Tuesday, April 3, 2018

MAKALAH PERTANAHAN

KATA PENGANTAR


Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberikan kekuatan dan kemampuan sehingga makalah ini bisa selesai tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Makalah Pertanahan
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan mendukung dalam penyusunan makalah ini.
Penulis sadar makalah ini belum sempurna dan memerlukan berbagai perbaikan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat dibutuhkan.
Akhir kata, semoga  makalah  ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan semua pihak.

Jatinangor,  Februari 2015

Penulis,








DAFTAR ISI







BAB I

PENDAHULUAN

 

A.    Latar Belakang Masalah

Dengan mulai berlakunya UUPA (Undang-undang Pokok Agraria) terjadi perubahan fundamental pada Hukum Agraria di Indonesia, terutama hukum dibidang pertanahan, yang sering kita sebut sebagi Hukum Pertanahan yang dikalangan pemerintahan dan umum juga dikenal sebagai Hukum Agraria.
UUPA bukan hanya memuat ketentuan-ketentuan mengenai perombakan hukum agraria. sesuai dengan namanya Peraturan dasar pokok-pokok Agraria, UUPA memuat juga lain-lain pokok persoalan agrarian serta penyelesaiannya.
Ruang lingkup bumi menurut UUPA adalah permukaan bumi dan tubuh bumu dibawahnya serta yang berada dibawah air. permukaan bumi sebagai bagian dari bumi juga disebut tanah. Tanah yang dimaksudkan disini bukan mengatur tanah dalam segala aspeknya, melainkan hanya mengatur salah satu aspeknya, yaitu tanah dalam pengertian yuridis yang disebut hak-hak penguasaan atas tanah.
Dan melalui makalah ini kami akan membahas lebih lanjut mengenai Hak Penguasaan atas Tanah.

B.  Rumusan Masalah

1.     Apa pengertian dari penguasaan dan menguasai?
2.     Bagaimana Pengaturan hak penguasaan atas tanah?
3.     Bagaimana penguasaan atas tanah sebagai lembaga hukum dan hubungan hukum yang konkret?

BAB II

PEMBAHASAN


A.  Pengertian Penguasaan dan Menguasai

Pengertian “penguasaan” dan “menguasai dapat dipakai dalam arti fisik, juga dalam arti yuridis. Juga beraspek perdata dan beraspek publik.[1] Penguasaan dalam arti yuridis adalah penguasaan yang dilandasi hak, yang dilindungi oleh hukum dan pada umumnya memberi kewenangan kepada pemegang hak untuk menguasai secara fisik tanah yang dihaki, misalnya pemilik tanah mempergunakan atau mengambil manfaat dari tanah yang dihaki, tidak diserahkan kepada pihak lain.
Ada penguasaan yuridis, biarpun memberi kewenangan untuk menguasai tanah yang dihaki secara fisik, pada kenyataannya penguasaan fisik dilakukan oleh pihak lain. Misalnya, seseorang memiliki tanah tidak mempergunakan tanahnya sendiri melainkan disewakan kepada pihak lain, dalam hal ini secara yuridis tanah tersebut dimiliki oleh pemilik tanah, akan tetapi secara fisik dilakukan oleh penyewa tanah. Ada juga penguasaan secara yuridis yang tidak memberi kewenangan untuk menguasai tanah yang bersangkutan secara fisik. Misalnya, kreditor (bank) memgang jaminan atas tanah mempunyai hak penguasaan yuridis atas tanah yang dijadikan agunan (jaminan), akan tetapi secara fisik penguasaan tanahnya tetap ada pada pemegang hak atas tanah. Penguasaan yuridis dan fisik  atas tanah ini dipakai dalam aspek privat, sedangkan penguasaan yuridis yang beraspek publik, yaitu penguasaan atas tanah  sebagaimana yang disebutkan dalam  Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 dan Pasal 2 UUPA.[2]

B.  Pengaturan Hak Penguasaan Atas Tanah

Dalam tiap hukum tanah terdapat pengaturan mengenai berbagai  hak penguasaan atas tanah. Dalam UUPA misalnya diatur dan sekaligus ditetapkan tata jenjang atau hierarki hak-hak penguasaan atas tanah dalam Hukum Tanah Nasional kita, Yaitu:
1.    Hak Bangsa Indonesia atas tanah
Hak ini merupakan hak penguasaan atas tanah yang tertinggi dan meliputi semua tanah yang ada dalam wilayah Negara, yang merupakan tanah bersama, bersifat abadi dan menjadi induk bagi hak-hak penguasaan yang lain atas tanah. pengaturan ini termuat dalam Pasal 1 ayat (1)-(3) UUPA.
Hak Bangsa Indonesia atas tanah mempunyai sifat komunalistik, artinya semua tanah yang ada dalam wilayah NKRI merupakan tanah bersama rakyat Indonesia, yang telah bersatu sebagai Bangsa Indonesia(Pasal 1 ayat (1) UUPA). selain itu juga mempunyai sifat religius, artinya seluruh tanah yang ada dalam wilayah NKRI merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa (Pasal 1 ayat (2) UUPA). Hubungan antara Bangsa Indonesia dengan tanah bersifat abadi, atinya selama rakyat Indonesia masih bersatu sebagai Bangsa Indonesia dan selama tanah tersebut masih ada pula, dalam keadaan yang bagaimanapun tidak ada sesuatu kekuasaan yang akan dapat memutuskan atau meniadakan hubungan tersebut (Pasal 1 ayat (3).
2.    Hak menguasai dari Negara atas Tanah
Hak ini bersumber pada hak bangsa Indonesia atas tanah, yang hakikatnya merupakan penugasan pelaksanaan tugas kewenangan bangsa yang mengandung hukum publik. Tugas mengelola seluruh tanah bersama ini dikuasakan sepenuhnya kepada NKRI sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat (Pasal 2 ayat (1) UUPA).
Isi wewenang hak menguasai dari Negara Atas Tanah sebagai mana dimuat di dalam Pasal 2 ayat (2) UUPA adalah:
a.    mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan tanah.
b.    menetukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan tanah.
c.    menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai tanah.
3.    Hak Ulayat msayarakat Hukum Adat
Hak ini diatur dalam Pasal 3 UUPA. Yang dimaksud hak ulayat masyarakat hukum adat adalah serangkaian wewenang dan kewajiban suatu masyarakat hukum adapt, yang berhubungan dengan tanah yang terletak dala lingkungan wilayahnya.
Menurut Boedi Harsono, Hak ulayat masyarakat hukum adat dinyatakan masih apabila memenuhi 3 unsur, yaitu:
a.    masih adanya suatu kelompok orang sebagai warga suatu persekutuan hukum adapt tertentu, yang merupakan suatu masyarakat hukum adapt.
b.    masih adanya wilayah yang merupakan ulayat masyarakat hukum adat tersebut, yang disadari sebagai kepunyaan bersama para warganya.
c.    masih ada penguasa adat yang pada kenyataannya dandiakui oleh para warga masyarakat hukum adat yang bersangkutan, melakukan kegiatan sehari-hari sebagai pelaksana hak ulayat.


4.    Hak-hak atas tanah
Hak ini termasuk salah satu hak-hak perseorang atas tanah. Hak-hak perseorang atas tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada pemegang haknya (perseorangan, sekelompok orang secara bersama-sama, badan hukum) untuk memakai, dala arti menguasai, menggunakan dan atau mengambil manfaat dari bidang tanah tertentu. Dasar hukumnya adalah Pasal 4 ayat (1) UUPA.
Hak perseorangan atas tanah berupa hak atas tanah ( Pasal 16 dan 53 UUPA), wakaf tanah hak milik (Pasal 49 ayat (3) UUPA), hak tanggungan atau hak jaminan atas tanah (Pasal 25, 33, 39 dan 51 UUPA) dan hak milik atas satuan rumah susun (Pasal 4 ayat (1) UUPA).
Meskipun bermacam-macam, tetapi hak penguasaan atas tanah berisikan serangkaian wewenang, kewajiban dan atau larangan bagi pemegang haknya untuk berbuat sesuatu mengenai tanah yang dihaki. sesuatu yang boleh, wajib atau dilarang untuk diperbuat, yang merupakan isi hak penguasaan itulah yang menjadi kriterium atau tolak ukur pembeda diantara hak-hak penguasaan atas tanah yang diatur dalam hukum tanah.[3]

C.  Hak Penguasaan Atas Tanah Sebagai Lembaga Hukum Dan Hubungan Hukum Konkret

Pengaturan hak-hak penguasaan atas tanah dalam hukum tanah ada yang sebagai lembaga hukum, dan ada pula yang sebagai hubungan-hubungan hukum konkret.
Hak penguasaan atas tanah sebagai lembaga hukum adalah hak penguasaan atas tanah yang belum dihubungkan dengan tanah dan orang atau badan hukum tertentu sebagai pemegang haknya. Sebagai contoh dapat disebut Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak Sewa untuk bangunan yang disebut dalam Pasal 20 sampai 45 UUPA.
 Ketentuan-ketentuan Hukum Tanah yang mengatur hak-hak penguasaan atas tanah sebagai lembaga hukum yaitu:
1.     memberi nama pada penguasaan hak yang bersangkutan
2.     menetapkan isinya, yaitu mengtur apa saja yang boleh, wajib atau dilarang untuk diperbuat oleh pemegang haknya serta jangka waktu penguasaannya
3.     mengatur hal-hal mengenai subyeknya, siapa yang boleh menjadi pemegang haknya dan syarat-syarat bagi penguasaannya
4.     mengatur hal-hal mengenai tanahnya.
Hak penguasaan atas tanah sebagai hubungan hukum yang konkret yaitu hak penguasaan atas tanah yang sudah dihubungkan dengan tanah tertentu sebagai objeknya dan orang atau badan hukum tertentu sebagai subjek atau pemegang haknya. Sebagi contoh dapat dikemukakan hak-hak atas tanah  yang disebut dalam ketentuan konversi UUPA.
Ketentuan-ketentuan Hukum Tanah yang mengatur hak-hak penguasaan atas tanah sebagai hubungan hukum yang konkret yaitu:
1.    mengatur hal-hal mengenai penciptaannya menjadi suatu hubungan hukum yang konkret, dengan nama atau sebutan hak penguasaan atas tanah tertentu
2.    mengatur hal-hal mengenai pembebanannya dengan hak-hak lain
3.    mengatur hal-hal mengenai pemidahannya kepada pihak lain
4.    mengatur hal-hal mengenai hapusnya

BAB III

PENUTUP

 

KESIMPULAN

Pengertian “penguasaan” dan “menguasai dapat dipakai dalam arti fisik, juga dalam arti yuridis. Juga beraspek perdata dan beraspek publik.[5] Penguasaan dalam arti yuridis adalah penguasaan yang dilandasi hak, yang dilindungi oleh hukum dan pada umumnya memberi kewenangan kepada pemegang hak untuk menguasai secara fisik tanah yang dihaki, misalnya pemilik tanah mempergunakan atau mengambil manfaat dari tanah yang dihaki, tidak diserahkan kepada pihak lain.
Dalam UUPA diatur dan sekaligus ditetapkan tata jenjang atau hierarki hak-hak penguasaan atas tanah dalam Hukum Tanah Nasional kita, Yaitu:
1.          Hak Bangsa Indonesia atas tanah
2.          Hak menguasai dari Negara atas tanah
3.          Hak ulayat masyarakat hukum adapt
4.          hak perorangan atas tanah meliputi: hak-ha2 atas tanah, wakaf tanah hak milik, hak tanggungan.
Hak penguasaan atas tanah sebagai lembaga hukum adalah hak penguasaan atas tanah yang belum dihubungkan dengan tanah dan orang atau badan hukum tertentu sebagai pemegang haknya. sedangkan Hak penguasaan atas tanah sebagai hubungan hukum yang konkret yaitu hak penguasaan atas tanah yang sudah dihubungkan dengan tanah tertentu sebagai objeknya dan orang atau badan hukum tertentu sebagai subjek atau pemegang haknya. 


DAFTAR PUSTAKA


Harsono, Boedi. 2008. Hukum Agraria Indonesia. Jakarta: Djambatan.
Santoso, Urip. Hukum Agraria dan Hak-hak Atas Tanah. Jakarta: Prenada Media Group.
Muchsin dkk. 2007. Hukum Agraria Indonesia. Bandung: Refika Aditama

No comments:

Post a Comment

buku bimbingan

                                                                                                                                            ...

082126189815

Name

Email *

Message *