Monday, October 24, 2016

REFORMASI BIROKRASI

KATA PENGANTAR


Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberikan kekuatan dan kemampuan sehingga makalah ini bisa selesai tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Resume Buku Reformasi Birokrasi.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan mendukung dalam penyusunan makalah ini.
Penulis sadar makalah ini belum sempurna dan memerlukan berbagai perbaikan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat dibutuhkan.
Akhir kata, semoga  makalah  ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan semua pihak.

Jatinangor,  Mei 2014

Penulis,



DAFTAR ISI





BAB I

SISTEM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN


DEFINISI NEGARA MODERN

Negara merupakan manifestasi dari kehendak masyarakat yang berkeinginan untuk melanjutkan kehidupannya. Selama masih ada satu keinginan yang kuat dan persamaan kepentingan, maka negara tersebut akan selalu menjadi patokan. Selain itu, persoalan identitas juga "memaksa" agar negara ini selalu eksis. Sebelum itu, negara hanyalah merupakan "tanah tak bertuan° yang tak akan bisa bergerak aktif tanpa ada campur tangan masyarakat. Identitas diperlukan agar manusia satu tak lagi bisa dipandang sebelah mata oleh manusia yang lain. Disinilah kemudian muncul apa yang disebut sebagai pengakuan. Jadi secara filosofis, munculny negara tak bisa dipisahkan dari kepentingan manusia agar diakui oleh manusia yang lain.
Menurut Plato, negara muncul atau timbul karena adanya kebutuhan dan keinginan manusia yang beraneka macam, yang menyebabkan mereka harus bekerjasama untuk memenuhi kebutuhan mereka. Hal ini disebabkankarena masing-masingorang secara sendiri-sendiri tidak mampu memenuhi kebutuhannya. Berdasarkan kepada kecakapan mereka masing-masing, tiap-tiap orang itu mempuny,ai tugas sendiri-sendini dan bekerjasama untuk memenuhi kepentingan mereka bersama. Ide terbentuknya negara menurut Plato disebabkan karena faktor ekonomi, yaitu keinginan manusia untuk melengkapi kebutuhannya. Tidak semua orang bisa mengerjakaan semua pekerjaan dalam satu waktu.
Sejalan dengan pemikiran Plato ini, Aristoteles sebagai salah satu murid Plato, mengungkapkan bahwa munculnya negara itu merupakan sebuah keharusan atau berdasarkan kodrat. Manusia sebagai anggota keluarga menurut kodratnya tidak dapal dipisahkan dari negara. Manusia adalah makhluk sosial atau zoon politicon, maka dari itu tidak dapat dipisahkan dari masyarakat atau Negara.
Ada beberapa pendapat yang mengatakan bahwa negara bukanlah otoritas yang independen. Dalam pandangan ini, negara hanyalah sebuah alat untuk melanggengkan kekuasaan. Menurut penututran dari Franz Magnis Suseno, negara hanyalah obyek, semenrata subyeknya tetaplah sekelompok orang. Dalam pandangan Karl Marx, negara tidak mengabdi terhadap seluruh kepentingan masyarakat, melainkan hanya melayani kepentingan­kepentingan kelas-kelas sosial tertentu saja, menjadi alat suatu kelas doininan untuk mempertahankan kedudukan mereka.
Pada lain sisi, ada empat teori tentang terbentuknya negara, masing-masing yaitu teori alamiah, teori ciptaan Tuhan, teori kekuatan, dan teori kontrak sosial. Masing-masing teori itu juga memberikan penjelasan tentang di mana sumber kewenangan politik. Penjelasannya sebagai berikut;
  1. Teori Alamiah
  2. Teori Ciptaan Tuhan
  3. Teori Kekuatan
  4. Teori Kontrak Sosial
Menurut cendekiawan muslim yang hidup di abad pertengahan tersebut, perkembangan negara melalui lima tahap, yaitu;
  1. Tahap Pendirian Negara
Negara sendiri tidak akan tegak kecuali dengan ashabiyah.
  1. Tahap Pemusatan Kekuasaan
Pemusatan kekuasaan adalah kecenderungan yang alamiah pada diri manusia.
  1. Tahap Kekosongan
Negara pada tahap ini sedang berada pada puncak perkembangannya.
  1. Tahap Ketundukan dan Kemalasan
Pada tahap ini, negara dalam keadaan statis, tidak ada perubahan apapun yang terjadi, negara seakan-akan sedang menantikan permulaan akhir kisahnya.
  1. Tahap Foya-foya dan Penghamburan Kekayaan
Negara telah memasuki masa ketuaan dan dirinya telah diliputi penyakit kronis yang hampir tidak dapat ia hindari dan terus menuju keruntuhan.

Negara modem juga ditandai dengan keberadaan struktur birokrasi dan tata pemerintahan yang administratif. Bahkan dalam transisi pemikiran sebagian ahli, negara modern dimaknai sebagai "kawasan teritorial" : Adapun ciri-ciri negara sebagai kawasan teritorial adalah;
  1. Negara modem adalah organisasi birokratis yang terpusat, hirarkis, dan dibagi-bagi menjadi institusi dan organ yang berbeda yang memiliki fungsi masing-masing.
  2. Domain organisasi negara modem lebih luas dari organisasi-­organisasi lain karena saat ini domainnya mencakup hampir seluruh aspek kehidupan manusia baik sosial, politik, ekonomi, pendidikan, kesehatan dan lain sebagainya. Fungsi lembaga negara yang komprehensif dan luas ini juga menandakan keunikan, otonomi, dan independensi negara dari organisasi-organisasi lain.
  3. Negara juga harus menjadi representasi otoritatif dari warga negara dan aktor-aktor yang berada dalam kawasan kekuasaannya bagi pihak-pihak yang berada di luar wilayahnya.
  4. Kekuasaan negara terbatas pada wilayahnya. Suatu negara, biasanya, tidak mempunyai otoritas di luar wilayah kekuasaannya.
  5. Negara juga cenderung memiliki tipe pemerintahan yang berbeda. Bisa jadi pemerintahannya adalah partai demokrat liberal, satu partai, monarki dan lain sebagainya.

PEMBERLAKUAN HUKUM SEBAGAI SYARAT MUTLAK

Konsensu antar masyarakat pada sebuah wilayah ini yang pada akhirny, saling mengenal dan membentuk komunitas. Sebuah syara bagi terbentuknya negara adalah adanya sebuah konsensus yan3 dijadikan patokan dan acuan bagi kehidupan. Ini dilakukan aga tidak terjadi pergolakan dan konflik antar komunitas.
Hukum merupakan suatu sistem, yaitu suatu kesatuan yang tidak menghendaki adanya konflik di dalamnya. Kalau sampai terjadi konflik, maka konfllik itu tidal akan dibiarkan berlangsung berlarut-larut atau terus menerus.
Aristoteles melakukan pembedaan yang esensial terhadap konsep hukum tentang apa yang dinamakan sebagai keadilan distributif dan keadilan korektif. Bagi Aristoteles, keadilan distributif adalah kvnsep keadilan menyangkut soal pembagian barang-barang dan kehormatan kepada masing-masing orang sesuai dengan tempatnya di masyarakat. Ia juga sepakat dengan Plato, bahwa kedudukan semua orang di muka hukum adalah sama dan seimbang.
Dalam kaitannya dengan hal ini, Purnadi Purbacaraka & Soerjono Soekanto menyebutkan sembilan arti hukum, yaitu;
  1. Ilmu pengetahuan, yaitu pengetahuan yang tersusun secara sistematis atas dasar kekuatan pemikiran.
  2. Disiplin, yaitu suatu sistem ajaran tentang kenyataan atau gejala-gejala yang dihadapi.
  3. Norma, yaitu pedoman atau patokan sikap tindak atau perilaku yang pantas atau diharapkan.
  4. Tata Hukum, yaitu struktur dan proses perangkat norma­norma hukum yang berlaku pada suatu waktu dan tempat tertentu serta berbentuk tertulis.
  5. Petugas, yakni pribadi-pribadi yang merupakan kalangan yang berhubungan erat dengan penegakan hukum (law enforcement officer).
  6. Keputusan Penguasa, yakni hasil proses diskresi.
  7. Proses Pemerintahan, yaitu proses hubungan timbal balik antara unsur-unsur pokok dari sistem kenegaraan.
  8. Sikap tindak ajeg atau perilaku yang teratur, yakni perilaku yang diulang-ulang dengan cara yang sama, yang bertujuan mencapai kedamaian.
  9. Jalinan nilai-nilai, yaitu jalinan dari konsepsi-konsepsi abstrak tentang apa yang dianggap baik dan buruk.

SISTEM PEMERINTAHAN DAN BEBERAPA VARIASINYA

Sistem pemerintahan inilah yang akan menentukan corak dan kinerja negara yang bersangkutan dalam hubungannya dengan masyarakatnya dan dengan negara lain. Sesuai dengan penjabarannya, negara diklasifikasikan ke dalam tiga golongan, maisng-masing adalah monarki, aristokrasi dan demokrasi. Sedangkan yang dipergunakan sebagai kriteria pembedanya adalah:
1.      Susunan Pemerintahan
2.      Sifat Pemerintahan
Sementara itu, jika ditinjau dari segi susunannya, negara akan terbagi dalam dua bentuk yang saling berseberangan satu sama lain, yaitu:
1.      Negara Kesatuan (unitaris)
Tidak tersusun ke dalam beberapa negara, sehingga tidak terjadi "negara" dalam negara, melainkan hanya terdiri atas satu negara.
2.      Negara Federal
Lazim dikatakan sebagai negara yang tersusun secara jamak. Semula negara itu tersusun dari beberapa negara yang mempunyai undang-undang serta pemerintahan sendiri.
3.      Sistem Pemerintahan Referendum (demokrasi semi langsung)
Ini sebuah sistem pemerintahan yang dijalankan di negara swiss. Badan eksekutif disebut sebagai Bundesrat, yang merupakan bagian dari badan legislatif, yang kemudian disebut sebagai Bundesversammlung.
4.      Sistem Pemerintahan Autokrasi Modem
Biasa disebut, sebagai sistem satu partai atau berpartai tunggal. Sistem ini digunakan di negara Rusia.

AWAL MUNCULNYA BIROKRASI SEBAGAI SYARAT TERBENTUKNYA NEGARA MODERN

Birokrasi berasal dari kata dasar Bureau, yang artinya lebih merujuk kepada meja tulis. Konsep ini mulai digunakan pada awal abad 18 di Eropa bagian barat. Pada awal kemunculannya, Bureau hanya diartikan secara sempit. Meski begitu, seiring dengan berjalannya waktu, Bureau bukan hanya untuk menunjuk pada meja tulis saja, akan tetapi lebih pada kantor. Contohnya adalah tempat kerja dimana pegawai memulai pekerjaannya. Makna asli dari birokrasi berasal dari bahasa perancis berarti pelapis meja. Kata birokrasi sendiri kemudian digunakan segera setelah Revolusi Perancis tahun 1789, dan kemudian tersebar ke negara lain. Kata imbuhan kratia berasal dari bahasa Yunani atau kratos yang berarti kekuasaan atau kepemimpinan.


BAB II

PERTALIAN ANTARA BIROKRASI DAN DEMOKRASI ;

SEBUAH ANALISA YANG DILEMATIS


PENGERTIAN DAN FUNGSI DEMOKRASI

Beberapa yang perlu untuk dicatat adalah masa Renaisance di eropa, revolusi perancis dan beberapa pengalaman di negara lain. Satu yang patut disimpulkan dari keterkaitan ini adalah sebuah masyarakat atau negara yang akan mengadopsi sistem demokrasi, setelah sebelumnya memakai sistem yang lama, memerlukan waktu yang panjang dan penuh dengan pertentangan yang tak jarang menimbulkan pertumpahan darah.
Demokrasti tak lahir begitu saja. Setelah sebelurnnya belajar dari peradaban Yunani, yang merupakan akar lahirnya berbagai ilmu pengetahuan, para pemikir lebih menitik beratkan demokrasi sebagai sebuah konsep untuk menuju kehidupan bernegara yang labih baik dan bermartabat, meski ada beberapa pemikir yang menilai demokrasi bukan sebagai jalan untuk menuntun ke arah yang lebih baik. Di lain sisi, kajian teoritis konseptual mengenai demokrasi tentang demokrasi mulai bergaung ketika terjadi transisi ke demokrasi yang mulai marak pasca perang dunia ke dua, ketika banyak rezim otoritarian tumbang dari kursi kekuasaannya. Banyak ahli dan ilmuwan politik beralih perhatian yang semula bersifat eropasentris dan amerikasentris membuka mata terhadap perkembangan di Eropa Selatan, kemudian Amerika Latin dan Asia.'
Marx mengatakan bahwa demokrasi mutlak bagi keberadaan sebuah negara. Demokrasi yang paling tepat menurut Karl Marx adalah demokrasi yang menekankan pemerintahan parlementer, pembagian kekuasaan, dan kesetaraan di bawah hukum negara, dan bukan negara dengan berdasarkan pada demokrasi borjuis.
Menurut Hans Kelsen, ide demokrasi berawal dari keinginan manusia untuk menikmati kebebasan (free will). Kebebasan yang mungkin didapat dalam masyarakat, dan khususnya di dalam negara, tidak bisa berarti kebebasan dari setiap ikatan, tetapi hanya bisa berupa kebebasan dari satu macam ikatan tertentu. Misalnya, kebebasan politik adalah kebebasan di bawah tatanan sosial, adalah penentuan kehendak sendiri dengan jalan turut serta dalam pembentukan tatanan sosial. Kebebasan politik adalah kemerdekaan, dan kemerdekaan adalah kemandirian.
Robert. A. Dahl, di antaranya, perlu dicermati. Robert A. Dahl, seperti dikutip Afan Gaffar, mengatakan ada tujuh indikator bagi demokrasi secara empirik, yaitu:
  1. Control over governmental decisions about policy is constitutionally vested in elected officials.
  2. Elected officials are chosen and peacefidly rervioved in relatively frequent, fair in free elections in wich coercion is quite limited.
  3. Practically all adults have the right to vote in these elections.
  4. Most adults have the right to run for public offices for urich candidates run in these elections.
  5. Citizens have an effectively enforced right to freedom of expressi'on, particularly political expression, including critism of the officials, the conduct of the government, the prevailing politicaL economic, and social system, and the dominant ideology.
  6. They also have acces to alternative sources of information that are not monopolized by the government or any other single group.
  7. Finally they have and effectively enforced right to form and join autonomous associations, including political associations, such as political parties and interst groups, that attempt to influence the government by competing in elections and by other peaceful means.
Sementara menurut Afan Gaffar sendiri, suatu political order dikatakan menggunakan sistem yang demokratis apabila ditemukan indikator-indikator sebagai berikut:
1.      Adanya akuntabilltas.
Dalam demokrasi, setiap pemegang jabatan yang dipilih oleh rakyat harus dapat mempertanggungjawabkan kebijaksanan yang hendak dan telah ditempuhnya, baik terhadap ucapannya maupun terhadap perilakunya.
2.      Adanya rotasi kekuasaan.
Dalam demokrasi, peluang akan terjadinya rotasi kekuasaan harus ada, dan dilakukan secara teratur dan damai.
3.      Adanya rekruitmen politik yang terbuka.
Dalam demokrasi, setiap orang yang memenuhi syarat untuk mengisi jabatan politik, mempunyai peluangyang sama untuk mengisi jabatan tersebut.
4.      Adanya pemilihan umum.
Dalam negara demokrasi, setiap warga negara yang sudah dewasa mempunyai hak untuk memilih dan dipilih dengan bebas sesuai nuraninya dalam suatu pemllihan umum yang dilaksanakan secara berkala.
5.      Adanya kebebasan untuk menikmati hak-hak dasar sebagai warga negara, baik hak untuk menyatakan pendapat (freedom expression), hak berkumpul dan berserikat (freedom of assembly), menikmati pers yang bebas (freedom of press), menentukan pilihan politik, maupun hak menyangkut masalah pribadi dan masyarakat di sekitamya.
Kriteria-kriteria atau indikator-indikator tersebut juga melahirkan suatu pemahaman demokrasi secara universal, yaitu pemahaman demokrasi yang tidak ethnosentrisme, tetapi juga membuka peluang untuk berasimilasi dengan nilai-nilai local dalam lingkungan politik tertentu. Pemahaman demokrasi yang universal, di mana demokrasi tidak lagi dipahami dari segi subtantifnya saja dengan memberikan apa yang menjadi hak­hak rakyat, namun juga dilihat dari segi proseduralnya, yaitu bagaimana mekanisme penyampaian hak-hak tersebut.
Pada dasarnya terdapat tiga jenis demokrasi yang dapat dijadikan acuan dalam hal ini, yaitu:
1.      Demokrasi asli, yaitu suatu demokrasi di mana rakyat kuat dan mampu mengimbangi kekuatan elit yang berkuasa.
2.      Demokrasi semu, yaitu demokrasi yang ditandai dengan adanya kebebasan bagi rakyat, namun kebebasan tersebut berada dalam relasi di mana negara kuat dan rakyat lemah.
3.      Demokrasi semu lainnya yang timbul sebagai akibat adanya pluralisme di kalangan elit.
Demokrasi sangat lekat dengan konsep kedaulatan rakyat. Kedaulatan rakyat mengacu pada pendapat bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat. Dalam sisi yang lain, kedaulatan (sovereignty) merupakan konsep kekuasaan yang tertinggi dalam suatu negara. Gagasan tentang kedaulatan sudah dikenal sejak zaman Yunani Kuno. Aristoteles, misalnya, pada saat melakukan studi atas berbagai konstitusi sempat menyinggung adanya sest.atu yang "superior" dalam suatu unit politik, apakah itu satu beberapa, atau banyak.
Menurut Jack H. Nagel pembicaraan tentang kekuasaan selalu meliputi dua aspek, yaitu lingkup kekuasaan (scope of power) dan jangkauan kekuasaan (domain of power). Persoalan lingkup kedaulatan mengarah kepada kegiatan yang ada dalam fungsi kedaulatan yang meliputi dua fokus, yaitu siapa yang memegang kekuasaan tertinggi dalam negara, dan apa yang dikuasai oleh pemegang kekuasaan tertinggi tersebut. Sedangkan jangkauan kedaulatan berbicara tentang siapa yang menjadi subyek dan pemegang kedaulatan. Secara umum kerangka pemikiran tersebut digunakan sebagai acuan untuk mencari pemahaman tentang kedaulatan rakyat, khususnya pertanyaan tentang siapa yang memegang kekuasaan tertinggi dalam negara.

BIROKRASI DALAM PRAKTEK DEMOKRASI

Problematika penerapan demokasi tak pernah bias usang, meski jaman dan rezim telah silih berganti. Sejalan dengan hat tersebut, demokrasi memang menjadi tema yang bisa dijadikan landasan bagi berbagai pokok pemikiran, termasuk dalam kaitannya dengan birokrasi. Demokrasi dan birokrasi memang merupakan dua pokok bahasan yang relatif sama tujuannya. Demokrasi dengan berbagai variannya berusaha untuk menampilkan kekuasaan dalam bentuknya yang paling manusiawi. Sementara birokrasi acapkali diidentikan dengan tujuan untuk mengefektifkan kinerja organisasi negara agar mampu bekerja maksimal untuk rakyatnya. Dari karakter tersebut bisa dibaca lebih lanjut bahwa demokrasi dan birokrasi mempunyai fungsi yang cukup mulia.
Memang, menjadi sebuah hat yang tak bisa dihindari, bahwasanya demokrasi dan birokrasi memiliki keterkaitan yang cukup erat. Dalam konteks ini, penerapan demokrasi pada sebuah negara akan membawa dampak terhadap kinerja birokrasi pada negara yang bersangkutan. Ibarat kata, kemana demokrasi melangkah, di sanalah birokrasi akan menunjukkan tajinya.
Ide Karl Marx dan Gaetano Tosca bisa menjadi landasan dalam hal ini. Dalam pandangan Marx yang menjadikan pandagan Hegel sebagai tolok ukur, awalnya birokrasi menjadi penengah atau mediasi antara kepentingan umum dengan kepentingan kelompok atau kepentingan pribadi. Hal ini kemudian ditafsirkan oleh Marx bahwasanya negara, dalam beberapa hal tertentu, bukanlah perwakilan dari kepentingan umum, sehingga birokrasi yang merupakan bagian dari negara juga tak bisa dianggap sebagai mewakili kepentingan umum.
Eva Etzioni-Halevy beralasan ada beberapa sebab mengapa para birokrat bisa memiliki kekuasaan besar dan cenderung semakin membesar. Alasan tersebut diantaranya adalah;
1.      Makin besarnya intervensi Negara
2.      Makin kompleksnya tugas-tugas pemerintah
3.      Keahlian
4.      Informasi
5.      Waktu dan jumlah
6.      Minat
7.      Merosotnya kekuasaan parlemen
8.      Pergantian Menteri yang terlalu cepat

BAB III

RUANG LINGKUP REFORMASI BIROKRASI


PENGERTIAN DAN URGENSI BIROKRASI DI ERA MODERN

Reformasi sejatinya melahirkan perubahan sistematis dan terencana yang diarahkan untuk melakukan transformasi secara mendasar dengan hasil yang lebih baik. Reformasi harus diwujudkan dengan kemauan bersama untuk melakukan perubahan. Namun kadang bahkan sering kemauan tersebut kalah akan kepentingan individu/ kelompok. Reformasi birokrasi merupakan implementasi dari reformasi yang di gaung-gaungkan oleh para demonstran di tahun 1998.
Jika kita mencermati perkembangan kehidupan kenegaraan sepanjang kurun waktu ini, euphoria reformasi nasional itu berwujud pada desakan kepada Pemerintah untuk melaksanakan langkah-langkah reformasi dalam berbagai aspek. Berbagai kebijakan publik (public policy) yang dibuat oleh pemerintah ditujukan untuk menata, memperbaiki, dan mengubah birokrasi dan tata kelola pemerintahan, baik di pusat dan di daerah.
Ciri-ciri pokok dari struktur birokrasi adalah sebagai berikut:
  1. Birokrasi melaksanakan kegiatan-kegiatan regular yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi, didistribusikan dengan cara tertentu, dan dianggap sebagai tugas-tugas resmi
  2. Pengorganisasian kantor mengikuti prinsip hierarkhis, yaitu bahwa unit yang lebih rendah dalam sebuah kantor berada di bawah pengawasan dan pembinaan unit yang lebih tinggi
  3. Pelaksanaan tugas diatur oleh suatu sistem peraturan-peraturan abstrak yang konsisten dan mencakup juga penerapan aturan­aturan itu di dalam kasus -kasus tertentu
  4. Pejabat yang ideal melaksanakan tugas-tugasnya dengan semangat sine ira et studio (formal dan tidak bersifat pribadi), tanpa perasaan-perasaan dendam dan nafsu dan karena itu tanpa perasaan suka atau tidak suka
  5. Pekerjaan dalam organisasi birokratis didasarkan pada kualifikasi teknis dan dilindungi dari pemecatan sepihak
  6. Pengalaman menunjukkan bahwa tipe organisasi administratif yang murni berciri birokratis dilihat dari sudut teknis akan mampu mencapai tingkat efisiensi yang tertinggi
Efisiensi administratif merupakan sisi normatif yang diharapkan dari berbagai ciri birokrasi. Agar seseorang dapat bekerja secara efisien, ia harus memilki keahlian-keahlian tertentu dan menerapkannya secara aktif dan rasional. Setiap anggota harus ahli dalm bidang tertentu untuk dapat menjalankan tugas yang diberikan kepadanya. Inilah maksud dari diadakannya spesialisasi dan penerimaan pegawai yang didasarkan atas kualifikasi teknis yang obyektif.
Dari pengertian yang dikemukakan oleh Erry Riyana Hardjapamekas, Blau dan Meyer, Bintoro Tjokroamidjojo, dan Miftah Toha ada beberapa kata kunci (key words) untuk melihat konteks birokrasi. Diantaranya adalah;'
1. Sifatnya terorganisir
2. Ada sebuah struktur yang jelas
3. Terdapat keberadaan pembagian kerja
4. Ada budaya yang bersifat formalisme
5. Bekerja secara penuh waktu
Berbagai poin diatas bisa diperbandingkan dengan apa yang pernah dikemukakan oleh Max Weber. Dengan sepenuhnya mengutip pendapat seorang sosiolog yang terkenal, yaitu Max Weber dimana ia memberikan ciri-ciri birokrasi sebagai berikut:
  1. Kegiatan sehari-hari yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan­tujuan organisasi didistribusikan melalui cara yang telah ditentukan, dan dianggap sebagai tugas resmi;
  2. Pengorganisasian kantor mengikuti prinsip hirarkis yaitu bahwa unit yang lebih rendah dalam sebuah kantor berada di bawah pengawasan dan pembinaan yang lebih tinggi;
  3. Pelaksanaan tugas diatur oleh suatu sistem peraturan abstrak yang konsisten dan mencakup penerapan aturan tersebut dalam kasus-kasus tertentu;
  4. Seorang pejabat yang ideal melaksanakan tugas-tugasnya tanpa perasaan-perasaan dendam atau nafsu dan oleh karena itu, tanpa persaan-perasaan kasih sayang atau auntianisme;
  5. Pekerjaan dalam suatu organisasi birokratis didasarkan kepada kualifikasi teknis dan dilindungi dari kemungkinan pemecatan secara sepihak; dan
  6. Pengalaman secara universal cenderung mengungkapkan bahwa tipe organisasi administratif murni yang berciri birokratis dilihat dari sudut pandangan yang semata-mata bersifat teknis, mampu mencapai tingkat efisiensi yang tinggi.
Dalam pandangan lain, ada kategorisasi birokrasi yang mungkin bisa dijadikan sandaran pokok. Diantaranya adalah;'
1.      Birokrasi Pemerintahan umum
yaitu rangkaian organisasi pemerintahan yang menjalankan tugas-tugas pemerintahan umum termasuk memelihara ketertiban dan keamanan, dari tingkat pusat sampai di daerah (propinsi, kabupaten, kecamatan, dan desa).
2.      Birokrasi Pembangunan
Birokrasi Pembangunan, yaitu organisasi pemerintahan yang menjalankan salah satu bidang atau sektor yang khusus guna mencapai tujuan pembangunan, seperti pertanian, kesehatan, pendidikan, industri.
3.      Birokrasi Pelayanan
yaitu unit organisasi yang pada hakikatnya merupakan bagian yang langsung berhubungan dengan masyarakat.

KONSEP REFORMASI BIROKRASI

Organisasi publik (pemerintah) sebagai institusi yang membawa misi pelayanan publik (public service), akhir-akhir ini semakin gencar mengkampanyekan dan saling berlomba untuk memberikan dan mengimplementasikan makna hakiki dari pelayanan publik tersebut, namun demikian di dalam pelaksanaannya masih jauh dari harapan yang diinginkan. Secara umum ada dua variabel yang sangat berperan bagi organisasi pemerintah di dalam mengimplementasikan konsepsi mengenai pelayanan publik tersebut, yaitu:
1.      Faktor komitmen untuk melaksanakan kebijakan yang sudah ada
Birokrasi dituntut untuk mempunyai komitmen yang jelas melalui visi dan misi organisasi untuk melaksanakan fungsi pelayanan dengan baik.
2.      Faktor aparatur pelaksana (birokrat) yang menjalankan fungsi pelayanan tersebut
Setiap individu yang menjalankan fungsi pelayanan harus mengacu pada komitmenorganisasionalyangtelah dituangkan di dalam visi dan misi organisasi tersebut.

PENATAAN REFORMASI BIROKRASI TERKAIT PENATAAN SUMBER DAYA MANUSIA

Birokrasi adalah sistem yang dijalankan oleh pegawai pemerintah (birokrat) yang mencakup system manajemen dan kelembagaan pemerintah. Kondisi birokrasi dikenal gemuk atau lamban bahkan miskin fungsi karena disebabkan menumpuknya Sumber Daya Manusia (SDM), sedangkan lambannya birokrasi disebabkan oleh kompetensi dan disiplin SDM yang masih lemah, sehingga kemampuan untuk mengelola tugas pokok dan fungsi unit kerja menjadi kurang optimal.




BAB IV

KONSEP GOOD GOVERNANCE SEBAGAI PENGEJAWANTAHAN REFORMASI BIROKRASI


PENGERTIAN, FUNGSI DAN TUJUAN GOOD GOVERNANCE

Istilah governance di sini diartikan sebagai mekanisme, praktek, dan tata cara pemerintah dan warga mengatur sumberdaya serta memecahkan masalah-masalah publik. Menurut konsep governance, pemerintah hanya menjadi salah satu aktor dan tidak selalu menjadi aktor paling menentukan dalam segala hal. Dengan demikian, peran pemerintah sebagai pembangun atau penyedia jasa pelayanan dan infrastruktur akan bergeser menjadi badan pendorong terciptanya lingkungan yang mampu memfasilitasi pihak lain di komunitas dan sektor swasta sehingga pihak ini dapat ikut berperan aktif memajukan lingkungan yang terbuka tersebut.
Governance itu menuntut redefinisi peran negara dan otomatis diikuti pula dengan redefinisi peran warga sehingga warga dapat memainkan peran yang signifikan, yaitu aktif memonitor akuntabilitas pemerintah. Hakikat konsep governance ini harus dipahami sebagai suatu proses, bukan struktur atau institusi. Konsep governance juga menunjukkan prinsip inklusivitas atau terbuka sehingga berbeda maknanya dengan istilah government.
Woodrow Wilson memperkenalkan bidang studi tersebut kira-kira 1125 tahun yang lalu. Tetapi selama itu governance hanya digunakan dalam konteks pengelolaan organisasi korporat dan lembaga pendidikan tinggi.'
Konsep "pemerintahan" berkonotasi peranan pemerintah yang lebih dominan dalam penyelenggaran berbagai otoritas tadi. Sedangkan dalam governance mengandung makna bagaimana cara suatu bangsa mendistribusikan kekuasaan dan mengelola sumberdaya dan berbagai masalah yang dihadapi masyarakat. Dengan kata lain, dalam konsep governance terkandung unsur demokratis, adil, transparan, rule of law, partisipatif dan kemitraan.
Dalam konteks ini, governance dimaknai sebagai "kita" (subyek yang kolektif dan bersifat aktif), sementara government dimaknai sebagai "mereka" (obyek yang kolektif dan bersifat pasif). Melalui konsep governance inilah terjadi peleburan perbedaan antara "pemerintah" dan "yang diperintah" karena semuanya dianggap sebagai bagian dari proses governance itu.
Beberapa poin berikut ini adalah langkah-langkah yang perlu ditempuh untuk menuju reformasi birokrasi. Langkah internal:
1.      Meluruskan orientasi
Reformasi birokrasi harus berorientasi pada demokratisasi dan bukan pada kekuasaan. Perubahan birokrasi harus mengarah pada amanah rakyat karena reformasi birokrasi harus bermuara pada pelayanan masyarakat.
2.      Memperkuat komitmen
Tekad birokrat untuk berubah harus ditumbuhkan. Ini prasyarat penting, karena tanpa disertai tekad yang kuat dari birokrat untuk berubah maka reformasi birokrasi akan menghadapi banyak kendala. Untuk memperkuat tekad perubahan di kalangan birokrat perlu ada stimulus, seperti peningkatan kesejahteraan, tetapi pada saat yang sama tidak memberikan ampun bagi mereka yang membuat kesalahan atau bekerja tidak benar.
3.      Membangun kultur baru
Kultur birokrasi kita begitu buruk, konotasi negatif seperti mekanisme dan prosedur kerja berbelit -belit dan penyalahgunaan status perlu diubah. Sebagai gantinya, dilakukan pembenahan kultur dan etika birokrasi dengan konsep transparansi, melayani secara terbuka, serta jelas kode etiknya.
4.      Rasionalisasi
Struktur kelembagaan birokrasi cenderung gemuk dan tidak efisien. Rasionalisasi kelembagaan dan personalia menjadi penting dilakukan agar birokrasi menjadi ramping dan lincah dalam menyelesaikan permasalahan serta dalam menyesuaikan dengan perubahan-perubahan yang terjadi di masyarakat, termasuk kemajuan teknologi informasi.
5.      Memperkuat payung hukum
Upaya reformasi birokrasi perlu dilandasi dengan aturan hukum yang jelas. Aturan hukum yang jelas bisa menjadi koridor dalam menjalankan perubahan- perubahan .:
6.      Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia
Semua upaya reformasi birokrasi tidak akan memberikan hasil yang optimal tanpa disertai sumber daya manusia yang handal dan profesional. Oleh karena itu untuk mendapatkan sumber daya manusia (SDM) yang memadai diperlukan penataan dan sistem rekrutmen kepegawaian, sistem penggajian, pelaksanaan pelatihan, dan peningkatan kesejahteraan.
7.      Reformasi birokrasi dalam konteks pelaksanaan otonomi daerah perlu dilakukan:
a.       Pelaksanaan otonomi daerah menuntut pembagian sumber daya yang memadai.
b.      Karena selama ini pendapatan keuangan negara ditarik ke pusat, sekarang sudah dimulai dan harus terus dilakukan distribusi lokal. Karena terdapat kesenjangan dalam sumber daya lokal, maka power sharing mudah dilakukan tapi reventte sharing lebih sulit dilakukan.
c.       Untuk memenuhi otonomi, perlu kesiapan daerah untuk diberdayakan, karena banyak urusan negara yang perlu diserahkan ke daerah. Kecenderungan swasta berperan sebagai pemain utama, tentu memberi dampak kompetisi berdasarkan profesionalitas.
Langkah eksternal:
1.      Komitmen dan keteladanan elit politik
Reformasi birokrasi merupakan pekerjaan besar karena menyangkut sistem besar negara yang mengalami tradisi buruk untukkurunyangcukup lama. Untuk memutus tradisi lama dan menciptakan tatanan dan tradisi baru, perlu kepemimpinan yang kuat dan yang patut diteladani. Kepemimpinan yang kuat berarti hadirnya pemimpinpemimpin yang berani dan tegas dalam membuat keputusan. Sedangkan keteladanan adalah keberanian memberikan contoh kepada bawahan dan masyarakat.
2.      Pengawasan masyarakat
Reformasi birokrasi akan berdampak langsung pada masyarakat, karena peran birokrasi yang utama adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat. Pada tataran ini masyarakat dapat dilibatkan untuk mengawasi kinerja birokrasi.


PERAN BIROKRASI DALAM HUBUNGANNYA DENGAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

Khusus di Indonesia, Pemilu nrultipartai, kebebasan pers, otonomi daerah, kebebasan mengeluarkan pendapat termasuk perlindungan dan kebebasan berserikat bagi pekerja, netralitis politik birokrasi, pemisahan polisi dengan TNI, supremasi sipil atas militer, diletakkan dasar-dasarnya oleh pemerintahan Habibie.
Patologi birokrasi seperti diuraikan di atas menunjukkan kectiiderungan mengutamakan kepentingan sendiri atauselfserving, mempertahankan status quo dan resisten terhadap perubahan. Dar-i pengalaman empiris selama ini diketahui betapa tidak mudahnya melaksanakan pembaharuanbirokrasi. Sebabnya mungkin adalah pendekatan yang seringkali bersifat formal struktural, yaitu kepada penataan organisasi dan fungsi-fungsi. Yang sesungguhnya amat penting, tetapi lebih sulit untuk dilakukan, adalah pembaharuan pada sisi nilai-nilai yang membentuk manusia-manusia birokrat. Dengan demikian pembangunan budaya birokrasi adalah lebih utama di.baading pembaharuan yang hanya bersifat struktural. Internalisasi nilai-nilai yang disebut introjection merupakan kunci terhadap peningkatan kinerja birokrasi. Terutama yang perlu menjadi perhatian adalah memperbaiki sikap birokrasi dalam hubungan dengan masyarakatnya. Di dalamnya terkandung berbagai unsur, antara lain sebagai berikut;
1.      Birokrasi harus mengembangkan keterbukaan (transparency).
2.      Berkaitan dengan keterbukaan adalah kebertanggungjawabar (accountability).
3.      Birokrasi harus membangun partisipasi.
4.      Peran birokrasi harus bergeser dari mengendalikan menjadi mengarahkan, dan dari memberi menjadi memberdayakan (empowering).
5.      Birokrasi hendaknya tidak berorientasi kepada yang kuat, tetapi harus lebih kepada yang lemah dan kurang berdaya (the underprivilaged).



BAB V

LANGKAH PENYEMPURNAAN REFORMASI


SISTEM REMUNERASI

Negara mempunyai fungsi-fungsi dasar, seperti fungsi pertahanan dan keamanan, fungsi hubungan intemasional, fungsi pemerintahan dalam negeri, fungsi penegakan hukum, fungsi keuangan Negara, fungsi penyediaan saran dan prasarana fisik, fungsi kesejahteraan sosial, dan fungsi pelayanan publik. Agar dapat menjalankan fungsi-fungsi tersebut dengan baik, Negara harus mempunyai institusi pemerintah yang capable, aparatur pemerintah yang professional, akuntabel dan responsif, system manjemen publik yang efisien dan efektif, didukung oleh kemampuan anggaran yang memadai dan manajemen keuangan yang akuntabel.
Saat ini agenda Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola dijadikan satu prioritas dari 11 Prioritas Nasional Tahun 2010-2014. Perhatian itu ditujukan kepada peningkataan kualitas pelayanan publik yang ditopang oleh efisiensi struktur pemerintah di pusat dan di daerah, kapasitas pegawai pemerintah yang memadai, dan data kependudukan yang baik. Dalam RPJMN 2010-2014, ada tujuh (7) substansi inti dari reformasi birokrasi dan tata kelola yang dibenahi, yang meliputi:
1.      Aspek struktural
Langkah Pemerintah diarahkan untuk mengkonsolidasi struktur dan meningkatkan Kementerian/Lembaga yang menangani aparatur negara dan merestrukturisasi lembaga pemerintah lainnya, seperti di bidang keberdayaan UMKM, pengelolaan energi, pemanfaatan sumber daya kelautan, restrukturisasi BUMN, hingga pemanfaatan tanah dan penataan ruang bagi kepentingan rakyat selambat-lambatnya 2014
2.      Menata kembali otonomi daerah
Hal ini dilakukan melalui penataan Daerah Otonom Baru (DOB) atau pemekaran wilayah, peningkatan efisiensi dan efektifitas penggunaan dana perimbangan keuangan, maupun penyempurnaan pelaksanaan pemilihan kepala daerah
Kementrian pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi sebagai lembaga yang berwenang dalam hal ini akan terus meningkatkan sosialisasi terhadap pelaksanaan reformasi birokrasi di seluruh instansi pemerintahan.Reformasi birokrasi, yang diikuti dengan tambahan anggaran untuk remunerasi, dimulai pada 2007 di tiga instansi, yakni Kemenkeu, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan Mahkamah Agung (MA).
Pemerintah juga telah membentuk tim independen dan tim Quality Assurance yang mengevaluasi lima instansi yang sudah lebih dahulu menjalankan reformasi birokrasi, yakni Kementrian Keuangan, Mahkamah Agung (MA), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Sekretariat Negara (Setneg), dan Sekretariat kabupaten (Setkab). Untuk kementrian/lembaga yang mulai menjalankan reformasi birokrasi 2010, monitoring hanya dilakukan oleh tim quality assurance.

PENYEDERHANAAN SISTEM KERJA, PROSEDUR, DAN MEKANISME KERJA

Selain aspek sumber daya manusia (SDM) Aparatur, unsur lain yang turut mempengaruhi kinerja (performance) organisasi publik adalah pengaturan dan mekanisme kerja dalam organisasi yang meliputi: sistem, prosedur dan metode yang berfungsi sebagai tata cara/tata kerja. Hal ini dimaksudkan agar pelaksanaan pekerjaan dapat berjalan dengan baik dan berhasil memberi kepuasaan yang memadai bagi pelanggan (client) yaitu publik di dalam suatu sistem kerja yang saling tergantung, mempengaruhi dan saling berhubungan.
Sistem dan prosedur kerja dalam organisasi adalah unsur penting dalam meningkatkan tata kelola organisasi yang baik, karena keteraturan pelaksanaan tugas secara sistematis akan mempermudah capaian kinerja sesuai dengan standar yang ditetapkan. Sebelum menganalisis lebih jauh, kita harus terlebih dahulu mengartikan ataupun memahami istilah tata kerja, prosedur dan sistem kerja akan kita pisahkan pengertian untuk masing-masing supaya jelas dalam memahaminya. Masing-masing pengertian tersebut adalah;
  1. Tatakerja merupakan cara melaksankan suatu pekerjaan dengan benar dan berhasil guna atau bisa mencapai tingkat efisien yang maksimal
  2. Prosedur kerja merupakan tahapan dalam tata kerja yang harus dilalui suatu pekerjaan baik mengenai dari mana asalnya dan mau menuju kemana, kapan pekerjaan tersebut harus diselesaikan maupun alat apa yang harus digunakan agar pekerjaan tersebut dapat di selesaikan
  3. Sistem kerja merupakan susunan antara tatakerja dengan prosedur yang menjadi satu sehingga membentuk suatu pola tertentu dalam melnyelesaikan suatu pekerjaan.

KEBERADAAN MEKANISME KONTROL YANG EFEKTIF

Pemerintahan dengan segala perangkatnya sebagai pilar utama penyelenggara Negara semakin dihadapkan pada kompleksitas permaslahan global. Peranannya harus cermat dan proaktif dalam upaya mengakomodasi segala bentuk transformasi yang berlangsung dalam kehidupan masyarakat. Kondisi tersebut sangat memungkinkan karena paratur berada pada posisi sebagai perumus dan penentu daya kebijakan, serta sebagai pelaksana dari semua peraturan, melalui hierarkhi yang lebih tinggi hingga kepada hierarkhi terendah.
Salah satu kunci keberhasilan dari sebuah negara merdeka dalam menata bangsanya adalah adanya relasi yang baik dan produktif antara negara (state) dan masyarakat (society) dalam mewujudkan rakyat yang sejahtera. Hubungan yang baik dan dinamis antara negara dan rakyat ditandai dengan kuatnya check and balances antara keduanya. Antara negara dan rakyat tidak ada yang saling mendominasi. Sebagai penguasa, pemerintah sebagai mandataris kekuasaan tentunya lebih memiliki kekuatan yang lebih daripada rakyat yang dikuasainya. Mengingat Pemerintah yang memegang kekuasaan, maka pemikir politik dari Inggris, Lord Acton sejak awal mengingatkan bahwa, Power tends to corrupt, absolute power tends to corrupt absolutely.
Good Governance sebagai tujuan bersama sampai saat ini belum dapat berjalan secara baik karena beberapa faktor, yaitu;
  1. Gagasan atau tujuan Good Governance sebagai sebuah sistem dalam pemerintahan kita belum menjadi komitmen bersama dalam diri pada pelaku birokrasi. Para pelaku birokrasi belum terbuka atas modernitas birokrasi sebagai prasyarat Good Governance. Salah satu karakter Good Governance adalah adanya akuntabilitas dan transparansi birokrasi. Akuntabilitas dan transparansi menghendaki adanya pengawasan atau mekanisme kontrol dari berbagai pihak. Ketidakmampuan birokrasi untuk terbuka terhadap adanya kontrol publik, termasuk dalam hal kontrol yuridis menjadi tantangan lahirnya Good Governance.
  2. Kontrol yuridis sebagai pengawasan eksternal dalam rangka perwujudan Good Governance belum berjalan secara maksimal karena rendahnya kultur hukum dalam diri aparat birokrasi. Kontrol yuridis akan berkontribusi terhadap lahirnya G.ood Governance apabila pihak birokrasi yang dikontrol memiliki kepekaan dan kepatuhan hukum terhadap hasil (putusan) Pengadilan. Dengan demikian, harus dipahami bersama bahwa akuntabilitas dan transparansi dalam gagasan Good Governance senantiasa memerlukan koreksi dan kontrol.

PERUBAHAN POLA PIKIR (MIND SET) DAN CULTURE SET PEGAWAI PEMERINTAHAN

Sebelum membahas lebih lanjut mengenai pola pikir (mind set) dan culture set pegawai pemerintah dalam upaya strategis melaksanakan reformasi birokrasi di Indonesia, kita akan terlebih dahulu memahami tentang mind set dan culture set terlebih dahulu. Rheynald Kasali dalam bukunya yag berjudul "Cracking Zone" ini membahas tentang sebuah konsep perubahan. Bahwa perubahan bukanlah hanya dari fisik ansich, tetapi dimulai dari mindset seseorang.

MEMINIMALISIR PERILAKU KORUPSI

Korupsi menurut bahasa Latin yaitu corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok. Karenanya, secara harfiah dapat ditarik benang simpul bahwa korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politikus/politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik ,rang dipercayakan kepada mereka.
Korupsi bukanlah merupakan barang yang baru dalam sejarah peradaban manusia. Gejalanya telah sejak lama dirasakan dan menjadi bahan diskusi di berbagai belahan dunia. Bahkan sebuah ungkapan dari Lord Acton yang berbunyi "power tends to corrupt, absolutely power corrupt absolutely", seolah menjadi sebuah idiom yang berlaku seumur hidup. Berbagai pengajaran, baik dalam ruang lingkup hukum maupun politik menggunakan ungkapan dari Lord Acton ini sebagai logika awal.


FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBERHASILAN REFORMASI BIROKRASI DI DAERAH

Terdapat beberapa factor yang berpengaruh secara signifikan terhadap keberhasilan praktek reformasi birokrasi di daerah, yaitu:
1.       Political will dan komitmen kepala daerah
Kepala Daerah sebagai pimpinan tertinggi birokrasi di daerah empunyai pengaruh yang signifikan.
2.      Keterlibatan organisasi local
Partisipasi dari elemen masyarakat sangat dibutuhkan daiam pelaksnaan program-progaram dalam rangka reformasi birokrasi di daerah.
3.      Program efisiensi pembangunan, dan upaya mengubah paradigma dan budaya birokrasi
Implementasi program pada awalnya akan merupakan cost center, karea memebutuhkan anggaran yang relatif besar.
4.      Pemilihan prioritas program
Keberhasilan program juga ditentukan oleh keberpihakan program-program tersebut terhadap kebutuhan masyarakat.
Senada dengan hal tersebut, maka apa yang dikemukakan oleh Osborne dan Plastrik, yang mengemukakan melalui tulisannya Banishing Beureaucarcy : the five strategis for reinventing government atau Five C's, yang menyampaikan lima strategi untuk pengembangan birokrasi kearah yang lebih baik;'
1.      Strategi Inti (Core Strategy), yaitu strategi perumusan kembali tujuan-tujuan penyelenggaraan pemerintahan, termasuk otonomi daerah, melalui penetapan Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran Arah Kebijakan, peran-peran kelembagaan serta individu penyelenggara pemerintahan.
2.      Strategi Konsekuensi (Cosequency Strategy), dalam hal iau perlu dirumuskan dan ditata kembaiipola-pola insentifkelembagaan maupun indivisual,, baik melalui pendekatan manajemen kompetitif, manajemen bisnis (korporatisasi dan privatisasi), atau manajemen kinerja (performance management)
3.      Strategi Pemakai Jasa (customer Strategy), aparatur birokrasi dalam hal ini perlau melakukan reorientasi d.ari kepentingan politik pemerintahan, serta orientasi pada kepentingan kelembagaannya, kea rah kepentingan-kepentingan pemenuhan kebutuhan berdasarkan pilihan-pilihan masyarakat (pemakai jasa publik), peningkatan kualitas layanan, serta kompetisi pasar yang sehat.
4.      Strategi Pengendalian (Control Strategy), yaitu adanya perumusan kembali dalam upaya pengendalian organisasi, mulai dari (1) pengendalian strategis yang merupakan proses perumusan dan penetapan sasaran organisasi; (2) pengendalian manajemen, yang merupakan pengendalian dalam menjaga agar pelaksanaan tugas (actuating) sesuai dengan strategi yang telah ditetapkan; (3) pengendalian tugas sebagai pengendalian yang sifatnya pelaksanaan (operasional). Ketiga pengendalian ini dapat dikembangkan melalui pengembangan struktur organisasi kelembagaan yang bertumpu pada kekuatan aparatur seperti audit mutu.
5.      Strategi Budaya (Culture Strategy), yaitu adanya upaya reorientasi perilaku dan budaya aparatur dan birokrasi yang lebih terbuka dan mampu merevitalisasi dan mengadopsi nilai-nilai budaya (baik nilai budaya lama maupun nilai budaya baru), yang lebih menyentuh nilai-nilai keadilan dan hati nurani.


DAFTAR PUSTAKA


Ach. Wazir Ws., dkk, Panduan Penguatan Menejemen Lembaga Swadaya Masyarakat, Sekretariat Bina Desa dan AusAID, Jakarta, 1999
Ahmad Mansur Noor, Peranan Moral Dalam Membina Kesadaran Hukum, Dirjen Bimbaga Islam Departemen Agama Republik Indonesia, Jakarta, 1985
Afan Gaffar, Politik Indonesia, Ti-ansisi Menuju Demokrasi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1999
Aidul Fitriciada Azhari, Sistem Pengambilan Keputusan Demokratis Menurut Konstitusi, UMS Press, Surakarta, 2000
Ali Mudhofir, Kamus Filsafat Barat, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2001
Grief Budiman, Reforinasi Politik, Kebangkitan Agama dan Konsumerisme, Interfidei, Yogyakarta, 2000
Bintoro Tjokroamidjojo, Pengantar Administrasi Pembangunan, LP3ES, Jakarta,1987

No comments:

Post a Comment

buku bimbingan

                                                                                                                                            ...

082126189815

Name

Email *

Message *