INSTITUT PEMERINTAHAN DALAM NEGERI
2014/2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR
BELAKANG
Di masa saat ini, perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi sudah semakin maju. Diantaranya adalah perkembangan dunia
transportasi di perkotaaan. Namun seiring dengan kemajuannya ternyata muncul
berbagai masalah yang mungkin tak terduga sebelumnya. Masalah yang marak
terjadi saat ini adalah masalah kemacetan lalu lintas yang telah meresahkan
bagi para penggunan jalan raya.
Masalah kemacetan transportasi lalu lintas memang
sering kali terjadi di daerah-daerah perkotaan yang ada di Indonesia. Hal itu
terjadi karena konsentrasi kendaraan banyak menumpuk diarea perkotaan. Sehingga
tidak heran bila area perkotaan sering terjadi kemacetan karena kepadatan lalu
lintas. Saat ini kemacetan lalu lintas di perkotaan sudah semakin parah.
Seiring dengan berjalannya waktu kondisi kemacetan yang terjadi di daerah
perkotaan tidak semakin membaik, namun semakin memburuk. Hal itu terjadi karena
jumlah kendaraan selalu bertambah dan tidak diimbangi dengan perluasan area
jalan raya. Apalagi di daerah perkotaan banyak ditemui pedagang kaki lima yang
menjajakan dagangannya di pinggir-pinggir jalan yang tentu itu akan menambah
volume kemacetan jalan raya. Karena dengan mereka berjualan dipinggir jalan
raya tersebut, maka akan banyak pengendara kendaraan berhenti untuk membeli
barang ke pedagang kaki lima. Sehingga hal itu akan mengganggu kelancaran lalu
lintas. Selain itu adanya pedang kaki lima yang berjualan dipinggir jalan juga
dapat mengganggu para pejalan kaki.
Di Kota
Kupang tepatnya disepanjang jalan dari Tedis sampai Jl. GARUDA telah menjadi
hal yang biasa jika anda berkendara baik menggunakan sepeda motor , mobil
bahkan pejalan kaki pun merasakan hal yang sama yaitu “kemacetan”, puncaknya
pada pukul 17.00 sampai pukul 20.00.
1. Orang-orang
yang menggunakan jasa juru parkir.
Pemarkiran kendaraan roda dua
bahkan roda empat (pada umumnya) yang tidak pada tempatnya yakni menempati
badan jalan sekitar kawasan yang telah disebut di atas tadi
2. Orang-orang
atau tepatnya supir-supir angkutan umum.
Orang-orang sering memarkirkan kendaraan mereka
sacara sembarang ketika mencari penumpang. Namun ini menjadi masalah lain yang
tidak secara serius akan saya bahas dalam tulisan saya.
Hal
inilah yang melatarbelakangi penulisan saya tentang “IMPLEMENTASI PERATURAN
DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 9 TAHUN 2002 TENTANG PAJAK PARKIR DAN KAITANNYA DENGAN
KEMACETAN YANG TERJADI DI KOTA KUPANG”.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1.
Apa yang menjadi faktor penyebab kemacetan ini?
2.
Bagaimana implementasi perda Kota
Kupang mengenai kemacetan yang terjadi?
3.
Bagaimana solusi dari masalah
kemacetan ini?
1.3 TUJUAN PENULISAN
1.
Mengetahui penyebab kemacetan
yang terjadi di Kota Kupang.
2.
Mengetahui Implementasi perda
Kota Kupang mengenai kemaceten di Kota Kupang.
3.
Mengetahui solusi dari
permasalahan kemacetan di Kota Kupang.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 FAKTA
YANG TERJADI
Kemacetan di sejumlah titik jalan di kota Kupang
(seperti Jln. Jend. Sudirman, Jln. Soeharto, Jln. Moh. Hatta, Jln. Siliwangi,
Jln. Merdeka, Jln. Cak Doko, Jln. Tompello) menjadi "hidangan" siang
para pengguna jalan. Dimana para pengendara kendaraan roda dua harus dengan
hati yang rela dan iklas serta pasrah menikmati panas teriknya matahari di tengah
kemacetan. Kemacetan ini sulit dihindari karena terjadi di jalan utama kota
Kupang dan sedang menjadi isu hot di kalangan masyarakat luas sedangkan di
agenda pemerintah, entahlah. Pasalnya jarak tempuh yang dapat dijangkau dalam
waktu 5-10 menit bisa lebih lama, 30 menit -1 jam karena macet. Isu ini sepantasnya
tidak boleh diremehkan. Karena itu perlu diantisipasi sejak dini.
Ada
beberapa penyebab kemacetan yang terjadi di Kota Kupang.Pertama, karena jalan
berlubang. Jalan berlubang disejumlah titik jalan raya di kota Kupang tidak
hanya ada di lingkungan tetapi juga terjadi di jalan utama (jln. Nasional dan
jalam Propinsi). Jalan yang rusak itu turut berkontribusi terhadap kemacetan.
Sebabnya, pengendara sering menghindari jalan yang berlubang atau harus
berhati-hati dengan memperlambat laju kendaraan sehingga dengan sendirinya
menimbulkan antrian panjang ke belakang.
Kedua, parkir sembarangan (liar) atau
parkir tidak pada tempatnya. Parkir liar ini adalah parkir di badan jalan yang
menyebabkan jalan menjadi sempit. Jalan yang sempit sudah pasti menimbulkan
kemacetan, apa lagi dengan volume kendaraan yang terus bertambah dari hari ke
hari. Belum lagi kendaraan pemilik toko yang masuk dan keluar. Ketiga,
pertokoan tidak mempunyai tempat parkir. Salah satu Penyebab parkir liar adalah
karena tidak ada tempat parkir yang disediakan. Hampir semua pemilik toko di
sepanjang jalan Jend. Sudirman (Kuanino), Jalan Siliwangi (Kupang) tidak
mempunyai tempat parkir, apa lagi tempat parkir trotoar saja tidak ada karena
toko langsung bersentuh dengan pinggir jalan. Dengan demikian, masyarakat yang
hendak berbelanja terpaksa harus memarkirkan kendaraan di badan jalan, sehingga
menimbulkan jalan sempit, maka terjadilah macet.
Di
sekitar jalan yang disebutkan di atas tadi adalah lahan bagi saudara-saudara
kita untuk mencari nafkah atau “tempat ditemukan rupiah”, inilah slogan yang
sengaja saya buat untuk menggambarkan kondisi yang kita lihat sampai saat ini.
Dengan
apa mereka mendapat sepeser rupiah ? mereka menjadi juru parkir atau lazim
disebut tukang parkir. Namun apa yang salah dengan slogan di atas? Kesalahannya
adalah mereka meraug rupiah dengan cara mengarahkan para pengguna jasa mereka
untuk memarkirkan kendaraan di badan jalan sehingga seperempat bahkan setengah
badan jalan telah terpakai untuk tempat parkir. Ada 2 akibat yang sangat kita
rasakan karena hal ini, yaitu:
1. Kita
sebagai pengguna jalan tidak merasa leluasa ketika berkendara atau terenggut
hak kita untuk menggunakan seluruh fasilitas jalan raya karena sempitnya jalan
yang digunakan ketika melewati jalur tadi.
2. Kemacetan.
Ini
adalah fakta-fakta yang terjadi di Kota Kupang karena pemarkiran kendaraan di
badan jalan yang sangat membutuhkan perhatian pemerintah untuk menangani
masalah ini secara serius.
2.2
ANALISA HUKUM
Dari
fakta yang terjadi di lapangan, apabila dikaitkan dengan Peraturan Daerah No.9
Tahun 2002 terdapat beberapa hal yang sangat mengusik atau janggal sehingga
sangat penting sekali bagi saya untuk mengupas masalah ini. Untuk itu mari kita
lihat satu per satu.
1. Menurut
Peraturan Daerah No.9 Tahun 2002 tentang Pajak Parkir, dalam BAB I Ketentuan
Umum Pasal 1 ayat (12) berbunyi “ objek pajak adalah setiap penyelenggaraan
tempat parkir di luar badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan usaha
manapun yang disediakan sebagai usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan
kendaraan bermotor dan garasi kendaraan bermotor yang memungut bayaran”. Lalu
apa yang menjadi permasalahan dalam pasal ini? Dalam pasal 1 ayat (12) di atas
dikatakan objek pajak adalah setiap penyelenggaraan tempat parkir di luar badan
jalan (yang lebih ditekankan). Jika dikaitkan dengan kenyataan yang terjadi di
lapangan maka penerapannya tidak sesuai dengan bunyi pasal 1 ayat (12), karena
seperti yang kita lihat disepanjang jalan dari tedis sampai Jl.Garuda para juru
parkir atau tukang parkir cenderung mengarahkan para pengendara untuk
memarkirkan kendaraannya di badan jalan sehingga dari seluruh badan jalan
terpakai ¼ (untuk roda dua) bahkan ½ (untuk roda empat) badan jalan untuk
parkir. Hal inilah yang menyebabkan kemacetan selalu terjadi di jalur ini. Lalu
kenapa Pemerintah Daerah membuat diri seolah tidak tahu atau lebih tepatnya
membiarkan hal ini terjadi, sehingga penerapan Peraturan Daerah (PERDA) ini
melenceng dari penetapan PERDA yang sesungguhnya tentang objek parkir.
2. Masih
berkaitan dengan masalah di atas tentang objek parkir, muncul pertanyaan “ Apakah
penyelenggaraan tempat parkir di badan jalan yang dilakukan oleh juru parkir
tetap harus membayar pajak/iuran wajib kepada daerah?
Apabila
yang menjawab pertanyaan ini adalah juru parkir maka mereka akan mengatakan “
Iya tentu, karena kami telah melakukan usaha di tempat yang bukan milik kami
tapi milik pemerintah”.
Dari
masalah ini kelihatan sepele, tapi perlu pemahaman yang sangat serius dari kita
sebagai korban dari masalah ini. Dari pengamatan saya, petugas yang diberi
wewenang oleh Pemerintah Daerah (PEMDA) untuk memungut pajak terhadap juru
parkir yang melakukan usahanya di badan jalan adalah suatu hal yang salah atau
dapat dikatakan cacat yuridis/batal demi hukum karena yang dikatakan objek
parkir oleh PERDA No.9 Tahun 2002 adalah di luar badan jalan bukan di badan
jalan. Jadi, yang seharusnya dilakukan petugas adalah
menertibkan para juru parkir ini bukan malah membenarkannya.
Dari hal ini timbul kecurigaan apakah petugas yang tetap memungut pajak
/iuran terhadap juru parkir yang melakukan usahanya di badan jalan akan
menyetornya kepada kas daerah.
Atas dasar apa saya mengatakan hal tersebut? Atas dasar pemahaman para
petugas tentang objek parkir yang benar adalah di luar badan jalan bukan di
badan jalan sehingga bisa-bisa saja mereka tidak menyetornya kepada kas daerah
tapi masuk ke dalam saku celana mereka, dengan alasan bahwa usaha ini dilakukan
bukan di badan jalan.
Ketidaktegasan
petugas dari PEMDA yang tidak menertibkan malah membenarkan dan memungut pajak
ini merupakan faktor penyebab kemacetan yang terjadi di jalur tersebut. Dari
masalah-masalah di atas itulah saya rasa pemerintahan kita ibarat kereta yang
berjalan keluar dari relnya.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Masalah kemacetan yang terjadi di Kota Kupang tepatnya dari tedis sampai
jl. Garuda (pasar malam) disebabkan karena pengelolaan tempat parkir yang salah
dari para juru parkir yaitu di badan jalan dan dibiarkan saja oleh para petugas
PEMDA yang malah mensahkan dengan memungut pajak dari mereka. Namun
sesungguhnya ini adalah sesuatu yang dinamakan cacat yuridis atau batal demi
hukum.
3.2 SARAN
1. Agar tidak
terjadi kemacetan di jalur tersebut pemerintah, para juru parkir (yang
melakukan usaha di badan jalan tepatnya di depan toko milik orang) dan pemilik
toko sebenarnya terlebih dahulu merundingkan hal-hal yang dapat dilakukan untuk
menghindari masalah-masalah tersebut seperti di atas.
Contoh: seperti membangun gedung parkir (PERDA No.9 Tahun 2002 tentang
pajak parkir pasal 1 ayat (8)).
Dari contoh ini maka PEMDA tetap dapat menarik pajak dari pemilik toko
tersebut. Lalu sehubungan dengan dengan juru parkir tadi maka perlu dibicarakan
agar ia juga tetap dapat melakukan usahanya
tadi. Misalnya, ia diangkat untuk menjadi juru parkir di toko tersebut
atau bahkan ia diangkat menjadi seorang satpam di toko itu. Dengan cara seperti
ini maka terjadi keharmonisan diantara pemerintah dan rakyat.
Sebenarnya
hal-hal seperti inilah yang perlu dilakukan oleh pemerintah agar kemacetan
bahkan menyangkut nasib para juru parkir dapat terselesaikan.
2. Sebaiknya
petugas menetibkan para juru parkir yang melakukan usahanya di badan jalan
bukan malah memungut pajak dari mereka.
3. Agar
lebih sempurna maka kebujakan yang dibuat oleh pemerintah harus memperhatikan
betul-betul 3 hal berikut:
ü Tujuan
ü Prosedur
ü Sarana yang digunakan
No comments:
Post a Comment