerjasama untuk memenuhi
kebutuhan mereka. Hal ini disebabkankarena masing-masingorang secara
sendiri-sendiri tidak mampu memenuhi kebutuhannya. Berdasarkan kepada kecakapan
mereka masing-masing, tiap-tiap orang itu mempuny,ai tugas sendiri-sendini dan
bekerjasama untuk memenuhi kepentingan mereka bersama. Ide terbentuknya negara
menurut Plato disebabkan karena faktor ekonomi, yaitu keinginan manusia untuk
melengkapi kebutuhannya. Tidak semua orang bisa mengerjakaan semua pekerjaan
dalam satu waktu.
Sejalan
dengan pemikiran Plato ini, Aristoteles sebagai salah satu murid Plato,
mengungkapkan bahwa munculnya negara itu merupakan sebuah keharusan atau
berdasarkan kodrat. Manusia sebagai anggota keluarga menurut kodratnya tidak
dapal dipisahkan dari negara. Manusia adalah makhluk sosial atau zoon
politicon, maka dari itu tidak dapat dipisahkan dari masyarakat atau
Negara.
Ada
beberapa pendapat yang mengatakan bahwa negara bukanlah otoritas yang
independen. Dalam pandangan ini, negara hanyalah sebuah alat untuk
melanggengkan kekuasaan. Menurut penututran dari Franz Magnis Suseno, negara
hanyalah obyek, semenrata subyeknya tetaplah sekelompok orang. Dalam pandangan
Karl Marx, negara tidak mengabdi terhadap seluruh kepentingan masyarakat,
melainkan hanya melayani kepentingankepentingan kelas-kelas sosial tertentu
saja, menjadi alat suatu kelas doininan untuk mempertahankan kedudukan mereka.
Pada lain sisi, ada empat
teori tentang terbentuknya negara, masing-masing yaitu teori alamiah, teori
ciptaan Tuhan, teori kekuatan, dan teori kontrak sosial. Masing-masing teori
itu juga memberikan penjelasan tentang di mana sumber kewenangan politik.
Penjelasannya sebagai berikut;
- Teori Alamiah
- Teori Ciptaan Tuhan
- Teori Kekuatan
- Teori Kontrak Sosial
Menurut cendekiawan
muslim yang hidup di abad pertengahan tersebut, perkembangan negara melalui
lima tahap, yaitu;
- Tahap Pendirian Negara
Negara sendiri tidak akan
tegak kecuali dengan ashabiyah.
- Tahap Pemusatan Kekuasaan
Pemusatan kekuasaan adalah
kecenderungan yang alamiah pada diri manusia.
- Tahap Kekosongan
Negara pada tahap ini sedang
berada pada puncak perkembangannya.
- Tahap Ketundukan dan Kemalasan
Pada tahap ini, negara dalam
keadaan statis, tidak ada perubahan apapun yang terjadi, negara seakan-akan
sedang menantikan permulaan akhir kisahnya.
- Tahap Foya-foya dan Penghamburan Kekayaan
Negara telah memasuki masa
ketuaan dan dirinya telah diliputi penyakit kronis yang hampir tidak dapat ia
hindari dan terus menuju keruntuhan.
Negara modem juga
ditandai dengan keberadaan struktur birokrasi dan tata pemerintahan yang
administratif. Bahkan dalam transisi pemikiran sebagian ahli, negara modern
dimaknai sebagai "kawasan teritorial" : Adapun ciri-ciri negara
sebagai kawasan teritorial adalah;
- Negara modem adalah organisasi birokratis yang terpusat, hirarkis, dan dibagi-bagi menjadi institusi dan organ yang berbeda yang memiliki fungsi masing-masing.
- Domain organisasi negara modem lebih luas dari organisasi-organisasi lain karena saat ini domainnya mencakup hampir seluruh aspek kehidupan manusia baik sosial, politik, ekonomi, pendidikan, kesehatan dan lain sebagainya. Fungsi lembaga negara yang komprehensif dan luas ini juga menandakan keunikan, otonomi, dan independensi negara dari organisasi-organisasi lain.
- Negara juga harus menjadi representasi otoritatif dari warga negara dan aktor-aktor yang berada dalam kawasan kekuasaannya bagi pihak-pihak yang berada di luar wilayahnya.
- Kekuasaan negara terbatas pada wilayahnya. Suatu negara, biasanya, tidak mempunyai otoritas di luar wilayah kekuasaannya.
- Negara juga cenderung memiliki tipe pemerintahan yang berbeda. Bisa jadi pemerintahannya adalah partai demokrat liberal, satu partai, monarki dan lain sebagainya.
PEMBERLAKUAN HUKUM SEBAGAI SYARAT MUTLAK
Konsensu antar masyarakat
pada sebuah wilayah ini yang pada akhirny, saling mengenal dan membentuk
komunitas. Sebuah syara bagi terbentuknya negara adalah adanya sebuah konsensus
yan3 dijadikan patokan dan acuan bagi kehidupan. Ini dilakukan aga tidak
terjadi pergolakan dan konflik antar komunitas.
Hukum merupakan suatu
sistem, yaitu suatu kesatuan yang tidak menghendaki adanya konflik di dalamnya.
Kalau sampai terjadi konflik, maka konfllik itu tidal akan dibiarkan
berlangsung berlarut-larut atau terus menerus.
Aristoteles melakukan
pembedaan yang esensial terhadap konsep hukum tentang apa yang dinamakan
sebagai keadilan distributif dan
keadilan korektif. Bagi
Aristoteles, keadilan distributif adalah kvnsep keadilan
menyangkut soal pembagian barang-barang dan kehormatan kepada masing-masing
orang sesuai dengan tempatnya di masyarakat. Ia
juga sepakat dengan Plato, bahwa kedudukan semua orang di muka hukum adalah
sama dan seimbang.
Dalam kaitannya dengan
hal ini, Purnadi Purbacaraka & Soerjono Soekanto menyebutkan sembilan arti
hukum, yaitu;
- Ilmu pengetahuan, yaitu pengetahuan yang tersusun secara sistematis atas dasar kekuatan pemikiran.
- Disiplin, yaitu suatu sistem ajaran tentang kenyataan atau gejala-gejala yang dihadapi.
- Norma, yaitu pedoman atau patokan sikap tindak atau perilaku yang pantas atau diharapkan.
- Tata Hukum, yaitu struktur dan proses perangkat normanorma hukum yang berlaku pada suatu waktu dan tempat tertentu serta berbentuk tertulis.
- Petugas, yakni pribadi-pribadi yang merupakan kalangan yang berhubungan erat dengan penegakan hukum (law enforcement officer).
- Keputusan Penguasa, yakni hasil proses diskresi.
- Proses Pemerintahan, yaitu proses hubungan timbal balik antara unsur-unsur pokok dari sistem kenegaraan.
- Sikap tindak ajeg atau perilaku yang teratur, yakni perilaku yang diulang-ulang dengan cara yang sama, yang bertujuan mencapai kedamaian.
- Jalinan nilai-nilai, yaitu jalinan dari konsepsi-konsepsi abstrak tentang apa yang dianggap baik dan buruk.
SISTEM PEMERINTAHAN DAN BEBERAPA VARIASINYA
Sistem pemerintahan
inilah yang akan menentukan corak dan kinerja negara yang bersangkutan dalam
hubungannya dengan masyarakatnya dan dengan negara lain. Sesuai dengan
penjabarannya, negara diklasifikasikan ke dalam tiga golongan, maisng-masing
adalah monarki, aristokrasi dan demokrasi. Sedangkan yang dipergunakan sebagai
kriteria pembedanya adalah:
1. Susunan Pemerintahan
2. Sifat Pemerintahan
Sementara itu, jika
ditinjau dari segi susunannya, negara akan terbagi dalam dua bentuk yang saling
berseberangan satu sama lain, yaitu:
1. Negara Kesatuan (unitaris)
Tidak tersusun ke dalam
beberapa negara, sehingga tidak terjadi "negara" dalam negara,
melainkan hanya terdiri atas satu negara.
2. Negara Federal
Lazim dikatakan sebagai
negara yang tersusun secara jamak. Semula negara itu tersusun dari beberapa
negara yang mempunyai undang-undang serta pemerintahan sendiri.
3. Sistem Pemerintahan Referendum (demokrasi semi langsung)
Ini sebuah sistem
pemerintahan yang dijalankan di negara swiss. Badan eksekutif disebut sebagai Bundesrat, yang merupakan bagian dari
badan legislatif, yang kemudian disebut sebagai Bundesversammlung.
4. Sistem Pemerintahan Autokrasi Modem
Biasa disebut, sebagai sistem
satu partai atau berpartai tunggal. Sistem ini digunakan di negara Rusia.
AWAL MUNCULNYA BIROKRASI SEBAGAI SYARAT TERBENTUKNYA NEGARA MODERN
Birokrasi berasal dari
kata dasar Bureau, yang artinya
lebih merujuk kepada meja tulis. Konsep ini mulai digunakan pada awal abad 18
di Eropa bagian barat. Pada awal kemunculannya, Bureau hanya diartikan secara sempit. Meski begitu, seiring
dengan berjalannya waktu, Bureau bukan
hanya untuk menunjuk pada meja tulis saja, akan tetapi lebih pada kantor.
Contohnya adalah tempat kerja dimana pegawai memulai pekerjaannya. Makna asli
dari birokrasi berasal dari bahasa perancis berarti pelapis meja. Kata
birokrasi sendiri kemudian digunakan segera setelah Revolusi Perancis tahun
1789, dan kemudian tersebar ke negara lain. Kata imbuhan kratia berasal dari bahasa Yunani
atau kratos yang berarti
kekuasaan atau kepemimpinan.
BAB II
PERTALIAN ANTARA BIROKRASI DAN DEMOKRASI ;
SEBUAH ANALISA YANG DILEMATIS
PENGERTIAN DAN FUNGSI DEMOKRASI
Beberapa yang perlu untuk
dicatat adalah masa Renaisance di
eropa, revolusi perancis dan beberapa pengalaman di negara lain. Satu yang
patut disimpulkan dari keterkaitan ini adalah sebuah masyarakat atau negara
yang akan mengadopsi sistem demokrasi, setelah sebelumnya memakai sistem yang
lama, memerlukan waktu yang panjang dan penuh dengan pertentangan yang tak
jarang menimbulkan pertumpahan darah.
Demokrasti tak lahir
begitu saja. Setelah sebelurnnya belajar dari peradaban Yunani, yang merupakan
akar lahirnya berbagai ilmu pengetahuan, para pemikir lebih menitik beratkan
demokrasi sebagai sebuah konsep untuk menuju kehidupan bernegara yang labih baik
dan bermartabat, meski ada beberapa pemikir yang menilai demokrasi bukan
sebagai jalan untuk menuntun ke arah yang lebih baik. Di lain sisi, kajian
teoritis konseptual mengenai demokrasi tentang demokrasi mulai bergaung ketika
terjadi transisi ke demokrasi yang mulai marak pasca perang dunia ke dua,
ketika banyak rezim otoritarian tumbang dari kursi kekuasaannya. Banyak ahli
dan ilmuwan politik beralih perhatian yang semula bersifat eropasentris dan
amerikasentris membuka mata terhadap perkembangan di Eropa Selatan, kemudian
Amerika Latin dan Asia.'
Marx mengatakan bahwa
demokrasi mutlak bagi keberadaan sebuah negara. Demokrasi yang paling tepat
menurut Karl Marx adalah demokrasi yang menekankan pemerintahan parlementer,
pembagian kekuasaan, dan kesetaraan di bawah hukum negara, dan bukan negara
dengan berdasarkan pada demokrasi borjuis.
Menurut Hans Kelsen, ide
demokrasi berawal dari keinginan manusia untuk menikmati kebebasan (free will). Kebebasan yang mungkin
didapat dalam masyarakat, dan khususnya di dalam negara, tidak bisa berarti
kebebasan dari setiap ikatan, tetapi hanya bisa berupa kebebasan dari satu
macam ikatan tertentu. Misalnya, kebebasan politik adalah kebebasan di bawah
tatanan sosial, adalah penentuan kehendak sendiri dengan jalan turut serta
dalam pembentukan tatanan sosial. Kebebasan politik adalah kemerdekaan, dan kemerdekaan
adalah kemandirian.
Robert. A. Dahl, di
antaranya, perlu dicermati. Robert A. Dahl, seperti dikutip Afan Gaffar,
mengatakan ada tujuh indikator bagi demokrasi secara empirik, yaitu:
- Control over governmental decisions about policy is constitutionally vested in elected officials.
- Elected officials are chosen and peacefidly rervioved in relatively frequent, fair in free elections in wich coercion is quite limited.
- Practically all adults have the right to vote in these elections.
- Most adults have the right to run for public offices for urich candidates run in these elections.
- Citizens have an effectively enforced right to freedom of expressi'on, particularly political expression, including critism of the officials, the conduct of the government, the prevailing politicaL economic, and social system, and the dominant ideology.
- They also have acces to alternative sources of information that are not monopolized by the government or any other single group.
- Finally they have and effectively enforced right to form and join autonomous associations, including political associations, such as political parties and interst groups, that attempt to influence the government by competing in elections and by other peaceful means.
Sementara menurut Afan
Gaffar sendiri, suatu political order dikatakan
menggunakan sistem yang demokratis apabila ditemukan indikator-indikator
sebagai berikut:
1. Adanya akuntabilltas.
Dalam demokrasi, setiap
pemegang jabatan yang dipilih oleh rakyat harus dapat mempertanggungjawabkan
kebijaksanan yang hendak dan telah ditempuhnya, baik terhadap ucapannya maupun
terhadap perilakunya.
2. Adanya rotasi kekuasaan.
Dalam demokrasi, peluang akan
terjadinya rotasi kekuasaan harus ada, dan dilakukan secara teratur dan damai.
3. Adanya rekruitmen politik yang terbuka.
Dalam demokrasi, setiap
orang yang memenuhi syarat untuk mengisi jabatan politik, mempunyai peluangyang
sama untuk mengisi jabatan tersebut.
4. Adanya pemilihan umum.
Dalam negara demokrasi,
setiap warga negara yang sudah dewasa mempunyai hak untuk memilih dan dipilih
dengan bebas sesuai nuraninya dalam suatu pemllihan umum yang dilaksanakan
secara berkala.
5.
Adanya kebebasan untuk menikmati
hak-hak dasar sebagai warga negara, baik hak untuk menyatakan pendapat (freedom expression), hak berkumpul
dan berserikat (freedom of assembly), menikmati
pers yang bebas (freedom of press), menentukan
pilihan politik, maupun hak menyangkut masalah pribadi dan masyarakat di
sekitamya.
Kriteria-kriteria atau
indikator-indikator tersebut juga melahirkan suatu pemahaman demokrasi secara
universal, yaitu pemahaman demokrasi yang tidak ethnosentrisme, tetapi juga membuka peluang untuk berasimilasi
dengan nilai-nilai local dalam lingkungan politik tertentu. Pemahaman demokrasi
yang universal, di mana demokrasi tidak lagi dipahami dari segi subtantifnya
saja dengan memberikan apa yang menjadi hakhak rakyat, namun juga dilihat dari
segi proseduralnya, yaitu bagaimana mekanisme penyampaian hak-hak tersebut.
Pada dasarnya terdapat
tiga jenis demokrasi yang dapat dijadikan acuan dalam hal ini, yaitu:
1.
Demokrasi asli, yaitu suatu
demokrasi di mana rakyat kuat dan mampu mengimbangi kekuatan elit yang berkuasa.
2.
Demokrasi semu, yaitu demokrasi
yang ditandai dengan adanya kebebasan bagi rakyat, namun kebebasan tersebut
berada dalam relasi di mana negara kuat dan rakyat lemah.
3.
Demokrasi semu lainnya yang
timbul sebagai akibat adanya pluralisme di kalangan elit.
Demokrasi sangat lekat
dengan konsep kedaulatan rakyat. Kedaulatan rakyat mengacu pada pendapat bahwa
kedaulatan berada di tangan rakyat. Dalam sisi yang lain, kedaulatan (sovereignty) merupakan konsep
kekuasaan yang tertinggi dalam suatu negara. Gagasan tentang kedaulatan sudah
dikenal sejak zaman Yunani Kuno. Aristoteles, misalnya, pada saat melakukan
studi atas berbagai konstitusi sempat menyinggung adanya sest.atu yang
"superior" dalam suatu unit politik, apakah itu satu beberapa, atau
banyak.
Menurut Jack H. Nagel
pembicaraan tentang kekuasaan selalu meliputi dua aspek, yaitu lingkup
kekuasaan (scope of power) dan
jangkauan kekuasaan (domain of power).
Persoalan lingkup kedaulatan mengarah kepada kegiatan yang ada dalam
fungsi kedaulatan yang meliputi dua fokus, yaitu siapa yang memegang kekuasaan
tertinggi dalam negara, dan apa yang dikuasai oleh pemegang kekuasaan tertinggi
tersebut. Sedangkan jangkauan kedaulatan berbicara tentang siapa yang menjadi
subyek dan pemegang kedaulatan. Secara umum kerangka pemikiran tersebut
digunakan sebagai acuan untuk mencari pemahaman tentang kedaulatan rakyat,
khususnya pertanyaan tentang siapa yang memegang kekuasaan tertinggi dalam
negara.
BIROKRASI DALAM PRAKTEK DEMOKRASI
Problematika penerapan demokasi
tak pernah bias usang, meski jaman dan rezim telah silih berganti. Sejalan
dengan hat tersebut, demokrasi memang menjadi tema yang bisa dijadikan landasan
bagi berbagai pokok pemikiran, termasuk dalam kaitannya dengan birokrasi.
Demokrasi dan birokrasi memang merupakan dua pokok bahasan yang relatif sama
tujuannya. Demokrasi dengan berbagai variannya berusaha untuk menampilkan
kekuasaan dalam bentuknya yang paling manusiawi. Sementara birokrasi acapkali
diidentikan dengan tujuan untuk mengefektifkan kinerja organisasi negara agar
mampu bekerja maksimal untuk rakyatnya. Dari karakter tersebut bisa dibaca
lebih lanjut bahwa demokrasi dan birokrasi mempunyai fungsi yang cukup mulia.
Memang, menjadi sebuah
hat yang tak bisa dihindari, bahwasanya demokrasi dan birokrasi memiliki
keterkaitan yang cukup erat. Dalam konteks ini, penerapan demokrasi pada sebuah
negara akan membawa dampak terhadap kinerja birokrasi pada negara yang
bersangkutan. Ibarat kata, kemana demokrasi melangkah, di sanalah birokrasi
akan menunjukkan tajinya.
Ide Karl Marx dan Gaetano
Tosca bisa menjadi landasan dalam hal ini. Dalam pandangan Marx yang menjadikan
pandagan Hegel sebagai tolok ukur, awalnya birokrasi menjadi penengah atau
mediasi antara kepentingan umum dengan kepentingan kelompok atau kepentingan
pribadi. Hal ini kemudian ditafsirkan oleh Marx bahwasanya negara, dalam
beberapa hal tertentu, bukanlah perwakilan dari kepentingan umum, sehingga
birokrasi yang merupakan bagian dari negara juga tak bisa dianggap sebagai
mewakili kepentingan umum.
Eva Etzioni-Halevy
beralasan ada beberapa sebab mengapa para birokrat bisa memiliki kekuasaan
besar dan cenderung semakin membesar. Alasan tersebut diantaranya adalah;
1. Makin besarnya intervensi Negara
2. Makin kompleksnya tugas-tugas pemerintah
3. Keahlian
4. Informasi
5. Waktu dan jumlah
6. Minat
7. Merosotnya kekuasaan parlemen
8. Pergantian Menteri yang terlalu cepat
BAB III
RUANG LINGKUP REFORMASI BIROKRASI
PENGERTIAN DAN URGENSI BIROKRASI DI ERA MODERN
Reformasi sejatinya
melahirkan perubahan sistematis dan terencana yang diarahkan untuk melakukan
transformasi secara mendasar dengan hasil yang lebih baik. Reformasi harus
diwujudkan dengan kemauan bersama untuk melakukan perubahan. Namun kadang
bahkan sering kemauan tersebut kalah akan kepentingan individu/ kelompok.
Reformasi birokrasi merupakan implementasi dari reformasi yang di
gaung-gaungkan oleh para demonstran di tahun 1998.
Jika kita mencermati
perkembangan kehidupan kenegaraan sepanjang kurun waktu ini, euphoria reformasi nasional itu
berwujud pada desakan kepada Pemerintah untuk melaksanakan langkah-langkah
reformasi dalam berbagai aspek. Berbagai kebijakan publik (public policy) yang dibuat oleh
pemerintah ditujukan untuk menata, memperbaiki, dan mengubah birokrasi dan tata
kelola pemerintahan, baik di pusat dan di daerah.
Ciri-ciri pokok dari
struktur birokrasi adalah sebagai berikut:
- Birokrasi melaksanakan kegiatan-kegiatan regular yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi, didistribusikan dengan cara tertentu, dan dianggap sebagai tugas-tugas resmi
- Pengorganisasian kantor mengikuti prinsip hierarkhis, yaitu bahwa unit yang lebih rendah dalam sebuah kantor berada di bawah pengawasan dan pembinaan unit yang lebih tinggi
- Pelaksanaan tugas diatur oleh suatu sistem peraturan-peraturan abstrak yang konsisten dan mencakup juga penerapan aturanaturan itu di dalam kasus -kasus tertentu
- Pejabat yang ideal melaksanakan tugas-tugasnya dengan semangat sine ira et studio (formal dan tidak bersifat pribadi), tanpa perasaan-perasaan dendam dan nafsu dan karena itu tanpa perasaan suka atau tidak suka
- Pekerjaan dalam organisasi birokratis didasarkan pada kualifikasi teknis dan dilindungi dari pemecatan sepihak
- Pengalaman menunjukkan bahwa tipe organisasi administratif yang murni berciri birokratis dilihat dari sudut teknis akan mampu mencapai tingkat efisiensi yang tertinggi
Efisiensi administratif
merupakan sisi normatif yang diharapkan dari berbagai ciri birokrasi. Agar
seseorang dapat bekerja secara efisien, ia harus memilki keahlian-keahlian
tertentu dan menerapkannya secara aktif dan rasional. Setiap anggota harus ahli
dalm bidang tertentu untuk dapat menjalankan tugas yang diberikan kepadanya.
Inilah maksud dari diadakannya spesialisasi dan penerimaan pegawai yang
didasarkan atas kualifikasi teknis yang obyektif.
Dari pengertian yang
dikemukakan oleh Erry Riyana Hardjapamekas, Blau dan Meyer, Bintoro
Tjokroamidjojo, dan Miftah Toha ada beberapa kata kunci (key words) untuk melihat konteks birokrasi. Diantaranya
adalah;'
1.
Sifatnya terorganisir
2.
Ada sebuah struktur yang jelas
3. Terdapat keberadaan pembagian kerja
4. Ada budaya yang bersifat formalisme
5. Bekerja secara penuh waktu
Berbagai poin diatas bisa
diperbandingkan dengan apa yang pernah dikemukakan oleh Max Weber. Dengan
sepenuhnya mengutip pendapat seorang sosiolog yang terkenal, yaitu Max Weber
dimana ia memberikan ciri-ciri birokrasi sebagai berikut:
- Kegiatan sehari-hari yang dibutuhkan untuk mencapai tujuantujuan organisasi didistribusikan melalui cara yang telah ditentukan, dan dianggap sebagai tugas resmi;
- Pengorganisasian kantor mengikuti prinsip hirarkis yaitu bahwa unit yang lebih rendah dalam sebuah kantor berada di bawah pengawasan dan pembinaan yang lebih tinggi;
- Pelaksanaan tugas diatur oleh suatu sistem peraturan abstrak yang konsisten dan mencakup penerapan aturan tersebut dalam kasus-kasus tertentu;
- Seorang pejabat yang ideal melaksanakan tugas-tugasnya tanpa perasaan-perasaan dendam atau nafsu dan oleh karena itu, tanpa persaan-perasaan kasih sayang atau auntianisme;
- Pekerjaan dalam suatu organisasi birokratis didasarkan kepada kualifikasi teknis dan dilindungi dari kemungkinan pemecatan secara sepihak; dan
- Pengalaman secara universal cenderung mengungkapkan bahwa tipe organisasi administratif murni yang berciri birokratis dilihat dari sudut pandangan yang semata-mata bersifat teknis, mampu mencapai tingkat efisiensi yang tinggi.
Dalam pandangan lain, ada
kategorisasi birokrasi yang mungkin bisa dijadikan sandaran pokok. Diantaranya
adalah;'
1. Birokrasi Pemerintahan umum
yaitu rangkaian organisasi
pemerintahan yang menjalankan tugas-tugas pemerintahan umum termasuk memelihara
ketertiban dan keamanan, dari tingkat pusat sampai di daerah (propinsi,
kabupaten, kecamatan, dan desa).
2. Birokrasi Pembangunan
Birokrasi Pembangunan, yaitu
organisasi pemerintahan yang menjalankan salah satu bidang atau sektor yang
khusus guna mencapai tujuan pembangunan, seperti pertanian, kesehatan,
pendidikan, industri.
3. Birokrasi Pelayanan
yaitu unit organisasi yang
pada hakikatnya merupakan bagian yang langsung berhubungan dengan masyarakat.
KONSEP REFORMASI BIROKRASI
Organisasi publik
(pemerintah) sebagai institusi yang membawa misi pelayanan publik (public service), akhir-akhir ini semakin gencar mengkampanyekan dan
saling berlomba untuk memberikan dan mengimplementasikan makna hakiki dari
pelayanan publik tersebut, namun demikian di dalam pelaksanaannya masih jauh
dari harapan yang diinginkan. Secara umum ada dua variabel yang sangat berperan
bagi organisasi pemerintah di dalam mengimplementasikan konsepsi mengenai
pelayanan publik tersebut, yaitu:
1. Faktor komitmen untuk melaksanakan kebijakan yang sudah ada
Birokrasi dituntut untuk
mempunyai komitmen yang jelas melalui visi dan misi organisasi untuk
melaksanakan fungsi pelayanan dengan baik.
2. Faktor aparatur pelaksana (birokrat) yang menjalankan fungsi
pelayanan tersebut
Setiap individu yang
menjalankan fungsi pelayanan harus mengacu pada komitmenorganisasionalyangtelah
dituangkan di dalam visi dan misi organisasi tersebut.
PENATAAN REFORMASI BIROKRASI TERKAIT PENATAAN SUMBER DAYA MANUSIA
Birokrasi adalah sistem
yang dijalankan oleh pegawai pemerintah (birokrat) yang mencakup system
manajemen dan kelembagaan pemerintah. Kondisi birokrasi dikenal gemuk atau
lamban bahkan miskin fungsi karena disebabkan menumpuknya Sumber Daya Manusia
(SDM), sedangkan lambannya birokrasi disebabkan oleh kompetensi dan disiplin
SDM yang masih lemah, sehingga kemampuan untuk mengelola tugas pokok dan fungsi
unit kerja menjadi kurang optimal.
BAB IV
KONSEP GOOD GOVERNANCE SEBAGAI PENGEJAWANTAHAN REFORMASI BIROKRASI
PENGERTIAN, FUNGSI DAN TUJUAN GOOD GOVERNANCE
Istilah governance di sini diartikan sebagai
mekanisme, praktek, dan tata cara pemerintah dan warga mengatur sumberdaya
serta memecahkan masalah-masalah publik. Menurut konsep governance, pemerintah hanya menjadi salah satu aktor dan tidak
selalu menjadi aktor paling menentukan dalam segala hal. Dengan demikian, peran
pemerintah sebagai pembangun atau penyedia jasa pelayanan dan infrastruktur
akan bergeser menjadi badan pendorong terciptanya lingkungan yang mampu
memfasilitasi pihak lain di komunitas dan sektor swasta sehingga pihak ini
dapat ikut berperan aktif memajukan lingkungan yang terbuka tersebut.
Governance itu menuntut redefinisi peran negara
dan otomatis diikuti pula dengan redefinisi peran warga sehingga warga dapat
memainkan peran yang signifikan, yaitu aktif memonitor akuntabilitas
pemerintah. Hakikat konsep governance ini
harus dipahami sebagai suatu proses, bukan struktur atau institusi. Konsep governance juga menunjukkan prinsip inklusivitas
atau terbuka sehingga berbeda maknanya dengan istilah government.
Woodrow Wilson
memperkenalkan bidang studi tersebut kira-kira 1125 tahun yang lalu. Tetapi
selama itu governance hanya digunakan dalam konteks pengelolaan organisasi korporat
dan lembaga pendidikan tinggi.'
Konsep
"pemerintahan" berkonotasi peranan pemerintah yang lebih dominan
dalam penyelenggaran berbagai otoritas tadi. Sedangkan dalam governance
mengandung makna bagaimana cara suatu bangsa mendistribusikan kekuasaan dan
mengelola sumberdaya dan berbagai masalah yang dihadapi masyarakat. Dengan kata
lain, dalam konsep governance terkandung unsur demokratis, adil, transparan,
rule of law, partisipatif dan kemitraan.
Dalam konteks ini, governance dimaknai sebagai
"kita" (subyek yang kolektif dan bersifat aktif), sementara government dimaknai sebagai
"mereka" (obyek yang kolektif dan bersifat pasif). Melalui konsep governance inilah terjadi peleburan
perbedaan antara "pemerintah" dan "yang diperintah" karena
semuanya dianggap sebagai bagian dari proses governance itu.
Beberapa poin berikut ini
adalah langkah-langkah yang perlu ditempuh untuk menuju reformasi birokrasi. Langkah internal:
1. Meluruskan orientasi
Reformasi birokrasi harus
berorientasi pada demokratisasi dan bukan pada kekuasaan. Perubahan birokrasi
harus mengarah pada amanah rakyat karena reformasi birokrasi harus bermuara
pada pelayanan masyarakat.
2. Memperkuat komitmen
Tekad birokrat untuk berubah
harus ditumbuhkan. Ini prasyarat penting, karena tanpa disertai tekad yang kuat
dari birokrat untuk berubah maka reformasi birokrasi akan menghadapi banyak
kendala. Untuk memperkuat tekad perubahan di kalangan birokrat perlu ada
stimulus, seperti peningkatan kesejahteraan, tetapi pada saat yang sama tidak
memberikan ampun bagi mereka yang membuat kesalahan atau bekerja tidak benar.
3. Membangun kultur baru
Kultur birokrasi kita begitu
buruk, konotasi negatif seperti mekanisme dan prosedur kerja berbelit -belit
dan penyalahgunaan status perlu diubah. Sebagai gantinya, dilakukan pembenahan
kultur dan etika birokrasi dengan konsep transparansi, melayani secara terbuka,
serta jelas kode etiknya.
4. Rasionalisasi
Struktur kelembagaan birokrasi
cenderung gemuk dan tidak efisien. Rasionalisasi kelembagaan dan personalia
menjadi penting dilakukan agar birokrasi menjadi ramping dan lincah dalam
menyelesaikan permasalahan serta dalam menyesuaikan dengan perubahan-perubahan
yang terjadi di masyarakat, termasuk kemajuan teknologi informasi.
5. Memperkuat payung hukum
Upaya reformasi birokrasi
perlu dilandasi dengan aturan hukum yang jelas. Aturan hukum yang jelas bisa
menjadi koridor dalam menjalankan perubahan- perubahan .:
6. Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia
Semua upaya reformasi
birokrasi tidak akan memberikan hasil yang optimal tanpa disertai sumber daya
manusia yang handal dan profesional. Oleh karena itu untuk mendapatkan sumber
daya manusia (SDM) yang memadai diperlukan penataan dan sistem rekrutmen
kepegawaian, sistem penggajian, pelaksanaan pelatihan, dan peningkatan
kesejahteraan.
7. Reformasi birokrasi dalam konteks pelaksanaan otonomi daerah perlu
dilakukan:
a. Pelaksanaan otonomi daerah menuntut pembagian sumber daya yang memadai.
b.
Karena selama ini pendapatan
keuangan negara ditarik ke pusat, sekarang sudah dimulai dan harus terus
dilakukan distribusi lokal. Karena terdapat kesenjangan dalam sumber daya
lokal, maka power sharing mudah
dilakukan tapi reventte sharing lebih
sulit dilakukan.
c.
Untuk memenuhi otonomi, perlu
kesiapan daerah untuk diberdayakan, karena banyak urusan negara yang perlu
diserahkan ke daerah. Kecenderungan swasta berperan sebagai pemain utama, tentu
memberi dampak kompetisi berdasarkan profesionalitas.
Langkah eksternal:
1. Komitmen dan keteladanan elit politik
Reformasi birokrasi
merupakan pekerjaan besar karena menyangkut sistem besar negara yang mengalami
tradisi buruk untukkurunyangcukup lama. Untuk memutus tradisi lama dan
menciptakan tatanan dan tradisi baru, perlu kepemimpinan yang kuat dan yang
patut diteladani. Kepemimpinan yang kuat berarti hadirnya pemimpinpemimpin yang
berani dan tegas dalam membuat keputusan. Sedangkan keteladanan adalah
keberanian memberikan contoh kepada bawahan dan masyarakat.
2. Pengawasan masyarakat
Reformasi birokrasi akan
berdampak langsung pada masyarakat, karena peran birokrasi yang utama adalah
memberikan pelayanan kepada masyarakat. Pada tataran ini masyarakat dapat
dilibatkan untuk mengawasi kinerja birokrasi.
PERAN BIROKRASI DALAM HUBUNGANNYA DENGAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
Khusus di Indonesia,
Pemilu nrultipartai, kebebasan pers, otonomi daerah, kebebasan mengeluarkan
pendapat termasuk perlindungan dan kebebasan berserikat bagi pekerja,
netralitis politik birokrasi, pemisahan polisi dengan TNI, supremasi sipil atas
militer, diletakkan dasar-dasarnya oleh pemerintahan Habibie.
Patologi birokrasi
seperti diuraikan di atas menunjukkan kectiiderungan mengutamakan kepentingan
sendiri atauselfserving, mempertahankan
status quo dan resisten terhadap perubahan. Dar-i pengalaman empiris selama ini
diketahui betapa tidak mudahnya melaksanakan pembaharuanbirokrasi. Sebabnya
mungkin adalah pendekatan yang seringkali bersifat formal struktural, yaitu
kepada penataan organisasi dan fungsi-fungsi. Yang sesungguhnya amat penting,
tetapi lebih sulit untuk dilakukan, adalah pembaharuan pada sisi nilai-nilai
yang membentuk manusia-manusia birokrat. Dengan demikian pembangunan budaya
birokrasi adalah lebih utama di.baading pembaharuan yang hanya bersifat
struktural. Internalisasi nilai-nilai yang disebut introjection merupakan kunci terhadap peningkatan kinerja
birokrasi. Terutama yang perlu menjadi perhatian adalah memperbaiki sikap
birokrasi dalam hubungan dengan masyarakatnya. Di dalamnya terkandung berbagai
unsur, antara lain sebagai berikut;
1.
Birokrasi harus mengembangkan
keterbukaan (transparency).
2.
Berkaitan dengan keterbukaan
adalah kebertanggungjawabar (accountability).
3.
Birokrasi harus membangun
partisipasi.
4.
Peran birokrasi harus bergeser
dari mengendalikan menjadi mengarahkan, dan dari memberi menjadi memberdayakan (empowering).
5.
Birokrasi hendaknya tidak
berorientasi kepada yang kuat, tetapi harus lebih kepada yang lemah dan kurang
berdaya (the underprivilaged).
BAB V
LANGKAH PENYEMPURNAAN REFORMASI
SISTEM REMUNERASI
Negara mempunyai
fungsi-fungsi dasar, seperti fungsi pertahanan dan keamanan, fungsi hubungan
intemasional, fungsi pemerintahan dalam negeri, fungsi penegakan hukum, fungsi
keuangan Negara, fungsi penyediaan saran dan prasarana fisik, fungsi
kesejahteraan sosial, dan fungsi pelayanan publik. Agar dapat menjalankan
fungsi-fungsi tersebut dengan baik, Negara harus mempunyai institusi pemerintah
yang capable, aparatur
pemerintah yang professional, akuntabel dan responsif, system manjemen publik
yang efisien dan efektif, didukung oleh kemampuan anggaran yang memadai dan
manajemen keuangan yang akuntabel.
Saat ini agenda Reformasi
Birokrasi dan Tata Kelola dijadikan satu prioritas dari 11 Prioritas Nasional
Tahun 2010-2014. Perhatian itu
ditujukan kepada peningkataan kualitas pelayanan publik yang ditopang oleh
efisiensi struktur pemerintah di pusat dan di daerah, kapasitas pegawai
pemerintah yang memadai, dan data kependudukan yang baik. Dalam RPJMN 2010-2014, ada tujuh (7) substansi
inti dari reformasi birokrasi dan tata kelola yang dibenahi, yang meliputi:
1. Aspek struktural
Langkah Pemerintah diarahkan
untuk mengkonsolidasi struktur dan meningkatkan Kementerian/Lembaga yang
menangani aparatur negara dan merestrukturisasi lembaga pemerintah lainnya,
seperti di bidang keberdayaan UMKM, pengelolaan energi, pemanfaatan sumber daya
kelautan, restrukturisasi BUMN, hingga pemanfaatan tanah dan penataan ruang
bagi kepentingan rakyat selambat-lambatnya 2014
2. Menata kembali otonomi daerah
Hal ini dilakukan melalui
penataan Daerah Otonom Baru (DOB) atau pemekaran wilayah, peningkatan efisiensi
dan efektifitas penggunaan dana perimbangan keuangan, maupun penyempurnaan
pelaksanaan pemilihan kepala daerah
Kementrian pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi sebagai lembaga yang berwenang dalam
hal ini akan terus meningkatkan sosialisasi terhadap pelaksanaan reformasi
birokrasi di seluruh instansi pemerintahan.Reformasi birokrasi, yang diikuti
dengan tambahan anggaran untuk remunerasi, dimulai pada 2007 di tiga instansi,
yakni Kemenkeu, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan Mahkamah Agung (MA).
Pemerintah juga telah
membentuk tim independen dan tim Quality
Assurance yang mengevaluasi lima instansi yang sudah lebih dahulu
menjalankan reformasi birokrasi, yakni Kementrian Keuangan, Mahkamah Agung
(MA), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Sekretariat Negara (Setneg), dan
Sekretariat kabupaten (Setkab). Untuk kementrian/lembaga yang mulai menjalankan
reformasi birokrasi 2010, monitoring hanya dilakukan oleh tim quality assurance.
PENYEDERHANAAN SISTEM KERJA, PROSEDUR, DAN MEKANISME KERJA
Selain aspek sumber daya
manusia (SDM) Aparatur, unsur lain yang turut mempengaruhi kinerja (performance) organisasi publik
adalah pengaturan dan mekanisme kerja dalam organisasi yang meliputi: sistem,
prosedur dan metode yang berfungsi sebagai tata cara/tata kerja. Hal ini
dimaksudkan agar pelaksanaan pekerjaan dapat berjalan dengan baik dan berhasil
memberi kepuasaan yang memadai bagi pelanggan (client) yaitu publik di dalam suatu sistem kerja yang saling
tergantung, mempengaruhi dan saling berhubungan.
Sistem dan prosedur kerja
dalam organisasi adalah unsur penting dalam meningkatkan tata kelola organisasi
yang baik, karena keteraturan pelaksanaan tugas secara sistematis akan
mempermudah capaian kinerja sesuai dengan standar yang ditetapkan. Sebelum
menganalisis lebih jauh, kita harus terlebih dahulu mengartikan ataupun
memahami istilah tata kerja, prosedur dan sistem kerja akan kita pisahkan
pengertian untuk masing-masing supaya jelas dalam memahaminya. Masing-masing
pengertian tersebut adalah;
- Tatakerja merupakan cara melaksankan suatu pekerjaan dengan benar dan berhasil guna atau bisa mencapai tingkat efisien yang maksimal
- Prosedur kerja merupakan tahapan dalam tata kerja yang harus dilalui suatu pekerjaan baik mengenai dari mana asalnya dan mau menuju kemana, kapan pekerjaan tersebut harus diselesaikan maupun alat apa yang harus digunakan agar pekerjaan tersebut dapat di selesaikan
- Sistem kerja merupakan susunan antara tatakerja dengan prosedur yang menjadi satu sehingga membentuk suatu pola tertentu dalam melnyelesaikan suatu pekerjaan.
KEBERADAAN MEKANISME KONTROL YANG EFEKTIF
Pemerintahan dengan
segala perangkatnya sebagai pilar utama penyelenggara Negara semakin dihadapkan
pada kompleksitas permaslahan global. Peranannya harus cermat dan proaktif
dalam upaya mengakomodasi segala bentuk transformasi yang berlangsung dalam
kehidupan masyarakat. Kondisi tersebut sangat memungkinkan karena paratur
berada pada posisi sebagai perumus dan penentu daya kebijakan, serta sebagai
pelaksana dari semua peraturan, melalui hierarkhi yang lebih tinggi hingga
kepada hierarkhi terendah.
Salah satu kunci
keberhasilan dari sebuah negara merdeka dalam menata bangsanya adalah adanya
relasi yang baik dan produktif antara negara (state) dan masyarakat (society)
dalam mewujudkan rakyat yang sejahtera. Hubungan yang baik dan dinamis
antara negara dan rakyat ditandai dengan kuatnya check and balances antara keduanya. Antara negara dan rakyat
tidak ada yang saling mendominasi. Sebagai penguasa, pemerintah sebagai
mandataris kekuasaan tentunya lebih memiliki kekuatan yang lebih daripada
rakyat yang dikuasainya. Mengingat Pemerintah yang memegang kekuasaan, maka
pemikir politik dari Inggris, Lord Acton sejak awal mengingatkan bahwa, Power tends to corrupt, absolute power tends
to corrupt absolutely.
Good Governance sebagai tujuan bersama sampai
saat ini belum dapat berjalan secara baik karena beberapa faktor, yaitu;
- Gagasan atau tujuan Good Governance sebagai sebuah sistem dalam pemerintahan kita belum menjadi komitmen bersama dalam diri pada pelaku birokrasi. Para pelaku birokrasi belum terbuka atas modernitas birokrasi sebagai prasyarat Good Governance. Salah satu karakter Good Governance adalah adanya akuntabilitas dan transparansi birokrasi. Akuntabilitas dan transparansi menghendaki adanya pengawasan atau mekanisme kontrol dari berbagai pihak. Ketidakmampuan birokrasi untuk terbuka terhadap adanya kontrol publik, termasuk dalam hal kontrol yuridis menjadi tantangan lahirnya Good Governance.
- Kontrol yuridis sebagai pengawasan eksternal dalam rangka perwujudan Good Governance belum berjalan secara maksimal karena rendahnya kultur hukum dalam diri aparat birokrasi. Kontrol yuridis akan berkontribusi terhadap lahirnya G.ood Governance apabila pihak birokrasi yang dikontrol memiliki kepekaan dan kepatuhan hukum terhadap hasil (putusan) Pengadilan. Dengan demikian, harus dipahami bersama bahwa akuntabilitas dan transparansi dalam gagasan Good Governance senantiasa memerlukan koreksi dan kontrol.
PERUBAHAN POLA PIKIR (MIND SET) DAN CULTURE SET PEGAWAI PEMERINTAHAN
Sebelum membahas lebih
lanjut mengenai pola pikir (mind set) dan
culture set pegawai pemerintah
dalam upaya strategis melaksanakan reformasi birokrasi di Indonesia, kita akan
terlebih dahulu memahami tentang mind
set dan culture set terlebih
dahulu. Rheynald Kasali dalam bukunya yag berjudul "Cracking Zone" ini membahas tentang sebuah konsep
perubahan. Bahwa perubahan bukanlah hanya dari fisik ansich, tetapi dimulai dari mindset seseorang.
MEMINIMALISIR PERILAKU KORUPSI
Korupsi menurut bahasa
Latin yaitu corruptio dari kata
kerja corrumpere yang bermakna
busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok. Karenanya, secara harfiah
dapat ditarik benang simpul bahwa korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politikus/politisi
maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri
atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan
publik ,rang dipercayakan kepada mereka.
Korupsi bukanlah
merupakan barang yang baru dalam sejarah peradaban manusia. Gejalanya telah
sejak lama dirasakan dan menjadi bahan diskusi di berbagai belahan dunia.
Bahkan sebuah ungkapan dari Lord Acton yang berbunyi "power tends to corrupt, absolutely power corrupt
absolutely", seolah menjadi sebuah idiom yang berlaku seumur hidup.
Berbagai pengajaran, baik dalam ruang lingkup hukum maupun politik menggunakan
ungkapan dari Lord Acton ini sebagai logika awal.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBERHASILAN REFORMASI BIROKRASI DI DAERAH
Terdapat beberapa factor
yang berpengaruh secara signifikan terhadap keberhasilan praktek reformasi
birokrasi di daerah, yaitu:
1.
Political will dan komitmen kepala daerah
Kepala Daerah sebagai
pimpinan tertinggi birokrasi di daerah empunyai pengaruh yang signifikan.
2.
Keterlibatan organisasi
local
Partisipasi dari elemen
masyarakat sangat dibutuhkan daiam pelaksnaan program-progaram dalam rangka
reformasi birokrasi di daerah.
3.
Program efisiensi
pembangunan, dan upaya mengubah paradigma dan budaya birokrasi
Implementasi program pada
awalnya akan merupakan cost center, karea memebutuhkan anggaran yang relatif besar.
4.
Pemilihan prioritas program
Keberhasilan program juga
ditentukan oleh keberpihakan program-program tersebut terhadap kebutuhan
masyarakat.
Senada dengan hal
tersebut, maka apa yang dikemukakan oleh Osborne dan Plastrik, yang
mengemukakan melalui tulisannya Banishing
Beureaucarcy : the five strategis for reinventing government atau Five
C's, yang menyampaikan lima strategi untuk pengembangan birokrasi kearah yang
lebih baik;'
1.
Strategi Inti (Core Strategy), yaitu strategi
perumusan kembali tujuan-tujuan penyelenggaraan pemerintahan, termasuk otonomi
daerah, melalui penetapan Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran Arah Kebijakan,
peran-peran kelembagaan serta individu penyelenggara pemerintahan.
2.
Strategi Konsekuensi (Cosequency Strategy), dalam hal iau
perlu dirumuskan dan ditata kembaiipola-pola insentifkelembagaan maupun
indivisual,, baik melalui pendekatan manajemen kompetitif, manajemen bisnis
(korporatisasi dan privatisasi), atau manajemen kinerja (performance management)
3.
Strategi Pemakai Jasa (customer Strategy), aparatur
birokrasi dalam hal ini perlau melakukan reorientasi d.ari kepentingan politik
pemerintahan, serta orientasi pada kepentingan kelembagaannya, kea rah
kepentingan-kepentingan pemenuhan kebutuhan berdasarkan pilihan-pilihan
masyarakat (pemakai jasa publik), peningkatan kualitas layanan, serta kompetisi
pasar yang sehat.
4.
Strategi Pengendalian (Control Strategy), yaitu adanya perumusan
kembali dalam upaya pengendalian organisasi, mulai dari (1) pengendalian
strategis yang merupakan proses perumusan dan penetapan sasaran organisasi; (2)
pengendalian manajemen, yang merupakan pengendalian dalam menjaga agar
pelaksanaan tugas (actuating) sesuai
dengan strategi yang telah ditetapkan; (3) pengendalian tugas sebagai
pengendalian yang sifatnya pelaksanaan (operasional).
Ketiga pengendalian ini dapat dikembangkan melalui pengembangan struktur
organisasi kelembagaan yang bertumpu pada kekuatan aparatur seperti audit mutu.
5.
Strategi Budaya (Culture Strategy), yaitu adanya
upaya reorientasi perilaku dan budaya aparatur dan birokrasi yang lebih terbuka
dan mampu merevitalisasi dan mengadopsi nilai-nilai budaya (baik nilai budaya
lama maupun nilai budaya baru), yang lebih menyentuh nilai-nilai keadilan dan
hati nurani.
DAFTAR PUSTAKA
Ach. Wazir Ws., dkk, Panduan Penguatan
Menejemen Lembaga Swadaya Masyarakat, Sekretariat
Bina Desa dan AusAID,
Jakarta, 1999
Ahmad Mansur Noor, Peranan Moral Dalam
Membina Kesadaran Hukum, Dirjen
Bimbaga Islam Departemen Agama Republik Indonesia, Jakarta, 1985
Afan Gaffar, Politik Indonesia, Ti-ansisi Menuju Demokrasi,
Pustaka Pelajar,
Yogyakarta, 1999
Aidul
Fitriciada Azhari, Sistem
Pengambilan Keputusan Demokratis Menurut Konstitusi, UMS Press, Surakarta, 2000
Ali Mudhofir, Kamus Filsafat Barat, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2001
Grief Budiman, Reforinasi Politik,
Kebangkitan Agama dan Konsumerisme, Interfidei, Yogyakarta, 2000
Bintoro Tjokroamidjojo, Pengantar Administrasi
Pembangunan, LP3ES, Jakarta,1987
No comments:
Post a Comment