Assalamualaikum warahmatullahi
wabarrakaatuh.Segala puji bagi allah yang telah memberikan kemudahan sehingga
dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik .Makalah yang berjudul” OTONOMI
DAERAH YANG MENDORONG PENGEMBANGAN PARIWISATA PROVINSI RIAU BERDASARKAN
PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2004 “ di
susun agar pembaca dapat memgetahui
tentang bagaimana otonomi di suatu daerah bisa terlaksana yang secara bersamaan
mengembangkan pariwisatanya .
Makalah ini memuat
peraturan-peraturan daerah yang di keluarkan oleh sebuah provinsi untuk di
laksanakan dan untuk ditetapkan serta pengembangan otonomi suatu wilayah dan
daerah tersebut.
Demikianlah makalah ini saya buat
semoga makalah ini dapat memberikan pengetahuan yang lebih luas kepada
pembaca.Penulis membutuhkan kritik dan saran dari pembaca.Terima kasih
Wabillahitaufikwalidayah wassalamualaikum wr.wb
Penyusun
BAB 1
PENDAHULUAN
1.LATAR BELAKANG
1.LATAR BELAKANG
Negara Republik Indonesia sebagai
negara kesatuan menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan
dengan memberikan kesempatan dan keleluasaan kepada daerah untuk
menyelengarakan otonomi daerah. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan
kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan
dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 18 UUD 1945 dan perubahannya menyatakan pembagian daerah Indonesia atas
daerah besar dan daerah kecil, dengan bentuk dan susunan pemerintahannya ditetapkan
dengan undang-undang.
Secara anatomis, urusan pemerintah dibagi dua
yakni absolut yang merupakan urusan mutlak pemerintah pusat (hankam, moneter,
yustisi, politik luar negeri, dan agama), serta Concurrent (urusan bersama
pusat, provinsi dan kabupaten/kota). Urusan pemerintah yang bersifat concurrent
artinya urusan pemerintahan yang penanganannya dapat dilaksanakan bersama
antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Dengan demikian setiap urusan
yang bersifat concurrent senantiasa ada bagian urusan yang menjadi kewenangan
pemerintah pusat, ada bagian urusan yang diserahkan kepada provinsi, dan ada
bagian urusan yang diserahkan kepada kabupaten/kota.
Pemerintah pusat berwenang membuat
norma-norma, standar, prosedur, monitoring dan evaluasi, supervisi, fasilitasi
dan urusan-urusan pemerintahan dengan eksternalitas nasional. Pemerintah
provinsi berwenang mengatur dan mengurus urusan-urusan pemerintahan dengan
eksternal regional, dan kabupaten/kota berwenang mengatur dan mengurus
urusan-urusan pemerintahan dengan eksternalitas lokal. Urusan yang menjadi
kewenangan daerah, meliputi urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan
pemerintahan wajib adalah suatu urusan pemerintahan yang berkaitan dengan
pelayanan dasar seperti pendidikan dasar, kesehatan, pemenuhan kebutuhan dasar.
Penyelenggaraan pemerintahan daerah disesuaikan
dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu
pemerintahan daerah, yang mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan
menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, diarahkan untuk mempercepat
terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan, pelayanan,
pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah
dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan
kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Republik Indonesia.
Namun, ditengah pelaksanaan Otonomi
Daerah yang telah dilaksanakan tersebut terdapat pertanyaan apakah
pelaksanaanya akan lancar hingga akan membawa dampak positif bagi daerah tersebut
atau malah pelaksanaan nya.Otonomi Daerah tersebut akan berjalan dengan kacau
sehingga malah akan membuat daerah tersebut semakin terpuruk. Oleh karena itu,
perlu ditelaah dengan lebih lanjut bagaimana pelaksanaan Otonomi Daerah di
Indonesia, karena pelaksanaan Otonomi Daerah merupakan sesuatu yang vital bagi
jalannya roda pemerintahan.
Sesuai dengan peraturan daerah provinsi
Riau nomor 4 tahun 2004 tentang Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Riau maka
provinsi riau ingin mengembangkan sektor kepariwisataan nya bersamaan dengan
otonomi daerah yang sedang berjalan dengan tujuan jika otonomi berjalan engan
cpat dan pesat maka kemungkinan pengembangan kepariwisataan di riau juga
berjalan lancar sesuai dengan harapan .
BAB II
PEMBAHASAN
1.Pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia
Sejak diberlakukannya UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, banyak aspek positif yang diharapkan dalam pemberlakuan Undang-Undang tersebut. Otonomi Daerah memang dapat membawa perubahan positif di daerah dalam hal kewenangan daerah untuk mengatur diri sendiri. Kewenangan ini menjadi sebuah impian karena sistem pemerintahan yang sentralistik cenderung menempatkan daerah sebagai pelaku pembangunan yang tidak begitu penting atau sebagai pelaku pinggiran. Tujuan pemberian otonomi kepada daerah sangat baik, yaitu untuk memberdayakan daerah, termasuk masyarakatnya, mendorong prakarsa dan peran serta masyarakat dalam proses pemerintahan dan pembangunan.
1.Pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia
Sejak diberlakukannya UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, banyak aspek positif yang diharapkan dalam pemberlakuan Undang-Undang tersebut. Otonomi Daerah memang dapat membawa perubahan positif di daerah dalam hal kewenangan daerah untuk mengatur diri sendiri. Kewenangan ini menjadi sebuah impian karena sistem pemerintahan yang sentralistik cenderung menempatkan daerah sebagai pelaku pembangunan yang tidak begitu penting atau sebagai pelaku pinggiran. Tujuan pemberian otonomi kepada daerah sangat baik, yaitu untuk memberdayakan daerah, termasuk masyarakatnya, mendorong prakarsa dan peran serta masyarakat dalam proses pemerintahan dan pembangunan.
Pada masa lalu, pengerukan potensi daerah ke pusat terus dilakukan dengan dalih pemerataan pembangunan. Alih-alih mendapatkan manfaat dari pembangunan, daerah justru mengalami proses kemiskinan yang luar biasa. Dengan kewenangan yang didapat daerah dari pelaksanaan Otonomi Daerah, banyak daerah yang optimis bakal bisa mengubah keadaan yang tidak menguntungkan tersebut.
Selain membawa dampak positif bagi suatu daerah otonom, ternyata pelaksanaan Otonomi Daerah juga dapat membawa dampak negatif. Pada tahap awal pelaksanaan Otonomi Daerah, telah banyak mengundang suara pro dan kontra. Suara pro umumnya datang dari daerah yang kaya akan sumber daya, daerah-daerah tersebut tidak sabar ingin agar Otonomi Daerah tersebut segera diberlakukan. Sebaliknya, bagi daerah-daerah yang tidak kaya akan sumber daya, mereka pesimis menghadapi era otonomi daerah tersebut. Masalahnya, otonomi daerah menuntut kesiapan daerah di segala bidang termasuk peraturan perundang-undangan dan sumber keuangan daerah.
Untuk memajukan daerahotonomi sekaligus kepariwisataan
nya tersebut maka provinsi riau menggeluarkan peraturan daerah yaitu
a.
Bahwa keadaan alam, flora
dan fauna, peninggalan purbakala, peninggalan sejarah serta seni dan budaya
yang dimiliki masyarakat di Daerah Riau merupakan sumber daya dan model yang
besar artinya bagi usaha pengembangan dan peningkatan kepariwisataan daerah
b.
Bahwa kepariwisataab
Provinsi Riau harus dibina dan dikembangkan guna menunjang pembangunan daerah
pada umumnya dan pembangunan kepariwisataan daerah pada khususnya yang tidak
hanya mengutamakan segi-segi ekonominya saja, melainkan juga segi-segi budaya,
pendidikan, lingkungan hidup serta pertahanan dan keamanan
c. Bahwa dalam rangka pengembangan dan peningkatan potensi
kepariwisataan daerah yang tersebar di seluruh wilayah Provinsi Riau diperlukan
langkah-langkah pengaturan yang mampu mewujudkan keterpaduan dalam kegiatan
penyelenggaraan kepariwisataan, serta memelihara kelestarian dan mendorong
upaya peningkatan mutu lingkungan hidup serta Objek daya tarik wisata;
Peraturan
ini tercantum di dalam uu diantaranya
1.
Undang-undang Nomor 61 Tahun 18958 tentang Pembentukan Daerah Swatantra
Tingkat I Sumatra Barat, Jambi dan Riau (Lembaran Negara Tahun 1958 Nomor 112;
Tambahan Lembaran Negara Nomor 1646);
2.
Undang-undang Nomor 5 Tahun
1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya
3.
Undang-undang Nomor 9 Tahun
1990 tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 78; Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3427)
4.
Undang-undang Nomor 24
Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 115;
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3501);
5.
Undang-undangNomor 23 Tahun
1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68,
Tambahan Negara Nomor 3699);
6.
Undang-undang Nomor 22
Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60;
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839);
7.
Peraturan Pemerintah Nomor
69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban serta Bentuk dan Tata cara
Peran serta Masyarakat Dalam Penataan Ruang (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor
104 Tambahan Lembaran Negara Nomor 3660);
8.
Peraturan Pemerintah Nomor
27 Tahun 1999 tentang Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (Lembaran Negara Tahun
1999 Nomor 59; Tambahan Lembaran Negara Nomor 3838);
9.
Peraturan Pemerintah Nomor
25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah Dan Kewenangan Provinsi Sebagai
Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3952);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan
Dekonsentrasi (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4095);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2001 tengang
Penyelenggaraan Tugas Pembantuan (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 77, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4016);
12. Keputusan Presiden Republik
Indonesia Nomor 30 Tahun 1969 tentang Pengembangan Kepariwisataan Nasional;
13. Keputusan Presiden Republik
Indonesia Nomor 15 Tahun 1983 tentang Kebijaksanaan Pengembangan
Kepariwisataan;
14. Keputusan Presiden Nomor 44
Tahun 1999 tentang Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan Dan Bentuk
Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah dan Rancangan Keputusan
Presiden (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 70);
15. Keputusan Menteri
Pariwisata Pos dan Telekomunikasi Nomor KM. 59/PW.202/MPPT-85 tahun 1985
tentang Peraturan Usaha Kawasan Pariwisata;
16. Keputusan Bersama Menteri
Kehutanan dan Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi Nomor 24/KPTS-II/89,
tentang Peningkatan Koordinasi dalam Pemanfaatan Objek Wisata Alam, dikawasan
hutan dan taman wisata bahari;
17. Peaturan Pemerintah Dalam
Negeri Nomor 8 Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang Di Daerah;
18. Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 9 tahun 1998 tentang Tata cara Peran Serta Masyarakat Dalam Proses
Perencanaan Tata Ruang Di Daerah;
19. Peraturan Daerah Provinsi
Riau Nomor 10 Tahun 1994 tentang Rencana Umum Tata Ruang Provinsi Daeah Tingkat
I Riau (Lembaran Daerah tahun 1994 Nomor 07);
20. Peraturan Daerah Provinsi Riau Nomor 36 Tahun
2001 Tentang Pola Dasar Pembangunan Daerah Provinsi Riau Tahun 2001-2005
(Lembaran Daerah Tahun 2001 Nomor 40);.22. Peraturan Daerah Provinsi Riau Nomor
3 Tahun 2002 tentang Program Pembangunan Daerah (Propeda), Provinsi Riau
(Lembaran Daerah Tahun 2002 Nomor 5);
Berbagai penyelewengan dalam pelaksanan otonomi daerah:
1. Adanya kecenderungan pemerintah daerah untuk mengeksploitasi rakyat melalui pengumpulan pendapatan daerah.
Keterbatasan sumberdaya dihadapkan dengan tuntutan kebutuhan dana (pembangunan dan rutin operasional pemerintahan) yang besar. Hal tersebut memaksa Pemerintah Daerah menempuh pilihan yang membebani rakyat, misalnya memperluas dan atau meningkatkan objek pajak dan retribusi. Padahal banyaknya pungutan hanya akan menambah biaya ekonomi yang akan merugikan perkembangan ekonomi daerah. Pemerintah daerah yang terlalu intensif memungut pajak dan retribusi dari rakyatnya hanya akam menambah beratnya beban yang harus ditanggung warga masyarakat.
2. Penggunaan dana anggaran yang tidak terkontrol
Hal ini dapat dilihat dari pemberian
fasilitas yang berlebihan kepada pejabat daerah. Pemberian fasilitas yang
berlebihan ini merupakan bukti ketidakarifan pemerintah daerah dalam mengelola
keuangan daerah.
3. Rusaknya Sumber Daya Alam
Rusaknya sumber daya alam ini disebabkan
karena adanya keinginan dari Pemerintah Daerah untuk menghimpun pendapatan asli
daerah (PAD), di mana Pemerintah Daerah menguras sumber daya alam potensial
yang ada, tanpa mempertimbangkan dampak negatif/kerusakan lingkungan dan
prinsip pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Selain itu, adanya
kegiatan dari beberapa orang Bupati yang menetapkan peningkatan ekstraksi
besar-besaran sumber daya alam di daerah mereka, di mana ekstraksi ini
merupakan suatu proses yang semakin mempercepat perusakan dan punahnya hutan
serta sengketa terhadap tanah. Akibatnya terjadi percepatan kerusakan hutan dan
lingkungan yang berdampak pada percepatan sumber daya air hampir di seluruh
wilayah tanah air.
4. Bergesernya praktik korupsi dari pusat ke
daerah
Praktik
korupsi di daerah tersebut terjadi pada proses pengadaan barang-barang dan jasa
daerah (procurement). Seringkali terjadi harga sebuah barang dianggarkan jauh
lebih besar dari harga barang tersebut sebenarnya di pasar
5. Pemerintahan kabupaten juga
tergoda untuk menjadikan sumbangan yang diperoleh dari hutan milik negara dan
perusahaan perkebunaan bagi budget mereka.
2.Hal-Hal Yang Menyebabkan Pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia
Menjadi Tidak Optimal
Penyebab tidak optimalnya pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia:
Penyebab tidak optimalnya pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia:
1. Lemahnya pengawasan maupun check and balances.
Kondisi inilah kemudian menimbulkan penyimpangan-penyimpangan dan ketidakseimbangan kekuasaan dalam pelaksanaan otonomi Daerah
2. Pemahaman terhadap Otonomi Daerah yang keliru, baik oleh aparat maupun oleh warga masyarakat menyebabkan pelaksanaan Otonomi Daerah menyimpang dari tujuan mewujudkan masyarakat yang aman, damai dan sejahtera.
3. Keterbatasan sumberdaya dihadapkan dengan tuntutan kebutuhan dana (pembangunan dan rutin operasional pemerintahan) yang besar, memaksa Pemda menempuh pilihan yang membebani rakyat, misalnya memperluas dan atau meningkatkan objek pajak dan retribusi, dan juga menguras sumberdaya alam yang tersedia.
4. Kesempatan seluas-luasnya yang diberikan kepada masyarakat untuk berpartisipasi dan mengambil peran, juga sering disalah artikan, seolah-olah merasa diberi kesempatan untuk mengekspolitasi sumber daya alam dengan cara masing-masing semaunya sendiri.
6. Kurangnya pembangunan sumber daya manusia / Sumber Daya Manusia (moral, spiritual intelektual dan keterampilan) yang seharusnya diprioritaskan. Sumber Daya Manusia berkualitas ini merupakan kunci penentu dalam. Sumb.
3.Cara Mengoptimalkan Pelaksanaan Otonomi Daerah
Pelaksanaan Otonomi Daerah yang seharusnya membawa perubahan positif bagi daerah otonom ternyata juga dapat membuat daerah otonom tersebut menjadi lebih terpuruk akibat adanya berbagai penyelewengan yang dilakukan oleh aparat pelaksana Otonomi Daerah tersebut.
Penerapan Otonomi Daerah yang efektif memiliki beberapa syarat yang sekaligus merupakan faktor yang sangat berpengaruh bagi keberhasilan Otonomi Daerah, yaitu:
Pelaksanaan Otonomi Daerah yang seharusnya membawa perubahan positif bagi daerah otonom ternyata juga dapat membuat daerah otonom tersebut menjadi lebih terpuruk akibat adanya berbagai penyelewengan yang dilakukan oleh aparat pelaksana Otonomi Daerah tersebut.
Penerapan Otonomi Daerah yang efektif memiliki beberapa syarat yang sekaligus merupakan faktor yang sangat berpengaruh bagi keberhasilan Otonomi Daerah, yaitu:
1. Manusia selaku pelaksana dari Otonomi Daerah harus merupakan manusia yang berkualitas.
2. Keuangan sebagai sumber biaya dalam pelaksanaan Otonomi Daerah harus tersedia dengan cukup.
3. Prasarana, sarana dan peralatan harus tersedia dengan cukup dan memadai.
Selain itu, untuk mengoptimalkan pelaksanaan Otonomi Daerah harus ditempuh berbagai cara, seperti:
1. Memperketat mekanisme pengawasan kepada Kepala Daerah.
Hal ini dilakukan agar Kepala Daerah yang mengepalai suatu daerah otonom akan terkontrol tindakannya sehingga Kepala Daerah tersebut tidak akan bertindak sewenang-wenang dalam melaksanakan tugasnya tersebut. Berbagai penyelewengan yang dapat dilakukan oleh Kepala Daerah tersebut juga dapat dihindari dengan diperketatnya mekanisme pengawasan ini.
2. Memperketat pengawasan terhadap Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Pengawasan terhadap Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dapat dilakukan oleh Badan Kehormatan yang siap mengamati dan mengevaluasi sepak terjang anggota Dewan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
A. Kesimpulan
Berdasarkan
uraian diatas, dapat kita ambil kesimpulan bahwa pelaksanaan Otonomi Daerah di
Indonesia masih belum optimal.Secara keseluruhan, pelaksanaan Otonomi Daerah di
tempat-tempat lain di seluruh pelosok Indonesia masih belum dapat berjalan
dengan optimal.
Begitu juga pengembangan pariwisata disuatu daerah juga di karenakan dari pengaruh pengembangn otonomi daerah di wilayah tersebut .Sehingga di harapkan dengan berjalan nya otonomi disuatu wilayah maupun daerah tertentu pengembangan pariwisata di daerah tersebut juga bisa berjalan sesuai dengan perda yang telah di buat oleh pemerintah setempat
Begitu juga pengembangan pariwisata disuatu daerah juga di karenakan dari pengaruh pengembangn otonomi daerah di wilayah tersebut .Sehingga di harapkan dengan berjalan nya otonomi disuatu wilayah maupun daerah tertentu pengembangan pariwisata di daerah tersebut juga bisa berjalan sesuai dengan perda yang telah di buat oleh pemerintah setempat
No comments:
Post a Comment