KATA PENGANTAR
Puji syukur kami
panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberikan kekuatan dan
kemampuan sehingga makalah ini bisa selesai tepat pada waktunya. Adapun tujuan
dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Makalah Manajemen Perbatasan.
Penulis mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan mendukung dalam
penyusunan makalah ini.
Penulis sadar makalah
ini belum sempurna dan memerlukan berbagai perbaikan, oleh karena itu kritik
dan saran yang membangun sangat dibutuhkan.
Akhir kata, semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan semua pihak.
Jatinangor, Februari 2016
Penulis,
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
Area
perbatasan suatu negara memiliki peran penting dalam penentuan batas wilayah
kedaulatan, pemanfaatan sumber daya alam, menjaga keamanan dan keutuhan wilayah.
Pembangunan wilayah perbatasan pada dasarnya merupakan bagian integral
dari pembangunan nasional. Wilayah perbatasan mempunyai nilai strategis dalam
mendukung keberhasilan pembangunan nasional, hal tersebut ditunjukkan oleh
karakteristik kegiatan yang mempunyai dampak penting bagi kedaulatan negara,
menjadi faktor pendorong bagi peningkatan kesejahteraan sosial ekonomi
masyarakat sekitarnya, memiliki keterkaitan yang saling mempengaruhi dengan
kegiatan yang dilaksanakan di wilayah lainnya yang berbatasan dengan wilayah
maupun antar negara, serta mempunyai dampak terhadap kondisi pertahanan dan
keamanan, baik skala regional maupun nasional.
Secara
geografis, wilayah kontinen Republik Indonesia berbatasan langsung dengan
beberapa Negara tetangga diantaranya Malaysia, Papua New Guinea (PNG) dan Timor
Leste. Kawasan perbatasan kontinen tersebut tersebar di tiga pulau, empat
provinsi dan lima belas kabupaten/kota yang masing-masing wilayah memiliki
karakteristik kawasan perbatasan yang berbeda-beda dengan total panjang garis
perbatasan darat secara keseluruhan adalah 2914,1 km.
Sedangkan
wilayah maritim Indonesia berbatasan dengan 10 negara: India, Malaysia,
Singapura, Thailand, Vietnam, Filipina, Republik Palau, Australia, Timor Leste
dan PNG. Kawasan-kawasan perbatasan maritim umumnya berupa pulaupulau terluar
yang berjumlah 92 pulau, beberapa di antaranya adalah pulaupulau kecil yang
hingga kini masih perlu ditata dan dikelola lebih intensif.
Luasnya
wilayah perbatasan laut dan darat Indonesia tentunya membutuhkan dukungan
sistem manajemen perbatasan yang terorganisir dan profesional, baik itu
ditingkat pusat maupun daerah. Akan tetapi minimnya infrastruktur di kawasan
perbatasan telah menunjukkan bahwa pemerintah tidak memiliki sebuah sistem
manajemen perbatasan yang baik. Selama ini, tanggungjawab pengelolaan wilayah
perbatasan hanya bersifatkoordinatif antar lembaga pemerintah kementerian dan
non kementerian, tanpa ada sebuah lembaga pemerintah yang langsung bertanggung
jawab melakukan manajemen perbatasan dari tingkat pusat hingga daerah.
Selama
beberapa puluh tahun kebelakang masalah perbatasan masih belum mendapat
perhatian yang cukup dari pemerintah. Hal ini tercermin dari kebijakan
pembangunan yang kurang memperhatikan kawasan perbatasan dan lebih mengarah
kepada wilayah-wilayah yang padat penduduk, aksesnya mudah dan potensial,
sedangkan kebijakan pembangunan bagi daerah-daerah terpencil,terisolir dan
tertinggal seperti kawasan perbatasan masih belum diprioritaskan. Hal ini
menyebabkan kurang adanya daya tarik bagi para pelaku usaha untuk menjalankan
aktivitas ekonominya di daerah-daerah perbatasan Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana
kondisi infrastruktur di dearah perbatasan Indonesia-Malaysia?
2. Bagaimana
cara untuk memanfaatkan potensi alam Kalimantan?
3. Bagaimana
cara pemerintah dalam menangani infrastruktur yang tertinggal dalam langkah
kemajuan daerah pemekaran baru Kalimantan?
4. Infrastruktur
apa yang mendesak untuk segera dibangun (fokus pembangunan awal) di Kalimantan
?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Membandingkan
infrastruktur wilayah Indonesia dengan wilayah Malaysia di perbatasan.
2. Menjelaskan
pemanfaatan dan pengembangan potensi alam Kalimantan.
3. Menjelaskan
kebijakan birokrasi dalam menangani kelangsungan provinsi baru Kalimantan
khususnya dalam infrastruktur.
BAB II
KERANGKA TEORITIS DAN NORMATIF
A. TEORI
Ketika berbicara
masalah perbatasan Indonesia maka hal tersebut tidak dapat dilepaskan dari
konsep kepentingan nasional (national interest). Pada hakekatnya kepentingan
nasional Indonesia adalah menjamin kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia yang
berada di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar 1945.
Karena itu sangat
penting menjamin tetap tegaknya NKRI yang memiliki wilayah yurisdiksi nasional
dari Sabang samapai Merauke. Posisi geostrategis yang dimiliki oleh Indonesia,
secara tidak disadari merupakan kekuatan diplomasi Indonesia di dunia
Internasional. Berbagai negara khususnya negara-negara besar memiliki
kepentingan terhadap kondisi stabilitas keamanan di Indonesia. Implikasi dari
kepentingan negara lain tersebut menimbulkan kecenderungan campur tangan atau
kepedulian yang tinggi dari negara-negara tersebut terhadap kemungkinan
gangguan stabilitas keamanan Indonesia. Keadaan seperti inilah yang dapat
membuat terjadinya konflik kepentingan dan mungkin meluas menjadi perang.
Konflik bersenjata
(perang) dapat disebabkan oleh beberapa faktor dan keterkaitan diantara
faktor-faktor tersebut. Dalam pandangan idealis, perang terjadi dikareakan
adanya senjata (arms) sehingga menyebabkan adanya ketegangan (tension) yang
pada akhirnya membawa semuanya ke dalam perang (war). Sedangkan menurut
pandangan Realis justru Tension lah penyebab masing-masing pihak memiliki
senjata yang memicu arms race dan dapat berujung pada perang. Sedangkan
pendekatan terakhir yang dapat dipakai adalah bahwa ketiga faktor tersebut
(arms, tension, war) memiliki hubungan saling mempengaruhi satu-sama lain.
Dimensi keamanan dari
suatu negara dapat pula dipandang dari segi keamanan militer dan non-militer
serta dalam tingkat analisis tertentu (individu, negara, kawasan bahkan
Internasional). Dalam dimensi tersebut ada pula keterkaitan satu sama lain yang
saling mempengaruhi dalam menentukan keamanan suatu negara. Demikian pula
halnya dengan isu keamanan, ancaman yang berasal dari luar dan ancaman yang
timbul didalam negeri selalu memiliki keterkaitan dan saling mempengaruhi,
sehingga sulit untuk dapat dipisahkan. Perbedaan hanya mungkin dilakukan dalam
konteks bentuk dan organisasi ancaman, sementara perbedaan berdasarkan sumber
timbulnya ancaman, sangat sulit ditentukan. Berangkat dari kenyataan tersebut,
upaya pertahanan tidak hanya mengacu pada isu keamanan tradisional, yakni
kemungkinan invasi atau agresi dari negara lain, tetapi juga pada isu keamanan
non-tradisional, yaitu setiap aksi yang mengancam kedaulatan negara, keutuhan
wilayah, serta keselamatan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia
Dalam melihat suatu
permasalahan internasional terdapat pengelompokan pendekatan kedalam 3 jenis,
yaitu traditional-realis, non-traditional liberalis, dan penggabungan atas
2 pendekatan tersebut. Pada perkembangannya juga muncul apa yang disebut dengan
neo-realis dimana pendekatan ini memasukan unsur-unsur non-military
issues yang juga mengancam keamanan negara. dalam bab berikutnya akan
dibahas mengenai bagaimana masalah perbatasan Indonesia dilihat melalui
dimensi-dimensi diatas serta pendekatan apakah yang cocok untuk melihat
permasalahan tersebut.
B. DASAR HUKUM
Undang-Undang
dan Peraturan yang telah mengacu pada Konvensi Hukum Laut Internasional:
1. Undang-Undang No. 17 tahun
1985 tentang Pengesahan atas UNCLOS 1982
Pada tanggal 31 Desember 1985 pemerintah mengeluarkan
Undang-Undang No. 17 tahun 1985 tentang Pengesahan United Nations Convention
on the Law of the Sea (Konvensi PBB tentang Hukum Laut) untuk meratifikasi
Konvensi PBB tentang Hukum Laut pada tahun 1982.
2. Undang-Undang No. 6 tahun
1996 tentang Perairan Indonesia
Pada tanggal 8 Agustus 1996, Pemerintah menetapkan
Undang-Undang No. 6 tahun 1996 tentang Perairan Indonesia, yang lebih
mempertegas batas-batas terluar (outer limit) kedaulatan dan yurisdiksi
Indonesia di laut, juga memberikan dasar dalam penetapan garis batas (boundary)
dengan negara negara tetangga yang berbatasan, baik dengan negara-negara yang
pantainya berhadapan maupun yang berdampingan dengan Indonesia.
3. Peraturan Pemerintah,
No. 61 tahun 1998 tentang Daftar Koordinat Geografis Titik-titik Garis Pangkal
Kepulauan Indonesia di sekitar Kepulauan Natuna, diganti dengan Peraturan
Pemerintah No. 38 tahun 2002 tentang Daftar Koordinat Geografis Titik-titik
Garis Pangkal Kepulauan Indonesia
Untuk memenuhi ketentuan dalam Pasal 6 ayat (2) dan
ayat (3) Undang-undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia yang
menentukan bahwa Daftar Koordinat tersebut harus didepositkan di Sekretariat
Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa, Undang-undang No. 6 tahun 1996 tersebut
kemudian dilengkapi dengan Peraturan Pemerintah No. 61 tahun 1998 tentang
Daftar Koordinat Geografis Titik-titik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia di
sekitar Kepulauan Natuna, yang kemudian dicabut dan digantikan dengan Peraturan
Pemerintah No. 38 tahun 2002 tentang Daftar Koordinat Geografis Titik-titik
Garis Pangkal Kepulauan Indonesia, dengan melampirkan daftar koordinat
geografis titik-titik garis pangkal kepulauan Indonesia. Daftar koordinat ini
tidak dimasukkan sebagai ketentuan dalam batang tubuh Peraturan Pemerintah ini
dengan tujuan agar perubahan atau pembaharuan (updating) data dapat
dilakukan dengan tidak perlu mengubah ketentuan dalam batang tubuh Peraturan
Pemerintah ini. Lampiran-lampiran tersebut merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini.
BAB III
PEMBAHASAN
2.1 Kondisi Infrasturktur yang Ada di Daerah Perbatasan
Kalimantan
Timur merupakan provinsi yang terdíri dari wilayah daratan dan wilayah
kepulauan yang ada di sekitar Laut Sulawesi. Provinsi ini terluas dibandingkan
dengan tiga provinsi Kalimantan lain, yaitu untuk wilayah daratan
(mainland) 211.440 Km2 atau 37,5 persen dari luas Pulau Kalimantan bagian
Indonesia. Secara geografis, sebelah timur dibatasi oleh Laut Sulawesi dan
Selat Makasar, sebelah selatan Provinsi Kalimantan Selatan, sebelah utara
Negara Bagian Sabah (Malaysia), dan sebeìah barat Provinsi Kalimantan Barat,
Provinsi Kalimantan Tengah, dan Negara Bagìan Sarawak (Malaysia).
Provinsi
Kalimantan Timur memiliki dua daerah kota madya, yaitu Kotamadya
Samarinda dan Kotamadya Balikpapan, serta empat daerah tingkat II
yaitu Kabupaten Pasir, Kabupaten Kutai, Kabupaten Bulungan, dan
Kabupaten Berau. Kabupaten Bulungan dan Kutai berbatasan langsung dengan Negara
Bagian Sarawak dan Negara Bagìan Sabah, dan sedikit di bagian Kabupaten Pasir
dengan Negara Bagian Sarawak. Dan tiga daerah tingkat II tersebut ada 10
kecamatan yang berbatasan langsung dengan Negara Malaysia.. Di antaranya
ada kecamatan yang mempunyai batas daratan, yaitu Kayan Hulu, Kayan
Hilìr, Long Pujungan, Krayan, Lumbis, Mentarang (Kabupaten
Bulungan), Long Pahang dan Long Apari (Kabupaten Kutai), dan di perbatasan
pantai daratan dan 2 kecamatan dengan perbatasan Kepulauan Nunukan dan
Sebatik di Kabupaten Bulungan.
Khusus untuk
daerah perbatasan daratan Kalimantan Timur menunjukkan bentuk yang mernanjang
dari utara ke selatan yang berbatasan langsung dengan Negara Bagian Sarawak dan
Sabah, sepanjang lebih kurang 1.032 Km. Luas wilayah perbatasan ini lebih
kurang 47,486 Km2 (22,69 % dari luas Kalimantan Timur). Dalam Sistem informasi geografìs,
daerah ini terletak di antara 4 20′ dan 1 20′ Lintang Utara, 113 35′ dan 119
Bujur Timur.
Pada umumnya
perkembangan wilayah perbatasan di Kalimatan Timur masih sangat lamban
dibandingkan dengan daerah lain di Provinsi Kalimantan Timur. Ini terlihat dari
masih sangat minimnya sarana perhubungan diwilayah tersebut dan masih adanya
beberapa kota kecamatan hanya bisa dilalui melalui udara. Misal kota Kecamatan
Krayan, Pujungan, Kayan Hulu, Kayan Hilir, Long Pahangai dan Long Apari tidak
dapat dicapai baik sungai maupun darat dari kota-kota pantai sebelah timur.
Namun sarana dan prasarana perhubungan udara di kawasan ini pun sangat
terbatas, sehingga hanya bisa dilandasi sejenis pesawat Helikopter dan Cessna.
Lapangan udara yang dapat dilalui oleh pesawat udara relatif yang relatif lebih
besar terbatas pada hubungan antar kota kabupaten atau daerah yang dianggap
berpotensi secara ekonomi seperti Kota Balikpapan, Samarinda, Tarakan, Tanjung
Selor, dan Nunukan.
Seperti
umumnya wilayah Kalimantan, sungai mempunyai paran penting sebagai sarana
transportasi. Sarana sungai ini pun masih terbatas pada angkutan kapal yang
bermuatan kurang dari 2,5 ton. Ada lima sungai yang bisa menghubungi wilayah
perbatasan dengan wilayah di luar kawasan tersebut, yaitu Sungai Mahakam
menghubungi Samarinda dengan Long Pahangai, Sungai Kayan menghubungi Tanjung
Selur dengan Long Nawang, Sungai Pujungan menghubungi Tanjung Selor dengan Long
Pujungan, Sungai Sesayap menghubungi Tarakan dengan Mentarang, dan Sungai
Sebuku menghubungi Kecamatan Nunukan pulau dengan Wilayah
Kecamatan Nunukan daratan yang ada di kawasan Sebuku. Namun
kondisi dari itu misalnya Sungai Kayan terdapat beberapa bagian yang tidak
dilalui, Sungai Sebuku ada waktu-waktu tertentu yang sangat berbahaya dengan
jeram-jeramnya.
Sarana dan
prasarana jalan darat yang bisa mencapai wilayah perbatasan terbatas dari
Tanjung Selor ke Long Bawan dan Lumbis. Jalan ini, walaupun berbentuk tanah
yang dikerasklan, namun bila dilanjutkan sampai di Wilayah perbatasan Malaysia
Pada Saat ini pemerintah sedang membuat Beberapa sarana jalan darat yang dapat
menghubungi beberapa wilayah perbatasan dengan wilayah Kalimantan Timur Iain
dan luar provinsi. Misalnya terbesar adalah jalan trans Kalimantan yang
menghubungkan Provinsi Kalimantan Selatan – Tengah Timur – Barat yang
direncanakan sampai di sepanjang wilayah perbatasanKalimantan.
Sarana dan
prasarana transportasi yang bisa menghubungkan antar provinsi, selain melalui
udara ada juga yang melalui laut lepas Selat Makasar atau Laut Sulawesi.
Kapal laut yang tersedía tidak hanya untuk kapal barang, namun ada juga
empat buah kapal penumpang yang bermuatan besar yaitu Kapal Tidar
(daerah-daerah Kalimantan Timur-Sulawesi Selatan-Jawa Timur), Kapal Leuser
(daerah-daerah Kalimantan Timur-Sulawesi Selatan-Jawa Timur-Jawa Tengah), Kapal
Awu (Kota Nunukan-Sulawesi Selatan-NTT), dan Kapal Binaiya
(daerah-daerah Kalimantan Timur-Sulawesi Se1atanJawa Timur-Jawa Tengah).
Dilihat dari jalur kapal-kapal tersebut, menunjukkan arus mobilitas
penumpang yang dari dan ke Kalimantan Timur rnasih didominasi Kawasan Timur
Indonesia. Penumpang tersebut pada umumilya adalah pencari keija di daerah
Kalimantan Timur dan sekitamya atau negara tetangga Malaysia yaitu Sabah dan
Sarawak.
Sarana dan
prasarana pendidikan di delapan daerah kabupaten kotamadya mencakup
tingkat pendidikan taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi. Namun jumlah
sarana dan prasarana, terutama di daerah yang jauh dari masih belum
memadai baik dilihat dari kebutuhan dasar belajar maupun tenaga pendídik
profesional yang sesuai dengan tingkat pengajaran dan fasilitas peudidíkan lebih
tinggi seperti Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) dan anak yang akan
melanjutkan ke pendidikan SLTA haras ke Pulau Sebatik sehingga yang bisa
melanjutkan pendidikan terbatas pada anak yang orangtuanya mampu Secara
ekonomi, karena tempat terdekat hanya ada di .Kota Tarakan atau Pulau
Nunukan, Untuk mengatasi pennasalahan tersebut, ada juga penduduk yang tidak
melepas kewarganegaraan anaknya yang lahir di Malaysia dengan alasan agar dapat
sekolah di Malaysia dengan cuma-cuma sesuai dengan ketentuan yang berlaku bagi
anak yang lahir di negara tersebut (lihat Tabel 2.1.tentang sarana dan
prasarana pendidíkan di Provinsi Kalimantan Timur dan daerah tingkat II di
wilayah perbatasan).
2.2 Dampak dan Akibat dari Infrastruktur yang Ada
Dampak dari
Minimnya Sarana dan Prasarana di Daerah Perbatasan Kalimantan – Malaysia
§ Dari segi
ekonomi
Kondisi
jalan ke tempat jual-beli di Malaysia bisa ditempuh dengan berjalan kaki saja,
sedangkan akses jalan darat di pasar kecamatan masih sulit dan kondisi alam
mengharuskan warga menggunakan jalur sungai. Karena hal ini, masyarakat
perbatasan lebih menyukai melakukan kegiatan jual-beli dan barter ke wilayah
Malaysia.
Aktifitas
ekonomi warga di perbatasan selain bertani juga berdagang, dimana ada
keterkaitan hasil tani dan barang dagangan dengan negara tetangga itu. Tak aneh
bila banyak ditemukan barang-barang asal Malaysia, seperti gas elpiji, telur,
minuman kaleng, material bangunan hingga beras dan gula buatan Malaysia.
Kegiatan
perekonomian warga perbatasan yang sangat bergantung pada negara lain seperti
Malaysia akan berdampak pada kecenderungan untuk menjual hasil produksi ke luar
negara karena ketidakmampuan mereka menjangkau pasar-pasar di kecamatan atau di
pusat kota. Hal ini tentu merugikan karena rawan terjadinya perdagangan gelap
sehingga akan merugikan pemerintah dalam hal pengenaan pajak.
Selain itu
rawan terjadi transaksi barang-barang ilegal yang tidak boleh diperdagangkan
secara bebas seperti obat-obat terlarang, narkoba, senjata, atau bahkan
perdagangan manusia.
§ Dari segi
pendidikan
Sarana dan
prasarana pendidikan di daerah perbatasan negara telah mencakup tingkat
pendidikan taman kanak-kanak sampai dengan perguruan tinggi. Namun jumlah
sarana dan prasarananya masih belum memadai baik dilihat dari kebutuhan dasar
belajar maupun tenaga pendidik profesional yang sesuai dengan tingkat
pengajaran dan fasilitas pendidikan lebih tinggi misalnya anak dari perbatasan
Kalimantan Timur-Malaysia yang akan melanjutkan ke pendidikan SLTA harus
ke Pulau Sebatik sehingga yang bisa melanjutkan pendidikan terbatas pada
anak yang orangtuanya mampu secara ekonomi, karena tempat terdekat hanya
ada di pusat kota ataupun pulau lain.
Untuk
mengatasi permasalahan tersebut, ada juga penduduk yang tidak melepas
kewarganegaraan anaknya yang lahir di negara lain contohnya Malaysia dengan
alasan agar dapat sekolah di Malaysia dengan cuma-cuma sesuai dengan ketentuan
yang berlaku bagi anak yang lahir di negara tersebut
Terbatasnya
pendidikan di wilayah perbatasan beresiko pada masa depan anak-anak wilayah
tersebut untuk meningkatkan kualitas taraf hidup keluarga mereka. Dengan tidak
mendapatkan pendidikan, dikhawatirkan mereka nantinya hanya akan menjadi
kuli-kuli serabutan di negara tetangga mengingat mereka tidak mampu
mengembangkan potensi wilayahnya sendiri. Selain itu, terbatasnya sarana
pendidikan akan mengakibatkan orang yang mampu menyekolahkan anaknya akan
berpindah ke wilayah lain atau bahkan ke negara tetangga yang dari segi jarak
tidak terlalu jauhnya dari tempat tinggal mereka. Sehingga ke depannya
akan beresiko terjadinya kesenjangan sosial antara yang kaya dan miskin karena
perbedaan kualitas pendidikan yang didapat.
§ Dari segi
kesehatan
Upaya
peningkatan kualitas kesehatan sebenarnya sudah dilakukan sebagai contoh salah
satu provinsi yang berbatasan langsung dengan negara lain (Malaysia) yaitu
Provinsi Kalimantan Timur yang telah mengupayakan peningkatan jaringan
pelayanan kesehatan seperti Rumah Sakit, Puskesmas, Puskesmas Pembantu (Pustu),
Polindes dan kegiatan masyarakat Posyandu. Menurut data Dinas Kesehatan tahun
1995 jumlah rumah sakit di Provinsi Kalimantan Timur ada 23 buah yang tersebar
di enam daerah tingkat II. Rumah sakit tidak hanya milik pemerintah yang
biasanya ada di Kota kabupaten, namun juga rumah sakit milik ABRI, BUMN, dan
perusahaan-perusahaan yang tersebar di Kalimantan Timur di mana
perusahaan terpusat.
Dari segi
pelayanan kesehatan untuk daerahdaerah perbatasan yang sulit dijangkau
dan terisolir dilakukan melalui program ‘dokter terbang’ atau ‘dokter
terapung’. Kegiatan ini termasuk untuk daerah-daerah yang ada di wilayah
perbatasan. Namun tampaknya upaya ini masih sulit sehingga penduduk
perbatasan banyak yang mengambil inisiatif untuk berobat ke wilayah negara
tetangga karena rumah sakit – rumah sakit perusahaan/perkebunan atau kampung di
negara lain dilihat dari sudut fasilitas lebih baik, begitu pula dengan biaya
yang tidak mahal dibandíngkan bila pergi ke rumah sakit yang ada di pusat-pusat
kota. Misalnya, penduduk Pulau Sebatik lebih suka berobat ke Tawau, dan
Penduduk Desa Panado (Krayan) ke Desa Bakelalan (Sarawak, Malaysia).
Pemerintah
daerah pun sudah mengupayakan peningkatan prasarana kesehatan di wilayah
tersebut untuk mensejahterakan warganya, namun dengan jarak yang relatif jauh
dari pusat kota/kabupaten warga di perbatasan negara belum mampu menjangkau
prasarana kesehatan tersebut sehingga mereka lebih memilih untuk melakukan
pengobatan di wilayah negara tetangga dikarenakan jarak tempuh yang tidak
terlalu jauh dan biaya pengobatan yang tidak mahal.
Ketergantungan
pada sarana publik negara lain salah satunya kesehatan sangatlah tinggi bagi
warga perbatasan. Hal ini dapat mengakibatkan lemahnya Nasionalisme mereka pada
negaranya sendiri yaitu Indonesia. Jadi jangan heran kalau keadaan seperti ini
masih berlanjut nantinya akan membuat mereka memaksa pemerintah pusat untuk
membuat provinsi baru guna percepatan pembangunan di wilayah tersebut atau yang
paling dikhawatirkan yaitu melepaskan diri dari wilayah NKRI.
§ Dari segi
pertahanan dan keamanan
Sistem pertahanan
di wilayah perbatasan negara dibagi menjadi beberapa satuan yaitu,
§ Matra Darat,
adalah Gelar komando kewilayahan di daerah perbatasan dan didukung gelar satuan
penugasan pengamanan perbatasan. Untuk kekuatan satuan darat yang tergelar
diwilayah perbatasan (berbatasan langsung dengan Malaysia) saat ini adalah
sebagai berikut:
a) Wilayah Kalimantan Timur; 3
Kodim dan 1 Satgas Pamtas.
b) Wilayah kalimantan Barat; 4
Kodim dan 1 Satgas Pamtas.
bila dibandingkan dengan panjangnya
garis batas darat negara masih belum menutup seluruh wilayah.
§ Matra Laut,
adalah Pangkalan TNI AL dengan tugasnya untuk mengamankan wilayah laut perairan
Indonesia yang berbatasan dengan Malaysia dan Philipina. Rencana relokasi
Pangkalan Utama TNI AL (Lantamal) VI dari Makasar ke kota Tarakan, mulai awal
tahun 2008 akan dimulai pembangunannya.
§ Matra Udara.
adalah Satuan Radar (Satrad) 257 Tarakan, berada di bawah Komando dan
Pengendalian Kosekhanudnas II Makasar dengan tugas pokok melaksanakan
Pengamatan Udara dalam rangka mendukung Pertahanan Udara Nasional. Rencana
pembangunan Pangkalan TNI AU Tipe C di Juata kota Tarakan. Dengan demikian akan
tergelar kekuatan TNI AU di wilayah Kalimantan Timur bagian Utara, secara
strategi akan memberikan dampak yang menguntungkan untuk kepentingan pertahanan
negara.
§ Rakyat
terlatih, merupakan perwujudan dalam bela negara yaitu yang bersifat bantuan
pertahanan dan keamanan (Hankam).
Selain
sistem pertahanan yang telah dibentuk satuan-satuan, sistem keamanan juga
relatif sama dengan wilayah Indonesia pada umumnya yaitu sistem kemanan
lingkungan (Siskamling) di lingkungan pemukiman. Situasi keamanan wilayah
perbatasan pun cenderung cukup aman dan terkendali. Gejolak-gejolak yang
terjadi di masyarakat relatif kecil dan dapat segera diatasi sehingga tidak
sampai menimbulkan gejolak yang lebih besar.
Wilayah
perbatasan RI-Malaysia di Provinsi Kalimatan Timur sampai dengan saat ini masih
banyak didapati daerah-daerah yang terisolir dan tertinggal, hal ini disebabkan
karena perhatian pembangunan terhadap daerah-daerah di wilayah perbatasan masih
sangat rendah. Di sisi lain, hal ini juga menyebabkan wilayah perbatasan
RI-Malaysia di Provinsi Kalimantan Timur dikatakan tanpa pagar yang begitu
mudah dapat dimasuki berbagai bentuk dan jenis ancaman, baik berkaitan dengan
geografi, demografi, sumber kekayaan alam, ideologi, politik, ekonomi, sosial
budaya serta pertahanan dan keamanan di tengah-tengah derasnya arus perubahan
lingkungan global, regional dan nasional.
Pertahanan
dan Keamanan. Keadaan geografi khususnya topografi yang berbukit-bukit di
beberapa daerah dengan kemiringan terjal, serta banyaknya sungai-sungai dan
belum adanya sarana jalan yang memadai di wilayah perbatasan darat RI-Malaysia
di Provinsi Kalimantan sepanjang 1.038 Km, menyebabkan wilayah tersebut sulit
untuk diawasi dan dijangkau akibatnya terjadi perubahan batas-batas wilayah,
penyelundupan barang dan jasa serta kejahatan trans nasional seperti digunakan
untuk tempat transit penjahat dan teroris. Ditambah lagi, belum selesainya 10
segmen batas antar negara yang masih menjadi masalah, terbatasnya personel,
pos-pos pengawas, peralatan serta masih minimnya sarana dan prasarana
pendukung, mengakibatkan pelaksanaan pertahanan negara di wilayah perbatasan
darat RI-Malaysia belum optimal.
§ Dari segi
sosial budaya
Daerah
perbatasan secara umum masih tertinggal bila dibandingkan dengan daerah
Indonesia lain, tingkat kehidupan dan pendidikan pada umumnya masih rendah, hal
ini disebabkan oleh :
§ Terbatasnya
sarana kesehatan yang tersedia.
§ Masih tertinggalnya
sistem penyelenggaraan pendidikan di daerah perbatasan bila dibandingkan dengan
daerah perkotaan.
§ Terbatasnya
lapangan pekerjaan yang tersedia.
Keterbatasan
ini merupakan masalah klasik yang dihadapi oleh warga di perbatasan negara,
mengingat jangkauan wilayahnya yang sangat jauh dan akses menuju ke wilayahnya
yang sangat sulit. Kehidupan sosialnya pun mereka jarang ke pusat kota atau
pusat pemerintahannya. Mereka lebih sering dan lebih suka untuk berinteraksi
dengan warga negara tetangga karena jaraknya yang tidak terlalu jauh dan
aksesnya yang mudah serta berbagai kebutuhan pokok dapat diperoleh disana.
Dari kondisi
tersebut tentunya sangat berpengaruh pada budaya yang merupakan hasil olah
pikir manusia. Dengan seringnya warga perbatasan berinteraksi dengan warga
negara tetangga, maka tak jarang mereka akan sedikit demi sedikit mengikuti
kebudayaan negara lain. Sebagai contoh karena mereka sering berinteraksi dengan
Warga Malaysia tentu saja mereka akan lebih sering menggunakan Bahasa Malaysia daripada
Bahasa Indonesia yang notabene sebagai bahasa nasional dan pemersatu bangsa.
Dan lambat laun mereka dan penerus mereka akan menggunakan Bahasa Malaysia
sebagai bahasa sehari-hari di wilayahnya sendiri yang sebenarnya masuk wilayah
Negara Indonesia.
Hal ini
dapat mengakibatkan adanya degradasi kebudayaan sendiri hanya karena warga
perbatasan telah terbiasa menggunakan budaya negara lain.
2.3 Potensi Keadaan Alam dan Masyarakat di Daerah Perbatasan Kalimantan
Potensi sumber daya alam yang dimiliki
di wilayah baru ini cukup melimpah; mulai dari hutan, laut dan sungai serta
segala ekosistem yang ada disekitarnya, perkebunan, dan juga tambang. Namun,
hingga saat ini pengelolaannya belum dimanfaatkan secara optimal. Dengan
menerapkan prinsip sustainability, diharapkan eksplorasi dan eksploitasi di
masa mendatang akan memberi dampak positif bagi pembangunan, khususnya bagi
masyarakat dan lingkungan yang ada didalamnya. Berbagai persoalan yang mendesak
untuk ditangani tidak boleh mengabaikan keberadaan dan kelestarian alam yang
ada, karena akan berakibat pada besarnya kerugian yang ditimbulkan dari upaya
pembangunan itu sendiri.
Sebagaimana
diketahui, wilayah Kalimantan adalah wilayah strategis segitiga
Indonesia-Malaysia-Filipina. Kawasan perairan Kalimantan juga memiliki
wilayah Ambalat, yang diperkirakan kaya sumber daya minyak dan gas. Di wilayah
ini pun ada potensi perikanan dan pariwisata yang belum dimanfaatkan.
Kalimantan
memiliki potensi besar dari komoditas unggulan yang tak dikenal di Jawa.
Sebagai contoh, beras yang dikonsumsi keluarga Sultan Brunei berasal dari
dataran tinggi Krayan di pedalaman Kalimantan bagian utara. Hingga kini, produk
organik petani Dayak itu dijual dengan merek buatan Bakalan, Sarawak, Malaysia.
Kawasan
perairan Kalimantan juga memiliki wilayah Ambalat, yang diperkirakan kaya
sumber daya minyak dan gas. Di wilayah ini pun ada potensi perikanan dan
pariwisata yang belum dimanfaatkan.
Perbatasan
darat Kalimantan sangat potensial untuk pengembangan perkebunan, dan perbatasan
laut dapat menjadi tempat beroperasi armada kapal ikan, sekaligus menjaga
kedaulatan di kawasan Ambalat, sebagaimana Malaysia membangun ekowisata di
Sipadan dan Ligitan untuk membuktikan pertuanan atas wilayah itu.
Sementara
itu, wilayah utara Kalimantan Timur yang sebagian wilayahnya berbatasan dengan
Malaysia sebenarnya memiliki potensi sumber daya alam dan ekonomi sangat besar,
tidak kalah dengan Kalimantan Timur, namun selama ini pemanfaatannya belum
optimal, sehingga Kalimantan diharapkan pengelolaannya bisa lebih maksimal.
Contohnya, perdagangan antarnegara di utara Kalimantan Timur tersebut, selama
ini berjalan secara tradisional. Namun, diharapkan nantinya bisa berjalan
sesuai standar perdagangan global sehingga bermanfaat besar bagi devisa Negara.
Potensi
perkebunan di wilayah utara Kaltim juga lebih luas dari Tawau atau Sabah namun
belum dimanfaatkan secara optimal. Begitu pula potensi perikanan dan kelautan
yang justru dimanfaatkan para cukong Malaysia akibat nelayan Indonesia
mengalami keterbatasan fasilitas dan permodalan. Para nelayan tersebut terpaksa
menjual hasil tangkapannya ke wilayah Malaysia karena dimodali oleh cukong ikan
Malaysia.
Selain
perikanan dan perkebunan, wilayah-wilayah perbatasan Indonesia dengan Negara
tetangga juga banyak menyimpan potensi cadangan emas, seperti di Papua Nugini
dan Malaysia. Khusus di Malaysia, kawasan Indonesia yang berbatasan dengan
Serawak Malaysia menyimpan potensi tambang emas.
Kepala Pusat
Sumber Daya Geologi Calvin Karo Karo Gurusinga menegaskan, Indonesia masih
memiliki potensi tambang emas yang besar. Tahun depan diperkirakan ada beberapa
daerah tambang emas baru.
Salah
satunya di daerah perbatasan Malaysia-Indonesia, pihaknya mulai 2013 akan
melakukan penyelidikan dan kajian terkait potensi tambang emas di daerah
tersebut.
Selain itu,
penyelidikan untuk tambangan emas baru pun akan dilakukan di daerah Tapanuli
Selatan, Pulau Sumatera, perbatasan Papua, dan di sekitar wilayah tambang yang
kini sudah dieksploitasi. Ia mengatakan, dengan makin banyaknya tambang emas
ini otomatis akan lebih banyak lagi pendapatan Negara
Dengan
berbagai potensi yang dimiliki tersebut sebaiknya Provinsi Kalimantan
merumuskan positioning dan karakter daerahnya dengan segera, agar tidak salah
arah di kemudian hari.
BAB IV
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Luasnya
wilayah perbatasan laut dan darat Indonesia tentunya membutuhkan dukungan
sistem manajemen perbatasan yang terorganisir dan profesional, baik itu
ditingkat pusat maupun daerah. Akan tetapi minimnya infrastruktur di kawasan
perbatasan telah menunjukkan bahwa pemerintah tidak memiliki sebuah sistem
manajemen perbatasan yang baik. Perbandingan kondisi antara daerah daerah yang
berada di tengah dengan yang berada di pinggir sangat jelas terlihat. Hal ini
memperlihatkan tingkat kesenjangan yang tinggi antara daerah tengah dan daerah
pinggir. Padahal daerah pinggir khususnya daerah perbatasan sangat perlu untuk
mendapatkan perhatian lebih dari pemerintah kita , karena pertahanan dan
ketahanan negara kita sangatlah bergantung pada daerah perbatasan. Oleh karena
itu infrastruktur yang ada pada daerah perbatasan tersebut haruslah memadai
demi ketahanan negara dan demi lenyapnya kesenjangan sosial yang terlalu
tinggi.
3.2 Saran
Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.” Begitulah bunyi sila ke-5 dari pancasila
, yang dimana pancasila adalah dasar negara kita , oleh karena itu seharusnya
penanganan daerah-daerah yang ada di Indonesia ini dilakukan secara adil, tidak
terlalu terpusat ke satu daerah saja seperti yang ada saat ini . Pembangunan di
Indonesia terkesan hanya terpaku pada dua “ibu” , yaitu ibu kota negara dan ibu
kota provinsi. Hal ini menyebabkan adanya kesenjangan sosial yang sangat
tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
https://sipildankewarganegaraan.wordpress.com/2013/02/11/pembangunan-infrastruktur-di-daerah-perbatasan-kalimantan-malaysia/
http://kalimantan.menlh.go.id/index.php/public/info/detail/berita/349
No comments:
Post a Comment