Thursday, October 16, 2014

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT (JAMKESMAS) DI KABUPATEN BONE



 
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG
          Latar belakang makalah ini didasarkan pada adanya berbagai permasalahan dalam implementasi kebijakan. Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) yang diselenggarakan oleh Pemerintah terutama masih adanya kesenjangan dalam hal kepesertaan dan akses serta mekanisme pelayanan kepada penduduk miskin yang menjadi target kebijakan tersebut. Demikian halnya, masalah klaim pendanaan dengan mutu pelayanan yang cenderungkurang sesuai. Hasil menunjukkan bahwa kebijakan Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) di Kabupaten Bone belum optimal, terutama dalam hal kepesertaan, akses, mekanisme pelayanan, pendanaan dan mutu pelayanan. Dalam hal kepesertaan, masih terjadi kesenjangan jumlah KK peserta Jamkesmas dari kalangan warga miskin di setiap kecamatan, database yang overlapping di puskesmas-puskesmas, rumah sakit, Dinas Kesehatan dan pemerintah setempat. Dalam hal akses pelayanan kesehatan kepada peserta Jamkesmas baik secara kuantitas maupun kualitas pada wilayah 38 puskesmas dan 27 kecamatan di Kabupaten Bone belum sesuai target dalam pedoman pelaksanaan Jamkesmas. Dalam hal mekanisme pelayanan, belum sepenuhnya didasarkan pada aspek keterjangkauan dan pertimbangan biaya serta proporsionalitas bahkan masih menimbulkan konflik kepentingan dan kesenjangan, overbirokratis yang terkadang menghambat peserta Jamkesmas. Sosialisasi dan pembinaan masih relatif kurang. Dalam hal pendanaan,

1
masih terjadi kelambatan penyaluran dana yang menghambat pihak puskesmas maupun rumah sakit memberikan pelayanan serta masih adanya kekurangsesuaian antara klaim INA-DRG dengan realitas pelayanan yang diberikan. Pelaksanaan kebijakan Jamkesmas di Kabupaten Bone dipengaruhi oleh empat faktor yaitu komunikasi, sumber daya, disposisi dan struktur birokrasi.

1.2. RUMUSAN MASALAH
         Dari kebijakan tersebut penulis mendapatkan permasalahan sebagai berikut :
1.    JAMKESMAS dalam segi kepesertaan masyarakat.
2.    Akses masyarakat dalam mendapatkan JAMKESMAS
3.    Mekanisme pelayanan dalam JAMKESMAS
4.    Masalah dalam hal pendanaan JAMKESMAS










2
BAB II
PEMBAHASAN
Dari rumusan permasalahan, maka penulis akan menjelaskan sebagai berikut :
2.1 KEPESERTAAN
         Di Kabupaten Bone, dari 688.080 jiwa penduduk (atau 146.354 KK), terdapat 119.963 jiwa penduduk menjadi peserta Jamkesmas. Dengan kata lain, 17,4% penduduk menjadi peserta Jamkesmas. Sejumlah penduduk yang tersebar pada 27 kecamatan dan 369 desa/kelurahan, sekitar 119.963 orang (atau 17,4% dari total jumlah penduduk) terdaftar sebagaipeserta Jamkesmas, atau dengan kata lain, menjadi peserta program Jamkesmas. Jumlah peserta Jamkesmas bervariasi pada dua puluh tujuh kecamatan dan 369 desa/kelurahan yang ada di Kabupaten Bone. Variasi tersebut mengindikasikan suatu fenomenakepesertaan penduduk (dalam jumlah jiwa dan KK) terhadap Jamkesmas. Variasi jumlah peserta Jamkesmas tersebut terutama disebabkan oleh perbedaan jumlah penduduk di masingmasing kecamatan. Dari 27 kecamatan yang ada di Kabupaten Bone, terdapat 19 kecamatan yangmempunyai jumlah peserta Jamkesmas rata-rata di atas seribu rumah tangga atau keluarga, sedangkan 8 kecamatan lainnya (yakni Kecamatan Tonra, Bengo, Lappariaja, Lamuru, Tellu Limpoe, Ajangale dan Dua Boccoe) rata-rata kurang dari seribu rumah tangga atau keluarga.
    


3
        Jumlah penduduk baik jiwa maupun KK yang menjadi peserta Jamkesmas bervariasi di setiap kecamatan. Jumlah penduduk (baik jiwa maupun KK) sebagai peserta Jamkesmas terbanyak terdapat di Kecamatan Bonto Cani, Tellu Siattenge dan Awangpone. Sedangkan jumlah terendah terdapat di Kecamatan Tonra, Bengo, Mare, Tellu Boccoe, dan Dua Boccoe. Fenomena yang menarik dicermati bahwa, rata-rata persentase jumlah KK (dari total jumlah penduduk) lebih besar dari persentase jumlah jiwa penduduk sebagai peserta Jamkesmas, kecuali di Kecamatan Tellu Siattenge yang mempunyai persentase jumlah jiwa penduduk peserta Jamkesmas lebih besar dari persentase jumlah KK peserta Jamkesmas. Kenyataan tersebut mengindikasikan bahwa, KK lebih dominan menjadi target dalam penetapan kepersertaan Jemkesmas di Kabupaten Bone. Dengan demikian, hampir seluruh anggota keluarga dalam satu rumah tangga (KK) memiliki status dalam kepesertaan Jamkesmas. Hal ini juga berarti bahwa, setiap satu kartu Jamkesmas yang dimiliki oleh satu rumah tangga atau keluarga, dapat dipergunakan oleh anggota keluarganya seperti anak, suami, isteri bahkan cucu dan menantu.
          Permasalahan yang terjadi adalah belum optimalnya partisipasi penduduk dalam penggunaan fasilitas pelayanan Jamkesmas tersebut. Dari 688.080 jiwa atau 146.354 KK penduduk yang tersebar pada 27 kecamatan dan 396 desa/ kelurahan, rata-rata hanya 18,1% jiwa atau 21,8% KK penduduk yang terdaftar sebagai peserta Jamkesmas. Hal tersebut berarti bahwa, masih banyak penduduk atau KK yang belum terdaftar sebagai peserta Jamkesmas tersebut.
       
4
          Ditinjau dari segi jumlah penduduk, ada sejumlah kecamatan yang memiliki jumlah penduduk peserta Jamkesmas kurang dari 10% dari total jumlah penduduknya. Dari 27kecamatan, hanya beberapa kecamatan yang memiliki jumlah peserta Jamkesmas di atas 30% dari total jumlah penduduknya.
          Peserta Jamkesmas terbanyak pada jumlah persentase 11 – 15% dari total jumlah penduduk, kemudian peserta Jamkesmas dengan jumlah persentase 16 – 20% dan 21 - 25% dari total jumlah penduduk. Sebaliknya, peserta Jamkesmas dengan jumlah persentase 0 –10% (dari total jumlah penduduk) lebih kecil jumlahnya. Demikian halnya peserta Jamkesmas dengan jumlah persentase 26 – >45% (dari total jumlah penduduk) paling kecil jumlahnya. Realitas tersebut dengan jelas mengindikasikan belum adanya standar yang baku mengenai plafond jumlah persentase peserta Jamkesmas untuk masing-masing kecamatan atau desa/ kelurahan di Kabupaten Bone. Hal ini akan berimplikasi pada kurang akuratnya pelaksanaan pendaftaran peserta Jamkesmas menurut syarat-syarat yang sudah ditetapkan.
        Persentase jumlah KK miskin yang menjadi peserta Jamkesmas berdasarkan jumlah penduduk berbeda-beda atau bervariasi di setiap kecamatan. Persentase paling tinggi terdapat di Kecamatan Cina, Sibulue dan Salomekko yakni secara berturut-turut 97,8%, 87,1% dan 72,7%. Sedangkan persentase paling rendah terdapat di Kecamatan Tonra, Bengo dan Dua Boccoe yakni secara berturut-turut 6,5%, 6,9% dan 12,4%. Secara keseluruhan dari uraian tersebut mengindikasikan bahwa, dari dua puluh tujuh
kecamatan di Kabupaten Bone, 25 (atau 93%) kecamatan mempunyai jumlah KK

5
peserta Jamkesmas tergolong tidak atau kurang optimal, kecuali 2 (atau 17%) kecamatan mempunyai jumlah KK peserta Jamkesmas tergolong optimal. Oleh karena itu, secara umum dapat disimpulkan bahwa kepesertaan KK penduduk miskin dalam Jamkesmas kurang optimal.
2.2 AKSES
          Dari 75.367 KK penduduk miskin pada 36 wilayah Puskesmas pada 27 kecamatan di Kabupaten Bone, sebanyak 29.988 KK (atau rata-rata 43,5%) yang telah mengakses pelayanan Jamkesmas, sedangkan 45.379 (atau rata-rata 56,5%) KK belum mengakses mengakses pelayanan Jamkesmas. Kesenjangan yang terjadi pada beberapa kecamatan (yakni Bontocani, Kahu, Kajuara, Patimpeng, Libureng, Ponre, Palakka, Tellu Siattange, Cenrana,Tanete Riattang Barat dan Tanete Riattang) tersebut, walaupun tidak sebesar yang dikemukakan sebelumnya, namun persentase jumlah KK penduduk miskin yang tidak ataubelum mengakses pelayanan Jamkesmas masih cukup besar dan perlu upaya meminimalisirnya.
         Dari 36 unit Puskesmas yang ada di Kabupaten Bone, telah memberikan pelayanan Jamkesmas kepada penduduk miskin di masing-masing wilayahnya. Namun secara kuantitas, dari dari 27 kecamatan yang ada, 5 (atau 18,5%) kecamatan dikategorikan optimal dalam memberikan akses pelayanan, 12 (atau 44,4%) kecamatan yang dikategorikan kurang optimal dan 10 (atau 37,1%) kecamatan yang dikategorikan tidak optimal. Secara kuantitas (pendaftaraan – pendataan), pelaksanaan Jamkesmas di Kabupaten Bone belum optimal memberikan akses kepada sejumlah KK penduduk

6
miskin yang tersebar pada 27 kecamatan dan wilayah 36 puskesmas. Sedangkan masalah dalam aspek kualitas terutama menyangkut adanya berbagai keluhan peserta Jamkesmas yang ternyata masih mengalami kesulitan dalam penggunaan kartu Jamkesmasnya.
        Antara peserta (pemegang kartu) Jamkesmas dengan Puskesmas terdekat di
wilayahnya, memiliki hubungan dan akses pelayanan. Fenomena yang terjadi di pihak peserta Jamkesmas bahwa, kartu Jamkesmas yang dimiliki dipergunakan juga oleh anggota keluarga seperti anak, menantu, bahkan cucu. Permasalahan yang terjadi di pihak Puskesmas bahwa, karakteristik pelayanan yang diberikan kepada peserta Jamkesmas masih lebih dominan dicirikan oleh pelayanan antrian dan lambat, pasien pemegang kartu Jamkesmas dibiarkan lama menunggu dan sering kecewa/ kurang puas, pasien pemegang kartu Jamkesmas tidak selalu dilayani, kadang ditolak tanpa alasan yang jelas, pasien pemegang kartu Jamkesmas masih sering dibebani pungutan biaya administrasi dan biaya obat, petugas kesehatan kurang menunjukkan empati dan kurang responsif serta motivasi pelayanan masih kurang.
         Permasalahannya bahwa, penyelenggaraan Jamkesmas di Kabupaten Bone, belum sepenuhnya memberikan akses yang bermutu kepada 29.988 KK (atau 43,5% dari 75.367 KK penduduk miskin di Kabupaten Bone) penduduk miskin. Selain itu, masih terdapat 45.379 KK (atau 56,5%) penduduk miskin yang tidak atau belum memperoleh akses menjadi peserta Jamkesmas.


7
2.3 MEKANISME PELAYANAN
           Maslahah yang terjadi dalam mekanisme pelayanan JAMKESMAS; Kekurang jelasan pengaturan menjadi peserta Jamkesmas, kepesertaan yang dipaksakan, sikap penolakan terhadap kebutuhan pelayanan kesehatan dasar dan lanjutan,pelayanan yang setengah hati dan manipulatif, sikap pelayanan rujukan yang kurang maksimal, konflik kepentingan, mekanisme pelayanan yang kaku dan birokratis, terbatasnya. Bakelmas dan spesialistik, diskriminasi pelayanan, masalah pelayanan obat-obatan dan rujukan specimen, masalah pelayanan penyakit kronis yang setengah hati, masalah administrasi dan database pelayanan lintas daerah, masalah rujukan antar Rumah Sakit, masalah penundaan pelayanan bagi pasien gawat darurat, masalah tanggungjawab dalam pemenuhan kebutuhan obat dan bahan habis pakai, masalah penggunaan INA-DRG, masalah minimnya tanggung jawab rumah sakit, masalah minimnya tanggung jawab rumah sakit, masalah minimnya penegakan diagnose yang tepat, masalah minimnya penegakan diagnose yang tepat, penggunaan kode INA-DRG yang overlapping, inkonsistensi pelayanan tarif.
          Secara keseluruhan, mekanisme pelayanan Jamkesmas di Kabupaten Bone baik pada pelayanan kesehatan dasar maupun pelayanan kesehatan lanjutan tersebut, belum maksimal diimplementasikan. Selain itu, Pedoman Pelaksanaan Jamkesmas Tahun 2010 masih memiliki beberapa kelemahan dalam pengaturannya yang cenderung mempengaruhi implementasi kebijakan jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas).


8
2.4 PENDANAAN
           Pada Tahun 2010, Pemerintah telah menyalurkan dana sebesar Rp. 1.579.250.000,-(satu milyar lima ratus tujuh puluh sembilan juta dua ratus lima puluh ribu) (atau rata-rata Rp.43.868.055,-) kepada 36 Puskesmas dan 137.214 jiwa pasien peserta Jamkesmas di Kabupaten Bone. Fenomena secara umum bahwa, ada Puskesmas yang menerima dana Jamkesmas yang tergolong besar namun jumlah  
peserta Jamkesmas yang dilayani relative lebih kecil dengan beberapa Puskesmas lainnya. Sebaliknya, ada Puskesmas dengan jumlah peserta Jamkesmas agak besar namun jumlah dana Jamkesmas yang diterima relatif lebih kecil dari puskesmas lainnya. Demikian pula bahwa, ada Puskemas yang besaran jumlah dana Jamkesmasnya sama dengan urutan jumlah peserta Jamkesmasnya yang dilayani.
          Dari 36 puskesmas di Kabupaten Bone, 27 (atau 75,0%) unit puskesmas mempunyai sifat proporsionalitas antara jumlah dana Jamkesmas yang diterima dengan jumlah masyarakat miskin sebagai peserta Jamkesmas yang dilayani. Sedangkan 9 (atau 25,0%) unit puskesmas masih mempunyai sifat kurang proporsional.
         Secara keseluruhan, penerimaan dan realisasi dana Jamkesmas pada 36 puskesmas di Kabupaten Bone belum optimal, baik dalam hal pemanfaatan maupun dalam hal pemberian kontribusi per pasien per pelayanan ataupun nilai kontribusi bagi pendapatan puskesmas. Rendahnya nilai nominal kontribusi atas penerimaan dan realisasi dana Jamkesmas mengindikasikan bahwa pelayanan kesehatan dasar di puskesmas-puskesmas kepada sejumlah pasien masih terbatas pada pemeriksaan kesehatan, belum sepenuhnya menyentuh aspek kebutuhan pengobatan penyakit pasien peserta Jamkesmas.
9
         Secara keseluruhan dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa, pendapatan yang diterima oleh puskesmas dan RSUD dari penerimaan dan realisasi dana Jamkesmas dalam pelayanan kesehatan di Kabupaten Bone belum optimal. Di pihak puskesmas, kurang optimlanya pendapatan disebabkan kurang intensifnya pelayanan terhadap pasien peserta Jamkesmas. Di pihak RSUD, kurang optimalnya pendapatan disebabkan masih kurangnya koordinasi dan kerjasama dengan puskesmas dalam pelayanan kesehatan lanjutan.
          Pedoman Juknis Jamkesmas sebagai prosedur-prosedur kerja ukuran dasar (Standard Operating Procedures/ SOP) dalam pelaksanaan kebijakan Jamkesmas cenderung diinterpretasikan secara berbeda di kalangan pengelola puskesmas, pengelola rumah sakit, dan Dinas Kesehatan serta pemerintah setempat sehingga berimplikasi pada terjadinya overlapping database, kurang optimalnya pelayanan dan akses, mekanisme pelayanan yang kaku dan berbelit, mutu pelayanan yang kurang menggembirakan.
        Secara keseluruhan dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa, pelaksanaan
kebijakan Jamkesmas di Kabupaten Bone belum maksimal, baik dalam hal kepesertaan, akses, mekanisme pelayanan dan mutu pelayanan. Hal tersebut dipengaruhi oleh empat factor yaitu komunikasi, sumber daya, disposisi dan struktur birokrasi.



10
BAB III
KEISMPULAN DAN SARAN

3.1 KESIMPULAN
          Dapat disimpulkan bahwa, kebijakan Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) di Kabupaten Bone belum optimal, terutama dalam hal kepesertaan, akses, mekanisme pelayanan, pendanaan dan mutu pelayanan. Pelaksanaan kebijakan Jamkesmas di Kabupaten Bone dipengaruhi oleh empat faktor yaitu komunikasi, sumber daya, disposisi dan struktur birokrasi. Oleh karena itu, diharapkan kepada Pemerintah khususnya Departemen Kesehatan mengevaluasi kebijakan Jamkesmas terutama Pedoman Petunjuk Teknis Pelaksanaan Jamkesmas dan dalam hal kepesertaan, akses, mekanisme pelayanan, pendanaan dan mutu pelayanan. Pemerintah Daerah / Dinas Kesehatan perlu membuat Peraturan Daerah mengenai pelaksanaan Jamkesmas yang mengatur secara terintegratif dan komprehensif tentang kepesertaan, akses, mekanisme pelayanan, pendanaan dan mutu pelayanan. Selain itu, perlu membentuk satu unit pelayanan Jamkesmas terpadu.
         Selain itu, perlu membuat kebijakan dan program pengembangan SDM di bidang pelayanan Jamkesmas melalui pendidikan dan pelatihan keterampilan manajemen pelayanan, kursus, seminar, lokakarya, meningkatkan koordinasi dan kerjasama serta pelibatan tokoh masyarakat, tokoh agama dan organisasi sosial dalam pelaksanaan Jamkesmas.
11

3.2 SARAN
         Dari pembahasan-pembahasan tersebut di atas penulis mencoba memberikan saran sebagai berikut :
1.    Pemerintah sebagai fasilitator harus lebih berperan untuk menyukseskan JAMKESMAS tersebut
2.    Peranan dari masyarakat sendiri dalam bentuk kesadaran diri masing-masing
3.    Pelibatan tokoh masyarakat, tokoh agama dalam hal kebijkan.
4.    Perlunya PERDA yang mengatur langsung tentang kebijakan ini agar berjalan dengan baik.


                                                                                      










12
KATA PENGANTAR

         Puji syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan karuniannya telah memberika nikmat kesehatan dan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan makalah ini yang berjudul “IMPLEMENTASI KEBIJAKAN JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT (JAMKESMAS) DI KABUPATEN BONE”.
        Tak lupa juga penulis memgucapakan terima kasih kepada orang tua, dosen, pengasuh, teman/sahabat dan para pihak yang telah mendukung untuk menyelesaikan makalah ini.
        Makalah ini masih mempunyai banyak mempunyai kekurangan-kekurangan, maka dari itu penulis mengharapkan saran atau kritik yang bersifat membangun dari berbagai pihak untuk kedepannya menjadi lebih baik.




Jatinangor,   oktober 2014



                                                                                             Penulis


i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………... i

DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………….. ii

BAB 1 PENDAHULUAN………………………………………………………………………. 1
    1.1    LATAR BELAKANG………………………………………………………………..    1

    1.2    RUMUSAN MASALAH………………………………………………………………  2

BAB II  PEMBAHASAN………….……………………………………………………………..3
    2.1    KEPESERTAAN……………………………………………………………………….3

    2.2    AKSES………………………………………………………………………………….6

    2.3    MEKANISME PELAYANAN………………………………………………………….8
 
    2.4    PENDANAAN……………………………………………………………………….....9

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN………………………………………………………...10

    3.1    KESIMPULAN………………………………………………………………………..11
 
    3.2    SARAN………………………………………………………………………………..12





ii

No comments:

Post a Comment

buku bimbingan

                                                                                                                                            ...

082126189815

Name

Email *

Message *