Tuesday, April 3, 2018

PENGANTAR ILMU POLITIK



KEWARGANEGARAAN DAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN YANG BAIK
Berbagai peristiwa balk di ungkat nasional maupun internasional dalam dua dekade terakhir ini mernbawa perubahan yang cukup besar dalam politik. Gelombang dernokratisasi yang rnelanda dunia setelah runtuhnya Uni Soviet dan hancurnya ideologi komunikasi memunculkan kesadaran baru akan pentingnya berbagai unsur dalam negara untuk saling bekerja sama membangun kembali tatanan kehidupan bersama yang lebih baik. Meningkatnya pluralisme budaya dan pengelompokan-pengelompokan baru dalam masyarakat serta munculnya berbagai gerakan sub-nasional mendesak akan tuntutan pengakuan identitas dan keberadaan kelompok-­kelompok, khususnya kelompok minuritas yang terpinggirkan, terabaikan, atau mendapat pelakuan represi; dan diberikannya penghormatan atas hak-­hak dan kewajiban-kewajiban warga negara dan Negara. Selain itu, mendesak pula untuk diperhatikan oleh setiap institusi di dalam masyarakat dan negara untuk menyelenggarakan kegiatan masing-masing, secara terbuka, bersih, bertanggung jawab. akuntabel, serta hasilnya sesuai dengan yang direncanakan dan sesuai pula dengan kaidah-kaidah proses demokrasi yang dapat diterima.

A. KEWARGANEGARAAN
Beberapa perubahan politik yang terjadi dalam kurun waktu 10 takun terakhir ini, meningkatkan perhatian pada persoalan kewarganegaraan. Pertama, fenomena perubahan dalam politik internasional yang berdampak pada negara nasionnl, di antaranya runtuhnya kontrol kornunis di Eropa Timur, pembentukan kembali Batas-bates wilayah nasional di sejumlah negara yang mengalami perpecahan misalnya Uni Soviet dan Yugoslavia. Kedua, meningkatnya dominasi ideologi kanan baru sehingga menimbulkan ancaman terhadap hak-hak social warga negara (khususnva yang tergolong miskin dan tidak beruntung) dan bentuk negara kesejahteraan Ketiga, peningkatan migrasi antarnegara dan para pengungsi yang mencari perlindungan di negara-negara yang aman, meningkatnya kemajemukan etnis masyarakat dan tuntutan yang dilontarkan oleh kelompok masyarakat adat dan suku-suku asli. Fenomena-fenomena tersebut memunculkan pertanyaan­pertanyaan mengenai hak` 'dan kewajiban warga negara dan juga negara nasional untuk melindungi, warga negara dalam batas-batas wilayah negara dari orang-orang dengan latar belakang ras, etnis dan agama yang berbeda atau dari pihak-pihak asing lainnya seperti lembaga-lembaga atau badan­badan internasional.

Definisi kewarganegaraan:
Kesulitan mendefinisikan konsep kewarganegaraan menyebabkan sering digunakannya definisi yang dibuat oleh T.H. Marshall, seorang ilmuwan yang mengangkat masalah kewarganegaraan setelah Perang Dunia II. Menurut Marshall kewarganegaraan adalah
status yang diperoleh mereka yang merupakan anggota penuh sebuah komunitas. Semua yang memiliki status tersebut memiliki hak dan ketvajiban yang sama yang melekat pada status yang diperolehnya tersebut.

Definisi Marshall di atas menjadi acuan utama setiap kali membicarakan kewarganegaraan. Sebagaimana pengertian umum tentang kewarganegaraan konsep ini pertama-tama bermakna status atau keanggotaan seseorang dalam sebuah kornunitas. Definisi Marshall tampaknya berisi lebih dari sekedar status seseorang dalam kornunitas politik. Selain status konsep kewarganegaraan tersebut juga mempunyai makna persumaun di antara sesama warga komunitas politik. Dan persamaan tersebut diwujudkan dalam hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang melekat pada seseorang karena ia mertipakan anggota komunitas tersebut. Ada dua dirnensi yang terkandung dalam definisi Marshall tersebut. Pertama, seperangkat aturan hukum yang mengatur hubungan antara individu, serta hak dan kewajiban negara maupun warga negara. Kedua, seperangkat hubungan sosial di antara individu dan negara, dan antar individu.
Definisi terbaru tentang kewarganegaraan memperlihatkan adanya cakupan yang lebih luas daripada yang dikemukakan dalam konsepnya Marshall. Olof Petersson, misalnya mengartikan kewarganegaraan sebagai "kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam pengaturan masyarakat. " Thomas lanowski memberikan pengertian yang lain lagi, mentrutnya kewarganegaraan adalah "keanggotaan pasif Dan aktif dalam sebuah negara nasional dengan hak-hak universal dan tingkat persamaan tertentu ". Menurut Jonathan Fricdman kewarganegaraan sebagai "keanggotaan dalam wilayah tertentu atau dalam masyarakat yang diatur oleh sebuah pemerintahan”
Ketiga definisi kewarganegaraan ini memperlihatkan adanya tafsir baru dan pemaknaan yang Iebih merefleksikan gagasan demokrasi dalam konsep kewarganegaraan. Hal ini tampak misalnya dengan dimasukkannya konsep, partisipasi, keanggotaan aktif, hak-hak universal dan pengaturan oleh negara. Sehingga secara umum dapat dicatat adanya beberapa elemen yang sama di antara sell-la definisi yang dikemukakan di atas, yaitu partisipasi, persamaan hak dan kewajiban warga dalam pernerintahan dan masyarakat.
Dengan demikian jika kita berbicara menKenai kewarganegaraan maka kita berbicara mengenai beberapa isu umum kewarganegaraan. Yang paling utama di antaranya adalah mengenai isu keanggotaan dalam sebuah komunitas; hubungan di antara individu dan negara, dan hubungan di antara warga dalam komunitas, hubungan tersebut sangat ditentukan oleh link dan kewajiban yang mengikutinya; status pada hak-hak melekat atau praktek yang terkait dengan kebajikan warga dalam masyarakat (civic vii-rue) dan partisipasi dalam komunitas politik.

B. TRADISI KEWARGANEGARAAN
Ada dua tradisi utanla dalam kewarganegaraan, pertama, tradisi liberal atau tradisi Marshall. Kedua, tradisi republikan sipil atau juga sering disebut sebagai komunitarian. Secara sederhana perbedaan di antara kedua tradisi tersebut sering dilihat pada perbedaan penekanan atas hak dan kewajiban Tradisi liberal diwakili oleh pemikiran kewarganegaraan T.H. MarShall yang menekankan pada hak-hak individu. Sedangkan tradisi republika sipil lebih menekankan kewajiban-kwajiban sebagai bagian dari kehidupan bermasyarakat.  Perbedaan pada kedua tradisi tersebut jauh lebih luas daripada soal penekanan hak dan kewajiban.
T.H. Marshall merumuskan konsep kewarganegaraan yang bersumber pada tradisi liberal. OIeh karena itu, aliran kewarganegaraan disebut juga sebagai kewarganegaraan Marshallian. Gagasan kewarganegaraan yang dikembangkan oleh T.H. Marshall, bermula dari ide Aired Marshall untuk memperbaiki kondisi kelas pekerja lewat perbaikan ekonomi dan peningkatan pendidikan. T.H. Marshall mengembangkan ide tersebut dengan menyatakan bahwa kondisi perbaikan ekonomi mungkin dicapai jika mereka diterima sebagai anggota penuh di dalam masyarakat, ini artinya mereka diterima sebagai warga negara. Menurut Marshall ketidakadilan secara ekonomi tidak dapat dihapuskan tetapi kondisi ketidaksamaan kelas sosial akan lebih dapat diterima jika persamaan kewarganegaraan diakui. Bagi Marshall perubahan ekonomi akan menghapuskan perbedaan kelas, dan secara bertahap akan menghasilkan masyarakat yang lebih terintegrasi serta lebih egalitarian di mana setiap warga memperoleh persamaan penuh. Aspirasi ini dapat dicapai dengan cara memasukkan hak-hak sosial ke dalam status kewarganegaraan. Marshall kemudian mengembangkan analisis konsepsi kewarganegaraan tripartite yang terdiri atas hak-hak sipil, hak-hak ekonomi dan hak-hak sosial.
Bagaimana hubungan antara warga negara dan negara berdasarkan hak­hak dan kewajiban dalam tradisi liberal ini? Sebagai aliran yang menekankan hak-hak, maka warga negara liberal diharapkan mempunyai kewajiban yang terbatas terhadap negara, dan individu warga negara tidak berkewajiban untuk berpartisipasi di arena publik jika ia tidak menghendakinya, serta warga negara tidak mempunyai kewajiban terhadap warga negara lainnya. Kewajiban utama yang harus dijalankan oleh warga negara adalah membayar pajak, sebagai imbalan untuk proteksi yang diterimanya dari negara. Di pihak lain kekuasaan negara terbatas; terbatas dalam fungsi pertahanan keamanan atau melindungi warga negara, serta tidak campur tangan dalam kegiatan warga negaranya. Warga negara harus diberi kebebasan seluas-luasnya, untuk melakukan kegiatan mengejar kebahagiaannya sendiri.
Sedangkan konsep kewarganegaraan dalam tradisi republikan sipil tidak mempunyai satu tokoh penggagas sentral. Secara historis tradisi ini lebih tua daripada tradisi liberal yaitu pada masa Yunani Kuno dan Romawi hingga Rousseau pada zaman modern. Trldisi ini masih dianggap relevan dengan perpolitikan pada saat ini. Aristoteles dari zaman Yunani menyumbang Pemikiran tentang pelayanan publik, yaitu warga negara tidak menginginkan kekayaan dan kekuasaan untuk dirinya sendiri, bertingkah laku sesuai dengan nilai atau norma sosial dan politik yang berlaku, sebagaimana tercantum dalam konstitusi polis. Dengan cara ini maka warga negara akan menguntungkan baik bagi warga negara sendiri maupun negara.
Cicero dari masa Romawi memberikan sumbangan gagasan tentang kebajikan warga negara, dan Machiavelli (I-159-1517) memberikan ide tentang patriotisme dalam kewarganegaraan. Menurut Cicero, kemampuan manusia untuk berbicara dan berpikir secara rasional harus digunakan untuk tindakan kebajikannya. Jika warga negara menarik diri dari kegiatan publik maka ia mengabaikan kebaikan warga negara lainnya, komunitasnya, dun negaranya. lni berarti ia mengkhianati sifatnya sebagai makhluk sosial. Sedangkan Machiavelli berpendapat virtue yang akan menciptakan, menyelamatkan dan melanggengkan sebuah negara. Yang dimaksud virtue adalah keberanian, kekuKrtan pikiran, rasa tidak kenal takut, keahlian, dun semangat pengabdian pada niasyarakat (civic spirit). Warganegara yang merniliki virtue dapat dihasilkan melalui pendidikan.
Rousseau (1712-1778) memberikan sumbangan pikiran untuk menjawab pertanyaan tentang bagaimana caranya membuat orang bersedia tunduk pada negara tetapi tetap dapat mempertahankan kebebasan kemampuan munusia. Dalam konsep negara-kota Rousseau, warga negara bersama-sama menyusun general will (kehendak bersama) Jika kehendak bersama tersebut dilaksanakan maka akan menguntungkan bagi seluruh komunitas. Setiap orang memberikan bagi komunitasnya dan segala kemampuannya di bawah bimbingan general will, dan setiap individu merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari keseluruhan. General will merupakan konsep kunci untuk melihat kemungkinan dilaksankannya ketaatan warga negara dan kebebasan mereka secara bersamaan, demikian menurut Rousscau. Selanjutnya dikatakan. negara yang terdiri dari warga negara merupakan satu kesatuan yang organis sifatnya. Patriotisme dibutuhkan ketika negara dalam keadaan bahaya. Ada hubungan ketergantungan antara individu (warga negara) dan negara (republik), karena kebebasan individu didapat dalam negara (republik), sedangkan negara (republik) dapat terus ekses dengan dukungan dari warga negaranya.
Oleh sebab itu, tujuan kewarganegaraan dapat disederhanakan ke dalaml dua hal, yaitu pertania, dapat diciptakan dan dipertahankan polity yang adil dan stabil. Kedua, individu dapat meningkatkan kebebasannya. Namun demikian, agar kebebasan dan negara republik bisa dipertahankan maka warga negara harus hidup dalam  ‘a sense of community, friendship, dan peace.' Kewarganegaraan bagi pengikut tradisi republikan merupakan sebuah tim (team work) antar individu dun antara individu dengan neuara, van, merupakan kegiatan dengan semangat dan niat baik bersama. Konstitusi dan aturan hukum mengatur bagatmana warga negara hidup bersama dalam negara.
C. PENYELENGGARAAN YANG BAIK (GOOD GOVERNANCE)
Good governance menjadi kata kunci dan standar penilaian praktik politik yang dianggap baik dan ideal dalam penyelenggaraan pemerintahan dan no n-pemerintahan termasuk kegiatan ekonomi dalam satu dekade terakhir. Dalam perspektif politik, dengan tidak adanya good governance dipandang sebagai sumber ketidakstabilan yang memunculkan konflik­konflik serta kekacauan internal yang terjadi di berbagai negara di dunia. Gerakan-gerakan demokratisasi di dunia saat ini, dipandang bukan jaminan bagi lahirnya sebuah masyarakat dan pemerintahan yang akan lebih baik dan lebih stabil, jika demokratisasi tidak menghasilkan atau tidak disertai dengan praktik-praktik good governance.
Apakah good governance itu? Governance secara umum berarti proses pengambilan keputusan dan proses pefaksanaan keputusan-keputiu•an yang telah diambil. Dengan demikian good governance dapat diartikan sebagai sebuah proses pengambilan keputusan dan cara pelaksanaan keputusan yang dilakukan dengan baik. Dalam konteks politik masa kini, pcngambilan keputusan tersebut telah dilakukan secara demokratis dengan jujur dan adil dan keputusan-keputusan dilaksanakan tanpa hambatan, sehingga hasilnya sesuai dengan rencana atau target yang ingin dicapai. Dengan demikian dilihat dari artinya, maka yang penting dalam good governance adalah bagaimana proses pengarribilan atau pelaksanaan keputusan tersebut berlangsung.
Konsep good governance dapat diterapkan baik pada institusi pemerintah maupun pada lembaga non-pemerintah. Pada lembaga non pemerintah, konsep good governance dapat diterapkan pada korporasi­korporasi atau perusahaan-perusahaan yang bergiat dalam bidartg ekonorni; termasuk organisasi-organisasi masyarakat seperti organisasi atas inisiatif Warga, dan lain-lain. Pada lembaga pemerintah, konsep good governance dapat diterapkan pada tingkat internasional (misalnya pada birokrasi Uni Eropa, atau Perserikatan Bangsa-Bangsa), pada tingkat nasional (misalnya Pada birokrasi di departemen dalam negeri, departemen pertanian, dan seterusnya) pada tingkat pemerintahan daerah (misalnya pada birokrasi di tingkat propinsi, kabupaten dan seterusnya). Namun demikian, pemerintah hanyalah salah satu dari berbagi macam aktor yang berperan dalam melakukan govenance. Oleh sebab itu, pengambilan keputusan dapat dilakukan oleh aktor-aktor yang ada baik di dalarn pemerintahan maupun di luar pemerintahan atau oleh struktur yang formal maupun Informal dalam sebuah sistem.
Dalam analisis sistem politik. konsep good governance dipakai untuk melihat keterlibatan berbagai pihak dalam pembuatan dan pelaksanaan keputusan. Apakah aktor-aktor, baik ltu struktur-struktur (formal ataupun informal) maupun lndividu-individu, telah melaksanakan tugasnya sesuai dengan aturan yang ada, dan hasilnya sesuai dengan yang telah diperhitungkan. Sebagai contoh misalnya, jika undang-undang Anti Monupoli disusun hanya oleh perusahaan yang memegang monopoli dalam bidang telekomunikasi dan informasi dan bukan oIeh Iembaga DPR atau tanpa melibatkan unsur-unsur lain seperti Iembaga konsumen lain seperti lembaga konsumen, kelompok pemerhatian masalah teknologi dan informasi, atau kelompok pemerhati masalah monopoli, dan lain-lain, maka dapat dipastikan bahwa undang-undang yang dihasilkan menjadi pro-perusahaan yang melakukan monopoli tersebut. Dan kemampuan hasilnya, UU Anti monopoli tidak dapat mengontrol praktik monopoli telekomunikasi dan infromasi. Praktik pengambilan keputusan oleh struktur informal yang demikian ini bertentangan dengan prinsip good governance karena mungkin dihasilkan lewat praktik yang krup atau kolusi antara pihak-pihak yang berkepentingan dengan hasil pembuatan undang-undang tersebut.
Ada delapan karaktenstik good governance dalam konteks politik atau dalam penyelenggraan kehidupan politik. Pemerintahan yang, memenuhi persyaratan good governance adalah pemerintahan yang memberhatikan kedelapan ciri dalam penyelenggaraan permerintahan yang baik, yaitu .
1.    Purlisipasi (participation)
2.    Peraturan Hukum ( Rule of Law)
3.    Transparansi ( transparancy)
4.    Tanggap (Respunsiveness)
5.    Berorientasi konsensus ( Concensus oriented)
6.    Berkeadilan dan inklusif (Equity and inclusiceness)
7.    Efektif dan Efisien (Effectivity and efficiency)
8.    Akuntabel (Accountability)
Saat ini kebaikan dan keberhasilan sebuah pemerintahan atau sistem politik akan, dinilai berdasarkan standar 'good governance'. Ini artinya kedelapan ciri tersebut di atas akan diterapkan untuk melihat apakah sebuah pemerintahan telah diselenggarakan dengan baik atau tidak. Di negara-negara di mana ciri-ciri tersebut tidak ditemukan maka pemerintahan yang bersangkutan dikategorikan sebagai tidak melaksanakan good governance. Tidak cuma itu, negara-negara yang hendak mendapatkan bantuan dari lembaga-lembaga internasional termasuk dari Perserikatan Bangsa-Bangsa mensyaratkan dikembangkannya praktek-praktek 'good governance' tersebut dalam negara. Budaya politik yang baik saat ini, harus pula menunjukkan kehadiran kedelapan ciri tersebut dalam perpolitikan dan penyelenggaraan pemerintahannya.
Good governance dalam masyarakat sipil juga harus dapat dilaksanakan. Tuntutan untuk mempraktikkan good governance dalam masyarakat kewargaan atau civil society sama besarnya dengan tuntutan terhadap institusi pemerintahan atau pada struktur formal. Organisasi atau kelompok kemasyarakatan misalnya organisasi nrahasiswa, organisasi non-pernerintah, organisasi pemuda mesjid atau gereja, organisasi perempuan, organisasi masyarakat adat, dan sebagainya diharapkan memainkan pula peran mereka sesuai dengan aturan main yang merefleksikan kedelapan ciri good governance tersebut di atas. Sebagai contoh misalnya, organisasi Nadhatul Ulama (NU) harus pula memungkinkan terjadinya partisipasi dari para pengikutnya dalam memilih ketua, menaati peraturan yang berlaku dan mempunyai peraturan hukum yang berlaku, serta menerapkan prinsip transparansi baik dalam urusan keuangan organisasi fnaupun dalam penggunaannya. Para pimpinan NU harus tanggap atas berbagai persoalan yang terjadi dalam partai atau di dalam masyarakat; melibatkan sebanyak mungkin anggota, bersifat terbuka untuk semua kelompok yang berkepentingan. Selain itu organisai ini juga harus bersifat efektif dan efisien serta hartrs akuntabel.
lsu penyelenggaraan yang baik atau good governance juga ntenjadi Perhatian penting dalam kegiatan ekonomi. Dan kttususnya pada sektor ekonorni, penyelenggaraan kegiatan yang bersih, transparan, dan bertanggung Jawab serta akuntabel sangat dihargai. Bahkan dapat dikatakan dari kegiatan ekonomi inilah pertama-tama isu penyelenggaraan yang baik bermula sebab penyelenggaraan kegiatan ekonomi yang tidak baik dapat membawa kerugian yang besar. pcnyelenggaraan yang tidak baik dapat disebabkan oleh berbagai sebab di antaranya adalah penempatan orang yang tidak kapabel dan plaktik korupsi. Khususnya mengenai praktik korupsi banyak disoroti di negara­-negara yang sedang berkembang. Dalam salah satu laporan Bank Uunia di akhir tahun 1990-an dikatakan bahwa kurang Iebih 30 persen bantuan ekonorni yang diberikan kepada Indonesia di masa Orde Baru menguap dan tidak jelas penggunaannya; di antara sejurnlah penggunaannya adalah untuk membayar para pejabat baik di tingkat nasional ataupun daerah untuk melicinkan kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan. Tuntutan good governance diharapkan dapat menghapuskaut atau mengurangi praktik penyelenggaraan ekonomi yang merugikan seperti itu. Kini sudah umum badan-badan internasional mensyaratkan dilaksanakannya good governance dalam berbagai bantuan yang ntereka berikan untuk negara-negara berkembang.

LATIHAN
Untuk mernperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah iatihan berikut!
1)    Jelaskan dan diskusikan pengaruh perubahan yang terjadi dalam perpolitikan di dunia terhadap gagasan kewarf;anegaraan. Apa saja yang terjadi dalam politik di dunia dan dampaknya!
2)    Jelaskan rnengapa konsep kewarganegaraan yang dikembangkan oleh T. 11. Marshall dipandang lebih luas daripada konsep-konsep kewarganegaraan yang pernah ada sebelumnya.
3)    Jelaskan perbedaan antara tradisl kewarganegaraan liberal (Jan tradisi republikan dilihat Jai i hak-hak dan kewajiban warga negara terhadap negara dan antar warga negara?
4)    Jelaskan arti good governance. Ap yang dianggap penting dalam konsep tersebut dan di mana konsep tersebut relevan untuk diterapkan?
5)    Apa konsekuensinya jika pada urganlsasl-urganisasi kemasyarakatan dikenai tuntutan untuk melaksanakan praktik good governance? Kaitkan dengan ciri-ciri good governance!

No comments:

Post a Comment

buku bimbingan

                                                                                                                                            ...

082126189815

Name

Email *

Message *