KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan
kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberikan kekuatan dan kemampuan
sehingga makalah ini bisa selesai tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari
penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Makalah Pertanahan
Penulis mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan mendukung dalam penyusunan
makalah ini.
Penulis sadar makalah ini
belum sempurna dan memerlukan berbagai perbaikan, oleh karena itu kritik dan
saran yang membangun sangat dibutuhkan.
Akhir kata, semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan semua pihak.
Jatinangor,
Februari 2015
Penulis,
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dengan mulai berlakunya UUPA (Undang-undang Pokok Agraria) terjadi perubahan
fundamental pada Hukum Agraria di Indonesia, terutama hukum dibidang
pertanahan, yang sering kita sebut sebagi Hukum Pertanahan yang dikalangan
pemerintahan dan umum juga dikenal sebagai Hukum Agraria.
UUPA bukan hanya memuat ketentuan-ketentuan mengenai perombakan hukum
agraria. sesuai dengan namanya Peraturan dasar pokok-pokok Agraria, UUPA memuat
juga lain-lain pokok persoalan agrarian serta penyelesaiannya.
Ruang lingkup bumi menurut UUPA adalah permukaan bumi dan tubuh bumu
dibawahnya serta yang berada dibawah air. permukaan bumi sebagai bagian dari
bumi juga disebut tanah. Tanah yang dimaksudkan disini bukan mengatur tanah
dalam segala aspeknya, melainkan hanya mengatur salah satu aspeknya, yaitu
tanah dalam pengertian yuridis yang disebut hak-hak penguasaan atas tanah.
Dan melalui makalah ini kami akan membahas lebih lanjut mengenai Hak
Penguasaan atas Tanah.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari penguasaan dan menguasai?
2. Bagaimana Pengaturan hak penguasaan atas tanah?
3. Bagaimana penguasaan atas tanah sebagai lembaga hukum dan hubungan hukum
yang konkret?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Penguasaan dan Menguasai
Pengertian “penguasaan” dan “menguasai dapat dipakai dalam arti fisik, juga
dalam arti yuridis. Juga beraspek perdata dan beraspek publik.[1] Penguasaan dalam arti yuridis adalah
penguasaan yang dilandasi hak, yang dilindungi oleh hukum dan pada umumnya
memberi kewenangan kepada pemegang hak untuk menguasai secara fisik tanah yang
dihaki, misalnya pemilik tanah mempergunakan atau mengambil manfaat dari tanah
yang dihaki, tidak diserahkan kepada pihak lain.
Ada penguasaan yuridis, biarpun memberi kewenangan untuk menguasai
tanah yang dihaki secara fisik, pada kenyataannya penguasaan fisik dilakukan
oleh pihak lain. Misalnya, seseorang memiliki tanah tidak mempergunakan
tanahnya sendiri melainkan disewakan kepada pihak lain, dalam hal ini secara
yuridis tanah tersebut dimiliki oleh pemilik tanah, akan tetapi secara fisik
dilakukan oleh penyewa tanah. Ada juga penguasaan secara yuridis yang
tidak memberi kewenangan untuk menguasai tanah yang bersangkutan secara fisik.
Misalnya, kreditor (bank) memgang jaminan atas tanah mempunyai hak penguasaan
yuridis atas tanah yang dijadikan agunan (jaminan), akan tetapi secara fisik
penguasaan tanahnya tetap ada pada pemegang hak atas tanah. Penguasaan yuridis
dan fisik atas tanah ini dipakai dalam aspek privat, sedangkan penguasaan
yuridis yang beraspek publik, yaitu penguasaan atas tanah sebagaimana
yang disebutkan dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 dan Pasal 2 UUPA.[2]
B. Pengaturan Hak Penguasaan Atas Tanah
Dalam tiap hukum tanah terdapat pengaturan mengenai berbagai hak
penguasaan atas tanah. Dalam UUPA misalnya diatur dan sekaligus ditetapkan tata
jenjang atau hierarki hak-hak penguasaan atas tanah dalam Hukum Tanah Nasional
kita, Yaitu:
1. Hak Bangsa Indonesia atas tanah
Hak ini merupakan hak penguasaan atas tanah yang tertinggi dan meliputi
semua tanah yang ada dalam wilayah Negara, yang merupakan tanah bersama,
bersifat abadi dan menjadi induk bagi hak-hak penguasaan yang lain atas tanah.
pengaturan ini termuat dalam Pasal 1 ayat (1)-(3) UUPA.
Hak Bangsa Indonesia atas tanah mempunyai sifat komunalistik,
artinya semua tanah yang ada dalam wilayah NKRI merupakan tanah bersama
rakyat Indonesia, yang telah bersatu sebagai Bangsa Indonesia(Pasal 1
ayat (1) UUPA). selain itu juga mempunyai sifat religius, artinya seluruh tanah
yang ada dalam wilayah NKRI merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa (Pasal 1 ayat
(2) UUPA). Hubungan antara Bangsa Indonesia dengan tanah bersifat abadi, atinya
selama rakyat Indonesia masih bersatu sebagai Bangsa Indonesia dan selama tanah
tersebut masih ada pula, dalam keadaan yang bagaimanapun tidak ada sesuatu
kekuasaan yang akan dapat memutuskan atau meniadakan hubungan tersebut (Pasal 1
ayat (3).
2. Hak menguasai dari Negara atas Tanah
Hak ini bersumber pada hak bangsa Indonesia atas tanah, yang
hakikatnya merupakan penugasan pelaksanaan tugas kewenangan bangsa yang
mengandung hukum publik. Tugas mengelola seluruh tanah bersama ini dikuasakan
sepenuhnya kepada NKRI sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat (Pasal 2
ayat (1) UUPA).
Isi wewenang hak menguasai dari Negara Atas Tanah sebagai mana dimuat di
dalam Pasal 2 ayat (2) UUPA adalah:
a. mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan
pemeliharaan tanah.
b. menetukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan
tanah.
c. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan
perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai tanah.
3. Hak Ulayat msayarakat Hukum Adat
Hak ini diatur dalam Pasal 3 UUPA. Yang dimaksud hak ulayat masyarakat
hukum adat adalah serangkaian wewenang dan kewajiban suatu masyarakat hukum
adapt, yang berhubungan dengan tanah yang terletak dala lingkungan wilayahnya.
Menurut Boedi Harsono, Hak ulayat masyarakat hukum adat dinyatakan masih
apabila memenuhi 3 unsur, yaitu:
a. masih adanya suatu kelompok orang sebagai warga suatu persekutuan hukum
adapt tertentu, yang merupakan suatu masyarakat hukum adapt.
b. masih adanya wilayah yang merupakan ulayat masyarakat hukum adat tersebut,
yang disadari sebagai kepunyaan bersama para warganya.
c. masih ada penguasa adat yang pada kenyataannya dandiakui oleh para warga
masyarakat hukum adat yang bersangkutan, melakukan kegiatan sehari-hari sebagai
pelaksana hak ulayat.
4. Hak-hak atas tanah
Hak ini termasuk salah satu hak-hak perseorang atas tanah. Hak-hak
perseorang atas tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada pemegang haknya
(perseorangan, sekelompok orang secara bersama-sama, badan hukum) untuk
memakai, dala arti menguasai, menggunakan dan atau mengambil manfaat dari
bidang tanah tertentu. Dasar hukumnya adalah Pasal 4 ayat (1) UUPA.
Hak perseorangan atas tanah berupa hak atas tanah ( Pasal 16 dan 53 UUPA),
wakaf tanah hak milik (Pasal 49 ayat (3) UUPA), hak tanggungan atau hak jaminan
atas tanah (Pasal 25, 33, 39 dan 51 UUPA) dan hak milik atas satuan rumah susun
(Pasal 4 ayat (1) UUPA).
Meskipun bermacam-macam, tetapi hak penguasaan atas tanah berisikan
serangkaian wewenang, kewajiban dan atau larangan bagi pemegang haknya untuk
berbuat sesuatu mengenai tanah yang dihaki. sesuatu yang boleh, wajib atau
dilarang untuk diperbuat, yang merupakan isi hak penguasaan itulah yang menjadi
kriterium atau tolak ukur pembeda diantara hak-hak penguasaan atas tanah yang
diatur dalam hukum tanah.[3]
C. Hak Penguasaan Atas Tanah Sebagai Lembaga Hukum Dan Hubungan Hukum Konkret
Pengaturan hak-hak penguasaan atas tanah dalam hukum tanah ada yang sebagai
lembaga hukum, dan ada pula yang sebagai hubungan-hubungan hukum konkret.
Hak penguasaan atas tanah sebagai lembaga hukum adalah hak penguasaan atas
tanah yang belum dihubungkan dengan tanah dan orang atau badan hukum tertentu
sebagai pemegang haknya. Sebagai contoh dapat disebut Hak Milik, Hak Guna
Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak Sewa untuk bangunan yang disebut dalam
Pasal 20 sampai 45 UUPA.
Ketentuan-ketentuan Hukum Tanah yang mengatur hak-hak penguasaan atas
tanah sebagai lembaga hukum yaitu:
1. memberi nama pada penguasaan hak yang bersangkutan
2. menetapkan isinya, yaitu mengtur apa saja yang boleh, wajib atau dilarang
untuk diperbuat oleh pemegang haknya serta jangka waktu penguasaannya
3. mengatur hal-hal mengenai subyeknya, siapa yang boleh menjadi pemegang
haknya dan syarat-syarat bagi penguasaannya
4. mengatur hal-hal mengenai tanahnya.
Hak penguasaan atas tanah sebagai hubungan hukum yang konkret yaitu hak
penguasaan atas tanah yang sudah dihubungkan dengan tanah tertentu sebagai
objeknya dan orang atau badan hukum tertentu sebagai subjek atau pemegang
haknya. Sebagi contoh dapat dikemukakan hak-hak atas tanah yang disebut
dalam ketentuan konversi UUPA.
Ketentuan-ketentuan Hukum Tanah yang mengatur hak-hak penguasaan atas tanah
sebagai hubungan hukum yang konkret yaitu:
1. mengatur hal-hal mengenai penciptaannya menjadi suatu hubungan hukum yang
konkret, dengan nama atau sebutan hak penguasaan atas tanah tertentu
2. mengatur hal-hal mengenai pembebanannya dengan hak-hak lain
3. mengatur hal-hal mengenai pemidahannya kepada pihak lain
4. mengatur hal-hal mengenai hapusnya
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Pengertian “penguasaan” dan “menguasai dapat dipakai dalam arti fisik, juga
dalam arti yuridis. Juga beraspek perdata dan beraspek publik.[5] Penguasaan dalam arti yuridis adalah
penguasaan yang dilandasi hak, yang dilindungi oleh hukum dan pada umumnya
memberi kewenangan kepada pemegang hak untuk menguasai secara fisik tanah yang
dihaki, misalnya pemilik tanah mempergunakan atau mengambil manfaat dari tanah
yang dihaki, tidak diserahkan kepada pihak lain.
Dalam UUPA diatur dan sekaligus ditetapkan tata jenjang atau hierarki
hak-hak penguasaan atas tanah dalam Hukum Tanah Nasional kita, Yaitu:
1.
Hak
Bangsa Indonesia atas tanah
2.
Hak menguasai dari Negara atas
tanah
3.
Hak ulayat masyarakat hukum
adapt
4.
hak perorangan atas tanah
meliputi: hak-ha2 atas tanah, wakaf tanah hak milik, hak tanggungan.
Hak penguasaan atas tanah sebagai lembaga hukum adalah hak penguasaan atas
tanah yang belum dihubungkan dengan tanah dan orang atau badan hukum tertentu
sebagai pemegang haknya. sedangkan Hak penguasaan atas tanah sebagai hubungan
hukum yang konkret yaitu hak penguasaan atas tanah yang sudah dihubungkan
dengan tanah tertentu sebagai objeknya dan orang atau badan hukum tertentu
sebagai subjek atau pemegang haknya.
DAFTAR PUSTAKA
Harsono,
Boedi. 2008. Hukum Agraria Indonesia. Jakarta: Djambatan.
Santoso,
Urip. Hukum Agraria dan Hak-hak Atas Tanah. Jakarta: Prenada
Media Group.
Muchsin dkk.
2007. Hukum Agraria Indonesia. Bandung: Refika Aditama
No comments:
Post a Comment