Friday, October 17, 2014

SISTEM KEBIJAKAN REMUNERASI MANAJEMEN DAN KESEJAHTERAAN PEGAWAI NEGERI SIPIL





REMUNERASI
            Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan dan RB) akan membuat program penilaian kinerja untuk setiap aparatur negara. Hasil penilaian ini akan berdampak pada remunerasi. Reformasi birokrasi mendorong agar adanya percepatan perubahan perbaikan kinerja aparatur pemerintah. Aparatur pemerintah sebagai alat pemerintah yang dituntut agar bekerja lebih profesional, bermoral, bersih dan beretika dalam mendukung reformasi birokrasi dan menunjang kelancaran tugas pemerintah dan pembangunan (dalam Effendi, 2009,h.186).
1.    Latar belakang kebijakan remunerasi
            Remunerasi pemerintahan adalah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Kebijakan Reformasi Birokrasi. Dilatarbelakangi oleh kesadaran sekaligus komitmen pemerintah untuk mewujudkan clean and good governance.
Namun pada tataran pelaksanaannya, Perubahan dan pembaharuan yang dilaksanakan dalam rangka mewujudkan tata pemerintahan yang bersih dan berwibawa tersebut tidak mungkin akan dapat dilaksanakan dengan baik (efektif) tanpa kesejahteraan yang layak dari pegawai yang melaksanakannya. Perubahan dan pembaharuan tersebut dilaksanakan untuk menghapus kesan Pemerintahan yang selama ini dinilai buruk. Antara lain ditandai oleh indikator:
a)      Buruknya kualitas pelayanan publik (lambat, tidak ada kepastian aturan/hukum, berbelit belit, arogan, minta dilayani atau feodal style, dsb);
b)      Sarat dengan perilaku KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme);
c)      Rendahnya kualitas disiplin dn etos kerja aparatur negara;
d)     Kualitas.manajemen pemerintahan yang tidak produktif, tidak efektif dan tidak efisien;
e)      Kualitas pelayanan publik yang tidak akuntabel dan tidak transparan.
2.    Maksud dan tujuan kebijakan remunerasi
            Para aparatur negara adalah bagian dari Pemerintahan. Maka dalam konteks Reformasi birokrasi dilingkungan tersebut, upaya untuk menata dan meningkatkan kesejahteraan para pegawai adalah merupakan kebutuhan yang sangat elementer, mengingat kaitannya yang sangat erat dengan misi perubahan kultur pegawai (Reformasi bidang kultural). Sehingga dengan struktur gaji yang baru, setiap pegawai diharapkan akan mempunyai daya tangkal (imunitas) yang maksimal terhadap rayuan atau iming-iming materi (kolusi).
3.    Pihak yang mendapatkan remunerasi
            Sesuai dengan Undang-undang No. 17 tahun 2007, tentang Rencana Pembangunan Nasional Jangka Panjang 2005-2025 dan Peraturan Meneg PAN, Nomor:PER/15/M.PAN/7/2008, tentang Pedoman umum Reformasi birokrasi. Kebijakan Remunerasi diperuntukan bagi seluruh Pegawai negeri di seluruh lembaga pemerintahan. Yang berdasarkan urgensinya dikelompokan berdasarkan skala prioritas ke dalam tiga kelompok :
a)      Prioritas pertama adalah seluruh Instansi Rumpun Penegak Hukum, rumpun pengelola Keuangan Negara, rumpun Pemeriksa dan Pengawas Keuangan Negara serta Lembaga Penertiban Aparatur Negara.
b)      Prioritas kedua adalah Kementerian/Lembaga yang terkait dengan kegiatan ekonomi, sistem produksi, sumber penghasil penerimaan Negara dan unit organisasi yang melayani masyarakat secara langsung termasuk Pemerintah Daerah (PEMDA).
c)      Prioritas ketiga adalah seluruh kementerian/lembaga yang tidak termasuk prioritas pertama dan kedua.
4.    Landasan hukum kebijakan remunerasi
            Berikut adalah landasan hukum yang mendasari kebijakan tentang pemberian remunerasi, yaitu:
a)        UU No 28 tahun 1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari KKN.
b)        UU No.43 tahun 1999 tentang perubahan atas UU No.8 tahun 1974 tentang pokok-pokok kepegawaian. Yang salah satu substansinya menyatakan bahwa setiap pegawai negeri berhak memperoleh gaji yang adil & layak sesuai dengan beban pekerjaan & tanggung jawabnya. ( Pasal 7, UU No.43 tahun 1999)
c)        Undang-undang No. 17 tahun 2007, tentang Rencana Pembangunan Nasional Jangka Panjang 2005-2025. Khususnya pada Bab IV butir 1.2, huruf E. Yang menyatakan bahwa :
“Pembangunan Aparatur Negara dilakukan melalui Reformasi birokrasi untuk meningkatkan profesionalisme aparatur negara dan tata pemerintahan yanq baik. Di pusat maupun di daerah, agar mampu mendukung keberhasilan pembangunan dibidang bidang lainnya. “.
d)       Perpres No.7 tahun 2005, tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional.
e)        Konvensi ILO No. 100; Diratifikasi pada tahun 1999, bunyinya ‘Equal remuneration for jobs of equal value’ (Pekerjaan yang sama nilai atau bobotnya harus mendapat imbalan yang sama).
 Sedangkan yang menjadi payung hukum pemberian remunerasi di Kementerian Hukum dan HAM RI adalah Peraturan Presiden No. 40 tahun 2011 tentang Tunjangan Kinerja Bagi Pegawai di Lingkungan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Dalam Peraturan tersebut juga dicantumkan nominal tunjangan kinerja berdasarkan kelas jabatannya (Job Class) masing-masing.
Mengenai pelaksanaan pemberian remunerasi telah tercantum dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI No. M.HH-18 KU.01.01. tahun 2011 tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Kinerja bagi Pegawai di Lingkungan Kementerian Hukum dan HAM RI.
     Yang perlu diperhatikan dalam pemberian remunerasi di Kementerian Hukum dan HAM RI, tertera dalam bab 2 mengenai komponen penentu besaran tunjangan kinerja yang tercantum dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI No. M.HH-18 KU.01.01. tahun 2011.
     Dalam pasal 3 menyebutkan bahwa tunjangan kinerja sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 diberikan berdasarkan 3 komponen, yaitu:
a)      Target kinerja yang dihitung menurut kategori dari nilai capaian Standar Kinerja Pegawai (SKP);
b)      Kehadiran menurut hari dan jam kerja di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM RI serta cuti yang dilaksanakan oleh pegawai; dan
c)      Ketaatan pada kode etik dan disiplin Pegawai Negeri Sipil.
     Sedangkan dalam pasal 4 disebutkan bahwa :
1)      Tunjangan kinerja dibayarkan secara proporsional berdasarkan kategori dan nilai capaian SKP;
2)      Ketentuan mengenai kategori dan nilai capaian SKP sebagaiamana dimaksud dalam pasal 3 huruf a serta penerapannya diatur dalam Peraturan Menteri.
     Besaran tunjangan kinerja yang akan diterima tidak mutlak sama dengan besaran yang ditetapkan sesuai grade karena dipengaruhi oleh beberapa faktor, misalnya jumlah kehadiran (telah diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI No. M.HH-18 KU.01.01. tahun 2011). Selain itu di masa yang akan datang, besaran tunjangan kinerja bisa naik atau juga bisa turun, tergantung dari hasil penilaian Tim Evaluasi Independen.



5.    Tahap pelaksanaan remunerasi
     Pentahapan Remunerasi dari awal kegiatan (pengumpulan data) sampai dengan tahap legislasi (penerbitan undang-undang) adalah :
a)    Analisa jabatan
b)    Pengumpulan data jabatan
c)     Evaluasi jabatan dan Pembobotan
d)    Grading atau penyusunan struktur gaji baru.
e)     Job pricing atau penentuan harga jabatan
f)     Pengusulan peringkat dan harga jabatan kepada Presiden (oleh Meneg PAN)
6.    Prinsip dasar kebijakan remunerasi
            Prinsip dasar kebijakan Remunerasi adalah adil dan proporsional. Artinya kalau kebijakan masa lalu menerapkan pola sama rata (generalisir), sehingga yang tidak berkompeten juga mendapatkan penghasilan yang sama. Maka dengan kebijakan Remunerasi, besar penghasilan (reward) yang diterima oleh seorang pejabat akan sangat ditentukan oleh bobot dan harga jabatan yang disandangnya.

Mekanisme Remunerasi
Menurut Deny Suryana (2010), remunerasi pemerintahan adalah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Kebijakan Reformasi Birokrasi. Remunerasi dilatarbelakangi oleh kesadaran sekaligus komitmen pemerintah untuk mewujudkan  clean and good governance. Namun pada tataran pelaksanaannya, perubahan dan pembaharuan yang dilaksanakan dalam rangka mewujudkan tata pemerintahan yang bersih dan berwibawa tersebut tidak mungkin dapat dilaksanakan dengan baik (efektif) tanpa kesejahteraan yang layak dari pegawai. Perubahan dan pembaharuan tersebut dilaksanakan untuk menghapus kesan pemerintahan yang selama ini dinilai buruk, yang antara lain ditandai oleh indikator :
·         Buruknya kualitas pelayanan publik (lambat, tidak ada kepastian aturan/hukum, berbelit belit, arogan, minta dilayani atau feodal style, dsb.)
·         Sarat dengan perilaku KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme)
·         Rendahnya kualitas disiplin dan etos kerja aparatur negara.
·         Kuaiitas.manajemen pemerintahan yang tidak produktif, tidak efektif dan tidak efisien.
·         Kualitas pelayanan publik yang tidak akuntabel dan tidak transparan.
Secara resmi remunerasi bagi Abdi Negara dimulai pada bulan Agustus 2007 tepatnya setelah DPR menyetujui adanya remunerasi pada kementerian dan lembaga yaitu Departemen Keuangan, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Mahkamah Agung (MA).  Pemberlakuan remunerasi melalui mekanisme penetapan tunjangan kinerja sebagai berikut :
1.      Menteri PAN dan RB selaku Ketua TRBN akan mengirimkan surat ke Menteri Keuangan untuk menyampaikan K/L yang sudah diverifikasi lapangan dan sudah memperoleh Berita Acara Validasi Job Grading, disertai dengan lampiran hasil verifikasi lapangan dan Berita Acara Job Grading.
2.      Kementerian Keuangan membuat simulasi besaran tunjangan kinerja pada masing-masing jabatan dan dampak anggarannya, dan menyampaikan kepada Ketua KPRBN untuk dibahas dalam rapat KPRBN. KPRBN menetapkan besaran tunjangan kinerja
3.      Kementerian Keuangan menyampaikan surat kepada :
a.        DPR-RI mengenai penganggarannya.
b.        Menteri Negara PAN dan RB selaku Ketua TRBN mengenai besaran tunjangan kinerja masing-masing grade untuk diproses Perpresnya.
4.      DPR RI melakukan pembahasan alokasi anggaran: Jika K/L dapat memenuhi seluruh anggaran tunjangan kinerja dari hasil efisiensi/optimalisasi anggarannya, maka pembahasan dapat dilakukan oleh K/L dengan Komisi DPR yang terkait. Namun bila diperlukan tambahan anggaran, maka pengajuan harus dilakukan oleh Menteri Keuangan kepada Badan Anggaran DPR.

Implementasi Menyambut Remunerasi
Tahun 2013 ini, ada 23 kementerian/lembaga yang diusulkan untuk mendapatkan tunjangan kinerja, yaitu Kemenlu, Kemendag, Kemenkes, Kemendikbud, Kemenparek, Kemenhut, Kemendagri, Wantannas, LAPAN, Kemen KP, Kemen LH, Kemenhub, Kemenakertrans, BAPETEN, Kemen PU, Kemenkominfo, BMKG, Bakorkamla, BNP2TKI, Kemen PDT, Perpusnas dan Setjen DPR.  Kepastian pemberian tunjangan terhadap 23 K/L tersebut akan diketahui pada pertengahan atau akhir tahun.  Hal ini disebabkan karena dalam penetapan pemberlakuannya harus melalui verifikasi lapangan, dimana berdasarkan verifikasi lapangannya akan memberikan skor kementerian/lembaga mana yang disetujui untuk pembayaran tunjangan kinerjanya. 
Jika hasil skor penilaian dibawah 31 atau berada pada range 0 s/d 30, K/L tersebut tidak akan diberikan dan di proses tunjangan kinerjanya. Minimal hasil penilaian harus berada pada level 2 dengan besaran TK 40%.   Secara lengkap skor yang digunakan untuk penentuan besaran tunjangan kinerja dari kementerian keuangan adalah sbb :

Range Skor
Level
Keputusan
Usulan Besaran TK
0 – 10
0
Tidak Diberikan TK
Tidak Diproses
11 - 30
1
Tidak Diberikan TK
Tidak Diproses
31 - 40
2
Diberikan TK
40 % dari Kemenkeu
41 - 50
2
Diberikan TK
45 % dari Kemenkeu
51 - 60
3
Diberikan TK
50 % dari Kemenkeu
61 - 70
3
Diberikan TK
55 % dari Kemenkeu
71 - 80
4
Diberikan TK
65 % dari Kemenkeu
81 - 90
4
Diberikan TK
75 % dari Kemenkeu
91 - 100
5
Diberikan TK
100 % dari Kemenkeu

Skor penilaian tersebut dilakukan atas 9 area perubahan yang diharapkan yaitu: (1) Manajemen Perubahan, (2) Penataan Peraturan Perundang-undangan, (3) Penataan dan Penguatan Organisasi, (4) Penataan Tata Laksana, (5) Penataan Sistem Manajemen SDM Aparatur, (6) Penguatan Pengawasan (7) Penguatan Akuntabilitas Kinerja, (8) Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik dan (9) Quick Wins.
Meskipun Kementerian Kehutanan baru diusulkan untuk menerima remunerasi di tahun 2013, namun Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kementerian Kehutanan telah memberlakukan beberapa aturan dalam menyambut remunerasi. Salah satunya adalah pemberlakuan penilaian disiplin PNS. Penilaian unsur disiplin terkait dengan “terlambat datang, pulang cepat dan tidak hadir” diperoleh dari absensi tiap pegawai yang dilakukan setiap pagi (datang) dan sore (pulang) dengan menggunakan absensi sidik jari. Selain absensi sidik jari tersebut, beberapa UPT Kementerian Kehutanan juga memberlakukan apel pagi dan apel sore.
Pemberlakuan absensi sidik jari dan apel pagi-sore dalam menyambut remunerasi merupakan langkah awal yang dilakukan untuk penilaian unsur disiplin. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan disiplin PNS terkait dengan jam kerja PNS. Kehadiran PNS sesuai dengan jam kerja akan menjadi salah satu tolok ukur pembayaran remunerasi. Namun sampai sekarang remunerasi di Kementerian Kehutanan semakin tidak jelas, sementara beberapa honorarium yang terkait dengan pelaksanaan kegiatan sudah tidak dibayarkan.  Hal ini tentu saja berpengaruh terhadap output pelaksanaan kegiatan dimana PNS terbiasa menerima honorarium saat melaksanakan kegiatan dan tunjangan remunerasi yang diharapkan jadi pengganti honorarium belum jelas akan terbayarkan. 
Pemberlakuan absensi sidik jari tujuannya baik, tetapi ternyata banyak PNS yang hanya kehadirannya dari segi absensi datang dan pulang lengkap, tapi tidak memiliki output kerja yang jelas. Sehingga masih ditemukan banyaknya PNS yang melakukan aktivitas diluar tupoksinya setiap harinya pada saat jam kantor. Padahal berdasarkan PP 46 tahun 2011, penilaian kinerja pegawai  terdiri dari dua unsur, yaitu sasaran kerja pegawai (SKP) dengan bobot 60 persen, dan perilaku pegawai dengan bobot 40 persen. Jadi seharusnya dalam implementasi awal menyambut remunerasi, yang dikedepankan adalah sasaran kerja pegawai tercapai.  Dimana setiap pegawai wajib menyusun SKP berdasarkan rencana kerja tahunan. SKP ditetapkan dan disetujui oleh pejabat penilai dengan memuat kegiatan tugas jabatan dan target yang harus dicapai dalam kurun waktu tertentu.  Jadi outputnya sangat riil dan terukur dan dinilai berdasarkan tingkat kesulitan dan prioritasnya.
Jadi selayaknya pembelajaran awal mengacu ke pencapaian kinerja sesuai sasaran kerja dalam SKP yang dibuat oleh PNS,  sehingga  dengan pembelajaran ini diharapkan akan menciptakan PNS yang kinerjanya bagus dan mempunyai perilaku yang baik dalam hal pelayanan, integritas, komitmen, disiplin, kerjasama dan kepemimpinan.



MANAJEMEN KESEJAHTERAAN PNS
Kesan umum tentang rendahnya gaji pegawai negeri sipil (PNS) merupakan gambaran yang tak terlalu relevan lagi pada saat sekarang. Bahkan banyak perusahaan swasta yang gaji karyawannya lebih rendah dibanding pegawai negeri. PNS Golongan I atau terendah sudah di atas upah minimum regional (UMR). Kenaikan gaji pun hampir setiap tahun dilakukan termasuk yang terakhir diputuskan tahun 2008 akan naik sebesar 15 persen. Menurut catatan, sejak 2001 telah terjadi kenaikan sebesar 73 persen. Suatu angka yang cukup baik di tengah berbagai kesulitan. Secara bertahap kesejahteraan PNS meningkat.
Berdasarkan pertimbangan rasional yang ada, kenaikan itu wajar. Kendati masalahnya selalu pada keterbatasan keuangan pemerintah di satu sisi dan jumlah PNS yang mencapai lebih 3,7 juta orang di sisi yang lain. Dikatakan wajar karena setelah naik pun masih tetap rendah dibandingkan dengan tingkat kebutuhan hidup. Tetapi kenaikan signifikan harus diakui makin dirasakan manfaatnya. Terlepas dari apakah yang melatarbelakangi keluarnya keputusan tersebut. Tentu tidak bisa dipungkiri ada aspek politis di sana. Karena menaikkan gaji PNS merupakan kebijakan yang populer meskipun dampak inflatoarnya perlu diwaspadai.
Selalu saja ada peluang untuk menaikkan gaji kendati hal itu sangat membebani pengeluaran rutin dan menurunkan pengeluaran pembangunan. Seakan-akan tanpa itu pemerintah takut tak memperoleh dukungan. Tetapi logika pembenarnya juga banyak. Selain secara faktual kesejahteraan masih perlu ditingkatkan, kita juga perlu terus menerus menaikkan gaji kalau ingin membersihkan birokrasi dari korupsi, pungli dan sebagainya. Memang selalu diragukan efektivitasnya kalau ternyata korupsi dan penyakit birokrasi itu lebih karena sikap mental. Dinaikkan berapapun gajinya kalau mentalnya korup ya tetap akan korupsi.
Hal lain menyangkut rendahnya tingkat produktivitas. Seharusnya ada korelasi positif antara kenaikan gaji dengan peningkatan produktivitas. Tetapi kita patut meragukan selama sistem maupun kulturnya tidak berubah sama sekali. Selain itu rata-rata kondisi SDM yang ada di pemerintahan masih memrihatinkan. Pernah dinyatakan 40 persen PNS yang berarti sekitar 1,5 juta bekerja di bawah standar karena kurangnya kompetensi dan keahlian. Jadi kalau rasionalisasi pegawai dilakukan, dengan jumlah anggaran yang sama gaji bisa dinaikkan lebih besar lagi. Dengan demikian kesejahteraan pegawai negeri di Indonesia akan lebih baik lagi.
Persoalannya bukan semata-mata kenaikan gaji. Semua perlu dilakukan dalam sebuah kerangka kebijakan untuk memperbaiki kinerja dan membersihkan aparatur pemerintah. Kalau pendekatannya hanya perbaikan kesejahteraan melalui kenaikan gaji maka persoalan yang sebenarnya belum tersentuh. Apalagi kalau peningkatan kompetensi tak dilakukan termasuk perbaikan sistem kerja. Sudah saatnya PNS tampil dengan citra baru menuju profesionalisme. Dan itu tak cukup dilakukan hanya dengan meningkatkan kesejahteraan meskipun hal itu penting. Beranikah pemerintah menempuh kebijakan penataan yang lebih radikal?

Peranan Pemerintah Dalam Merumuskan Dan Mewujudkan Upaya Pencapaian Kesejahteraan PNS
Sebagaimana Kebijakan Strategis Nasional bidang Pendayagunaan Aparatur Negara (Jakstrapan) tahun 2005-2009, pembangunan sumber daya manusia aparatur hendaknya difokuskan pada :
Peningkatan kinerja aparatur melalui penerapan sistem penggajian yang berbasis merit dan remunerasi, akuntabilitas dan penegakan disiplin secara konsisten, kelembagaan sesuai visi-misi, dan ketatalaksanaan yang efektif.
Dalam hal kesejahteraan pegawai, yang merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi kinerja PNS. Maka kesejahteraan pegawai perlu ditingkatkan dengan merestrukturisasi system pengajian PNS secara nasional dan secara rasional sesuai dengan standar minimal kebutuhan pegawai. Yang diarahkan untuk mengurangi gap gaji pegawai, struktur gaji yang yang bermula dari gaji pokok yang rendah perlu diperbaiki dengan memberikan jumlah gaji pokok yang besar, dan ditambah dengan tunjangan-tunjangan yang relevan.
Pemerintah tengah menyiapkan sistem penggajian baru untuk pegawai negeri sipil (PNS). Sistem baru itu berbasis pada beban kerja. Gaji seorang aparat pemerintah akan diberikan berdasarkan tanggung jawab dan risiko kerja. Pola penggajian itu akan mirip dengan yang kini diterapkan di Departemen Keuangan. Yakni, memberikan penghargaan lebih besar kepada pegawai yang mempunyai tugas berat sehingga akan menghapus kesan bahwa gaji PNS sama bila berada di golongan yang sama. Sekarang rasio perbedaan gaji PNS golongan IA (terendah) dengan PNS golongan IVE (tertinggi) hanya 1 : 3. Setelah peraturan pemerintah (PP) soal remunerasi gaji baru nanti dikeluarkan, rasio itu bisa berubah hingga 1 : 12. Honor akan dihapus dan gaji bakal dinaikkan. Dia menambahkan, kenaikan gaji akan didasarkan pada bobot tanggung jawab atau jabatan masing-masing, bukan golongan kepangkatan. Bisa saja gaji pegawai golongan III lebih besar daripada golongan IV karena PNS golongan III itu mendapatkan tugas tambahan, misalnya sebagai kepala sekolah.Selain itu, setelah sistem baru ini diterapkan, gaji PNS yang sekarang bedanya hanya 1 : 3, nanti bisa sampai 12 kali antara golongan I dan IV.
Saat ini pemerintah sedang mengkaji terhadap rencana tersebut. Pemerintah sedang menunggu hasil perbaikan sistem remunerasi yang telah diterapkan di Departemen Keuangan.
Sistem penggajian yang nanti diterapkan secara nasional itu akan meniru model tingkatan gaji di Depkeu yang baru. Formula yang akan diterapkan kepada PNS secara umum sedang akan disiapkan dan nominalnya sedang dibahas apakah akan seratus persen meniru Depkeu atau tidak. Selain itu, Men PAN dan Menkeu sedang mengkaji apakah tunjangan fungsional, tunjangan struktural, dan tunjangan keluarga tetap diberikan atau dihapus dengan penambahan gaji pokok dalam jumlah tertentu.
Yang jelas, honor-honor yang kerap diterima PNS, misalnya honor pengawas ujian, honor keanggotaan tim panitia kegiatan tertentu, akan dihapus. Untuk mendapatkan peningkatan gaji, tiap-tiap daerah harus memenuhi beberapa persyaratan. Misalnya, job description yang jelas dari masing-masing PNS harus dipenuhi agar bisa mendapatkan besaran gaji yang sesuai, , gaji yang diterima masing-masing PNS tidak lagi didasarkan pada golongan kepangkatan dan masa kerja, tapi lebih pada bobot tanggung jawab, risiko, dan tingkat kesulitan kerja.
Selain itu, dalam tahap persiapan pembenahan sistem remunerasi tersebut, pemerintah bakal mempertimbangkan besaran gaji yang berlaku di pasar. Kami akan membandingkan jumlah gaji swasta dan negeri dalam menetapkan besaran gaji sesuai dengan jabatannya agar tercipta budaya kompetitif pada PNS.
Tak hanya itu, dalam sistem baru tersebut, PNS yang ditempatkan di daerah terepencil akan mendapatkan tunjangan kemahalan.
Proyek percontohan (pilot project) sistem remunerasi pegawai negeri sipil (PNS) di Departemen Keuangan menuai kecaman dan kritik pedas. Meski bertujuan mulia, yaitu untuk membenahi birokrasi kepegawaian secara menyeluruh, tapi lonjakan kenaikan gaji berlipat-lipat pejabat Depkeu tetap saja dipersoalkan. Benarkah dengan menaikkan gaji, profesionalisme dan disiplin PNS sebagai abdi negara bakal membaik?
Ukuran hasil yang diperoleh bisa dinilai dengan laporan keuangan yang tidak mendapatkan penilaian disclaimer dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) serta kemampuan menertibkan rekening-rekening liar.
Jika DPR menyoroti prosedur pencairan dana, berbagai kalangan juga meragukan efektivitas pemberian tunjangan yang disebut TPKPN (Tunjangan Khusus dan Pembinaan Keuangan Negara) di lingkungan Depkeu.
Pengambilan keputusan yang dilakukan sepihak dan tidak mengajak konsultasi berbagai pihak juga disayangkan. Hal tersebut menyangkut akuntabilitas kebijakan yang diambil.
Dalam program reformasi birokrasi, setiap elemen organisasi ditata, prosedur kerja diperbaiki, ukuran-ukuran keberhasilan kinerja diefektifkan,dan tidak ada lagi istilah business as usual. yang dimaksud business as usual adalah berbagai ketidakdisiplinan pegawai departemen. Misalnya, ada yang ngobyek, ada yang datang telat, dan sebagainya.

No comments:

Post a Comment

buku bimbingan

                                                                                                                                            ...

082126189815

Name

Email *

Message *