MAKALAH
”KOMUNIKASI
ANTARPERSONAL”

Disusun Oleh
1.
SERA AYUNINGTYAS
2.
SILVIA
OVICA ARNIS
3.
T.
ASRIL
4.
TIARA
ULIARTA HAREFA
5.
RIZKY
HERMAWAN
6.
SEPTIAN
AL FURQAN
KELAS F-5
INSTITUT
PEMERINTAHAN DALAM NEGERI
JATINANGOR
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Komunikasi adalah hubungan kontak antar dan antara manusia
baik individu maupun kelompok. Dalam kehidupan sehari-hari disadari atau tidak
disadari komunikasi adalah bagian dari kehidupan manusia itu sendiri, paling
tidak sejak ia dilahirkan sudah berkomunikasi dengan lingkungan. Gerak dan
tangis yang pertama pada saat ia dilahirkan adalah tanda komunikasi (Widjaja,
1986)
Sementara itu, untuk menjalin rasa kemanusian yang akrab
diperlukan saling pengertian sesama anggota masyarakat. Dalam hal ini faktor
komunikasi memainkan peran penting, apalagi bagi manusia modern. Manusia
modern yaitu manusia yang cara berpikirnya tidak spekulatif, tetapi berdasarkan
logika dan rasional (penalaran) dalam melaksanakan segala kegiatan dan
aktivitasnya. Kegiatan dan aktivitasnya itu akan terselenggara dengan baik
melalui proses komunikasi antar manusia. Komunikasi telah menjadi bahan dari
kehidupan manusia. Berhasilnya suatu komunikasi ialah apabila kita mengetahui
dan mempelajari unsur-unsur yang terkandung dalam proses komunikasi.
Unsur-unsur yang dimaksud adalah sumber (resource) pesan (message),
saluran (chanel, media) dan penerima (receiver, audience).
Dalam proses komunikasi bersamaan tersebut diusahakan
melalui tukar menukar pendapat, penyampaian pesan informasi, serta perubahan
sikap dan perilaku. Pada hakekatnya setiap proses komunikasi terdapat
unsur-unsur tersebut yaitu sumber pesan, saluran dan penerimaan, disamping
masih terdapat unsur pengaruh (effects) dan umpan balik (feed back).
Bagaimanapun juga setiap komunikasi yang dilakukan senatiasa menambah efek yang
positif atau efektivitas komunikasi. Komunikasi yang tidak menginginkan
efektivitas, sesungguhnya adalah komunikasi yang tidak bertujuan. Efek
dalam komunikasi adalah perubahan yang terjadi pada diri penerima
(komunikan atau khalayak), sebagai akibat pesan yang diterima baik
langsung maupun tidak langsung, atau dari melalui media massa jika perubahan
itu sesuai dengan keinginan komunikator, maka komunikasi itu disebut efektif
(Anwar Arifin; 1984).
Oleh karenanya, dari beberapa
pernyataan di atas dapat kita terapkan dalam lingkungan sebuah organisasi. Bagi
seorang Pemimpin atau Manajer, kecakapan berbicara, mendengarkan, membaca dan
menulis adalah penting sekali. Lingkungan dan pekerjaannya banyak berhubungan
dengan bahasa dan komunikasi. Seorang manajer itu saling mempengaruhi dengan
orang-orang lain melalui konferensi, wawancara dan percakapan dengan telepon.
Ia selalu sibuk membaca laporan-laporan, surat-surat, dan sebagainya. Pimpinan
tingkat atas dan menengah meluangkan 60% sampai 80% waktu kerjanya untuk
mengadakan komunikasi. Bahkan suatu penyelidikan yang pernah diadakan di
Amerika Serikat terhadap para mandor dalam suatu perusahaan menunjukkan bahwa
mereka kira-kira menggunakan 50% dari waktu kerjanya dalam bentuk komunikasi
lisan, baik dalam berbicara maupun dalam mendengarkan. Dari keseluruhan waktu
yang dipergunakan, 60% adalah orang-orang bawahan, 30% dengan orang atasan
mereka, dan 10% dengan orang-orang lain yang setingkat dalam perusahaan.
Disamping pentingnya sebuah
komunikasi dalam organisasi. Kemudian yang harus diperhatikan juga bagi seorang
pemimpin atau manajer yaitu pentingnya suatu koordinasi. Koordinasi sangatlah
penting bagi perkembangan sebuah organisasi, baik koordinasi di dalam (interen)
maupun di luar (eksteren) organisasi. Koordinasi adalah proses
penyatupaduan tujuan-tujuan dan kegiatan-kegiatan dari unit-unit yang terpisah
dari suatu organisasi untuk mencapai sasaran-sasaran organisasi secara efisien.
Tanpa adanya koordinasi, individu-individu dan bagian-bagian tidak dapat
melihat peranan mereka dalam organisasi. Mereka akan mulai mengikuti
kepentingan-kepentingan khusus mereka sendiri, seiring dengan mengorbankan
sasaran-sasaran organisasi yang lebih luas. Maka akibatnya timbul terjadinya
suatu konflik di dalam organisasi tersebut (Feldman,D.C)
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Komunikasi
Menurut Stoner dan Wankel :“Communication
as the process y which people attempt to share meaning via the transmission of symbolic
message”. Komunikasi sebagai proses dengan mana orang-orang berusaha
memberikan pengertian melalui penyampaian pesan-pesan berupa lambang. Arti kata
lain, komunikasi yaitu cara manusia berhubungan yang melibatkan pengertian atau
maksud, dengan syarat mereka perlu setuju dengan definisi istilah-istilah yang
digunakan berdasarkan sesuatu yang simbolik seperti isyarat, huruf, nomor, dan
perkataan yang melambangkan atau menyerupai ide-ide yang dapat menyampaikan
maksud . Jadi, komunikasi adalah sebuah proses atau jalan pertukaran
informasi oleh dua orang atau bahkan lebih dengan menggunakan isyarat,
simbol-simbol ataupun dengan cara apapun yang efektif sehingga orang lain dapat
menafsirkan apa yang dimaksud oleh si penyampai pesan. Komunikasi tidak
bisa dikatakan terjadi apabila seseorang berbicara kepada orang lain tetapi
orang yang diajak bicara tidak paham maksud dari pembicaraan tersebut. Artinya
jika pesan dapat dipahami oleh si penerima pesan dengan baik, maka itulah yang
disebut dengan komunikasi.
Prinsip Dasar Proses Komunikasi
Proses komunikasi melibatkan 4 unsur utama:
1. Sumber / Pengirim pesan /
komunikator / source / encoder
Yaitu seseorang atau sekelompok orang yang mengambil
inisiatif menyampaikan pesan.
2. Pesan / Informasi / Message
Biasanya dalam bentuk lambang atau tanda seperti kata-kata
tertulis secara lisan, gambar, dan angka.
3. Saluran / Media / Channel
Yaitu sesuatu yang dipakai sebagai
alat penyampaian / pengirim pesan. (contoh TV. Telepon, HP dsb.)
4. Penerima / Komunikan / receiver / decoder
Yaitu seseorang atau sekelompok orang yang menjadi sasaran
penerima pesan.
Selain 4 unsur utama ada faktor lain yg juga penting dalam
proses komunikasi, yaitu:
1.
Response
Tindakan yang diambil komunikan setelah dia menerima pesan.
2.
Umpan Balik / Feedback
Lanjutan dari tindakan yang diambil komunikan yang
berpengaruh pada komunikator.
3.
Noise / Gangguan
Adalah faktor-faktor fisik ataupun psikologis yang dapat
mengganggu atau menghambat kelancaran proses komunikasi. Contoh
faktor fisik : suara gaduh, gema suara atau segala sesuatu yang
mengganggu konsentrasi dan contoh faktor psikologis : marah, sedih, dan
grogi.
B. Pengertian Komunikasi Antar Pribadi
Sejak awal
kehidupannya setiap manusia tidak dapat berdiri sendiri. Manusia yang satu selalu
membutuhkan manusia yang lain untuk melangsungkan kehidupannya. Dari hubungan
yang saling membutuhkan manusia mempunyai lambang-lambang pesan untuk
mempertukarkan informasi di antara sesama. Manusia juga tidak dapat lepas dari
hubungan antar sesama manusia, karena manusia mempunyai ke1uarga tempat
dilahirkan, dipelihara, dan dibesarkan. Keluarga merupakan tempat manusia
tinggal yang tidak dapat terlepas dari masyarakat tempat keluarga berada.
Pentingnya hubungan yang terjadi
antar sesama manusia
dikemukakan oleh Klinger (1977)
yang mengatakan bahwa hubungan dengan manusia lain ternyata sangat mempengaruhi
manusia itu sendiri. Manusia
tergantung terhadap manusia lain karena orang lain juga berusaha mempengaruhi
melalui pengertian yang diberikan, informasi yang dibagi, dan semangat yang
disumbangkan. Semuanya membentuk pengetahuan, menguatkan perasaan, dan
meneguhkan perilaku manusia.
Meskipun demikian banyak ahli akhirnya berpendapat bahwa
semua yang menjadi tekanan dalam komunikasi antar pribadi akhirnya menuju pada perspektif
situasi. Perspektif situasi
menurut Miller dan Steinberg (dalam Liliweri, 1991) merupakan situasi suatu
perspektif yang menekankan bahwa sukses tidaknya komunikasi antar pribadi
sangat sangat tergantung pada situasi komunikasi, mengacu pada hubungan tatap
muka antara dua individu atau sebagian kecil individu dengan
mengandalkan suatu kekuatan yang segera saling mendekati satu dengan yang lain
pada saat itu juga.
Berdasarkan pendapat Miller dan Steinberg di atas, maka kedudukan komunikator yang dapat
bergantian dengan komunikan pada tahap lanjutan harus menciptakan suasana
hubungan antar manusia yang terlibat di dalamnya. Pada tahap ini maka komunikasi antar individu harus
manusiawi,
sehingga individu-individu yang tidak mengenal satu sama lain mutu
komunikasinya kurang daripada komunikasi antar pribadi di antara pihak-pihak
yang sudah sating mengenal sebelumnya. Komunikasi antar pribadi dari mereka
yang saling mengenal lebih bermutu karena setiap pihak memahami secara baik tentang
liku-liku hidup pihak lain, pikiran, perasaan, maupun menanggapi tingkal laku.
Kesimpulannya bahwa jika hendak
menciptakan suatu komunikasi antar pribadi yang bermutu maka harus didahului
dengan suatu keakraban.
Batasan pengertian yang benar-benar baik tentang komunikasi
antar pribadi tidak ada yang memuaskan semua pihak. Semua batasan arti sangat
tergantung bagaimana individu melihat dan mengetahui perilaku pada saat
terdapat dua individu atau lebih yang saling mengenal secara pribadi daripada
hanya berbasa-basi saja. Dengan kata lain, tidak semua bentuk interaksi yang
dilakukan antara dua individu dapat digolongkan komunikasi antar pribadi. Ada
tahap-tahap tertentu dalam interaksi antara dua individu harus terlewati untuk
menentukan komunikasi antar pribadi benar-benar dilakukan.
Ada tujuh sifat yang menunjukkan bahwa suatu komunikasi
antara dua individu merupakan komunikasi antar pribadi (Liliweri, 1991). Sifat-sifat komunikasi antar
pribadi
itu adalah :
1.
Melibatkan di dalamnya perilaku verbal dan non verbal.
2.
Melibatkan perilaku spontan, tepat, dan rasional.
3.
Komunikasi antar pribadi tidaklah statis, melainkan dinamis.
4.
Melibatkan umpan balik pribadi, hubungan interaksi, dan
koherensi (pernyataan yang satu harus berkaitan dengan yang lain sebelumnya).
5.
Komunikasi antar pribadi dipandu oleh tata aturan yang
bersifat intrinsik dan ekstrinsik.
6.
Komunikasi antar pribadi merupakan suatu kegiatan dan
tindakan.
7.
Melibatkan di dalamnya bidang persuasif.
Lebih lanjut, Lunandi (1992) menjelaskan bahwa yang dimaksud
komunikasi antar pribadi yang baik adalah komunikasi yang mempunyai siaft
keterbukaan, kepekaan, dan bersifat umpan balik. Individu merasa puas dalam
berkomunikasi antar pribadi bila ia dapat mengerti orang lain dan merasa bahwa
orang lain juga memahami dirinya.
Lunandi (1992) menekankan pentingnya komunikasi antar pribadi dibedakan dari bentuk
komunikasi di muka umum dan komunikasi di dalam kelompok kecil. Komunikasi
antar pribadi dibatasi pada komunikasi antara orang dengan orang dalam situasi
tatap muka. Jadi, sama sekali tidak meliputi telekomunikasi jarak jauh
(telepon, telegram, telex) dan komunikasi massa, yang ditujukan kepada sejumlah
orang besar orang sekaligus (surat kabar, radio, televisi). Ada bentuk
pendekatan yang dapat digunakan untuk mendefinisikan komunikasi antar pribadi
sebagai bentuk yang berbeda dari bentuk lain komunikasi. Komunikasi antar
pribadi sebagai suatu kegiatan terus menerus yang dilakukan orang untuk saling
berhubungan dengan orang lain, khususnya pada waktu berhadapan muka.
Miller dan Steinberg (dalam burgoon dan Ruffner, 1978) telah
membuat sumbangan pemikiran yang penting untuk memahami komunikasi manusia
dengan menyajikan cara mengkonsep bentuk komunikasi antar pribadi. Asumsinya
adalah manusia mempunyai kemampuan menyeleksi strategi komunikasi yang akan
memaksimalkan kemungkinan untuk berhasil dalam komunikasi yang dilakukan. Manusia ternyata mampu untuk membuat prediksi
tentang akibat dan hasil dari komunikasi yang dilakukan.
Miller dan Steinberg (dalam burgoon dan Ruffner, 1978) telah membuat
sumbangan pemikiran yang penting untuk memahami komunikasi manusia dengan
menyajikan cara mengkonsep bentuk komunikasi antar pribadi. Asumsinya adalah
manusia mempunyai kemampuan menyeleksi strategi komunikasi yang akan
memaksimalkan kemungkinan untuk berhasil dalam komunikasi yang dilakukan.
Manusia ternyata mampu untuk membuat prediksi tentang akibat dan hasil dari
komunikasi yang dilakukan.
Untuk memprediksi suatu bentuk komunikasi termasuk komunikasi antar pribadi atau bukan perlu dilakukan pemahaman terhadap identifikasi 3 data tingkat informasi, yaitu:
Untuk memprediksi suatu bentuk komunikasi termasuk komunikasi antar pribadi atau bukan perlu dilakukan pemahaman terhadap identifikasi 3 data tingkat informasi, yaitu:
1.
Data tingkat kebudayaan ( Cultural level-data ).
Kebudayaan merupakan sekumpulan keteraturan, norma, institusi sosial, kebiasaan, dan ide-ide yang dimiliki oleh sekumpulan orang. Terkadang kebudayaan didefinisikan sebagai lokasi geografis, etnis, pola religius. Para ahli menganggap bahwa orang yang termasuk kelompok kebudayaan yang sama mempunyai kesamaan cara bertingkah laku dan tampak memiliki sikap dan nilai tertentu. Dengan demikian, kebudayaan dapat memberi petunjuk bagaimana anggota kelompok kebudayaan tertentu akan berkomunikasi satu dengan yang lainnya.
Dengan data kebudayaan yang ada, dapat dibuat prediksi atau perkiraan bagaimana anggota dalam kebudayaan tertentu akan berkomunikasi dan merespon orang lain. Masalah yang mungkin terjadi ketika seseorang yang hanya mempunyai data tingkat kebudayaan berhadapan dengan orang lain adalah kesalahpahaman. Ketika berhadapan dengan individu yang spesifik, seseorang harus berhati-hati untuk menerapkan perkiraan tentang orang tersebut berdasar data tingkat kebudayaan. Masing-masing individu yang tergabung dalam suatu kelompok kebudayaan mempunyai kepribadian sendiri-sendiri.
Para ahli komunikasi berpendapat bahwa dengan hanya menggunakan strategi yang memiliki data tingkat kebudayaan saja, belum cukup untuk dapat dikatakan mampu berkomunikasi secara interpersonal atau pribadi. Dengan demikian berarti seseorang hanya menggeneralisasi data yang diambil dari sebuah kelompok kebudayaan dan tidak membedakan serta menyesuaikan komunikasi dengan individu yang berbeda-beda.
Kebudayaan merupakan sekumpulan keteraturan, norma, institusi sosial, kebiasaan, dan ide-ide yang dimiliki oleh sekumpulan orang. Terkadang kebudayaan didefinisikan sebagai lokasi geografis, etnis, pola religius. Para ahli menganggap bahwa orang yang termasuk kelompok kebudayaan yang sama mempunyai kesamaan cara bertingkah laku dan tampak memiliki sikap dan nilai tertentu. Dengan demikian, kebudayaan dapat memberi petunjuk bagaimana anggota kelompok kebudayaan tertentu akan berkomunikasi satu dengan yang lainnya.
Dengan data kebudayaan yang ada, dapat dibuat prediksi atau perkiraan bagaimana anggota dalam kebudayaan tertentu akan berkomunikasi dan merespon orang lain. Masalah yang mungkin terjadi ketika seseorang yang hanya mempunyai data tingkat kebudayaan berhadapan dengan orang lain adalah kesalahpahaman. Ketika berhadapan dengan individu yang spesifik, seseorang harus berhati-hati untuk menerapkan perkiraan tentang orang tersebut berdasar data tingkat kebudayaan. Masing-masing individu yang tergabung dalam suatu kelompok kebudayaan mempunyai kepribadian sendiri-sendiri.
Para ahli komunikasi berpendapat bahwa dengan hanya menggunakan strategi yang memiliki data tingkat kebudayaan saja, belum cukup untuk dapat dikatakan mampu berkomunikasi secara interpersonal atau pribadi. Dengan demikian berarti seseorang hanya menggeneralisasi data yang diambil dari sebuah kelompok kebudayaan dan tidak membedakan serta menyesuaikan komunikasi dengan individu yang berbeda-beda.
2.
Data tingkat sosiologis ( Sociological-level data ).
Analisis data tingkat sosiologis didasarkan pada pertimbangan yang dibuat tentang orang lain dengan mengetahui kelompok tempat orang tersebut termasuk. Ada pertimbangan untuk mengelompokkan seseorang ke dalam kelompok tertentu berdasar keanggotaannya pada bentuk kelompok sosial yang dipilihnya. Namun ada juga keanggotaan kelompok yang tidak dipilih sendiri oleh yang bersangkutan, misalnya termasuk ke dalam kelompok orang tua, dewasa, dan remaja. Bagaimanapun juga, anggota yang termasuk kelompok tertentu, baik yang dipilih sendiri maupun tidak mempunyai kesamaan dengan anggota lainnya dalam satu kelompok. Antar kelompok itu sendiri mempunyai perbedaan yang merupakan ciri dari masing-masing bentuk kelompoknya.
Membuat prediksi berdasar pada analisis data tingkat sosiologis ternyata sulit bila seseorang berkomunikasi dengan yang lainnya. Data tingkat sosiologis merupakan generalisasi dari tingkah laku yang ditemui pada keanggotaan setiap kelompok, yang tidak dapat begitu saja diterapkan pada setiap anggota kelompok.
Analisis data tingkat sosiologis didasarkan pada pertimbangan yang dibuat tentang orang lain dengan mengetahui kelompok tempat orang tersebut termasuk. Ada pertimbangan untuk mengelompokkan seseorang ke dalam kelompok tertentu berdasar keanggotaannya pada bentuk kelompok sosial yang dipilihnya. Namun ada juga keanggotaan kelompok yang tidak dipilih sendiri oleh yang bersangkutan, misalnya termasuk ke dalam kelompok orang tua, dewasa, dan remaja. Bagaimanapun juga, anggota yang termasuk kelompok tertentu, baik yang dipilih sendiri maupun tidak mempunyai kesamaan dengan anggota lainnya dalam satu kelompok. Antar kelompok itu sendiri mempunyai perbedaan yang merupakan ciri dari masing-masing bentuk kelompoknya.
Membuat prediksi berdasar pada analisis data tingkat sosiologis ternyata sulit bila seseorang berkomunikasi dengan yang lainnya. Data tingkat sosiologis merupakan generalisasi dari tingkah laku yang ditemui pada keanggotaan setiap kelompok, yang tidak dapat begitu saja diterapkan pada setiap anggota kelompok.
3.
Data tingkat psikologis ( Psychological-level data
).
Untuk lebih dapat mengenal perbedaan-perbedaan individu dibutuhkan strategi mengenai data tingkat psikologis. Data tingkat psikologis menuntut adanya saling mengenal antar individu yang terlibat di dalam transaksi komunikasi. Walaupun individu mempunyai sekumpulan data mengenai kebudayaan dan sosiologis seseorang tidak dapat memperkirakan perilaku khusus seseorang yang dihadapinya. Informasi mengenai data tingkat psikologis tidak dapat dipisahkan dari proses keintiman yang terjalin, terkadang seseorang memberikan informasi mengenai dirinya sendiri kepada orang lain, dan mendapatkan informasi balik dari orang lain mengenai dirinya.
Memperoleh informasi data tingkat psikologis sangat dibutuhkan untuk mengembangkan komunikasi antar pribadi yang terjalin. Dapat dibayangkan bila seseorang menggunakan waktunya untuk terlibat dalam komunikasi antar pribadi dengan orang lain dan tetap merasa hanya memiliki data yang sedikit tentang orang tersebut, maka komunikasi yang dilakukannya tidak dapat melibatkan emosi yang mampu mencerminkan kehangatan, keterbukaan, dan dukungan.
Di dalam mengembangkan transaksi komunikasi, individu cenderung untuk lebih banyak menggunakan data tingkat psikologis. Dengan kata lain, strategi komunikasi yang dilakukan individu didasarkan pada pengetahuan tentang perbedaan individu-individu yang dihadapi. Setiap individu memiliki karakteristik yang unik dan tidak dapat digeneralisasikan begitu saja.
Jadi, di dalam komunikasi antar pribadi yang lebih ditekankan adalah strategi komunikasi yang berdasar pada data tingkat psikologis. Data tingkat kebudayaan dan sosiologis digunakan sebagai pelengkap di dalam mengumpulkan data tentang seseorang yang sedang dihadapi.
Selain kemampuan menganalisis data tingkat psikologis seseorang, di dalam melakukan transaksi komunikasi antar pribadi, juga dibutuhkan kemampuan-kemampuan khusus. Bochner dan Kelly (dalam landt, 1976) mengemukakan 5 kemampuan khusus di dalam menjalin komunikasi antar pribadi, yaitu:
Untuk lebih dapat mengenal perbedaan-perbedaan individu dibutuhkan strategi mengenai data tingkat psikologis. Data tingkat psikologis menuntut adanya saling mengenal antar individu yang terlibat di dalam transaksi komunikasi. Walaupun individu mempunyai sekumpulan data mengenai kebudayaan dan sosiologis seseorang tidak dapat memperkirakan perilaku khusus seseorang yang dihadapinya. Informasi mengenai data tingkat psikologis tidak dapat dipisahkan dari proses keintiman yang terjalin, terkadang seseorang memberikan informasi mengenai dirinya sendiri kepada orang lain, dan mendapatkan informasi balik dari orang lain mengenai dirinya.
Memperoleh informasi data tingkat psikologis sangat dibutuhkan untuk mengembangkan komunikasi antar pribadi yang terjalin. Dapat dibayangkan bila seseorang menggunakan waktunya untuk terlibat dalam komunikasi antar pribadi dengan orang lain dan tetap merasa hanya memiliki data yang sedikit tentang orang tersebut, maka komunikasi yang dilakukannya tidak dapat melibatkan emosi yang mampu mencerminkan kehangatan, keterbukaan, dan dukungan.
Di dalam mengembangkan transaksi komunikasi, individu cenderung untuk lebih banyak menggunakan data tingkat psikologis. Dengan kata lain, strategi komunikasi yang dilakukan individu didasarkan pada pengetahuan tentang perbedaan individu-individu yang dihadapi. Setiap individu memiliki karakteristik yang unik dan tidak dapat digeneralisasikan begitu saja.
Jadi, di dalam komunikasi antar pribadi yang lebih ditekankan adalah strategi komunikasi yang berdasar pada data tingkat psikologis. Data tingkat kebudayaan dan sosiologis digunakan sebagai pelengkap di dalam mengumpulkan data tentang seseorang yang sedang dihadapi.
Selain kemampuan menganalisis data tingkat psikologis seseorang, di dalam melakukan transaksi komunikasi antar pribadi, juga dibutuhkan kemampuan-kemampuan khusus. Bochner dan Kelly (dalam landt, 1976) mengemukakan 5 kemampuan khusus di dalam menjalin komunikasi antar pribadi, yaitu:
a) Empati, atau proses kemampuan
menangkap hal-hal yang terdapat di dalam komunikasi dengan orang lain melalui
analisis isi pembicaraan, nada suara, ekspresi wajah, sehingga seseorang dapat
menangkap pikiran dan perasaan yang sesuai dengan orang yang bersangkutan.
b) Diskripsi, kemampuan untuk membuat
pernyataan yang konkrit, spesifik, dan diskriptif.
c) Kemampuan merasakan dan memahami
pernyataan yang dibuat dan mempertanggungjawabkannya sehingga tidak hanya
menyalahkan orang lain terhadap perasaan yang dialami.
d) Sikap kedekatan, keinginan untuk
membicarakan perasaan-perasaan pribadi.
e) Tingkah laku yang fleksibel ketika
menghadapi kejadian yang baru dialami.
Kesimpulan yang dapat ditarik
dari batasan tentang komunikasi antar pribadi adalah bahwa komunikasi antar
pribadi lebih dari sekedar komunikasi tatap muka, namun dari
komunikasi tatap muka lebih memungkinkan untuk dikembangkan menjadi komunikasi antar
pribadi. Mengembangkan komunikasi antar pribadi dapat dengan melakukan analisis
data tingkat psikologis yang menekankan bahwa individu berbeda-beda, dan
pendekatannya juga berbeda-beda. Dari komunikasi tatap muka besar kemungkinan
dikembangkan hubungan yang bersifat hangat, terbuka, dan komunikasi tersebut
dianggap sebagai sesuatu yang menyenangkan bagi yang bersangkutan.
C. Proses Pengelolaan Komunikasi Antarpersonal
Menurut Erving Goffman,
proses untuk menampilkan diri agar memiliki kesan lebih baik semacam ini
disebut proses pengelolaan kesan alias impression management. Dalam
komunikasi antarpersonal, proses pengelolaan pesan merupakan cara yang lazim
digunakan orang agar bisa menjalin komunikasi yang lancar dengan orang lain.
Setiap orang pasti pernah
melakukan proses semacam ini (komunikasi antarpersonal)terlepas dari apa
motivasinya. Boleh jadi, kita pun hampir setiap hari mempraktikan komunikasi
antarpersonal ini walaupun dengan tanpa sadar karena sudah terotomatisasi.
Ketika hendak meminjam uang,
biasanya kita akan berakting sedemikian rupa agar orang lain mau meminjamkan
uangnya kepada kita. Demikian pula saat wawancara kerja, proses
pengelolaan pesan kita atur sedemikian rupa agar si pewawancara terpukau oleh
kehebatan diri kita.
Sejatinya, orang lain
akan menilai kita berdasarkan petunjuk-petunjuk yang kita berikan kepada
mereka, dan dari penilaian itulah orang akan memperlakukan kita. Ketika orang
lain menilai kita sebagai orang terhormat, mereka pun akan memperlakukan kita
dengan istimewa dan penuh hormat pula.
Akan tetapi, ketika orang
lain menilai kita sebagai orang bodoh atau orang rendahan, mereka pun akan
memperlakukan kita dengan kurang hormat dan malah akan mengakali kita untuk
kepentingannya. Untuk itulah, kita berusaha menampilkan diri (self
presentation) agar orang lain menilai dan memperlakukan kita sebagaimana
yang kita inginkan.
Upaya untuk menampilkan
diri tersebut, pada kenyataannya, memiliki beberapa tools (peralatan)
yang akan membatu seseorang dalam menyampikan pesannya kepada orang
lain. Peralatan tersebut dinamakan front, yang meliputi setting
(panggung), appearance (penampilan), dan manner (gaya
bertingkah laku).
Setting menunjukkan rangkaian peralatan ruang atau barang-barang yang
digunakan. Dalam kisah di awal tulisan ini misalnya, setting yang digunakan
adalah kafe atau restoran terkenal. Setting dalam komunikasi
antarpersonal ini Anda gunakan untuk memberikan kesan kepada sang pacar bahwa
Anda adalah lelaki yang mapan, borju, dan sangat memahami selera dia,
sehingga dia bisa makin cinta kepada Anda.
Adapun pakaian model
terbaru yang Anda gunakan, jam tangan buatan Swiss yang Anda kenakan, parfum
mahal yang Anda semprotkan, sepatu impor yang Anda pakai, dan semua aksesoris
yang melekat pada tubuh ataupun barang bawaan, semuanya berupa petunjuk
artifaktual bagi peralatan yang kedua, yaitu penampilan. Dengan penampilan
semacam itu, Anda ingin memberikan kesan pada si dia bahwa Anda pria berselera
tinggi, modern, berpendidikan, dan mapan tentunya.
Adapun gaya cara
berjalan, cara mempermainkan roman muka, cara memandang, intonasi suara, dan
yang sejenisnya menunjukan alat yang ketiga, yaitu gaya bertingkah laku. Manner
ini sangat penting dalam membetuk kesan orang lain kepada kita. Dalam kasus di
atas, si dia bisa semakin lengket dan kesengsem kepada Anda ketika Anda
berhasil menampilkan gaya bertingkah laku yang pas di hatinya.
Jika melihat proses
semacam ini (komuniaski antarpersonal), setiap orangtermasuk kita di
dalamnyapada hakikatnya adalah sebagai seorang aktor dan aktris andal. Hebatnya
lagi, ada banyak orang yang tertipu dengan akting yang kita peragakan he..he..!
Itulah mengapa, orang tua seringkali berpesan agar kita jangan langsung percaya
kepada orang yang baru ketemu sebagus apa pun penampilan yang dia tunjukkan.
Agama pun memberi nasihat
yang sangat pas, Sesungguhnya, Allah tidak memandang kepada tubuh kalian
dan tidak pula kepada rupa kalian, tetapi memandang hati kalian. (HR
Muslim)
D. Pendekatan Komunikasi Antarpersonal
Komunikasi
antarpersonal merupakan komunikasi yang terjadi saat
tatap muka antara dua orang atau lebih, baik dalam situasi secara terorganisasi
ataupun pada kerumunan orang. Komunikasi antarpersonal bersifat interaksi dua
arah, individu dan individu, verbal atau non verbal. Komunikasi antarpersonal
dilakukan untuk berbagi informasi dan perasaan antara yang satu dengan yang
lainnya atau antar individu di dalam kelompok kecil.
Komunikasi antarpersonal
yang terjadi antara dua orang merupakan komunikasi dua arah (dua arah intraksi
verbal dan nonverbal) yang berhubungan dengan informasi dan perasaan. Sementara
itu, komunikasi antarpersonal yang terjadi antara tiga orang atau lebih
berhubungan dengan komunikasi dari individu ke beberapa orang atau kelompok
kecil, di mana setiap anggota menyadari eksistensi anggota lain, mempunyai
minat yang sama, dan bekerja untuk tujuan tertentu.
Pendekatan Komunikasi Antarpersonal
Komunikasi antarpersonal memiliki tiga pendekatan, yaitu sebagai
berikut.
- Komponen-komponen utama
- Hubungan diadik
- Pengembangan
E. Komunikasi Antarpersonal - Komponen-komponen Utama
Komunikasi antarpersonal terjadi jika pengirim menyampaikan
informasi berbentuk kata-kata kepada penerima dengan memakai medium suara
manusia (human voice). Ciri-ciri mengenali komunikasi antarpersonal
adalah sebagai berikut.
- Bersifat spontan.
- Tidak berstruktur.
- Kebetulan.
- Tidak mengejar tujuan yang direncanakan.
- Identitas keanggotaan tidak jelas.
- Terjadi sambil lalu.
Komunikasi Antarpersonal - Hubungan Diadik
Hubungan diadik dalam komunikasi antarpersonal artinya komunikasi
yang terjadi antara dua orang yang memiliki hubungan mantap dan jelas. Sifat
dari komuniasi antarpersonal ini adalah sebagai berikut.
- Spontan dan informal.
- Saling menerima feedback secara maksimal.
- Partisipan berperan fleksibel.
Komunikasi Antarpersonal - Pengembangan
Komunikasi antarpersonal bisa dilihat dari dua sudut pandang yang
berbeda, yaitu komunikasi impersonal dan komunikasi pribadi atau intim. Oleh
sebab itu, derajat komunikasi antarpersonal berdampak pada keluasan dan
kedalaman informasi sehingga bisa mengubah sikap. Berikut ciri-ciri komunikasi
antarpersonal menurut Edna Rogers.
- Arus pesan dua arah.
- Konteks komunikasi dua arah.
- Tingkat umpan balik tinggi.
- Kemampuan mengatasi selektivitas tinggi.
- Kecepatan jangkauan terhadap khalayak relatif lambat.
- Efek yang terjadi perubahan sikap.
Efektivitas Komunikasi Antarpersonal
Komunikasi antarpersonal adalah komunikasi paling efektif dalam
mengbah sikap, pendapat, dan perilaku setiap orang. Berikut ini lima ciri
efektivitas komunikasi antarpersonal.
- Keterbukaan (openess).
- Empati (empathy).
- Dukungan (supportiveness).
- Rasa positif (positiveness).
- Kesetaraan (equality).
Sementara itu, empat tingkat ketergantungan komunikasi adalah
sebagai berikut.
- Peserta komunikasi memilih pasangan sesuai dirinya.
- Tanggapan yang diharapkan berbentuk umpan balik.
- Individu memiliki kemampuan untuk menanggapi, mengantisipasi bagaimana merespons informasi, dan mengembangkan harapan-harapan tingkah laku partisipan komunikasi.
- Adanya pergantian peran untuk mencapai kesamaan pengalaman dalam perilaku empati.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Komunikasi merupakan media antar
individu untuk saling memberikan informasi baik bisa disampaikan secara lisan
maupun media lainnya. Komunikasi begitu sangat penting, karena dalam
pelaksanaan suatu organisasi adanya komunikasi membantu dalam memahami apa yang
dimaksud dari orang yang menyampaikan. Komunikasi ini juga tidak terlepas dari
koordinasi. Komunikasi dan koordinasi menjadi satu kesatuan kerja dalam
menjalankan program kerja. Sedangkan koordinasi merupakan hubungan manusia
dalam menjalankan tugasnya.
Semua program kerja dapat
terselesaikan dengan adanya komunikasi dan koordinasi, maka perlu bantuan orang
lain. karena kita tahu bahwa yang dibutuhkan organisasi ini adalah SUPERTIM
bukan SUPERMAN. Kalau yang bekerja hanya sendirian tanpa meminta bantuan takkan
ada yang mampu melaksanakannya. Satu tusuk lidi saja tidak mampu membersihkan
tapi dengan kumpulan banyak lidi mampu membersihkan kotoran yang ada. Itulah
organisasi yang baik satu sama lain saling berkomunikasi dan koordinasi dalam
bekerja.
Komunikasi ini media untuk saling
mengingatkan satu sama lain, apalagi dalam mengingatkan kebaikan. Hubungan
interpersonal akan menjadi dekat dan baik jika jalinan komunikasi ini berjalan
dengan lancar. Jika kita membayangkan seorang pemimpin tidak mau
berkomunikasikan kepada staffnya, akan terjadi rasa diacuh atau tidak
dipedulikan. Ini berakibat lama-lama akan meretakkan organisasi. Mungkin
organisasi bisa berjalan dengan hanya seorang pemimpin yang melaksanakan
sendirian tapi tanpa disadari hanya membuat fungsi organisasi rusak. Hal
terburuk yang mungkin tercapai akan berguguran satu demi satu pengurus dan
meninggalkan organisasi.
DAFTAR
PUSTAKA
Harun, Rochajat dan Sumarno AP (2006).
Komunikasi Politik Sebagai Suatu Pengantar. Bandung : CV. Mandar Maju.
Hasan, Erliana (2005). Komunikasi
Pemerintahan. Bandung : PT. Refika Aditama.
Mas’oed, Mochtar dan Colin McAndrews
(1982). Perbandingan Sistem Politik. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Ndraha, Taliziduhu (2003). Kybernology
(Ilmu Pemerintahan Baru) jilid 2. Jakarta : PT. Rineka Cipta.
Widjaja, H.A.W (1986). Komunikasi
(Komunikasi dan Hubungan Masyarakat). Jakarta : PT. Bumi Aksara.
Suharto, Edi (2005). Analisis Kebijakan
Publik. Bandung : Alfabeta
No comments:
Post a Comment