KEWARGANEGARAAN
DAN PENYELENGGARAAN
PEMERINTAHAN YANG BAIK
Berbagai peristiwa balk di ungkat nasional
maupun internasional dalam dua
dekade terakhir ini mernbawa perubahan yang cukup besar dalam politik.
Gelombang dernokratisasi yang rnelanda dunia setelah runtuhnya Uni Soviet dan
hancurnya ideologi komunikasi memunculkan kesadaran
baru akan pentingnya berbagai unsur dalam negara untuk saling bekerja sama membangun kembali
tatanan kehidupan bersama yang lebih baik. Meningkatnya pluralisme budaya dan pengelompokan-pengelompokan
baru dalam
masyarakat serta munculnya berbagai gerakan sub-nasional mendesak akan tuntutan pengakuan identitas dan keberadaan kelompok-kelompok, khususnya kelompok minuritas yang terpinggirkan, terabaikan, atau mendapat
pelakuan represi; dan
diberikannya penghormatan atas hak-hak dan kewajiban-kewajiban warga negara dan Negara. Selain itu, mendesak pula
untuk diperhatikan oleh setiap institusi di
dalam masyarakat dan negara untuk menyelenggarakan
kegiatan masing-masing, secara terbuka, bersih, bertanggung jawab. akuntabel, serta hasilnya sesuai dengan yang direncanakan dan sesuai pula dengan kaidah-kaidah
proses demokrasi yang
dapat diterima.
A. KEWARGANEGARAAN
Beberapa perubahan politik yang terjadi dalam kurun waktu 10 takun
terakhir ini, meningkatkan perhatian pada persoalan kewarganegaraan. Pertama, fenomena perubahan dalam
politik internasional yang berdampak pada negara nasionnl, di antaranya runtuhnya kontrol
kornunis di Eropa Timur,
pembentukan kembali
Batas-bates wilayah
nasional di sejumlah negara yang mengalami perpecahan misalnya Uni Soviet dan Yugoslavia. Kedua,
meningkatnya dominasi ideologi
kanan baru sehingga menimbulkan ancaman terhadap hak-hak social warga negara (khususnva yang
tergolong miskin dan tidak beruntung) dan bentuk negara kesejahteraan Ketiga, peningkatan migrasi antarnegara dan para pengungsi yang mencari perlindungan di negara-negara yang aman, meningkatnya kemajemukan etnis masyarakat dan tuntutan yang
dilontarkan oleh kelompok masyarakat adat dan suku-suku asli. Fenomena-fenomena
tersebut memunculkan pertanyaanpertanyaan mengenai hak` 'dan kewajiban warga
negara dan juga negara nasional untuk melindungi, warga negara dalam
batas-batas wilayah negara dari orang-orang dengan latar belakang ras, etnis
dan agama yang berbeda atau dari pihak-pihak asing lainnya seperti
lembaga-lembaga atau badanbadan internasional.
Definisi
kewarganegaraan:
Kesulitan mendefinisikan konsep
kewarganegaraan menyebabkan sering digunakannya definisi yang dibuat oleh T.H.
Marshall, seorang ilmuwan yang mengangkat masalah kewarganegaraan setelah
Perang Dunia II. Menurut Marshall kewarganegaraan adalah
status
yang
diperoleh mereka yang merupakan anggota penuh sebuah komunitas. Semua
yang memiliki status tersebut memiliki hak dan ketvajiban yang sama yang
melekat pada status yang diperolehnya tersebut.
Definisi Marshall di atas menjadi
acuan utama setiap kali membicarakan kewarganegaraan. Sebagaimana pengertian
umum tentang kewarganegaraan konsep ini pertama-tama bermakna status atau
keanggotaan seseorang dalam sebuah kornunitas. Definisi Marshall tampaknya
berisi lebih dari sekedar status seseorang dalam kornunitas politik. Selain
status konsep kewarganegaraan tersebut juga mempunyai makna persumaun di
antara sesama warga komunitas politik. Dan persamaan tersebut diwujudkan dalam hak-hak
dan
kewajiban-kewajiban yang
melekat pada seseorang karena ia mertipakan anggota komunitas tersebut. Ada dua
dirnensi yang terkandung dalam definisi Marshall tersebut. Pertama,
seperangkat aturan hukum yang mengatur hubungan antara individu,
serta hak dan kewajiban negara maupun warga negara. Kedua, seperangkat hubungan
sosial di antara individu dan negara, dan antar individu.
Definisi terbaru tentang kewarganegaraan
memperlihatkan adanya cakupan
yang lebih luas daripada yang dikemukakan dalam konsepnya Marshall. Olof
Petersson, misalnya mengartikan kewarganegaraan sebagai "kesempatan yang sama
untuk berpartisipasi dalam
pengaturan masyarakat. " Thomas lanowski memberikan
pengertian yang lain lagi, mentrutnya kewarganegaraan adalah "keanggotaan pasif Dan aktif dalam sebuah negara nasional dengan hak-hak universal dan tingkat persamaan tertentu ". Menurut Jonathan Fricdman
kewarganegaraan sebagai
"keanggotaan
dalam
wilayah tertentu atau dalam masyarakat yang diatur oleh sebuah
pemerintahan”
Ketiga definisi kewarganegaraan ini memperlihatkan adanya tafsir
baru dan pemaknaan yang Iebih
merefleksikan
gagasan demokrasi dalam konsep kewarganegaraan. Hal ini tampak misalnya dengan
dimasukkannya konsep,
partisipasi, keanggotaan aktif, hak-hak universal dan pengaturan oleh negara. Sehingga
secara umum dapat dicatat adanya beberapa elemen yang sama di antara sell-la
definisi yang dikemukakan di atas, yaitu partisipasi, persamaan hak dan
kewajiban warga dalam pernerintahan dan masyarakat.
Dengan demikian jika kita berbicara
menKenai kewarganegaraan maka kita berbicara mengenai beberapa isu umum kewarganegaraan. Yang paling
utama di antaranya adalah mengenai isu keanggotaan dalam sebuah komunitas; hubungan di antara individu dan
negara, dan hubungan di antara warga dalam komunitas, hubungan tersebut sangat
ditentukan oleh link dan kewajiban
yang mengikutinya; status pada
hak-hak melekat atau praktek yang terkait dengan
kebajikan warga dalam masyarakat (civic vii-rue) dan partisipasi dalam
komunitas politik.
B.
TRADISI KEWARGANEGARAAN
Ada dua tradisi utanla dalam
kewarganegaraan, pertama,
tradisi liberal atau tradisi Marshall. Kedua, tradisi republikan sipil
atau juga sering disebut sebagai komunitarian. Secara sederhana perbedaan di antara kedua tradisi
tersebut sering dilihat pada
perbedaan penekanan atas hak dan kewajiban
Tradisi liberal diwakili oleh
pemikiran kewarganegaraan T.H. MarShall yang menekankan pada hak-hak individu. Sedangkan
tradisi republika sipil lebih menekankan kewajiban-kwajiban sebagai bagian dari
kehidupan bermasyarakat. Perbedaan pada
kedua tradisi tersebut jauh lebih luas daripada soal penekanan hak dan kewajiban.
T.H. Marshall merumuskan konsep kewarganegaraan yang bersumber pada tradisi liberal. OIeh karena itu, aliran kewarganegaraan disebut juga sebagai kewarganegaraan
Marshallian. Gagasan kewarganegaraan yang dikembangkan oleh T.H. Marshall, bermula dari
ide Aired Marshall untuk memperbaiki kondisi kelas
pekerja lewat perbaikan ekonomi dan peningkatan pendidikan. T.H. Marshall
mengembangkan ide tersebut dengan menyatakan bahwa kondisi perbaikan ekonomi
mungkin dicapai jika mereka diterima sebagai anggota penuh
di dalam masyarakat, ini artinya mereka diterima sebagai warga negara. Menurut
Marshall ketidakadilan secara ekonomi tidak dapat dihapuskan tetapi kondisi
ketidaksamaan kelas sosial akan lebih dapat diterima jika persamaan
kewarganegaraan diakui. Bagi Marshall perubahan ekonomi akan menghapuskan
perbedaan kelas, dan secara bertahap akan menghasilkan masyarakat yang lebih
terintegrasi serta lebih
egalitarian di mana setiap warga memperoleh persamaan penuh. Aspirasi
ini dapat dicapai dengan cara memasukkan hak-hak sosial ke dalam status
kewarganegaraan. Marshall kemudian mengembangkan analisis konsepsi
kewarganegaraan tripartite yang terdiri atas hak-hak sipil, hak-hak
ekonomi dan hak-hak sosial.
Bagaimana hubungan antara warga negara
dan negara berdasarkan hakhak dan kewajiban dalam tradisi liberal ini? Sebagai
aliran yang menekankan hak-hak, maka warga negara liberal diharapkan mempunyai
kewajiban yang terbatas terhadap negara, dan individu warga negara tidak
berkewajiban untuk berpartisipasi di arena publik jika ia tidak menghendakinya,
serta warga negara tidak mempunyai kewajiban terhadap warga negara lainnya.
Kewajiban utama yang harus dijalankan oleh warga negara adalah membayar pajak,
sebagai imbalan untuk proteksi yang diterimanya dari negara. Di pihak lain
kekuasaan negara terbatas; terbatas dalam fungsi pertahanan keamanan atau
melindungi warga negara, serta tidak campur tangan dalam kegiatan warga
negaranya. Warga negara harus diberi kebebasan seluas-luasnya, untuk melakukan
kegiatan mengejar kebahagiaannya sendiri.
Sedangkan konsep kewarganegaraan dalam
tradisi republikan sipil tidak mempunyai satu tokoh penggagas sentral. Secara
historis tradisi ini lebih tua daripada tradisi liberal yaitu pada masa Yunani
Kuno dan Romawi hingga Rousseau pada zaman modern. Trldisi ini masih dianggap
relevan dengan perpolitikan pada saat ini. Aristoteles dari zaman Yunani
menyumbang Pemikiran tentang pelayanan publik, yaitu warga negara tidak
menginginkan kekayaan dan kekuasaan untuk dirinya sendiri, bertingkah laku
sesuai dengan nilai atau norma sosial dan politik yang berlaku, sebagaimana
tercantum dalam konstitusi polis. Dengan cara ini maka warga negara akan
menguntungkan baik bagi warga negara sendiri maupun negara.
Cicero dari masa Romawi memberikan sumbangan gagasan tentang
kebajikan warga negara, dan Machiavelli
(I-159-1517) memberikan ide tentang patriotisme dalam kewarganegaraan. Menurut
Cicero, kemampuan manusia untuk berbicara dan
berpikir secara rasional harus digunakan untuk tindakan kebajikannya. Jika warga negara menarik diri dari kegiatan publik maka ia
mengabaikan kebaikan warga negara lainnya, komunitasnya, dun negaranya. lni berarti ia mengkhianati sifatnya sebagai
makhluk sosial. Sedangkan Machiavelli berpendapat virtue yang akan menciptakan,
menyelamatkan
dan melanggengkan
sebuah negara. Yang
dimaksud virtue adalah keberanian,
kekuKrtan pikiran, rasa tidak kenal takut, keahlian, dun semangat pengabdian
pada niasyarakat (civic spirit). Warganegara yang merniliki virtue dapat
dihasilkan melalui
pendidikan.
Rousseau (1712-1778) memberikan sumbangan pikiran untuk menjawab pertanyaan tentang
bagaimana caranya membuat orang bersedia tunduk pada negara tetapi tetap dapat mempertahankan kebebasan kemampuan munusia. Dalam konsep
negara-kota Rousseau, warga negara bersama-sama
menyusun
general
will (kehendak bersama) Jika kehendak bersama tersebut dilaksanakan maka akan menguntungkan bagi seluruh komunitas. Setiap orang memberikan bagi komunitasnya dan segala
kemampuannya di bawah bimbingan general will, dan setiap individu merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari keseluruhan. General will merupakan konsep kunci untuk
melihat kemungkinan dilaksankannya ketaatan warga negara dan
kebebasan mereka secara
bersamaan, demikian menurut Rousscau. Selanjutnya dikatakan. negara yang terdiri dari warga negara merupakan satu kesatuan yang organis sifatnya. Patriotisme dibutuhkan ketika negara dalam keadaan bahaya. Ada hubungan ketergantungan
antara individu (warga negara)
dan negara (republik),
karena kebebasan individu didapat dalam negara
(republik), sedangkan
negara (republik) dapat terus ekses dengan dukungan dari warga negaranya.
Oleh sebab itu, tujuan kewarganegaraan dapat disederhanakan ke dalaml dua hal, yaitu pertania,
dapat diciptakan dan dipertahankan polity yang adil dan stabil. Kedua, individu dapat meningkatkan kebebasannya. Namun demikian, agar kebebasan dan negara republik bisa
dipertahankan maka warga
negara harus hidup dalam ‘a sense of community, friendship, dan peace.' Kewarganegaraan bagi
pengikut tradisi republikan
merupakan sebuah tim (team work) antar individu dun antara
individu dengan neuara, van, merupakan kegiatan dengan semangat dan niat baik bersama. Konstitusi dan aturan hukum mengatur
bagatmana warga negara hidup bersama dalam negara.
C. PENYELENGGARAAN
YANG BAIK (GOOD GOVERNANCE)
Good governance menjadi kata kunci dan standar
penilaian praktik politik yang dianggap baik dan ideal dalam penyelenggaraan
pemerintahan dan
no n-pemerintahan termasuk kegiatan ekonomi dalam satu dekade terakhir. Dalam
perspektif politik, dengan tidak adanya good governance dipandang
sebagai sumber ketidakstabilan yang memunculkan konflikkonflik serta kekacauan
internal yang terjadi di berbagai negara di dunia. Gerakan-gerakan
demokratisasi di dunia saat ini, dipandang bukan jaminan bagi lahirnya sebuah
masyarakat dan pemerintahan yang akan lebih baik dan lebih stabil, jika
demokratisasi tidak menghasilkan atau tidak disertai dengan praktik-praktik good
governance.
Apakah good governance itu? Governance
secara umum berarti proses pengambilan keputusan dan proses pefaksanaan
keputusan-keputiu•an yang telah diambil. Dengan demikian good governance
dapat diartikan sebagai sebuah proses pengambilan keputusan dan cara
pelaksanaan keputusan yang dilakukan dengan baik. Dalam konteks politik masa
kini, pcngambilan keputusan tersebut telah dilakukan secara demokratis dengan
jujur dan adil dan keputusan-keputusan dilaksanakan tanpa hambatan, sehingga
hasilnya sesuai dengan rencana atau target yang ingin dicapai. Dengan demikian
dilihat dari artinya, maka yang penting dalam good governance adalah
bagaimana proses pengarribilan atau pelaksanaan keputusan tersebut berlangsung.
Konsep good governance dapat diterapkan baik pada
institusi pemerintah maupun pada lembaga non-pemerintah. Pada lembaga non
pemerintah, konsep good governance dapat diterapkan pada korporasikorporasi
atau perusahaan-perusahaan yang bergiat dalam bidartg ekonorni; termasuk
organisasi-organisasi masyarakat seperti organisasi atas inisiatif Warga, dan
lain-lain. Pada lembaga pemerintah, konsep good governance dapat
diterapkan pada tingkat internasional (misalnya
pada birokrasi Uni Eropa,
atau Perserikatan Bangsa-Bangsa), pada tingkat nasional (misalnya Pada
birokrasi di departemen dalam negeri, departemen pertanian, dan seterusnya) pada tingkat pemerintahan
daerah (misalnya pada birokrasi di tingkat propinsi, kabupaten dan seterusnya).
Namun demikian, pemerintah hanyalah
salah satu dari berbagi
macam
aktor yang
berperan dalam melakukan govenance. Oleh sebab itu, pengambilan keputusan dapat
dilakukan oleh aktor-aktor
yang ada baik di dalarn pemerintahan maupun di luar pemerintahan atau oleh struktur yang formal maupun Informal dalam sebuah sistem.
Dalam analisis sistem politik. konsep good governance dipakai untuk
melihat keterlibatan berbagai
pihak dalam pembuatan dan pelaksanaan keputusan. Apakah aktor-aktor, baik ltu struktur-struktur (formal ataupun informal) maupun lndividu-individu, telah melaksanakan tugasnya sesuai dengan aturan yang ada, dan hasilnya sesuai dengan yang telah diperhitungkan. Sebagai contoh misalnya, jika undang-undang Anti Monupoli disusun hanya oleh perusahaan yang memegang monopoli
dalam bidang
telekomunikasi
dan informasi dan bukan oIeh Iembaga DPR atau tanpa melibatkan unsur-unsur lain seperti Iembaga konsumen lain seperti
lembaga konsumen, kelompok pemerhatian masalah teknologi dan informasi, atau kelompok pemerhati masalah monopoli, dan lain-lain, maka dapat dipastikan bahwa
undang-undang yang dihasilkan menjadi pro-perusahaan yang melakukan monopoli
tersebut. Dan kemampuan hasilnya, UU Anti monopoli tidak dapat mengontrol
praktik monopoli telekomunikasi dan infromasi. Praktik pengambilan keputusan
oleh struktur informal yang demikian ini bertentangan dengan prinsip good governance karena mungkin
dihasilkan lewat praktik yang krup atau kolusi antara pihak-pihak yang
berkepentingan dengan hasil pembuatan undang-undang tersebut.
Ada delapan karaktenstik good governance dalam konteks politik atau dalam penyelenggraan kehidupan politik. Pemerintahan yang, memenuhi persyaratan good governance adalah pemerintahan yang memberhatikan kedelapan ciri dalam penyelenggaraan permerintahan yang baik, yaitu .
1. Purlisipasi (participation)
2. Peraturan Hukum ( Rule of Law)
3. Transparansi ( transparancy)
4.
Tanggap (Respunsiveness)
5.
Berorientasi
konsensus ( Concensus
oriented)
6.
Berkeadilan dan inklusif (Equity and
inclusiceness)
7.
Efektif dan Efisien (Effectivity
and efficiency)
8.
Akuntabel (Accountability)
Saat ini kebaikan dan keberhasilan
sebuah pemerintahan atau sistem politik akan, dinilai berdasarkan standar 'good
governance'. Ini artinya kedelapan ciri tersebut di atas akan diterapkan
untuk melihat apakah sebuah pemerintahan telah diselenggarakan dengan baik atau
tidak. Di negara-negara di mana ciri-ciri tersebut tidak ditemukan maka
pemerintahan yang bersangkutan dikategorikan sebagai tidak melaksanakan good
governance. Tidak cuma itu, negara-negara yang hendak mendapatkan bantuan
dari lembaga-lembaga internasional termasuk dari Perserikatan Bangsa-Bangsa
mensyaratkan dikembangkannya praktek-praktek 'good governance' tersebut
dalam negara. Budaya politik yang baik saat ini,
harus pula menunjukkan kehadiran kedelapan ciri tersebut dalam perpolitikan dan
penyelenggaraan pemerintahannya.
Good governance dalam masyarakat sipil juga
harus dapat dilaksanakan. Tuntutan untuk mempraktikkan good governance dalam
masyarakat kewargaan atau civil society sama besarnya dengan tuntutan
terhadap institusi pemerintahan atau pada struktur formal. Organisasi atau
kelompok kemasyarakatan misalnya organisasi nrahasiswa, organisasi
non-pernerintah, organisasi pemuda mesjid atau gereja, organisasi perempuan,
organisasi masyarakat adat, dan sebagainya diharapkan memainkan pula peran
mereka sesuai dengan aturan main yang merefleksikan
kedelapan ciri good governance tersebut di atas. Sebagai contoh
misalnya, organisasi Nadhatul Ulama (NU) harus pula memungkinkan terjadinya
partisipasi dari para pengikutnya dalam memilih ketua, menaati peraturan yang
berlaku dan mempunyai peraturan hukum yang berlaku, serta menerapkan prinsip
transparansi baik dalam urusan keuangan organisasi fnaupun dalam penggunaannya.
Para pimpinan NU harus tanggap atas berbagai persoalan yang terjadi dalam partai
atau di dalam masyarakat; melibatkan sebanyak mungkin anggota, bersifat terbuka
untuk semua kelompok yang berkepentingan. Selain itu organisai ini juga harus
bersifat efektif dan efisien serta hartrs akuntabel.
lsu penyelenggaraan yang baik atau good
governance juga ntenjadi Perhatian penting dalam kegiatan ekonomi. Dan
kttususnya pada sektor ekonorni, penyelenggaraan kegiatan yang bersih,
transparan, dan bertanggung Jawab serta akuntabel sangat dihargai. Bahkan dapat
dikatakan dari kegiatan ekonomi inilah pertama-tama isu penyelenggaraan yang
baik bermula sebab penyelenggaraan kegiatan ekonomi yang tidak baik dapat
membawa kerugian yang besar. pcnyelenggaraan yang tidak baik dapat disebabkan
oleh berbagai sebab
di antaranya adalah penempatan orang yang tidak kapabel dan plaktik korupsi.
Khususnya mengenai
praktik korupsi banyak disoroti di negara-negara yang sedang
berkembang. Dalam salah satu laporan Bank Uunia di akhir tahun 1990-an
dikatakan bahwa kurang Iebih
30 persen bantuan ekonorni yang diberikan kepada Indonesia di masa Orde Baru menguap dan tidak jelas
penggunaannya; di antara sejurnlah penggunaannya adalah untuk membayar para
pejabat baik di tingkat nasional ataupun daerah untuk melicinkan kegiatan-kegiatan
yang akan dilakukan. Tuntutan good governance diharapkan dapat
menghapuskaut atau mengurangi praktik penyelenggaraan ekonomi yang merugikan
seperti itu. Kini sudah umum
badan-badan
internasional mensyaratkan dilaksanakannya good governance dalam berbagai
bantuan yang ntereka berikan untuk negara-negara berkembang.
LATIHAN
Untuk
mernperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah iatihan
berikut!
1)
Jelaskan
dan diskusikan pengaruh perubahan yang terjadi dalam perpolitikan di dunia terhadap
gagasan kewarf;anegaraan. Apa saja yang terjadi dalam politik di dunia dan
dampaknya!
2)
Jelaskan
rnengapa konsep kewarganegaraan yang dikembangkan oleh T. 11. Marshall
dipandang lebih luas daripada konsep-konsep kewarganegaraan yang pernah ada
sebelumnya.
3)
Jelaskan
perbedaan antara tradisl kewarganegaraan liberal (Jan tradisi republikan
dilihat Jai i hak-hak dan kewajiban warga negara terhadap negara dan antar
warga negara?
4)
Jelaskan
arti good governance. Ap yang dianggap penting dalam konsep tersebut dan
di mana konsep tersebut relevan untuk diterapkan?
5)
Apa
konsekuensinya jika pada urganlsasl-urganisasi kemasyarakatan dikenai tuntutan
untuk melaksanakan praktik good governance? Kaitkan dengan ciri-ciri good
governance!
No comments:
Post a Comment