FILSAFAT ETIKA
Pengertian
Filsafat Etika
Pengertian Etika(Etimologi), berasal dari bahasa Yunani
adalah “Ethos”, yang berarti watak kesusilaan atau adat
kebiasaan(custom). Etika biasanya berkaitan erat dengan perkataan
moral yang merupakan istilah dari bahasa Latin, yaitu “Mos” dan dalam
bentuk jamaknya “Mores”, yang berarti juga adat kebiasaan atau cara hidup
seseorang dengan melakukan perbuatan yang baik (kesusilaan),
dan menghindari hal-hal tindakan yang buruk. Etika dan moral lebih kurang
sama pengertiannya, tetapi dalam kegiatan sehari-hari terdapat perbedaan,
yaitu moral atau moralitas untuk penilaian perbuatan yang dilakukan,
sedangkan etika adalah untuk pengkajian sistem nilai-nilai yang berlaku.
Etika adalah ilmu yang membahas perbuatan baik dan perbuatan
buruk manusia sejauh yang dapat dipahami oleh pikiran manusia.
Menurut para ahli maka etika tidak lain adalah aturan
prilaku, adat kebiasaanmanusia dalam pergaulan antara sesamanya dan menegaskan
mana yang benardan mana yang buruk. Perkataan etika atau lazim juga disebut
etik, berasal darikata Yunani ETHOS yang berarti norma-norma, nilai-nilai,
kaidah-kaidah danukuran-ukuran bagi tingkah laku manusia yang baik, seperti
yang dirumuskanoleh beberapa ahli berikut ini :
1.
Drs. O.P. SIMORANGKIR : etika atau etik sebagai pandangan manusia
dalam berprilaku menurut ukuran dan nilai yang baik.
2.
Drs. Sidi Gajalba dalam sistematika filsafat : etika adalah teori
tentang tingkah laku perbuatan manusia dipandang dari segi baik dan buruk,
sejauh yangdapat ditentukan oleh akal.
3.
Drs. H. Burhanudin Salam : etika adalah cabang filsafat yang
berbicaramengenai nilai dan norma moral yang menentukan prilaku manusia
dalamhidupnya.
hedonisme
Tingkah
laku atau perbuatan yang melahirkan kebahagiaan dan kenikmatan/kelezatan”. Ada
tiga sudut pandang dari faham ini yaitu (1) hedonisme individualistik/egostik
hedonism yang menilai bahwa jika suatu keputusan baik bagi pribadinya maka
disebut baik, sedangkan jika keputusan tersebut tidak baik maka itulah yang
buruk; (2) hedonisme rasional/rationalistic hedonism yang berpendapat bahwa
kebahagian atau kelezatan individu itu haruslah berdasarkan pertimbangan akal
sehat; dan (3) universalistic hedonism yang menyatakan bahwa yang menjadi tolok
ukur apakah suatu perbuatan itu baik atau buruk adalah mengacu kepada akibat
perbuatan itu melahirkan kesenangan atau kebahagiaan kepada seluruh makhluk.
Etika sebagai
cabaang dari ilmu filsafat dapat kita pahami bahwa istilah yang digunakan
untunk member batasan dalam tingkah laku manusia mana yang baik dan mana yang
buruk.etika dan filsafat sama-sama membahas tentang perbuatan yang dilakukan
oleh manusia. Sedangkan etika adalah Etika
pun berasal dari (Yunani Kuno:
"ethikos", berarti
"timbul dari kebiasaan") atau ethos yang berate kebiasaan atau watak,
yaitu sesuatu dimana dan bagaimana cabang utama filsafat
yang mempelajari nilai
atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral.
Amoral berarti tidak berkaitan dengan moral, netral etis. Immoral berarti tidak
bermoral, tidak etis. Etika berbeda dengan etiket. Yang terakhir ini berasal
dari kata Inggris etiquette, yang berarti sopan santun. Perbedaan keduanya
cukup tajam, antara lain: etiket menyangkut cara suatu perbuatan harus dilakukan,
etika menunjukkan norma tentang perbuatan itu. Etiket hanya berlaku dalam
pergaulan, etika berlaku baik baik saat sendiri maupun dalam kaitannya dengan
lingkup sosial. etiket bersifat relatif, tergantung pada kebudayaan, etika
lebih absolut. Etiket hanya berkaitan dengan segi lahiriyah, etika menyangkut
segi batiniah. Beberapa ahli telah merumuskan pengertian kata etika atau lazim
juga disebut etik, yang berasal dari kata Yunani ETHOS tersebut sebagai berikut
ini :
-
Drs. O.P. SIMORANGKIR :
etika atau etik sebagai pandangan manusia dalam berprilaku menurut ukuran dan
nilai yang baik.
-
Drs. Sidi Gajalba dalam
sistematika filsafat : etika adalah teori tentang tingkah laku perbuatan
manusia dipandang dari segi baik dan buruk, sejauh yang dapat ditentukan oleh akal.
-
Drs. H. Burhanudin
Salam : etika adalah cabang filsafat yang berbicara mengenai nilai dan norma
moral yang menentukan prilaku manusia dalam hidupnya.
-
Menurut Martin [1993],
etika didefinisikan sebagai "the discipline which can act as the
performance index or reference for our control system". Dengan demikian,
etika akan memberikan semacam batasan maupun standard yang akan mengatur
pergaulan manusia didalam kelompok sosialnya.
Etika sungguh sangat penting sekali
bagi kita. Dimanapun kita berada, sedang apapun kita harus mempunyai etika
tidak terkecuali etika ketika kita berada di dalam kampus. Seperti contohnya:
Jika dosen sedang menjelaskan janganlah kita malah ngobrol dengan teman
sebelah. Etika penting bukan hanya pada etika sebagai mahasiswa saja, tapi
etika kita sebagai anggota keluarga juga sangat penting. Contohnya seperti:Pada
saat kita sedang berbicara pada orang tua, janganlah kita bicara dengan suara
yang tinggi. Kecuali pendengaran orang tua kita sedikit agak terganggu. Secara
etimologis etika dapat di artikan sebagai ilmu tentang apa yang biasa dilakukan
atau suatu ilmu tentang adat kebiasaan (K.Bertens, 2000). Etika merupakan suatu
ilmu yang membahas perbuatan baik dan buruk manusia yang dapat dipahami oleh
pikiran manusia. Etika berkenaan dengan disiplin ilmu yang mempelajari
nilai-nilai yang dianut oleh manusia beserta pembenaranya dan dalam hal ini
etika termasuk dalam salah satu cabang filsafat. Etika merupakan pokok
permasalahan di dalam disiplin ilmu itu sendiri yaitu nilai-nilai hidup dan
hokum-hukum yang mengatur tingkah laku manusia. Menurut ahli Frankena
mengemukakan bahwa etika(ethics) merupakan salah satu cabang filsasfat yang
mencakup filsafat moral atau pembenaran-pembenaran filosofis(philosophical
judgements). Sebagai salah satu filsafah, etika berkenaan denganmoralitas
beserta persoalna-persoalan dan pembenaran-pembenaranya. Etika cenderung
dipandang sebagai suatu cabang ilmu dalam filsafat yang mempelajari nilai-nilai
baik dan buruk bagi manusia. De Vos bahkan secara eksplisit mengatakan bahwa
etika adalah ilmu pengetahuan tentang kesusilaan atau moral. Disamping itu,
etika lebih banyak dikaitkan dengan prinsip-prinsip moral yang menjadi landasan
bertindak seseorang yang mempunyai profesi tertentu. Istilah – istilah sebagai
etika kedokteran, etika jurnalistik,etika hokum semuanya menunjukan adanya asas
moral dalam suatu profesi. Tempat pertama kali disusunnya cara-cara hidup yang
baik dalam suatu sistem dan dilakukan penyelidikan tentang soal tersebut
sebagai bagian filsafat. Menurut Poespoproddjo, kaum Yunani sering mengadakan
perjalanan ke luar negeri itu menjadi sangat tertarik akan kenyataan bahwa
terdapat berbagai macam kebiasaan, hukum, tata kehidupan dan lain-lainnya.
Bangsa Yunani mulai bertanya apakah miliknya, hasil pembudayaan negara tersebut
benar-benar lebih tinggi karena tiada seorang pun dari Yunani yang akan
mengatakan sebaliknya, maka kamudian diajukanlah pertanyaan mengapa begitu?
Kemudian diselidikinya semua perbuatan dan lahirlah cabang baru dari filsafat
yaitu etika. Jejak-jejak pertama sebuah etika muncul dikalangan murid
Pytagoras. Kita tidak tahu banyak tentang pytagoras. Ia lahir pada tahun 570 SM
di Samos di Asia Kecil Barat dan kemudian pindah ke daerah Yunani di Italia
Selatan. Ia meninggal 496 SM. Di sekitar Pytagoras terbentuk lingkaran murid
yang tradisinya diteruskan selama dua ratus tahun. Menurut mereka
prinsip-prinsip matematika merupakan dasar segala realitas. Mereka penganut
ajaran reinkarnasi. Menurut mereka badan merupakan kubur jiwa (soma-sema,”tubuh-kubur”).
Agar jiwa dapat bebas dari badan, manusia perlu menempuh jalan pembersihan.
Dengan bekerja dan bertapa secara rohani, terutama dengan berfilsafat dan
bermatematika, manusia dibebaskan dari ketertarikan indrawi dan
dirohanikan. Seratus tahun kemudian, Demokritos (460-371 SM) bukan hanya
mengajarkan bahwa segala apa dapat dijelaskan dengan gerakan bagian-bagian
terkecil yang tak terbagi lagi, yaitu atom-atom. Menurut Demokritos nilai
tertinggi adalah apa yang enak. Dengan demikian, anjuran untuk hidup baik
berkaitan dengan suatu kerangka pengertian hedonistik. Sokrates (469-399
SM) tidak meninggalkan tulisan. Ajarannya tidak mudah direkonstruksi karena
bagian terbesar hanya kita ketahui dari tulisan-tulisn Plato. Dalam
dialog-dialog palto hampir selalu Sokrates yang menjadi pembicara utama
sehingga tidak mudah untuk memastikan pandangan aslinya atau pandangan Plato
sendiri. Melalui dialog Sokrates mau membawa manusia kepada paham-paham etis
yang lebih jelas dengan menghadapkannya pada implikasi-implikasi
anggapan-anggapannya sendiri. Dengan demikian, manusia diantar kepada kesadaran
tentang apa yang sebenarnya baik dan bermanfaat. Dari kebiasaan untuk
berpandangan dangkal dan sementara, manusia diantar kepada kebijaksanaan yang
sebenarnya. Plato (427 SM) tidak menulis tentang etika. Buku etika pertama
ditulis oleh Aristoteles (384 SM). Namun dalam banyak dialog Plato
terdapat uraian-uraian bernada etika. Itulah sebabnya kita dapat merekontruksi
pikiran-pikiran Plato tentang hidup yang baik. Intuisi daar Plato tentang
hidup yang baik itu mempengaruhi filsafat dan juga kerohanian di Barat selama
2000 tahun. Baru pada zaman modern paham tentang keterarahan objektif kepada
Yang Ilahi dalam segala yang ada mulai ditinggalkan dan diganti oleh pelbagai
pola etika; diantaranya etika otonomi kesadaran moral Kant adalah yang paling
penting. Etika Plato tidak hanya berpengaruh di barat, melainkan lewat
Neoplatoisme juga masuk ke dalam kalangan sufi Muslim. Disinilah nantinya
jalur hubungan pemikiran filsafat Yunani dengan pemikir muslim seperti Ibnu
Miskawaih yang banyak mempelajari filsafat Yunani sehingga mempengaruhi
tulisan-tulisannya mengenai filsafat etika. Setelah Aristoteles, Epikuros
(314-270 SM) adalah tokoh yang berepengaruh dalam filsafat etika. Ia mendirikan
sekolah filsafat di Athena dengan nama Epikureanisme , akan menjadi salah satu
aliran besar filsafat Yunani pasca Aristoteles. Berbeda dengan Plato dan
Aristoteles, berbeda juga dengan Stoa, Epikuros dan murid-muridnya tidak
berminat memikirkan, apalagi masuk ke bidang politik. Ciri khas filsafat
Epikuros adalah penarikan diri dari hidup ramai. Semboyannya adalah
“hidup dalam kesembunyian“. Etika Epikurean bersifat privatistik. Yang dicari
adalah kebahagiaan pribadi. Epikuros menasihatkan orang untuk menarik diri dari
kehidupan umum, dalam arti ini adalah individualisme. Namun ajaran Epikuros
tidak bersifat egois. Ia mengajar bahwa sering berbuat baik lebih menyenangkan
daripada menerima kebaikan. Bagi kaum Epikurean, kenikmatan lebih bersifat
rohani dan luhur daripada jasmani. Tidak sembarang keinginan perlu
dipenuhi. Ia membedakan antara keinginan alami yang perlu (makan), keinginan
alami yang tidak perlu (seperti makanan yang enak), dan keinginan sia-sia
(seperti kekayaan).Keterkaitan etika terhadap moral sangatlalh erat. Etika
membatasi dirinya dari disiplin ilmu lain dengan pertanyaan apa itu moral? Ini
merupakan bagian terpenting dari pertanyaan-pertanyaan seputar etika. Tetapi di
samping itu tugas utamanya ialah menyelidiki apa yang harus dilakukan manusia.
Semua cabang filsafat berbicara tentang yang ada, sedangkan filsafat etika
membahas yang harus dilakukan. Selain itu etika bisa disebut sebagai ilmu
tentang baik dan buruk atau kata lainnya ialah teori tentang nilai. Dalam Islam
teori nilai mengenal lima ketegori baik-buruk, yaitu baik sekali, baik, netral,
buruk dan buruk sekali. Nilai ditentukan oleh Tuhan, karena Tuhan adalah maha
suci yang bebas dari noda apa pun jenisnya. Tetapi tujuan etika itu sendiri
ialah bagaimana mengungkap perbedaan kebaikan dan keburukan sejelas-jelasnya
sehingga mendorong manusia terus melangkah pada kebaikan. Kebaikan itu sendiri
menurut ibnu Sina sangat erat kaitannya dengan kesenangan. Kebaikan itu membuat
manusia lebih sempurna dalam suatu hal. Kebaikan terbaik berkaitan dengan
kesempurnaan roh manusia. dengan demikian kejahatan merupakan sejenis ketidak
sempurnaan. Tujuan hidup ialah untuk menghentikan kesenangan duniawi sebagai
suatu yang diinginkan dan mengembangkan serta menyempurnakan roh dengan cara
bertindak menurut kebajikan-kebajikan rasional. Roh yang demikian berada sangat
dekat dengan sumber ketuhanannya dan ingin bersekutu dengannya dan dengan
arahnya itu ia mencapai kebahagiaan abadi. Sedangkan menurut teori hedonisme
Yunani kuno mengajarkan bahwa kebaikan itu merupakan sesuatu yang mengandung
kepuasan atau kenikmatan. Sedangkan aliran pragmatisme mengajarkan bahwa segala
sesuatu yang baik dalam kehidupan adalah yang berguna secara praktis. Sama beda
dengan aliran utilitarianisme yang mengajarkan bahwa yang baik adalah yang
berguna. Persoalan moralitas dalam hubungannya dengan interaksi antar manusia
merupakan persoalan utama pada zaman ini. Beberapa persoalan krusial yang
muncul, antara lain adalah bagaimana manusia harus bersikap menghadapi
perkembangan teknologi yang pesat pada abad ini, bagaimana bangsa-bangsa dunia
menghadapi pemanasan global, bagaimana harus memlihara perdamaian secara
bersama-sama dalam masyarakat yang sangat plural. Semua itu masuk ke dalam
problematika etika yang perlu dipikirkan dengan segera. Kenyataan yang ada pada
saat ini bahwa kemajuan teknologi informasi telah berkembang lebih cepat dari
pada pemahaman terhadap nilai-nilai.
Menurut K. Bertens, (2007:31), situasi etis pada zaman modern ini
ditandai oleh tiga ciri antara lain:
a) Adanya
pluralitas moral;
b) Munculnya
masalah-masalah etis baru yang sebelumnya tidak ada;
c) Munculnya
kesadaran baru di tingkat dunia yang nampak jelas dengan adanya kepedulian etis
yang universal. Maka dari itu setidaknya terdapat empat alasan perlunya etika
pada zaman ini (Franz magnis Suseno, 1993: 15).
NILAI DAN
ETIKA
Nilai adalah standar atau ukuran
(norma) yang kita gunakan untuk mengukur segala sesuatu. Pengertian lain adalah
bahwa nilai standar menurut tingkah laku dalam menentukan apa yang indah,
efisien dan berharga. Nilai itu bersifat abstrak yang memerlukan pemahaman yang
lebih mendalam untuk dapat digunakann sebagai tujuan dalam bersikap dan berbuat
sehingga nilai berkaitan dengan cara berpikir, cara bersikap, dan cara bertindak.
Nilai adalah unsur budaya dan produk budaya sehingga nilai memerlukan
pemeliharaan dalam bentuk kekuatan komitmen dari setiap individu dan masyarakat
para pendukungnya.
Kita mengatakan bahwa nilai
perbuatan kita sebagian diusahakan dari hubungan dari segala sesuatu yang
bersifat eksternal, seperti harta, uang dan pakaian indah. Sebagian lagi
memiliki nilai pada milleunnya sendiri dalam diri kita tanpa melihat
pertimbangan eksternal. Terdapat tiga nilai yang ada pada diri manusia :
a. Nilai Kebenaran
Tercermin dalam penilaian yang kita keluarkan tentang benar
atau salah, hak atau batil tentang sesuatu, perilaku, ucapan, pikiran atau
perbuatan. Dalam ,menjelaskan kebenaran bersandar pada standar yang membatasi
kebenaran dan kedustaannya. Akan tetapi standar hakikat itu berbeda-beda sesuai
gambaran berikut :
1. Dalam Logika Formal
Kebanyakan ahli logika menganggap bahwa hukum-hukum berpikir
ini sama dengan prinsip-prinsip utama yang mendahului pengalaman. Oleh karena
itu ia adalah kebenaran dan kesalahan, kejujuran, atau kedustaan.
2. Dalam Logika Eksperimental
Dalam hal ini pengalaman menjadi standar bagi kebenaran. Apa
yang ditegskan oleh pengalaman adalah benar. Jika sebaliknya berarti salah.
Dalam kerangka ini mazhab pragmatisme menetapkan bahwa konsep yang benar
terlihat dari produk-produk praktisnya yang berguna dalam dunia pengalaman.
Sebaliknya, konsep terrsebut dinyatakan salah, jika tidak berhasil merealisir
produk-produk ini.
3. Dalam Agama-Agama Samawi
Hukum menjadi benar, jika sesuai dengan apa yang disampaikan
oleh wahyu dan dikatakan dusta jika menyalahinya.
b. Nilai Kebaikan
Nilai ini tampak dalam penilaian kita terhadap perilaku
manusia dengan standar sifat utama dan tercela, nikmat dan sakit, bermanfaat
dan berbahaya atau bahagia dan sengsara. Aristoteles menemukan bahwa manusia
mengartikan kebaikan dengan banyak makna. Misal, kebaikan itu adalah kelezatan
(kesenangan) nyata yang bebas dari rasa sakit, ada juga yang mengartikan
kebaikan dengan memiliki kekayaan dan harta yang banyak, keluarga yang banyak
atau memiliki ilmu pengetahuan. Kita tidak boleh menggantungkan kebahagiaan
terhadap harta, popularitas, keindahan tubuh, serta hal-hal lain yang tidak
mudah kita capai, yakinlah bahwa kita tidak akan pernah menemukan jalan yang
pasti untuk mencapainya, bahkan terkadang kita terjatuh dalam kekecewaan karena
kita tak mampu mewujudkannya.
Aristoteles menyimpulkan bahwa kebahagiaan kita ada pada apa
yang kita pilih dengan kehendak merdeka kita sendiri dan kita dapat
mewujudkannya untuk kita, kapan saja kita kehendaki. Kehendak merdeka adalah
sesuatu yang selalu baik dan suci, maka yang dipilih hanyalah yang baik dan
bagus untuk manusia sebagai makhluk hidup yang berakal, bukan sebagai hewan
yang hidup dengan tabiat hewani.
c. Nilai Keindahan
Nilai diatas tampak pada penilaian–penilaian kita mengeni
keindahan terhadap berbagai hal yang indah yang kita jumpai. Dengan demikian
kita merasakan keindahan dengan tingkatan- tingkatan yang berbeda-beda pada
objek inderawi, sebagaimana kita juga menemukannya pada obyek abstrak. Jadi
kita merasakan keindahan dan perasaan pada jenis pengetahuan langsung terhadap
indahnya sesuatu yang kita pandang atau ia adalah hubungan langsung antara yang
indah dengan manusia yang menikmatinya. Oleh karena itu sebagian filsuf estetika seperti Al-Ghazali
dan Plato, memandang bahwa kenikmatan estetis dari suatu entitas itu dicari
karena keindahan millieunya ( keindahan obyektif) dan bukan karena selera yang
terkait dengan manfaat pribadi (keindahan subyektif).
Jadi, manusia mencari kebenaran dalam bentuknya yang
tertinggi, mencari kebaikan dalam bentuknya yng paling sempurna serta mencari
keindahan dalam bentuknya yang paling indah sebagai tujuan-tujuan tertinggi
dalam kehidupan mereka dan sebagai
standar-standar untuk menentikan perilaku mereka. Berikut ini merupakn
karakter manusia dan eksistensi mutlak :
1. Kesatuan Tabiat Alami Manusia
Karakter ini ada pada semua orang. Kita melihat bahwa
manusia mencari idealisme-idealisme sebagai tujuan tertinggi yang mereka
usahakan untuk diwujudkan. Dalam pencarian terhadap hakikat ini mereka melihat
ada sebuah keindahan. Jadi kebenarannya
tidak bisa dideskripsikan selain dengan sesuatu yang baik dan indah.
2. Kesatuan Eksistensi Mutlak
Nilai-nilai tersebut merupakan wujud atau bukti lain atas
kesempurnaan. Nilai-nilai ini
mencerminkn sesuatu adanya wujud yang sempurna. Kesempurnaannya berarti bahwa
ia adalah wujud mutlak yang tidak akan ada, kecuali Yang satu, Yang benar, Yang
baik, Yang Indah pada Dzatnya. Dialah Alloh SWT. Sumber setiap kebenaran,
tempat munculnya setiap kebaikan serta sumber dari setap keindahan di alam
kosmik ini.
MANUSIA DAN ETIKA
Nilai-nilai itu merupakan sesuatu
yang khusus untuk manusia, dalam kepastiannya sebagai makhluk berakal yang
mencari hakikat dalam dirinya dan wujud yang terbentang di sekitarnya. Ia
menginginkan kebaikan untuk dirinya, juga untuk orang lain, serta mencari
keindahan untuk dinikmati dan untuk mengasah emosi serta perasaannya.
Jadi perilaku yang seyogyanya ada
adalah perilaku kesenangan inderawi sebagai nilai tertinggi (ideal) yang
mewujudkan kebahagiaan inderawi manusia. Atas dasar inilah etika itu
ditegakkan, karena ia merupakan suatu etika adaptasi terhadap alam dengan kadar
(ukuran) yang dapat memelihara kesehatan jasmani dan rohani manusia sebagai
syarat bagi kebahagiaan. Kesehatan mental bergantung pada keselamatan dan
kesehatan badan. “Jiwa yang sehat terdapat dalam tubuh yang sehat” (men sana in
corpore sano). Kebaikan yang paling ideal manusia tidak terletak pada perilaku
yang tumbuh dari karakter hewaninya. Namun kebaikan ideal itu ada pada
tingkatan yang sesuai dengan kemuliaan manusia sebagai makhluk yang berpikir
dan berkehendak yang tidak dibatasi oleh hukum-hukum alam inderawi.
Kita mengetahui bahwa etika
merupakan suatu ungkapan tentang: pertama,
salah satu sifat atau keadaan jiwa yang tampak pada perilaku manusia, dimana
penilaian kita terhadap manusia tertentu bahwa ia adalah utama atau tidak
utama, baik atau tidak baik, sama dengan penilaian kita terhadap diri
manusia dalm jiwanya dengan melihat
perbuatan-perbuatannya. Oleh karena itu, tidak cukup bahwa seseorang melakukan
perbuatan baik sekali waktu, atau perbuatan tidak baik sekali waktu, lalu kita
menilainya bahwa ia mulia atau tidak mulia, baik atau jahat. Karena boleh jadi
niatnya pada waktu itu bertentangan dengan perilaku lahirnya. Oleh karena itu,
perbuatan etik tidak diukur dengan fenomena-fenomenanya atau produk-produknya,
tetapi diukur dengan kondisi (keadaan) jiwa yang baik dan utama.
Kedua,
meskipun etika merupakan salah satu sifat jiwa, namun ia tidak bersifat
naluriah, dengan alasan bahwa perbedaan akhlak manusia dalam kebaikan dan
keburukan. Kemudian, sifat etis ini
mencapai suatu tempat dalam jiwa seolah ia adalah tabiat orisinil yang ada padanya.
Ketiga,
karena etika (akhlak) merupakan sesuatu yang diusahakan, maka akal memiliki
peran besar dalam mengusahakannya bukan karakter hewani kita (yang berperan). “Akhlak (etika) adalah kebaikan atau
kejahatan, dimana jiwa manusia diatribusikan (disifatkan) dengannya, serta
terjadi lewat pengusahaan dan kebiasaan, sesuai dengan standar-standar kebaikan
yang dibuat oleh manusia untuk dirinya sebagai makhluk yang berakal dan
berkehendak merdeka.”
MAKNA KEBAIKAN DAN KEBURUKAN
Aristoteles realistis ketika
memahami bahwa kebaikan manusia ada pada mencari kebahagiaan (Eudemonia). Kebahagiaan itu akan datang
kepada manusia, jika ia hidup dalam keseimbangan. Dalam pengertian seperti ini,
Aristoteles diikuti Descartes. Namun Madzhab Hedonisme-Materialistik berjalan
pada arah yang berlawanan dengan Madzhab Rasionalisme-Idealis yang dipimpin
oleh Kant. Ia memahami kebaikan dengan makna kesenangan inderawi atau manfaat
esensial.
Para filsuf Inggris zaman modern
yang menganut teori Persepsi-Etik telah memahami kebaikan manusia sebagai
perbuatan yang jatuh dalam sensasi internal, seperti jatuhnya keindahan.
Sensasi etik mengetahui keindahan dan keburukan secara langsung yang mereka
namakan dengan intuisi sensasi etik.
Jadi, kebaikan adalah keindahan utama, sedangkan kejahatan adalah keburukan
tercela, sebagaimana persepsi sensasi etik.Yang perlu diingat adalah bahwa
konsep kebaikan dan keburukan merupakan bagian yang integral dengan
konsep-konsep lain yang dicakup oleh madzhab seorang filsuf tentang pengetahuan
dan wujud (being).
ETIKA PRAKTIS DAN ETIKA TEORITIS
filsafat etika berbicara moral
manusia, makna kebaikan dan kejahatan, serta membahas tentang tujuan-tujuan
ideal manusia dalam kapasitasnya sebagai makhluk berakal yang berkehendak
bebas. Namun, para filsuf positivisme tidak menerima masuknya pembahasan etika
ke dalam tema-tema kajian filsafatmya, karena mereka melihat adalah
memungkinkan untuk langsung mengarah pada pengetahuan tentang kebaikan dan
keburukan serta nilai-nilai manusiawi melalui kajian terhadap realitas perilaku
dalam masyarakat tanpa melihat filsafat. Dari situ, kita akan melihat bahwa
setiap bangsa memiliki etika yang berbeda dengan bangsa lain dalam nilai,
tujuan dan pandangannya terhadap karakter manusia, sesuai dengan situasi
kehidupan praktisnya.
Para filsuf positivisme sangat memperhatikan
etika-etika positivistik dalam kehidupan praktis, seperti yang dipraktekkan
manusia dalam bentuk kewajiban-kewajiban partikular terbatas. Mengikutinya
berarti mendapatkan rasa senang masyarakat dan kebahagiaan individu, sedangkan
mengingkarinya berkonsekuensi pada kemarahan dan permusuhan dengan masyarakat
dan akan membuatnya sengsara. Kewajiban-kewajiban ini berbentuk perintah dan
larangan dengan cara mengerjakan kebaikan dan menjauhi keburukan menurut
pengertiannya masing-masing. Misalnya: “kunjungilah tetangga anda” , ”bantulah
orang buta dijalan raya” , “ jangan ingkari janji” , “jangan berdusta” ,
“jangan memulai permusuhan”. Pada saat itu, orang yang mentaatinya menjadi
mulia dan yang mengingkarinya menjadi tercela.
Menurut mereka, komitmen
melaksanakan kewajiban-kewajiban praktis ini terwujud dengan membiasakan
perbuatan-perbuatan etik melalui teladan dan tradisi. Etika juga berkembang
bersama dengan perkembangan masyarakat, dimana hanya perbuatan-perbuatan etika
kuat yang mampu menguatkan kebaikan individu dan sosial yang akan bertahan,
sedangkan yang tidak memiliki kemaslahatan akan mengalami kehancuran.
Beberapa karakteristik etika
praktis, antara lain:
a. Bahwa ia tidak memberi manusia kemampuan untuk
maju dengan kaidah-kaidah praktis ke arah suatu prinsip umum yang dapat
diterapkan di setiap tempat dan waktu dengan tidak melihat
kemaslahatan-kemaslahatan pribadi dan sosial serta perbedaan-perbedaan kultural
dalam masyarakat.
b. Ia memerlukan suatu pemikiran teoritis yang
memungkinkan seorang individu untuk mengenal hakikat kebaikan tentang apa yang
ia kerjakan dan perbuatan-perbuatan yang akan ia lakukan, juga membantunya
untuk membedakan antara kebaikan dan keburukan secara tepat, memilih
perbuatan-perbuatannya secara rasional, sehingga kebaikan atau keburukan yang
di lakukannya tidak semata-mata karena kebiasaan atau tradisi.
c. Manakala etika-etika praktis tidak didasarkan
pasa suatu kaidah teoritis dan hanya di dasarkan pada kewajiban-kewajiban
partikular yang di batasi oleh perintah dan larangan tanpa fleksibilitas, maka
ia tidak memiliki cakupan yang luas, melainkan terbatas pada kondisi-kondisi
partikular menjadi tipikalitasnya dan tidak mampu melampauinya.
d. Ia memiliki sifat subyektif manusia
berbeda-beda dalam menerapkan kewajiban-kewajiban praktis dan dalam menafsirkan
sisi etis dari kewajiban-kewajiban praktis tadi. Subyektivitas ini membuat
etika-etika praktis memerlukan satu prinsip rasional umum yang menyatukan
pengertian-pengertian manusia sekitar kebaikan dan keburukan.
e. Ia menggabungkan setiap kewajiban praktis
dengan kewajiban partikular tertentu, atau manfaat yang terbatas bagi individu
dan masyarakat tertentu.
SUMBER – SUMBER PENGETAHUAN TENTANG
KEBAIKAN
ALIRAN
IDEALISME
Tercermin
dalam 2 madzhab, yaitu:
1. Madzhab Intuisionisme.
Para filsuf berpendapat bahwa di
dalam akal manusia terdapat sebagian hakikat rasional yang memiliki sifat
sederhana dan jelas, serta tidak membutuhkan sesuatu untuk menjelaskannya. Hakikat tersebut
merupakan dasar rasional yang paling sederhana bagi setiap pengetahuan rasional
yang menjadi tujuan manusia sekaligus menjadi dasar argumentasi atas kebenaran
pemikiran yang dicapai dengan argumentasi rasional. Intuisi dalam madzhab ini
merupakan suatu pengetahuan rasional dan
langsung terhadap kebaikan yang sangat jelas, atau prinsip etik sebagai prinsip
umum yang jelas atau prinsip etik sebagai prinsip umum yang jelas dan tidak
menerima perdebatan.
2. Madzhab Rasionalisme.
Madzhab ini menilai pengetahuan
manusia melalui cara deduksi rasional dengan mengambil premis- premis utama
yang mendahului pengalaman. Oleh karena itu, madzhab ini tidak sampai pada
pengetahuan tentang kebaikan dalam lapangan etika melalui intuisi rasional. Ada
beberapa pendapat para filsuf, seperti:
a. Sokrates
Nilai kebaikan manusia kembali pada
akal. Karena akal sebagai satu- satunya sumber pengetahuan yang benar tentang
tabiat kebaikan manusia. Keterkaitan antara pengetahuan dengan kebaikan tampak
jelas dalam ungkapan Sokrates: “Keutamaan adalah ilmu, dan ketercelaan adalah
kebodohan”. Dengan pengertian bahwa
ketercelaan tidak tumbuh, kecuali karena tidak mengerti arti keutamaan.
Kebahagiaan manusia yang merupakan kebaikan tertingginya didasarkan pada
ketidakmengetiannya tentang hakikat.
b. Plato
Kebaikan hakiki berdasarkan pada
bentuk ideal yang berdiri sendiri, yaitu dunia idea. Idea kebaikan melampaui
semua ide- ide. Karena ia adalah kebaikan absolut yang dicari setiap jiwa
manusia dalam kehidupannya. Akal merupakan sumber yang memperkenalkan kita pada
kebaikan yang terdapat pada alam eksistensi dan diri kita. Jiwa utama memiliki
4 karakteristik utama yang diakui dengan memanfaatkan akal sebagai berikut:
Ø Keutamaan hikmah merupakan sifat
kekuatan intelektual dalam jiwa.
Ø Kekuatan keberanian, merupakan sifat
kekuatan marah dalam jiwa.
Ø Keutamaan kebajikan, merupakan sifat
kekuatan nafsu dalam jiwa.
Ø Keutamaan keadilan, merupakan sifat
jiwa sebagai totalitas. Ia tumbuh karena akal melakukan harmonisasi antara
ketiga kekuatan ini. Dengan memiliki keseimbangan moral internal, manusia pun
menjadi adil terhadap dirinya.
c. Aristoteles
Beliau membangun sebuah sumber untuk
mengetahui dan memilih perbuatan utama. Akal memiliki keutamaan teoritis, yaitu
hikmah. Tetapi ia baru menjadi hikmh yang bersifat praktis ketika kehendak
memilih perbuatan utama sebagai perilaku praktis. Tujuan dari keutamaan adalah
mewujudkan kebahagiaan spiritual bagi manusia utama.
d. Descartes
Dengan berpikir deduktif kita bisa
membedakan antara keutamaan hakiki dan keutamaan fenomenal. Keutamaan hakiki
lahir dari pengetahuan hakiki terhadap kebaikan. Sedangkan keutamaan fenomenal
adalah akibat dari ketidaktahuan terhadapnya.
Descartes
membatasi prinsip- prinsip etikanya sebagai berikut:
Ø Akal dan kehendak adalah sumber
perilaku utama.
Ø Akal mengenal kebenaran secara
hakiki, kehendak memilih perbuatan yang baik.
Ø Kebaikan tertinggi tercermin pada
kepuasan dan ketenangan jiwa.Nilai perilaku etika (moral) intern dalam dirinya
dan tidak bersumber luar.
e. Immanuel Kant
Manusia tersusun dari 2 karakter,
yakni inderawi dan rasional. Dengan karakter inderawi, manusia di alam semesta
sama dengan benda- benda lain yang tunduk pada hukum alam, karena ia
berafiliasi kepada alam lain, yaitu hakikat yang disebutnya “Alam segala
sesuatu pada zatnya”.
ALIRAN EMPIRISME
· Shopisme
· Hedonisme
· Epicurisme
· Thomas Hobbes
· Madzhab Hedonisme menurut Bentham
dan Mills
· Kaum Positivisme dan Evolusionisme
ORIENTASI RELIGIUS DALAM ISLAM
a. Orientasi naqli (scriptural)
Kelompok Abi Al- Jannah wal Jama’ah
berpendapat bahwa syara’ menjelaskan kepada kita yang baik dan yang buruk. Lalu
memerintahkan kita untuk mengerjakan yang pertama dan melarang kita untuk
melakukan yang kedua.
b. Orientasi aqli
Ini tercermin di kalangan Mu’tazilah
dari kelompok Muta’allimin. Mereka berbeda pendapat dengan ahli kalam di
kalangan salafi mengenai cara pengetahuan terhadap kebaikan dan keburukan serta
taklif untuk mengerjakan yang pertama dan menjauhi yang kedua.
c. Para filsuf Islam
Kecenderungan para filsuf Islam yang
tercermin pada orientasi etika, seperti juga tercermin pada orientasi-
orientasi lain.
Al Ghazali dan Etika: “Karakter/ sifat manusia tersusun
dari 2 hal, yaitu jasad dan jiwa. Jasad adalah gambaran material fenomenal,
sedangkan jiwa merupakan gambaran abstrak batiniyah”. Dalam mengetahui
kebenaran dan kebaikan manusia, ilmu kebenaran memiliki beberapa tingkatan,
yaitu:
Ø Kebanyakan manusia mengenal kebaikan
dan keburukan melalui kitab suci dan mengikuti orang lain.
Ø Orang- orang khusus/ para filsuf
rasionalis pada umumnya mengenal kebenaran tanpa melihat pada kitab suci
ataupun ikut- ikutan.
Ø Orang yang paling khusus ( dan ini
sedikit sekali), mengenal kebenaran ketika berada dekat dengan Allah, dimana ia
menganugerahkan ilmu ladunni ke dalam hati seorang Mukmin yang mengenal Allah,
maka terjadilah perbuatan baik dari anggota tubuh secara otomatis dengan
menyerupai perbuatan para Nabi dan Rasul.
Al Ghazali telah menghubungkan
antara pengetahuan dengan pola perilaku dalam akhlak manusia, dimana
pengetahuan kita tentang kebaikan saja tidak cukup, sebelum yang bersangkutan
mengerjakannya. Ilmu dalam amal secara bersama- sama harus selaras dengan
syara’. Etika sesungguhnya berdiri di atas dasar pengontrolan nafsu dengan
hukum akal, sehingga hati berada dalam keadaan seimbang. Kaidah penyelarasan
ini adalah “ Bekerjalah untuk duniamu seakan engkau hidup selamanya dan
bekerjalah untuk akhiratmu seakan engkau akan mati esok hari”.
Al-
Ghazali mendasarkan madzhab etikanya di atas dasar- dasar berikut:
Ø Bahwa tujuan perbuatan etika adalah
mewujudkan kebahagiaan spiritual di dunia dan di akhirat. Oleh karena itu, ia
mengambil nilai perbuatan etik itu dari tujuan ini.
Ø Perbuatan etik muncul dari
keseimbangan antara inderawi dan yang rasional.
Ø Akhlak tumbuh dari hati dan ia
adalah kondisi yang mengakar di dalam jiwa dan perilaku etik merupakan ekspresi
dari akhlak ini.
Ø Dengan ilmu saja, manusia tidak
dapat berbuat keutamaan, namun juga harus dibarengi dengan kehendak dan
aktivitas. Ilmu itu memiliki tingkatan- tingkatan yang berbeda akibat perbedaan
tingkatan manusia. Ilmu yang paling tinggi adalah ilmu yang muncul dari wahyu
langit atau ilmu ladunni pada keadaan dekat dengan Allah.
STANDAR – STANDAR KEBAIKAN
Nilai - nilai manusiawi yang
berusaha untuk direalisasikan oleh manusia dalam perbuatan- perbuatannya yaitu nilai kebenaran, kebaikan dan
keindahan. Kita dalam menilai bahwa perbuatan
ini baik atau buruk dalam perspektif tiga madzhab yang berbeda, yakni madzhab
kebahagiaan (Eudemonia), kesemprnaan (Perfeksionisme), dan kewajiban
(Deontologi).
1. MADZHAB KEBAHAGIAAN (EUDEMONIA)
Kebahagiaan dianggap sebagai tujuan tertinggi bagi setiap
perilaku etik, dengan pengertian bahwa perilaku dapat menjadi baik, jika tujuan
ini tidak terwujud sehingga manusia berada dalam pada penderitaan. Standar
kebahagiaan menurut penganut hedonism
(kyrene) baik klasik maupun modern berhubungan dengan kesenangan inderawi, atau
keuntungan subyektif. Sepanjang perilaku itu mendatangkan kesenangan inderawi,
maka perilaku tersebut dianggap baik. Sebaliknya jika ia mendatangkan
penderitaan inderawi , maka perilaku tersebut dianggap buruk.
Jika John S.Mills yang termasuk salah satu pemikir kelompok
moralis- empiris memenangkan kebahagiaan rasioanal, maka yang lebih utama
melakukannya adalah para kaum moralis rasionalis. Mereka berpendapat bahwa
standar kebaikan atau keburukan perilaku adalah standar rasional yang dibuat
oleh akal manusiawi dan merupakan standar consensus diantara manusia yang
berperilaku sesuai dengan tuntutan norma-norma yang seragam. Oleh karena itu,
standar kebahagiaan rasional dicirikan dengan sifat obyektif dan universal.
Karena tidak ada perbedaan diantara manusia mengenai hal itu. Seperti yang kita
lihat pada filsuf- filsuf semisal sokrates, plato dan aristoteles. Sokrates telah mengubungkan
antara pengetahuan mental dengan satndar kebahagiaan. Sehingga tidak mungkin
kebodohan berjalan seiring dengan kebahagiaan spiritual. Sokrates menghubungkan
antara kemuliaan dengan ilmu pada orang yang bahagia, dan antara ketercelaan
dengan kebodohan pada orang yang sengsara. Adapun plato membangun idea
kebahagiaan yaitu idea kebenaran dan keindahan pada saat yang sama sebagai
suatu standar yang terpisah, atau tegasnya berdiri sendiri didunia idea.
Perbuatan dinilai baik sepanjang ia sejalan dengan apa yang baik dalam dunia
idea.
2. MADZHAB KESEMPURNAAN
(PERFEKSIONISME)
Madzhab etika ini dikenal dengan perspektif teori evolusi
sosial dikalangan penganut teori perkembangan dan kemajuan dalam masyarakat
manusia, sebagaimana yang terjadi pada berbagai spesies hewan sepanjang proses
evolusinya sesuai dengan hukum seleksi alam, yaitu hukum yang menyatakan bahwa
yang pantas untuk bertahan hidup hanyalah jenis hewan yang mampu beradaptasi
dengan lingkungan, sukses dalam menghadapi pertentangan yang terus menerus
diantara mereka. Serta mampu menanggung pengaruh-pengaruh alam. Untuk
merealisasikan proses adaptasi yang terus menerus terhadap situasi-situasi yang
melingkupinya dan mengatur karakter perilakunya hewan – hewan itu mengambil
aturan yang bertujuan kearah kesempurnaan fungsi- fungsi vital dan gaya
adaptasinya.
Herbert spencer telah meminta bantuan teori evolusi sesuai
dengan hukum seleksi alam dalam manfsirkan perkembangan sosial dan etika dalam
masyarakat manusia. Ia berpendapat bahwa pengalaman memperlihatkan dengan
perilakunya, manusia berusaha untuk merealisasikan kesenangan inderawinya
sebagai ungkapan perasaan terhadap egoisme dan sebagai wujud adaptasi terhadap
lingkungan. standarnya adalah pencapaian kesenangan inderawi dan perasaan
terhadap kebahagiaan, sedangkan rasa sakit dan sengsara menunjukan buruknya
adaptasi. Spancer mengharapkan masyarakat manusia berkembang ke tingkat yang
lebih tinggi, yaitu kesempurnaan. Dengan sampainya masyarakat pada perkembangan
dan kemajuan dalam tingkatan kesempurnaan moral ini, akan muncul apa yang
disebut masyarakat kota utama, dimana semua orang hidup didalamnya dengan
kesenangan abadi.
Para penyeru psikologi eksperimentalis melihat bahwa standar
kebaikan dalam perilaku moral manusia adalah integrasi personal yakni
pertumbuhan beragam kemampuan secara berimbang yang mewujudkan perasaan bahagia
untuknya, sedangkan ketidaksempurnaan kemampuan – kemampuan ini akan
mengakibatkan terjadinya pertarungan psikis yang menciptakan perasaan menderita
dan sengsara pada individu. Oleh karena itu, perilaku baik dan buruk adalah
manifestasi perasaan bahagia dalam personalitas yang sempurna atau peraaan
menderita didalam personalitas yang tidak sempurna.
3. MADZHAB KEWAJIBAN (DEONTOLOGI)
Kant melihat bahwa perbuatan moral membawa nilainya di dalam
milieunya. Ia muncul dari kehendak baik yang merupakan realisasi kewajiban
dalam dirinya, serta bukan untuk tujuan apapun. Untuk itu standar perilaku yang baik menjadi sejauh
mana kesamaannya terhadap prinsip kewajiban karena kewajiban. Standar ini
dibedakan dengan sifat – sifat sebagai berikut :
a. Universal : adalah undang undang
yang berlaku umum bagi siapapun tanpa terkecuali
b. Obyektif : karena menjadikan
kemanusiaan sebagai obyek satu satunya bagi semua akal manusia
c. Abstrak : prinsip rasional yang dibuat oleh akal manusia yang
menghadirkan sebuah norma dikalangan manusia seluruhnya.
Standar kebaikan dan keburukan perbuatan – perbuatan moral
secara logis terkait dengan sumber pengetahuan kebaikan dan keburukan . jika
standarnya adalah akal maka ia bersifat rasional dan jika standarnya adalah
sensasi serta pengalaman maka ia bersifat sensasional eksperimental. Ini
berarti madzhab etika menurut kalangan filsuf merupakan satu kesatuan integral
dengan teori teori tentang pengetahuan (epistemology) dan wujud (ontology).
SUMBER – SUMBER KEKUATAN MORAL
Sumber sumber moral terbagi kepada sumber sumber internal
(yang terdapat dalam diri manusia) dan eksternal ( yang terdapat di luar
dirinya) di antara sumber sumber internal yang memaksa manusia untuk melakukan
kebaikan atau keburukan adalah hati dalam kapasitasnya sebagai kekuatan rasio
dan emosional. Di antara sumber sumber eksternal adalah masyarakat dengan
segala adat, tradisi, hukum kekuasaan politik, agama yang ada di dalamnya.
1.
Hati memiliki fungsi sebagai berikut :
· Menilai benar salahnya suatu
perilaku sehingga perilaku itu di katakan baik atau buruk
· Mengarahkan perilaku kita ke depan
sehingga kita memperoleh kesenangan hati dan menghindari kebencian
Fungsi
fungsi karakter hati tersusun dari hal hal berikut :
a. Sisi Intelegensia
Hati dapat membedakan apa yang baik dan apa yang buruk. Kaum
Intuisionisme berpendapat bahwa kesadaran ini tidak lain kecuali kesadaran
intelektual yang langsung terhadap makna kebaikan dan keburukan yang tampak
jelas pada perbuatan - perbuatan manusia. Pendapat ini menyatakan bahwa hati
merupakan suatu kekuatan primordial yang mampu membedakan antara kebaikan dan
keburukan. Kaum Positivisme dan empirisme berpendapat bahwa sisi ini dapat di
lihat dari pembuktian makna kebaikan dan keburukan.
b. Sisi Emosional
hati bukanlah sekedar kekuatan yang menyadari kebaikan dan
keburukan serta membedakan keduanya sesungguhnya merupakan suatu kekuatan di
daktik karena balasan yang diharapkan serta mengawasi perbuatan perbuatan
manusia dari dalam untuk mengetahui niatnya sebelum berbuat.
c. Sisi Sosial
Sisi ini di anggap sebagai cermin sosial yang merefleksikan
konsep konsep kebaikan dan keburukan keutamaan dan ketercelaan kebahagian dan
kesengseraan dalam masyarakat di mana individu hidup. Jadi fungsi hati terbatas
sebagai sumber bagi tekanan moral bertitik tolak dari sisi intelek hukum -
hukum moral (etika) dengan karakter primordial yang ada padanya. Individu bertanggung jawab di hadapan hati dalam
kapasitas sebagai hakim yang menentukan tingkat tanggung jawab ini dalam 3
dasar :
-
Kemampuan untuk mempersepsi kebaikan dan keburukan
-
Terpenuhnya kebebasan kehendak dalam memilih perbuatan
-
Kemampuan dalam melakuka pekerjaan
2.
Masyarakat.
Kaum Sosiologi melihat bahwa hukum hukum moral ( etika )
telah di ciptakan oleh masyarakat dengan mengambil inspirasi pengalaman
histiris dan realitas sosiologisnya. Ketika masyarakat menciptakan norma norma
- moral ia menjadikan keuntungan individu dan kemaslahatan kolektif sebagai
tujuan etik tertinggi atau sebagai kebaikan ideal yang setiap individu berusaha
untuk mewujudkan. Dalam pandangan masyarakat tanggung jawab individu tertentu
pada dasar dasar sebagai berikut :
- Hasil hasil dari segi ia bermanfaat
atau berbahaya
- Terpenuhnya persepsi sehat tentang
suatu entitas , apakah ia baik atau buruk.
- Terpenuhnya kadar kebebasan untuk
berbuat dalam batas batas konsepsi kebaikan dan kebaikan.
3.Agama.
Keagamaan merupakan
sumber tekanan terhadap perilaku moral yaitu tekanan yang mengambil kekuatan
dari balasan balasan yang terbatas bagi perbuatan baik atau buruk , di mana
pelaku kebaikan mendapatkan balasanya berupa kebahagian di dunia dan di akhirat
dan pelaku kejahatan mendapat balasan siksa di dunia dan di akhirat. Penekanan
etika yang muncul dari agama di dasarkan pada dasar dasar sebagai berikut:
- Terpenuhnya niat dengan anggapan
bahwa ia merupakan asas utama yang menentukan baik buruknya suatu perilak.
- Persepsi ( pikiran ) yang sehat
sehingga karena itu agama melarang untuk merusaknya dengan mengkonsumsi minuman
keras dan obat terlarang yang dapat mengakibatkan pelakunya berbuat di luar
kesadaranya dan perbuatanya tidak dapat di tanggung jawabkan.
- Ukuran kebebasan dalam memilih dan
melakukan perbuatan tersebut sesuai dengan niat dan ukuran persepsi di atas
Ketiga dasar di atas merupakan pilar pilar tanggung jawab
moral ( etika ) dalam lingkup agama. Filsafat etika merupakan bentuk sempurna
yang menghubungkan antara teori pengetahuan ( epistemologi) teori wujud
(ontologi ) dan teori kebaikan.
RUANG LINGKUP FILSAFAT
Filsafat
merupakan sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan dan alam yang
baisanya diterima secara kritis atau pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap
terhadap kepercayaan da sikap yang sangat kita junjung tinggi. Adapun menurut
pendapat para ahli tentang ruang lingku filsafat :
- Tentang hal mengerti, syarat-syaratnya dan metode-metodenya.
- Tentang ada dan tidak ada.
- Tentang alam, dunia dan seisinya.
- Menentukan apa yang baik dan apa yang buruk.
- Hakikat manusia dan hubungannya dengan sesama makhluk lainnya.
- Tuhan tidak dikecualikan.
Adapun
ruang lingkup filsafat adalah segala sesuatu lapangan pikiran manusia yang amat
luat. Segala sesuatu yang mungkin ada dan benar, benar ada (nyata), baik
material konkrit maupuan nonmaterial abstrak (tidak terlihat). Jadi obyek
filsafat itu tidak terbatas. Objek pemikiran filsafat yaitu dalam ruang lingkup
yang menjangkau permasalhan kehidupan mausia, alam semesta dan alam sekitarnya
adalah juga objek pemikiran filsafat pendidikan.
METODE DALAM FILSAFAT
Adapun
metode filsafat sebagai disiplin ilmu dan pendidikan mempunyai metode tertentu
misalnya :
a.
Contemplative (perenungan)
Merenung adalah memikirkan sesuatu
atau segala sesuatu, tanpa keharusan adanya kontak langsung dengan objeknya,
misalnya makna hidup, kebenaran, keadilan, keindahan dan sebagainya. Merenung
adalah suatu cara yang sesuai dengan watak filsafat, yaitu memikirkan segalah
sesuatu sedalam-dalamnya, dalam keadaan tenang hening dan sungguh-sungguh dalam
kesendirian atau kapan dan dimanapun.
b.
Speculative
Juga bagian dari perenung/ merenung.
Karena melalui perenungan dengan pikiran yang tenang kritis, pikiran umum
cenderung menganlisis, mengubungkan antara masalah berulang-ulang sampai pada
tujuan.
c.
Deductive
Filsafat menggunakan metode deduktif
karena filsafat berusaha mencari kebenaran hakiki. Sebenarnya filsafat
menggunakan semua metode agar saling komplimentasi, selain melengkapi.
Filsafat
melahirkan ilmu pengetahuan, tetapi sebaliknya perkembangan berfikir seorang
pribadi, melalui proses :
1.
Tingkat indra
2.
Tingkat ilmiah (rasional kritis, objektif, sistematis)
3.
Tingkat filosofis (reflective thinking)
4.
Tingkat religius
PEMBAGIAN FILSAFAT
1.
Pembagian filsafat menurut bagan induktif
a.
Metafisika
(
1 ) Metafisika fundamental, yaitu kritikan
(
2 ) Metafisika sistematis, yaitu ontology dan theodyca
b.
Filsafat tentang :
(
1 ) Alam, yaitu kosmologia
(
2 ) Manusia, yaitu anthropologia
c.
Filsafat rasional-logika
(
1 ) Logika umum/formal, yaitu logika
(
2 ) Logika khusus/material, yaitu filsafat tentang ilmu pengetahuan.
d.
Filsafat praktis atau tentang kebudayaan
(
1 ) Filsafat praktis (tentang keseluruhan kegiatan manusia)
a.
Filsafat etika, yaitu etika umum dan etika khusus
b.
Filsafat tentang agama
(
2 ) Filsafat kebudayaan (tentang perbuatan lahiriah manusia)
a.
Bagian umum : filsafat kebudayaan
b.
Bagian khusus : filsafat tentang bahasa, kesenian, hukum, pendidikan, manusia,
dan lain-lain.
2.
Pembagian filsafat menurut bagan deduktif
a.
Pengetahuan adalah kesadaran akan hal sesuatu, kesadaran akan diri kita
sendiri.
b.
Pengakuan bahwa aku ini ada. Karena andaikata aku tak ada bagaimanakah aku
dapat berdiri di alun-alun dan sadar akan diriku sendiri.
c.
Pengakuan bahwa kodrat saya adalah sadar akan diriku sendiri, mengerti akan
diriku sendiri, ini adalah aspek rohani. Tetapi berdiri di suatu tempat adalah
aspek jasmani.
d.
Pengakuan dunia yang ku injak itu yaitu di alun-alun.
e.
Penilaian perbuatan ini, artinya dalam kenyataan setiap perbuatan itu apakah
baik atau tidak baik, sesuai dengan kodrat saya atau tidak sesuai dengan kodrat
saya.
f.
Dan mengenai perbuatan ini saya yakin harus memberikan pertanggungjawaban
terhadap suara batin saya sebagai suatu kekuasaan yang berada di dalam maupun
di atas yang akhirnya terhadap Tuhan.
Dalam
eksistensinya yang baru filsafat mempunyai beberapa bagian atau cabang yaitu :
- Logika, filsafat tentang pikiran dan cara berpikir benar atau salah.
- Metafisika, filsafat tentang hakikat yang ada di balik fisika dan hakikat yang bersifat transcendental yaitu di luar atau di atas jangkauan pengalaman manusia.
- Etika, filsafat tentang pola tingkah laku yang baik dan yang buruk.
- Estetika, filsafat tentang pola cita rasa atau kreasi yang indah dan yang jelek.
- Epistimologi, filsafat tentang ilmu pengetahuan.
- Filsafat-filsafat khususnya lainnya, yaitu filsafat bahasa, filsafat kesenian, filsafat teknik, filsafat ekonomi, filsafat sejarah, filsafat hukum, filsafat manusia, filsafat pendidikan, filsafat agama, filsafat pekerjaan sosial dan sebagainya.
Beda Filsafat dengan Ilmu Agama
Keberadaan filsafat berbeda dengan ilmu. Ilmu ingin
mengetahuai sebab dan akibat dari sesuatu, sementara filsafat tidak terikat
pada satu ketentuan dan tidak mau terkurung hanya pada ruang dan waktu dalam
pembahasan dan penyelidikan tentang hakikat sesuatu yang menjadi objek dan
materi bahasannya. Sedangkan agama merupakan wujud kebenaran dan keselamatan
manusia untuk hidup di dunia dan akhir. Dapat dikatakann bahwa perbedaan
filsafat dengan ilmu dan agama yaitu sbb :
1.
Filsafat adalah pengetahuan tentang non empirik dan nonekspirmental diperoleh
manusia melalui usaha
2.
Ilmu adalah kumpulan pengetahuan mengenai suatu kenyataan yang tersusun
sistematis dari usaha manusia yang dilakukan dengan penyelidikan, pengamatan,
dan percobaan
3.
Agama adalah kebenaran yang bersumber dari wahyu Tuhan mengenai berbagai hal
kehidupan manusia dengna lingkungannya.
Secara umum perbedaan antara filsafat dengan ilmu yaitu :
- Ilmu berhubungan dengan lapangan yang terbatas, filsafat mencoba berhubungan dengan keseluruhan pengalaman untuk memperoleh suatu pandangan yang lebih komprehensif tentang sesuatu.
- Ilmu menggunakan pendekatan analitis dan deskriptif, sedangkan filsafat sintesis dan sinopsis, berhubungan dengan sifat-sifat dan kualitas alam dan hidup secara keseluruhan.
- Ilmu menganalisis keseluruhan menjadi bagian-bagian, dari organisme menjadi organ-organ, filsafat mencoba membedakan sesuatu dalam bentuk sintesis yang menjelaskan dan mencari makna sesuatu secara keseluruhan.
- Ilmu menghilangkan faktor-faktor pribadi yang subyektif sedangkan filsafat tertarik kepada personalitas, nilai-nilai dan semua pengalaman.
- Ilmu tertarik kepada hakikat sesuatu sebagaimana adanya, sedangkan filsafat hanya tertarik kepada bagian-bagian yang nyata, melainkan juga kepada kemungkinan-kemungkinan yang ideal dari suatu benda, nilai dan maknanya.
- Ilmu meneliti alam, mengontrol proses alam sedangkan tugas filsafat mengadakan kritik, menilai dan mengkoordinasikan tujuan.
- Ilmu lebih menekankan pada deskripsi hukum-hukum fenomenal dan hubungan kausal. Filsafat tertarik dengan hal-hal yang berhubungan dengan pertanyaan “why” dan “how”.
Perbedaan
definisi itu menurut Ahmad Tafsir (1992) disebabkan oleh berbedanya konotasi
filsafat pada tokoh-tokoh itu karena perbadaan keyakinan hidup yang dianut
mereka. Perbadaan itu juga dapat muncul karena perkembangan filsafat itu
sendiri yang menyebabkan beberapa pengetahuan khusus memisahkan diri dari filsafat. Sampai
di sini dapat diambil kesimpulan bahwa perbadaan definisi filsafat antara satu
tokoh dengan tokoh lainnya disebabkan oleh perbadaan konotasi filsafat pada
mereka masing-masing. Berfilsafat
adalah berpikir, namun tidak semua berpikir adalah berfilsafat. Berpikir
dikatakan berfilsafat, apabila berpikir tersebut memiliki tiga ciri utama,
yaitu: radikal, sistematik, dan universal. Berpikir radikal, artinya berpikir sampai ke akar-akar
persoalan, berpikir terhadap sesuatu dalam bingkai yang tidak
tanggung-tanggung, sampai kepada konsekueisinya yang terakhir. Berpikir
sistematik, artinya berpikir logis, yang bergerak selangkah demi selangkah (step by steep) dengan penuh kesadaran,
dengan urutan yang bertanggung jawab. Berpikir unifersal, artinya berpikir
secara menyeluruh, tidak terbatas pada bagian-bagian tertentu, tetapi mencakup
keseluruhan aspek yang konkret dan absrtak atau yang fisik dan metafisik.
(Cecep: 2008). Sebagai contoh kita menilai seseorang
yang baru saja kita kenal, kita tidak saja langsung menilai seseorang itu
apakah dia baik atau tidak, kita dapat menilai seseorang tersebut dengan cara
lebih mendekati kepribadian orang tersebut dan melihat dari kebiasaan-kebiasaan
yang dilakukan serta lingkungan dari orang tersebut, baru kita bisa
menyimpulkan apakah dia orang yang baik atau tidak. Cara berfikir dalam
penilaian terhadap seseorang dalam contoh tersebut dapat dikatakan sebuah
filsafat, dimana cara berfikir kita atau memahami sesuatu secara keseluruhan
tidak hanya pada suatu sisi saja. Kita pula harus mengetahui sejarah dari
pengertian filsafat yaitu filsafat berasal dari bahasa kuno yunani philosophia,
yaitu berasal dari dua suku kata philos dan sophos atau philien dan shopia.
Philos diartikan sebagai teman atau sahabat sedangkan sophos kearifan atau
kebijaksanaan. Filsafat juga bisa diartikan sebagai pemikiran, sejarah
pemikiran atau pun filsafat dapat diartikan sebagai cara untuk memahami
sesuatu. Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang berusaha mengkaji segala sesuatu
yang ada dan yang mungkin ada dengan menggunakan pikiran.
No comments:
Post a Comment