Tuesday, January 26, 2016

TEORI ORGANISASI



TUGAS RESUME
TEORI ORGANISASI & PENGORGANISASIAN
Pengarang : Prof. Dr. J. WINARDI, S.E






Disusun Oleh
NAMA           : OCTA MANDA YANTI
NPP                : 22.0601
KELAS          : G-5






INSTITUT PEMERINTAHAN DALAM NEGERI
JATINANGOR
2014


BAB 1
ORGANISASI DAN PENGORGANISASIAN

A. Pengantar
Organisasi merupakan elemen yang amat diperlukan di dalam kehidupan manusia (apalagi dalam kehidupan modem). Organisasi membantu kita melaksanakan hal-hal atau kegiatan-kegiatan yang tidak dapat dilaksanakan dengan baik sebagai individu. Di samping itu, dapat dikatakan lagi bahwa organisasi-organisasi membantu masyarakat; membantu kelangsungan pengetahuan dan ilmu pengetahuan. la pun merupakan sumber penting aneka macam karier di dalam masyarakat.
Organisasi-organisasi merupakan bagian dari lingkungan tempat kita bekerja, tempat kita bermain. Pendek kata, organisasi adalah tempat kita melakukan apa saja. Organisasi-organisasi memengaruhi kehidupan. Sebaliknya, kita dapat-pula mempe­ngaruhi organisasi.
Sejak awal munculnya organisasi (pada zaman dahulu), perubahan-perubahan penting yang terjadi pada organisasi adalah:
a.        efisiensi;
b.       kecanggihan; dan
c.        kompleksitas (Hicks, 1972:5).
Organisasi-organisasi dapat memenuhi aneka macam kebu­tuhan manusia. Kebutuhan itu misalnya kebutuhan emosional, spiritual, intelektual, ekonomi, politik, psikologis, sosiologis, kultural, dan sebagainya.
Chris Argyris menerangkan eksistensi organisasi melalui pernyataan: "...organisasi-organisasi biasanya dibentuk orang guna mencapai sasaran-sasaran yang dapat dicapai terbaik secara kolektiP' (Argyris, 1964: 35).
Salah satu pembahasan tentang kemampuan organisasi untuk melaksanakan tugas-tugas tertentu yang tidak mungkin dilak­sanakan oleh individu secara tersendiri, disajikan oleh seorang penulis manajemen terkenal Chester I. Barnard (Barnard, 1956: 23 - 37). Barnard merumuskan kendala-kendala yang dihadapi oleh seseorang individu, dalam hal melaksanakan hal-hal yang ingin dilakukan olehnya. Adapun kendala-kendala tersebut menurutnya termasuk dalam dua kelompok, yaitu:
(1)   kemampuan biologis sang individu yang bersangkutan; atau
(2)   faktor-faktor fisikal dari lingkungan yang dihadapi olehnya.

B. Aneka Macam Alasan Mengapa Orang Membentuk Organisasi
Sejak dahulu manusia sudah diberi nama julukan "Zoon Politicon" (makhluk yang hidup berkelompok). Hal itu mengandung makna bahwa manusia senantiasa menginginkan hubungan­hubungan dengan orang lain. Herbert G. Hicks menyajikan sejurnlah alasan mengapa manusia menciptakan organisasi-organisasi (Hicks, 1972: 8-13).
Alasan Sosial (Social Reasons)
Banyak organisasi dibentuk untuk memenuhi kebutuhan manusia untuk pergaulan. Hal yang sama terlihat pada organisasi-organisasi yang memiliki sasaran intelektual atau ekonomi. Adakalanya kebutuhan-kebutuhan sosial seseorang demikian sempurna terpenuhi oleh perusahaan tempat ia bekerja, sehingga orang melontarkan kata-kata "pekerjaannya adalah kehidupannya". Jadi, dapat dikatakan bahwa manusia berorganisasi karena membu­tuhkan dan menikmati kepuasan-kepuasan sosial yang diberikan oleh organisasi-organisasi. Organisasi-organisasi keolahragaan juga sering kali memberikan nilai-nilai sosial.

Alasan Material (Material Reasons)
Manusia juga melaksanakan kegiatan pengorganisasian karena alasan-alasan material. Melalul bantuan organisasi, manusia dapat melakukan tiga macam hal yang tidak mungkin dilakukannya sendiri, yakni:
1.      memperbesar kemampuannya;
2.      menghemat waktu yang diperlukan untuk mencapai sesuatu sasaran, melalui bantuan sebuah organisasi;
3.      menarik manfaat dari pengetahuan generasi-generasi sebelumnya yang telah dihimpun.

Alasan material pertama bagi organisasi-organisasi adalah memperbesar kemampuan manusia. Maksudnya, melalui orga­nisasi-organisasi, manusia dapat melaksanakan aneka macam tugas atau pekerjaan secara lebih efisien dibandingkan dengan situasi apabila hanya bekerja sendiri tanpa bantuan pihak lain. Harus diakui bahwa banyak hal yang ingin dikerjakan oleh manusia, hanya dimungkinkan melalui upaya-upaya terorganisasi (ingat contoh proyek mengirimkan manusia ke bulan).
Melalui bantuan organisasi, manusia dapat mengembangkan sistem hukum dan pemerintahan, Dalam dunia modern ini dapat pula diciptakan organisasi-organisasi asuransi jiwa, orkes-orkes simfoni, tim-tim atletik. Organisasi-organisasi menyebabkan timbul­nya keuntungan-keuntungan dalam bidang produktivitas karena mereka memungkinkan adanya spesialisasi dan pertukaran.
Spesialisasi
Adam Smith dalam karya akbarnya "The Wealth of Nations" sudah menekankan nilai spesialisasi, dalam contohnya yang klasik berupa produksi jarum pentul. Spesialisasi telah memungkinkan perusahaan-perusahaan memproduksi output mereka dengan biaya lebih rendah, dibandingkan dengan apabila produksi diseleng­garakan secara perorangan.

Pertukaran
Spesialisasi mengandung arti adanya pertukaran. Proses pertu­karan dapat pula dipandang sebagai sebuah proses keorganisasian, yang menciptakan nilai. Dalam perekonomian makro, pertukaran­pertukaran yang berlangsung sangat kompleks dan terkomplikasi. Termasuk di dalamnya kompleksitas lembaga-lemhaga finansial, sistem-sistem distribusi, moneter, dan alat-alat lainnya guna melan­carkan dan menunjang pertukaran. Perlu diingat bahwa pada setiap kasus, pertukaran sebagai sebuah aktivitas organisasi dilaksanakan oleh setiap pesertanya. Hal itu dengan ekspektasi bahwa ia akan menarik manfaat dari pertukaran yang diselenggarakan. Jadi, apa­bila kita mencapai manfaat dari suatu pertukaran, berarti kita juga menarik manfaat dari suatu organisasi.

C. Efek Sinergistik Organisasi-organisasi
Organisasi-organisasi dapat merimbulkan efek sinergistik. Dalam kaitan ini kita diingatkan pada sebuah kredo pendekatan sistem yang menyatakan bahwa falsafah Holism mengandung makna bahwa: "The whole is More Than the Sum of Its Parts". Holisme merupakan salah satu pilar penting pemikiran secara sistem atau sistemik (Nisjar, Winardi, 1997: 27).
Output sebuah organisasi dapat berbeda jumlah atau kualitas­nya di.bandingkan dengan jumlah input yang disatukan. Hal itu dengan rumus ilmu hitung biasa: 2 + 2 = 4. Akan tetapi, pada ilmu hitung keorganisasian, 2 kesatuan input + 2 kesatuan input tambahan mungkin menghasilkan output sebesar: 3, 4, 7, 13, A, X atau Z kesatuan output. Output sebesar 3 mengandung arti adanya suatu kerugian keorganisasian sebesar satu unit. Hal ini cei«iinan sebuah organisasi yang tidak berhasil. Output sebesar 4 merupakan kondisi di mana organisasi yang bersangkutan berada dalam kondisi titik impas (break-even) dan akhimya output sebesar 7 atau 13 mencerminkan organisasi yang berhasil. Output yang dihasilkan melebihi biaya­biaya yang dikeluarkan (input). Output A, X dan Z merupakan pencerminan fakta bahwa dimensi output mungkin secara kualitatif berbeda dibandingkan dengan unit-unit input. Dalam kondisi demikian, para peserta harus memutuskan sendiri, apakah organi­sasi-organisasi demikian mencapai keberhasilan atau tidak.
Guna mengilustrasi bahwa organisasi-organisasi memiliki efek sinergi, marilah kita pelajari sebuah contoh yang sederhana. Misalkan ada sebuah mobil yang sedang mogok di jalan. Mobil tersebut perlu didorong ke pinggir jalan. Mobil tersebut menghadap ke utara dan diperlukan kekuatan sebesar 125 kg untuk mengge­rakkannya. Maka, dua orang A dan B mulai mendorong mobil tersebut. A mendorongnya dengan kekuatan 50 kg ke selatan, dan B mendorongnya dengan kekuatan 100 kg ke utara. Kegiatan tersebut sia-sia saja karena dampak netto atas mobil tersebut adalah di­dorong 50 kg ke utara. Akan tetapi, andaikata A-menggunakan kekuatannya bersama dengan kekuatan B untuk men4lorong mobil tersebut ke arah utara, dampaknya adalah 150 kg ke utara dan mobil tersebut bergerak. Sinergi prinsipil yang diproduksi oleh organisasi tersebut secara kualitatif mungkin berbeda dengan 150 kg kekuatan yang dikorbankan untuk mendorong mobil tersebut (karena didorong mobil tadi dapat dihidupkan oleh supirnya). Orang pada umumnya mengekspektasi bahwa manfaat yang diterimanya melalui jalan turut berpartisipasi dalam sebuah orga­nisasi akan melebihi biaya-biaya yang dikeluarkannya (ingat: organisasi-organisasi menghasilkan nilai melalui efek sinergistik). Maka, organisasi-organisasi-seperti halnya sumber daya manusia dan modal-dianggap merupakan faktor produksi, dalam arti bahwa mereka dapat menciptakan nilai.

D. Tipe-tipe Organisasi
1. Pengantar
Herbert G. Hicks menyajikan aneka macam tipe organisasi sebagai berikut (Hicks, 1972: 14-16).
Menurut Hicks "...otganisasi-organisasi bersifat sangat variabel". Sesuatu organisasi dapat menjadi fokus sentral kehidupan seseorang atau ia mungkin hanya merupakan pelayannya untuk sementara waktu. Sebuah organisasi mungkin dapat bersifat kaku, "dingin", tanpa kepribadian, atau kadang-kadang dapat menghasilkan hubu­ngan-hubungan luwes dan bermakna bagi para anggotanya.
2. Organisasi-organisasi Formal dan Informal
Ada sebuah klasifikasi populer, organisasi-organisasi dibagi dalam kelompok :
-          organisasi formal dan
-          organisasi informal
Pembagian tersebut tergantung pada tingkat atau derajat ter­struktur. Sesungguhnya pembagian yang disajikan merupakan wujud ekstrem, karena dalam kenyataan, tidak mungkin kita menjumpai sebuah organisasi yang formal sempurna, atau yang informal sempurna.
Menurut Herbert G. Hicks, kedua ekstrem berisikan suatu kontinum tipe-tipe keorganisasian seperti ditunjukkan pada gambar di atas (Hicks, 1972:6).
Sebuah organisasi formal memiliki suatu struktur yang terumus­kan dengan baik. Struktur ini menerangkan hubungan-hubungan otoritasnya, kekuasaan, akuntabilitas, dan tanggung jawabnya. Struktur yang ada juga menerangkan bagaimana bentuk saluran­saluran, dan melalui apa komunikasi berlangsung.
Organisasi-organisasi formal menunjukkan tugas-tugas terspe­sifikasi bagi masing-masing anggotanya. Hierarki sasaran-sasaran organisasi-organisasi formal dinyatakan secara eksplisit. Status, prestise, imbalan, pangkat dan jabatan, serta prasyarat-prasyarat lainnya terurutkan dengan baik dan terkendali:
Organisasi-organisasi formal tahari lama,, dan terencana. Mengingat ditekankan suatu keteraturan, maka mere.ka relatif bersifat tidak fleksibel. Contoh-contoh organisasi-organisasi formal adalah perusahaan-perusahaan besar, badan-badan pemerintah, dan universitas-universitas.
Pada sisi lain, dari kontinum pada gambar yang disajikan ter­dapat apa yang diriamakan organisasi-organisasi informal. Organisasi­organisasi informal demikian terorganisasi secara "lepas." Mereka bersifat fleksibel, tidak terumuskan dengan baik, dan sifatnya adalah spontan.
Keanggotaan pada organisasi-organisasi informal dapat dicapai baik secara sadar, maupun secara tidak sadar. Kerapkali sulit untuk menentukan waktu eksak seseorang menjadi anggota orga­nisasi tersebut. Sifat eksak hubungan-hubungan antara para ang­gota, bahkan tujuan-tujuan organisasi yang bersangkutan tidak terspesifikasi. Contoh-contoh organisasi demikian adalah suatu pertemuan makan malam bersama, orang-orang yang kebetulan lewat, sewaktu kecelakaan mobil terjadi.
Organisasi-organisasi informal, dapat dialihkan wujudnya menjadi organisasi-organisasi formal. Hal itu apabila hubungan­hubungan di dalamnya dan kegiatan-kegiatannya terumuskan dan terstruktur. Organisasi-organisasi formal dapat menjadi organisasi­organisasi informal apabila hubungan-hubungan yang dirumuskan dan yang terstruktur tidak dilaksanakan. Selanjutnya, diganti dengan hubungan-hubungan baru yang tidak terspesifikasi dan tidak dikendalikan.
3. Organisasi-organisasi Primer dan Organisasi Sekunder
Cara lain untuk mengklarifikasikan organisasi-organisasi adalah dengan jalan membedakan:
-          organisasi-organisasi primer; dan
-          organisasi-organisasi sekunder (Hicks, 1972: 15).

Cara lain untuk merumuskan atau mengklasifikasi sesuatu organisasi adalah berdasarkan keterlibatan emosional para anggotanya. Pada gambar terlihat dua wujud ekstrem sebuah kontinum, yang kiranya tidak akan dijumpai dalam bentuk murni dalam praktik nyata.
Organisasi-organisasi primer menuntut keterlibatan lengkap, pribadi dan emosional dari para anggotanya. Organisasi-organisasi demikian dicirikan oleh hubungan-hubungan, yang bersifat pribadi, langsung, spontan, dan tatap­muka.
Mereka berlandaskan ekspektasi timbal balik dan bukan pada kewajiban­kewajiban yang dirumuskan dengan eksak. Contoh-contoh tentang organisasi­organisasi primer adalah keluarga-keluarga tertentu, orang-orang yang berdedikasi pada profesi mereka, dan organisasi-organisasi yang menimbulkan kausa-kausa yang sangat menyentuh hati para anggota. Organisasi-organisasi primer pada dasarnya merupakan tujuan-tujuan yang memberikan kepuasan.
Di lain pihak, hubungan-hubungan pada organisasi-organisasi sekunder ada yang bersifat intelektual, rasional, dan kontraktual. Dalam hal itu hubungan­hubungan bersifat formal dan impersonal, dengan kewajiban-kewajiban yang dinyatakan secara eksplisit. Organisasi-organisasi sekunder, bukanlah tujuan­tujuan yang memberikan kepuasan, tetapi mereka memiliki anggota-anggota. Hal itu karena mereka dapat menyediakan alat-alat (misalnya imbalan berupa gaji/upah) yang memenuhi tujuan-tujuan para anggota tersebut.
Para anggotanya melibatkan diri secara terbatas pada organisasi-organisasi demikian. Untuk banyak karyawan, mahasiswa, organisasi-organisasi mereka masing-masing hanya menunjukkan komitmen terbatas. Sebagai contoh, dapat dikatakan bahwa seorang karyawan dapat membuat perjanjian dengan pihak rnajikannya bahwa ia setuju untuk memberikan output atau upaya tertentu dengan mendapatkan imbalan gaji sebanyak jumlah tertentu.

4. Organisasi-organisasi yang Dikl'asifikasi Berdasarkan Sasaran Pokok
Setiap organisasi dibentuk dengan tujuan mencapai sasaran atau sasaran-sasaran tertentu. Secara luas sasaran dapat dirumus­kan sebagai: memuaskan kebutuhan, keinginan, atau sasaran-sasaran para anggotanya.
Kita dapat mengklasifikasi sesuatu organisasi sesuai dengan sasaran-sasaran khusus para anggotanya yang berusaha dipenuhi.
Sebagai contoh dapat dikemukakan adanya hal-hal berikut.
  1. Organisasi-organisasi pelayanan (service organizations), yang siap membantu orang-orang tanpa menuntut pembayaran penuh dari masing-masing pihak yang menerima servis yang bersangkutan (badan-badan amal organisasi taman-taman dan taman marga­satwa di luar negeri).
  2. Organisasi-organisasi ehonomi (economic organizations), yaitu organisasi-organisasi yang menyediakan barang-barang dan jasa-jasa sebagai imbalan untuk pembayaran dalam bentuk tertentu (Korporasi-korporasi penyewa apartemen).
  3. Organisasi-organisasi religius (religious organizations), yang memenuhi kebutuhan spiritual dari anggotanya (masjid-gereja).
  4. Organisasi-organisasi perlindungan (protective organizations), yang memberikan perlindungan kepada orang-orang dari bahaya (de­partemen-departemen kepolisian-ABRI, pemadam kebakaran).
  5. Organisasi-organisasi pemerintah (goverment organizations), yang memenuhi kebutuhan akan keteraturan dan kontinuitas (Peme­rintah pusat-Pemerintah daerah).
  6. Organisasi-organisasi Sosial (social organizations), yaitu organisasi­organisasi yang memenuhi kebutuhan sosial orang-orang untuk mencapai kontak dengan orang-orang lain, kebutuhan akan identifikasi dan bantuan timbal balik (organisasi-organisasi yang dinamakan fraternities, klub-klub, tim-tim untuk tujuan­tujuan tertentu).
5. Aneka Macam Definisi tentang Organisasi
Hal pertama yang kita perlukan dalam studi tentang organisasi­o-ganisasi adalah definisi eksplisit tentang apa yang dimaksud dengan sesuatu organisasi. James L. Gibson c.s. menyatakan bahwa:
"... Organisasi-organisasi merupakan entitas-entitas yang memungkinkan masyarakat mencapai hasil-hasil tertentu, yang tidak mungkin dilaksanakan oleh individu-individu yang bertindak secara sendiri" (Gibson, et.al., 1985:7).
Organisasi-organisasi dicirikan oleh perilaku yang diarahkan he arah pencapaian tujuan. Mereka mengupayakan pencapaian tt;juan-tujuan dan sasaran-sasaran, yang dapat dilaksanakan secara lebih efektif dan lebih efisien. Hal itu melalui tindakan-tindakan individu-individu serta kelompok-kelompok secara terpadu.
Akan tetapi; perlu diingat (menurut L.E Urwick) bahwa orga­nisasi-organisasi lebih dari hanya alat untuk menciptakan barang­barang dan menyelenggarakan jasa-jasa. Organisasi-organisasi menciptakan kerangka (setting), yaitu banyak di antara kita yang melaksanakan proses kehidupan. Sehubungan dengan itu dapat dikatakan bahwa organisasi-organisasi menimbulkan pengaruh besar atas perilaku kita.

E. Pandangan Umum tentang Organisasi­organisasi
Apabila orang-orang berinteraksi untuk mencapai sasaran-sasaran individual maupun sasaran-sasaran bersama, maka terdapatlah sebuah organisasi. Sebuah organisasi dapat distruktur berdasarkan peranan­ hubungan-aktivitas dan sasaran-sasaran.
Ada organisasi yang sederhana, ada pula organisasi yang kom­pleks. Kadang-kadang kita melihat adanya organisasi yang terdapat interaksi antara dua orang, hingga pengelompokan raksasa yang bersifat kompleks. Di dalamnya pun terlibat ribuan orang anggota organisasi yang bersangkutan.
Di samping itu efektivitas keorganisasian mengharuskan adanya suatu integrasi dari semua konsep-konsep individual, dari sasaran-sasaran organisasi yang bersangkutan menjadi sebuah konsep bersama menyeluruh dari sasaran-sasaran organisasi yang ada. Sasaran keorganisasian menyeluruh tersebut memberikan pengarahan bagi aktivitas-aktivitas setiap anggota di dalam organisasi yang bersangkutan.
Elemen inti suatu organisasi adalah orang-orang (manusia) yang berinteraksi. Interaksi demikian merupakan kondisi yang diperlukan sekaligus kondisi cukup, guna menetapkan eksistensi organisasi yang ada.
Di samping itu, setiap organisasi juga memiliki elemen-elemen yang bekerja, yakni sumber-sumber daya yang mendeterminasi keefektivan organisasi tersebut. Elemen-elemen kerja mencakup sumber-sumber daya nonmanusia, dan kemampuan orang-orang.
Organisasi-organisasi terdapat karena orang-orang mengekspek­tasi bahwa beberapa di antara sasaran-sasaran mereka dapat dicapai sebaiknya melalui upaya bersama atau upaya gabungan. Manusia kerapkali mengupayakan pemuasan kebutuhan-kebutuhan biologikal, yang diperlukan guna mempertahankan kehidupan melalui bantuan organisasi-organisasi. Organisasi-organisasi juga dibentuk manusia untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan sosial. Sasaran-sasaran pribadi yang dituntut oleh individu-individu terhadap organisasi­organisasi, berbeda untuk masing-masing orang. Hal tersebut juga tergantung pada waktu tertentu dan keadaan tertentu.
Kunci bagi organisasi-organisasi yang berhasil adalah upaya bersama guna memuaskan sasaran-sasaran pribadi yang bersifat kompatibel. Ada kemungkinan bahwa sasaran-sasaran pribadi, mung­kin sangat bertentangan-agak bertentangan-atau bersifat netral­atau sesuai dengan (kompatibel) dengan atau identik dengan sasaran­sasaran keorganisasian.
BAB
2
URGANISASI DAN LINGKUNGAN


A. Organisasi sebagai sebuah Sistem
1. Pengantar
Pemikiran manajemen telah mengalami evolusi dengan ber­langsungnya waktu. Gambar 2.1 menyajikan sebuah rangkuman tentang pemikiran manajemen yang dikaitkan dengan proses manajemen (Shrode et.al., 1974: 87).
2. Organisasi-organisasi
Menurut William B. Eddy, organisasi paling umum dalam sejarah umat manusia dapat dilukiskan berupa sebuah limas atau piramida.
Pada puncak piramida tersebut, terdapat:
- pengambilan keputusan;
- kekuasaan;
- sumber informasi.
Melalui tindakan pendelegasian wewenang dan penugasarn lapisan berikutnya, manajer tingkat lebih rendah mengupayakan agar segala sesuatu berlangsung sebagaimana mestinya. Para jenderal misalnya, (dalam medan peperangan) memutuskan musuh mana yang akan diserang, bilamana penyerangan akan dilaksanakan, dan dengan jumlah tentara beberapa banyak serangan tersebut dilakukan.
Mereka meneruskan perintah-perintah ke "bawah" melalui jajaran jajaran yang ada, sampai prajurit individual melaksanakan tindakan menyerang di medan pertempuran. Memang harus diakui, ada bentuk-bentuk organisasi lainnya. Akan tetapi, model piramida merupakan model yang paling banyak digunakan dalam rentang sejarah dan peradaban manusia.
Max Weber pemah berupaya untuk merasionalisasi organisasi­organisasi, dan membebaskannya dari kecenderungan-kecenderungan pribadi. la mengendalikannya berdasarkan hukum dan preseden­preseden, tetapi tetap dengan berpedoman pada struktur piramida (Weber, 1947).
Kebanyakan organisasi tergantung pada otoritas, yang dikon­sentrasi di puncak, bersama-sama dengan keterampilan intelegensi, pengambilan keputusan, dan manajemen.
Pendidikan umum yang makin bertambah baik dan ide-ide yang dimunculkan oleh orang-orang yang berada pada tingkatan lebih rendah di lingkungan organisasi-organisasi, berdasarkan asas bawah ke atas (bottom-up power) sangat membantu pencapai tujuan-tujuan keorganisasian. Ini terwujud melalui partisipasi mereka dalam hal pengambilan keputusan dan kegiatan-kegiatan perumusan tujuan.
Organisasi-organisasi modern dibandingkan dengan organisasi­organisasi lama memungkinkan adanya komunikasi dua arah. Para spesialis staf yang memiliki pengetahuan rinci tentang fungsi khusus, harus mampu berkomunikasi ke atas dan secara lateral. Hal itu apabila terdapat informasi baik untuk pengambilan keputusan­keputusan.
Memang harus diakui bahwa aktivitas staf dapat memberikan sumbangsih terhadap keefektifan manajemen. Akan tetapi, hal ter­sebut dapat pula menimbulkan konflik atau benturan-benturan. Sebagai contoh, dapat dikemukakan bahwa para auditor internal melaksanakan fungsi-fungsi pengawasan bagi sesuatu organisasi. Dalam hal menerapkan standar-standar ekstemal, mungkin timbul kesan seakan-akan mereka bekerja menentang "kepentingan-terbaik" organisasi yang bersangkutan.
Desain sesuatu organisasi berubah sesuai dengan perubahan yang terjadi di dalam lingktlngan dan kebutuhan-kebutuhannya yang berubah. Sebuah organisasi formal kuno, yang terdiri dari sebuah garis tunggal otoritas dari puncak hingga bawah. Di dalamnya hanya terdapat satu organ di puncaknya. Makin banyak orang pada masing-masing lapisan sewaktu kita menyusur ke bawah hingga tingkat terendah memberikan kesan seakan-akan sebuah piramida.

B. Lingkungan Keorganisasian sebagai sebuah Sistem
1. Organisasi dan Lingkungan
Apabila kita berbicara tentang organisasi dan lingkungan, perlu kita memperbincangkan persoalan kekuatan-kekuatan lingkungan (Environmental Forces). Kekuatan-kekuatan lingkungan yaitu faktor­faktor eksternal yang sebagian besar tidak dapat dikendalikan. (oleh para manajer organisasi-organisasi) dapat memengaruhi kepu­tusan-keputusan dan tindakan-tindakan para manajer. Hal ini akhirnya juga menimbulkan dampak atas struktur-struktur internal dan proses organisasi-organisasi (Pearce II, et.al., 1989: 97).
Para manajer bertanya kepada diri mereka sendiri tentang kekuatan-kekuatan lingkungan. Hal ini terjadi sewaktu mereka mencoba menjawab pertanyaan: "Siapa saja dan apa saja di luar perusahaan (organisasi) yang akan memengaruhi _keberhasilan rencana-rencana kita?".
Terdapat demikian banyaknya kekuatan-kekuatan lingkungan yang demikian berinterelasi. Oleh karena itu, sering kali para manajer menghadapi kesulitan untuk mengisolasi faktor-faktor yang di­anggap terpenting dalam proses pengambilan keputusan mereka.
Menurut John A. Pearce II, ada baiknya untuk memandang lingkungan eksternal umum suatu perusahaan (organisasi) sebagai hal yang terdiri dari tiga macam bidang pengaruh (Spheres of Influence).

2.  Lingkungan yang Berada di Luar Perusahaan (Organisasi) (The Remote Environment)
Lingkungan ini terdiri dari sekelompok kekuatan yang muncul di luar situasi operasi sesuatu perusahaan tunggal. la antara lain rnencakup faktor-faktor ekologi-ekonomi-politik-legal-sosio­kultural dan teknologi. Lingkungan tersebut menyajikan peluang­peluang, ancama.n-ancaman, dan kendala-kendala bagi perusahaan yang bersangkutan. Jarang sekali perusahaan atau organisasi yang bersangkutan dapat menimbulkan dampak sebaliknya atas ling­kungan tersebut.

C. Sebuah Organisasi, Bisnis, sebagai sebuah Sistem dengah Subsistem-subsistem yang Berinterelasi
Para manajer tidak dapat memprediksi pengaruh eksak dari kebanyakan faktor-faktor lingkungan, sekalipun faktor-faktor tersebut merupakan kendala bagi semua organisasi. Sebagai contoh seorang manajer bidang sumber daya manusia, tidak dapat mengubah masa atau waktu cuti para karyawannya tanpa adanya perundingan kolektif (di luar negeri) dengan pihak serikat buruh.
Melalui kerangka dasar sistem, orang memberikan perhatian pada kekuatan-kekuatan lingkungan yang menimbulkan dampak atas keputusan-keputusan para manajer.

D. Organisasi dan Lingkungan (Lanjutan)
1. Pengantar
Tujuan dan teknologi organisasi-organisasi berbeda-beda. Sekolah-sekolah, rumah-rumah sakit, bank-bank, perusahaan telekomunikasi, restoran-restoran semuanya merupakan contoh­contoh organisasi yang memiliki kebutuhan dan tujuan yang ber­beda-beda.
Akan tetapi, setiap organisasi-organisasi memiliki satu hal umum yakni: para manajer. Konsep-konsep dasar teori sistem dapat membantu para manajer untuk menyederhanakan dan menghadapi interaksi-interaksi kompleks, lingkungan-lingkungan internal, dan eksternal. Para pembaca dianjurkan untuk membaca buku: C.G. Schoderbek, PB. Schoderbek, and A.G. Kefalas, Management Systems, Conceptual Considerations, Business Publications, Plano, Texas, 1980, untuk memperoleh pemahaman lebih lanjut tentang teori dan pendekatan sistem.
Sebuah organisasi dapat dipandang secara sederhana, sebagai sebuah elemen pada sejumlah elemen yang tergantung satu sama lain. Setiap organisasi menyerap sumber-sumber daya (input) dari sistem yang lebih besar (lingkungan eksternal). Selanjugnya sumber­sumber daya tersebut di proses di dalam lingkungan internalnya. Akhirnya, mengembalikan hasil-hasil yang dihasilkannya kepada dunia luar dalam bentuk yang telah berubah (output). Kembali lagi gambar berikutnya menyajikan inti-inti yang dikemukakan.

E. Lingkungan Eksternal
1. Pengantar
Tidak ada satu pun organisasi yang dapat berdiri sendiri. Terlepas dari apakah sesuatu organisasi mengejar laba atau merupakan sebuah organisasi nirlaba, setiap organisasi memberikan sesuatu kepada lingkungan luarnya. Sebaliknya setiap organisasi tergantung pada lingkungannya untuk dapat bertahan.           
Alvar O. Elbing mengklasifikasi berbagai macam komponen dari lingkungan eksternal ke dalam dua macam kategori, yakni:
-          komponen-komponen aksi langsung (direct-action components) dan
-          komponen-komponen a4i tidak langsung (indirect-action com­ponents).
Komponen-komponen aksi langsung menimbulkan pengaruh langsung terhadap kinerja organisasi yang bersangkutan. Sementara itu, komponen-komponen aksi tidak langsung yang memengaruhi iklim di mana organisasi yang bersangkutan beroperasi. Dalam kondisi-kondisi tertentu ada kemungkinan bahwa mereka menjadi komponen-komponen aksi langsung (Elbing, 1974: 283).

2. Komponen-komponen Aksi Langsung dari Lingkungan Eksternal
Komponen-komponen aksi langsung pokok dari lingkungan ekstemal seseorang manajer, yaitu klien-klien organisasi yang ber­sangkutan, yang perlu dilayani, pesaing-pesaingnya dan organisasi­organisasi dan individu-individu yang menyuplai sumber-sumber daya.
Bagi organisasi bisnis, pelanggan-pelanggan bersifat kritis. Para manajer secara terus-menerus perlu sadar akan kebutuhan-kebutuhan yang ada, dan kebutuhan-kebutuhan yang muncul dari para klien mereka. Hal ter.sebut dapat mencakup upaya memperbaiki/ mengubah produk-produk atau servis yang ada, mengembangkan hal-hal baru atau bahkan memasuki wilayah bisnis baru.
Tindakan-tindakan para pesaing menimbulkan dampak lang­sung pada para manajer. Kebanyakan manajer perlu memerha­tikan dua macam tipe persaingan dasar. Persaingan intratipe (intratype competition) terjadi antara lembaga-lembaga yang terlibat dalam aktivitas dasar sama. (Mobil Honda bersaing dengan mobil merk Toyota).
Tipe kedua persaingan yang dikenal sebagai persaingan intertipe (intertype competition) terjadi antara berbagai macam tipe organisasi yang berbeda.
Persoalan Teknologi
Perubahan-perubahan dalam teknologi dapat memengaruhi "nasib" sesuatu organisasi. Teknologi dapat menjadi suatu kendala apabila terdapat adanya peluang-peluang. Akan tetapi, peralatan yang diperlukan justru tidak ada.
Sementara itu, inovasi-inovasi teknologi dapat menciptakan peluang-peluang bagi munculnya industri-industri yang baru sama sekali, atau mengubah total industri-industri yang ada. Perbankan secara elektronik telah menyebabkan biaya operasi bank-bank menyusut. Dengan demikian jasa jasa perbankan makin meluas dan tersedia bagi banyak konsumen.
Persoalan Ehonomi
Perubahan-perubahan ekonomi menimbulkan peluang mau­pun masalah bagi para manajer. Sebuah perekonomian yang sedang berekspansi menimbulkan dampak atas permintaan produk atau jasa sesuatu perusahaan. la Juga membantu pembentukan per­usahaan baru. Sebaliknya, perekonomian yang sedang mengalami kemunduran, dalam pertumbuhan ekonomi dapat menyebabkan timbulnya kegagalan bagi perusahaan dan organisasi tertentu.
Problem-problem ekonomi yang banyak dihadapi banyak negara adalah problem inflasi, pengangguran, kemiskinan, rendah­nya produktivitas dan efisiensi, dan belakangan ini krisis moneter yang melanda sejumlah negara di Asia. Para manajer senantiasa harus memonitor perubahan-perubahan yang terjadi pada faktor­faktor ekonomi. Hal itu dalam rangka upaya meminimasi ancaman­ancaman dan memanfaatkan peluang-peluang yang muncul.
Terdapat banyak sekali undang-undang dan peraturan-pera­turan yang mencirikan lingkungan politik-hukum dan pengaturan­pengaturan, yang dihadapi oleh kebanyakan manajer. Komponen aksi tidak langsung dari lingkungan eksternal dapat merupakan suatu kendala, maupun peluang bagi organisasi-organisasi. Ada banyak pihak yang beranggapan bahwa keterlibatan pemerintah pada orga­nisasi-organisasi yang mengejar laba dan organisasi-organisasi nir­laba akan berkelanjutan. Hal tersebut dapat diekspektasi, karena makin banyak anggota masyarakat meminta agar pemerintah melin­dungi konsumen, melestarikan lingkungan, dan menghentikan aneka macam tindakan diskriminatif dalam bidang kesempatan kerja, pendidikan dan perumahan.
Persoalan Kultural dan Sosial
Perubahan kiranya merupakan sebuah elemen konstan dalam sistem sosial. Kita semua merupakan bagian dari suatu jaringan kultural dan sosial yang memengaruhi perilaku setiap individu. Tradisi, kebiasaan, dan keyakinan-keyakinan memengaruhi semua orang dan organisasi-organisasi. Kita semua memberikan sum­bangan kepadanya, memengaruhinya. Sebaliknya, kita pun dipengaruhi olehnya.
Para manajer perlu mengidentifikasi kondisi-kondisi kultural dan sosial yang memengaruhi organisasi-organisasi mereka. Walaupun demikian, banyak organisasi tidak mempertimbangkan dampak perubahan-perubahan demikian atau meremehkan dam­paknya. Betapa besar pengaruh perubahan-perubahan kultural dan sosial. Hal itu dapat segera terlihat pada dampak dari gerakan ekologi atas berbagai industri, dampak konsumerisme pada industri mobil, dan supermarket, dan tuntutan masyarakat yang makin intensif. Dengan begitu, akan lebih banyak tanggung jawab sosial, dari organisasi-organisasi publik maupun organisasi-organisasi privat.

BAB 3
ORGANISASI FORMAL

A. Pengantar
J.A.C. Brown berpendapat bahwa:
"...organisasi formal sesuatu perusahaan memengaruhi kondisi­kondisi sosial pekerjaan, yang sebaliknya memegang peranan penting dalam hal memotivasi para karyawan untuk menghasilkan kinerja yang bertambah baik, atau bertambah buruk. Apakah yang kiranya dimaksud dengan organisasi formal? Organisasi formal adalah apa yang tercantum di atas kertas (hubungan­hubungan logikal yang dinyatakan oleh peraturan-peraturan dan kebijakan-kebijakan perusahaan yang bersangkutan )... ".
Ada bagian dari asumsi klasik tentang teori organisasi yang menyatakan bahwa masing-masing posisi pada peta organisasi diduduki oleh seorang yang menghadapi tugas yang dikenal dan yang tidak berubah. Selain itu, otoritas formal merupa':an alat sentral pengendalian manajerial yang tidak dapat ditiadakar~, dan bahwa seorang individu harus hanya mempunyai satu orang pemimpin (kesatuan perintah), dan bahwa tugas-tugas harus diurai menjadi kesatuan-kesatuan yang terspesialisasi, dan harus adanya suatu pembagian antara fungsi-fungsi staf dan garis begitu pula ruang lingkup pengawasan (jumlah individu yang disupervisi oleh satu orang) harus relatif kecil, dan bahwasanya tanggung jawab dan otoritas diseimbangkan (McGregor, 1982: 15 dan seterusnya).
Teori organisasi klasik memandang seorang anggota organisasi sebagai sebuah instrumen langsung guna melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya dan hal tersebut dianggap sebagai hal yang "given" dan bukan sebagai sebuah "variabel".
Bagaimanakah kiranya organisasi formal memengaruhi kondisi­kondisi sosial pekerjaan?
George Straus dan Leonard Sayles menjawab pertanyaan ter­sebut dengan mengatakan:
"... Kita dapat menyimpulkan bahwa struktur menyeluruh sesuatu perusahaan, organisasinya, memengaruhi perilaku individu­individu dan kelompok-kelompok yang ada di dalamnya. Seperti halnya tindakan-tindakan individu hanya dapat dipahami sehubungan dengan kelompok di mana ia sedang berfungsi, begitu pula perilaku kelompok hanya dapat dipahami dalam konteks kelompok lebih besar, di mana ia merupakan bagian daripadanya (Brown, 1954: 123).
Manajemen menentukan di mana orang-orang akan bekerja dan peluang-peluang apa yang akan diperoleh mereka untuk berhubungan satu sama lain selama hari kerja.
Manajemen juga menentukan tingkat upah dan gaji, kondisi­kondisi kerja, dan aneka macam simbol-simbol yang berkaitan dengan masing-masing pekerjaan. Berdasarkan elemen-elemen dasar tersebut, seorang pengamat kritis dapat memprediksi hubungan-hubungan sosial yang akan terdapat di dalam organisasi yang bersangkutan, jauh sebelum karyawan pertama memasuki gedung (tempat pekerjaan) (Straus et.al., 1960: 61).
Belakangan ini, teori organisasi dalam hal perumusannya mencakup pula studi tentang faktor-faktor yang memberikan sum­bangan kepada efektivitas organisasi yang bersangkutan dan efek­tivitas individu-individu di dalam organisasi yang ada, atau kelom­pok-kelompok di sana dalam kaitan baik dengan produktivitas dan kepuasan-kepuasan.
Menurut Robert A. Sutermeister, ada sejumlah faktor pokok yang memengaruhi organisasi formal yaitu:
-     struktur organisasi;
iklim kepemimpinan; efisiensi organisasi; kebijakan-kebijakan personalia; komunikasi (Sutermeister, 1976: 59).
Mempelajari struktur organisasi formal perlu mendapatkan, perhatian kita. Hal itu karena kebanyakan di antara kita sudah menjadi anggota berbagai macam kelompok yang terorganisasi. Andaikata pada saat sekarang hal tersebut belum terjadi, kelak pada masa yang akan datang kita pun akan terlibat dalam fase ter­tentu, manajemen organisasi-organisasi tertentu.
Istilah organisasi formal dapat kita gunakan dalam arti bahwa: pola-pola kerja dan hubungan-hubungan pribadi disusun secara sadar dan diakui secara resmi. Melalui proses pengorganisasian, para manajer berupaya untuk merumuskan pekerjaan orang-orang yang berbeda. Hal itu, dalam upaya mencapai tingkat keteraturan tertentu dan pengoordinasian kegiatan pencapaian tujuan-tujuan. Pada saat yang bersamaan, para individu lebih mampu berkomunikasi dan beketja secara efisien. Ini karena mereka memahami di tempat mereka di dalam organisasi, terhadap siapa mereka bertanggung jawab, dan tugas-tugas apa harus mereka laksanakan.
Hingga tingkat tertentu, pengorganisasian menyebabkan timbul­nya suatu dampak sinergistik. Maksudnya, suatu struktur yang mengoordinasi variabel-variabel independen demikian rupa, hingga mereka dapat menghasilkan dampak yang lebih besar dibandingkan dengan jumlah dari bagian-bagian individual yang ada.
B. Pengorganisasian Pekerjaan para Manajer
(Uraian pada paragraf ini dan paragraf-paragraf selanjutnya sebagian didasarkan atas pandangan Trewatha, et.al., 1982: 212-228). Walaupun pengorganisasian merupakan salah satu fungsi dalam proses manajemen, adalah penting untuk menentukan bagaimana cara problem-problem akan dicegah timbulnya atau dipecahkan. Hal itu dalam upaya mengurangi konflik-konflik yang tidak dapat dihindari yang muncul sewaktu manusia bekerja sama dalam rangka mencapai tujuan-tujuan tertentu.
Begitu pula mengingat bahwa para manajer mengorganisasi segala macam jenis dan tipe perusahaan-perusahaan dan lembaga-lembaga. Tanggung jawab mereka adalah mendesain kerangka-kerangka keorganisasian yang bersifat kondusif bagi kepuasan kebutuhan­kebutuhan individual dan realisasi tujuan-tujuan manajerial.
Dalam rangka lebih memahami bagaimana proses pengorga­nisasian timbul pada desain-desain keorganisasian yang berbeda­beda, ada baiknya untuk pertama-tama mempelajari kerangka dasar fundamental yang disajikan oleh para teoretisi klasik, Henri Fayol dan EW Taylor.
(Para pembaca dipersilahkan membaca: Henry Fayol, General and Industrial Management, Sir Isaac Pitman and Sons, London, 1949 dan Frederick W Taylor, Shop Management in Scientific Management, Harper & Row, 1947 dan Frederick W Taylor, The Principles of Scientific Management in Scientific Management, Harper dan Row, New York, 1947).
Kedua orang praktisi manajemen, menyajikan pedoman-pedo­man dasar bagi desain dan pemeliharaan organisasi-organisasi skala besar. Pada saat bersamaan, kedua orang tersebut memahami pandangan bahwa struktur hanya sebuah titik tolak bagi penca­paian tujuan-tujuan keorganisasian secara efisien dan efektif.
Langkah-langkah tersebut menunjukkan betapa pentingnya pemahaman berbagai macam faktor-faktor teknis dan behavior, sebelum diambil keputusan tentang bagaimana sesuatu organisasi akan didesain.

C. Dari Organisasi-organisasi yang Sederhana Hingga Organisasi-organisasi Kompleks
1. Pengantar
Sebuah struktur keorganisasian tidak hanya dideterminasi oleh jumlah karyawan, tetapi terdapat adanya suatu hubungan langsung. Sebagai contoh, organisasi formal yang disajikan pada Gambar 3.2 menunjukkan adanya empat orang, yakni A - B - C - D. Individu-individu tersebut disatukan secara horizontal dan mereka bertanggung jawab terhadap seorang pemimpin kelompok dan manajer. Manajer yang bersangkutan mengoordinasi dan meng­arahkan pekerjaan individu-individu tersebut menuju ke arah pencapaian tujuan-tujuan keorganisasian.
Sewaktu organisasi yang bersangkutan memerlukan lebih banyak sumber daya material dan sumber daya manusia, ia dapat ,nengalami ekspansi dengan landasan horizontal. Andaikata organisasi yang bersangkutan merupakan sebuah perusahaan manufaktur, karyawan baru biasanya disuruh bertanggung jawab untuk mena­ngani beban kerja yang makin meningkat dalam bidang produksi dan bidang pemasaran.
Pada sebuah perusahaan produksi kecil yang sang pemilik sekaligus merupakan manajernya, fungsi produksi biasanya meru­pakan bidang yang paling logis untuk melaksanakan perluasan (ekspansi). Ekspansi demikian berkelanjutan selama sang manajer mampu melaksanakan semua tugas-tugas manaj amen yang diperlukan. Hal itu untuk mengoordinasi pekerjaan lebih banyak bawahan.
Pada semua organisasi akan dicapai suatu titik dalam pertum­buhan. Dalam hal ini sang manajer harus mendelegasi otoritas manajemen kepada seorang bawahan atau lebih, seperti ditunjuk­kan pada Gambar 3.3. Apabila hal yang dikemukakan terjadi, diciptakanlah sebuah hierarki otoritas vertikal. Mengingat bahwa kini koordinasi menjadi lebih terspesialisasi, maka akan kita melihat munculnya sebuah organisasi yang bersifat lebih kompleks.

D. Pengorganisasian dan Struktur Keorganisasian
1. Pengantar
Istilah pengorganisasian (organizing) dan struktur keorganisasian (organizational structure) sering kali kita gunakan. Kedua istilah tersebut berulang kali akan kita jumpai dalam membahas aneka macam aspek teori organisasi. Untuk itu, baiklah kita pelajari arti dan makna kedua konsep tersebut. Dalam arti yang paling luas, pengorganisasian (organizing) dapat dinyatakan sebagai proses, yaitu diupayakan agar struktur sesuatu organisasi tertentu, cocok dengan sasaran-sasarannya, sumber-sumber dayanya, dan lingkungannya.
Struktur keorganisasian (organizational structure) dapat dirumus­kan sebagai pengaturan dan antarhubungan bagian-bagian komponen dan posisi-posisi suatu perusahaan (Stoner, e't.al., 1989: 264).
Selanjutnya dapat dikatakan bahwa struktur suatu organisasi menspesifikasi aktivitas-aktivitas kerja. Ditunjukkan pula olehnya bagaimana berbagai fungsi atau aktivitas-aktivitas yang berbeda berkaitan satu sama lain. Hingga tingkat tertentu, ia juga menunjukkan tingkat spesialisasi aktivitas-aktivitas pekerjaan.
Juga ditunjukkan olehnya, hierarki organisasi yang bersangkutan, struktur otoritas, dan hubungan-hubungan atasan-bawahan (Miles,1980: 7).
Struktur keorganisasian memberikan stabilitas dan kontinuitas. Hal ini memungkinkan organisasi yang bersangkutan menghadapi keluar masuknya individu-individu dan mengoordinasi aktivitas­ aktivitasnya dengan lingkungannya.
2. Peta Organisasi
Fungsi-fungsi pekerjaan para karyawan perlu dibagi-bagi antara mereka dan dikombinasi dengan cara-cara yang logis. Para pekerja yang mempunyai fungsi-fungsi yang berkaitan satu sama lain, biasa­nya berkecimpung dalam bidang kerja yang sama. Mereka pun merupakan sebuah unit kerja. Efisiensi arus pekerjaan tergantung pada integrasi secara berhasil dari berbagai macam unit di dalam organisasi yang bersangkutan. Pembagian kerja dan kombinasi­kombinasi tugas-tugas secara logis menyebabkan timbulnya struktur­struktur departemen logis dan struktur-struktur subunit-subunit.
Sewaktu sebuah perusahaan mengalami pertumbuhan, maka jumlah unit-unit kerja dan subunit-subunit bertambah, dan lapisan­lapisan supervisi ditambahkan. Para manajer dan para bawahan makin dipisahkan dari hasil akhir kegiatan-kegiatan mereka. Maka, mereka memerlukan suatu gambaran yang jelas tentang bagaimana aktivitas-aktivitas dapat disesuaikan dengan gambaran besar. Hal itu tentang apa organisasi mereka dan apa yang dilakukan organisasi tersebut.
Menurut James A. Stoner/R. Edward Freeman, kebanyakan struktur-struktur keorganisasian terlampau kompleks untuk dijelas­kan secara verbal. Guna menunjukkan struktur sesuatu organisasi, para manajer biasanya menyusun sebuah peta organisasi (organi­zation chart), yang menyajikan fungsi-fungsi, departemen-depar­temen, atau posisi-posisi yang ada dalam organisasi tersebut, dan bagaimana mereka berhubungan. Unit-unit terpisah dari organisasi yang bersangkutan, biasanya digambarkan dalam bentuk kotak­kotak, yang dihubungkan satu sama lain dengan bantuan garis­garis yang menunjukkan rantai komando dan saluran-saluran komunikasi resmi.
Tidak semua organisasi menerima baik peta-peta demikian. Misalnya, ada seorang yang bernama Robert Townsend, yang ber­pendapat bahwa: "...peta-peta organisasi mengandung sifat mende­moralisasi, karena mereka memperkuat anggapan bahwa semua otoritas dan kemampuan berada pada puncak organisasi (Townsend, 1984: 159)



BAB 4
KEMAMPUAN ORGANISASI-ORGANISASI UNTUK BERTAHAN
(HICKS, 1972 DAN HICKS ET.AL., 1975)

A. Pengantar
Sebuah organisasi yang dinamakan "A Viable Organization" merupakan organisasi yang secara intern dikelola (dimanaje) dengan baik. la pun mempunyai hubungan yang terus-menerus berhasil dengan lingkungannya. Dengan sendirinya, suatu organisasi tidak mempunyai kehidupan dalam arti yang sama seperti halnya sebuah organisasi biologis.
Walaupun demikian, organisasi-organisasi manusia merupakan sebuah pernyataan, perluasan atau manifestasi dari proses kehidupan para individu yang merupakarn bagian darinya. Oleh karena itu, suatu analisis tentang organisasi-organisasi dan hubungan mereka dengan lingkungan, berguna untuk mendeterminasi faktor-faktor yang perlu untuk kehidupannya (Viability).
Sesuatu organisasi tidak mempunyai sifat inharen untuk bertahan dalam jangka pendek atau bertahan untuk jangka panjang. Adapun faktor pertama yang mendeterminasi jangka waktu bertahannya sesuatu organisasi, yaitu apakah orang-orang yang berkuasa di dalam organisasi tersebut ingin supaya organisasi tersebut akan tahan lama atau tidak. Sekalipun ada keinginan demikian, ada faktor-faktor lain pula yang harus bekerja sebelum mereka mencapai apa yang diinginkan.
Organisasi-organisasi yang jelas bersifat temporer, memiliki sejumlah ciri yang amat berbeda dibandingkan dengan ciri-ciri orga­nisasi yang berfungsi untuk jangka waktu yang relatif lama. Seke­lompok ciri-ciri demikian konsisten terdapat pada organisasi-orga­nisasi yang bertahan untuk waktu singkat.
Ciri-ciri yang mendeterminasi, termasuk dalam tiga kategori. Jangka waktu bertahannya suatu organisasi dapat diramalkan dengan jalan membandingkan:

B. Organisasi-organisasi "Jangka Pendek" (Short Life Organizations)
Sasaran-sasaran organisasi-organisasi "jangka pendek" bersifat statis, terbatas. Mereka tidak berubah untuk mengatasi atau menghadapi kondisi-kondisi yang berubah ketika mereka harus bekerja.
Sasaran-sasaran dinyatakan dalam bentuk: melaksanakan sesuatu tugas khusus; mengumpulkan sejumlah uang tertentu;
- menyelesaikan sesuatu tugas tepat pada waktunya;
- mengumpulkan keterangan tentang proyek tertentu yang dian­tisipasi;
- mempelajari dan mengevaluasi sesuatu usulan (proposal).
Hampir semua sasaran sesuatu organisasi "jangka pendek" merupakan sasaran yang segera harus dilaksanakan. Sasaran-sasaran suatu organisasi "jangka pendek", biasanya bersifat "tunggal." Mereka juga tidak membentuk sesuatu hierarki yang kompleks.
Problem-problem yang ada, biasanya dihadapi dengan dasar dari krisis yang satu ke krisis yang lain. Hanya apabila problem yang bersangkutan tidak "tertahankan" lagi, barulah pihak mana­jemen berupaya memecahkan problem yang bersangkutan dengan sungguh-sungguh. Dalam kebanyakan kasus, situasi sudah terlambat dan organisasi yang bersangkutan akan merasakan akibatnya.

C. Organisasi-organisasi "Jangka Panjang" (Long Life Organizations)
Sasaran-sasaran organisasi-organisasi "jangka panjang" adalah dinamis. Perubahan yang terjadi pada lingkungannya akan menye­babkan sebuah organisasi "jangka panjang" mengubah sasaran­sasarannya. Bahkan, sebuah organisasi "jangka panjang" dapat saja menerima sasaran-sasaran baru sekalipun lingkungannya tidak berubah secara berarti. Organisasi demikian dapat saja memperbaiki posisinya di dalam lingkungan tertentu. Apabila kita mengikuti sejarah perusahaan-perusahaan es batu di luar negeri, dapatlah kita melihat contoh tentang proses reorientasi demikian (contoh tersebut hingga tingkat tertentu juga berlaku bagi negara kita).
Sebelum penggunaan lemari es listrik secara meluas, es dianggap sebagai barang kebutuhan pokok. Perusahaan-perusahaan es batu pun menganggap organisasi mereka sebagai organisasi-organisasi "jangka panjang". Kebanyakan kota-kota di Amerika Serikat mem­punyai beberapa buah pabrik es batu. Akan tetapi, pengembangan alat-alat pendingin listrik kemudian menyebabkan berkurangnya permintaan akan es yang diproduksi secara komersial. Jadi, supaya dapat dijaga kelangsungan usaha mereka, para produsen es terpaksa mengubah sasaran-sasaran mereka.
Ada perusahaan-perusahaan es tertentu yang melakukan tin­dakan diversifikasi; ada pula yang memasuki bidang "pendinginan"; perusahaan-perusahaan yang lebih kuat, membeli perusahaan yang lemah yang hampir bangkrut. Kebanyakan di antara perusahaan es batu yang tidak mengubah sasaran mereka, akhirnya "gulung tikar". Contoh yang lebih resen tentang upaya untuk menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan lingkungan adalah contoh reaksi perusahaan-perusahaan mobil di Amerika Serikat terhadap mobil­mobil impor yang makin bertambah. Selain itu, penjualan mobil-mobil impor yang lebih kecil ukurannya. Penisahaan-perusahaan mobil tersebut tidak lagi berlomba-lomba untuk memproduksi barang (mobil) "terbesar", tetapi menekankan bentuk yang kompak dan gaya yang menarik. Perusahaan-perusahaan baja terbesar (raksasa) berupaya untuk mengurangi periurunan dalam pemakaian baja per kapita dengan jalan mengembangkan penggunaan-penggunaan baru untuk baja.

D. Struktur Organisasi "Jangka Pendek" dan Organisasi "Jangka Panjang"
a. Organisasi "Jangka Pendek"
Organisasi-organisasi jangka pendek biasanya tidak berstruktur "tinggi" atau formal. Hubungan-hubungan di dalam organisasi demi­kian ditetapkan asal saja dan tanpa dipikirkan dampaknya jangka panjang.

b. Organisasi "Jangka Panjang"
Biasanya terdapat struktur formal dan jelas pada organisasi­organisasi "jangka panjang". Struktur formal demikian memung­kinkan dikomunikasinya keterangan-keterangan kepada semua anggota (organisasi). Dengan begitu hat tersebut memungkinkan adanya usaha secara terkoordinasi.
Pada organisasi "jangka panjang":
tanggungjawab;
otoritas; kekuasaan dan
aktivitas ditetapkan secara tertulis.
Jadi, apakah sesuatu organisasi akan bersifat "jangka pendek" atau "jangka panjang" akan tergantung pada sikapnya terhadap "survival", falsafah managerialnya. Selanjutnya, apabila organisasi tersebut besar, bagaimana baiknya ia dapat membuat sebuah struktur teratur tentang hubungan-hubungannya yang kompleks. Apabila ada keinginan agar organisasi yang bersangkutan "berumur panjang", sebuah faktor pokok adalah cara pendekatan organisasi tersebut terhadap pertumbuhan dan perkembangan.
E. Pertumbuhan, Perkembangan dan Interaksi Mereka
Kita akan menganggap bahwa pertumbuhan keorganisasian (organizational growth) adalah bertambah luasnya sesuatu orga­nisasi atau setiap gerakan menuju ke arah sasaran tertentu. Di lain pihak, anggaplah bahwa perkembangan keorganisasian (organiza­tional development) berupa pembentukan kombinasi-kombinasi baru sumber-sumber daya atau perumusan sasaran baru yang dapat dicapai. Perkembangan mencakup keputusan-keputusan tentang kebijakan yang mengubah sasaran-sasaran keorganisasian.
Di lain pihak, pertumbuhan meliputi perbaikan teknologis atau administratif (yang timbul di dalam atau di luar organisasi yang bersangkutan). Hal itu dengan dimungkinkannya pencapaian sa­saran-sasaran lama, secara lebih efektif.. Perkembangan, lebih luas pengertiannya dibandingkan dengan pertumbuhan. Hal tersebut timbul karena inovasi dan ia memberikan kerangka sehingga dapat timbul pertumbuhan. Pertumbuhan yang lebih sempit artinya, terjadi pada tahap tertentu dari proses perkembangan.
Mencari output maksimum pada tingkat perkembangan ter­tentu merupakan sebuah proses pencapaian pertumbuhan maksi­mum. Pertumbuhan mengajukan pertanyaan: bagaimanakah organisasi dapat mencapai hal yang melebihi apa yang ada sekarang?
Organisasi-organisasi "jangka pendek" hanya mementingkan bertarnbah luasnya organisasi yang bersangkutan atau bergerak ke arah sasaran tertentu yang biasanya ditetapkan secara ketat. Seba­liknya organisasi-organisasi "jangka panjang" berkembang dengan jalan mencapai sasaran-sasaran baru yang dapat dicapai. Karena perkembangan mengubah sistem yang bersangkutan, "ia" kerapkali ditentang.

E Pertumbuhan, Perkembangan dan Hierarki Sasaran-sasaran
Interaksi antara pertumbuhan dan perkembangan dapat pula ditinjau dari sudut sasaran-sasaran organisasi dengan menggunakan hierarki sasaran-sasaran.
Konsep dasar hierarki adalah bahwa sebuah organisasi dapat mempunyai tiga tingkat atau tipe atau sasaran-sasaran. Organisasi "jangka pendek" secara tipis hanya memiliki satu kelompok tujuan­tujuan jangka pendek. Tujuan ini apabila dicapai menunjukkan terlaksananya tujuan organisasi yang bersangkutan dan mende­katnya "kematian" organisasi tersebut.
Sasaran-sasaran dekat (immediate objectives) merupakan sebuah plafon untuk pencapaian-pencapaian hasil. Apabila tingkat pen­capaian demikian dicapai, organisasi "jangka pendek" tersebut telah mencapai semua sasaran-sasarannya.
Bagaimanakah cara sesuatu organisasi mencapai "umur Panjang" yang diinginkannya? Jawabnya relatif sederhana: sesuatu Organisasi dapat mencapai "umur panjang" dengan jalan mengembangkan sasaran-sasaran baru, dan bukan hanya dengan jalan berusaha mencapai lebih banyak efisiensi pada sasaran-sasaran lama. Seluruh proses melalui hierarki "waktu-hasil" memungkinkan suatu organisasi mencapai perkembangan dan tidak dihalangi oleh plafon pertumbuhan tertentu.

BAB 5
MEMANAJE PERUBAHAN DAN KONFLIK PADA
ORGANISASI-ORGANISASI

A. Perubahan-perubahan pada Organisasi-organisasi
1. Pengantar
Istilah perubahan (change) bukan lagi istilah biasa dalam kehidupan sehari-hari. la sudah berubah menjadi sebuah kondisi kronis masyarakat kita. Perekonomian kita dewasa ini sedang mengalami perubahan drastis, berupa aneka macam krisis, yang diawali dengan krisis moneter. Krisis ini kemudian menyebar menjadi krisis ekonomi, krisis kepercayaan, krisis dalam bidang usaha, krisis dalam bidang peluang kerja, dan sebagainya.
Di samping aneka macam perubahan yang terjadi di dalam lingkungan umum, lingkungan bisnis juga mengalami macam­macam perubahan penting. Oleh Richard Beckhard perubahan itu dirinci sebagai berikut:
-          makin meluasnya pasar-pasar;
-          umur produk yang makin singkat saja; - orientasi pasar yang makin meningkat;
-          lebih banyak ditekankannya fungsi-fungsi staf versus fungsi garis;
-          hubungan-hubungan keorganisasian yang berganda;
-          otomatisasi pekerjaan yang makin meningkat (terutama di luar negeri) (Beckhard, 1969: 4-6).
Dikemukakan pula oleh Beckhard adanya sejumlah nilai-nilai sosial-manusia yang berubah dan yang menimbulkan dampaknya atas organisasi-organisasi bisnis, yakni:
-          manusia harus lebih independen dan otonom;
-          manusia harus diberi pilihan dalam pekerjaannya;
-          manusia harus berupaya untuk merealisasi potensinya sendiri;
-          manusia harus memilih untuk memenuhi kebutuhan-kebutuh­annya sendiri dan bukannya kebutuhan organisasi, apabila ke dua hal tersebut berbenturan;
-          tugas-tugas manusia di dalam sesuµtu organisasi harus lebih bermakna;
-          manusia tidak boleh dimotivas;i oleh kekuasaan atau oleh paksaan (Beckhard, 1969: 6).
Apa yang dikemukakan oleh Beckhard memang tidak salah, tetapi menurut hemat kami, apa yang disampaikannya sebagian besar masih merupakan utopi. Hal ini sulit direalisasi dalam dunia bisnis kita dewasa ini.
Perubahan-perubahan yang terjadi pada nilai-nilai sosial-manusia yang dikombinasi dengan macam-macam perubahan di dalam lingkungan bisnis menyebabkan bentuk organisasi birokratis tradisional makin lama makin menjadi usang.
Warren Bennis telah mengidentifikasi berbagai macam tipe problem pokok, yang dihadapi oleh organisasi-organisasi besar dewasa ini sebagai dampak dari perubahan-perubahan tersebut. Di dalamnya pun termasuk problem-problem:
-          integrasi;
-          kolaborasi; dan
-          adaptasi (Bennis, 1969: 26-32).
Menurut Bennis, masalah integrasi mencakup upaya "bagaimana cara mengintegrasi kebutuhan-kebutuhan individual dan tujuan­tujuan keorganisasian". Dengan perkataan lain, ia merupakan konflik yang tidak terhindarkan antara kebutuhan-kebutuhan individual (misalnya menggunakan waktu luang untuk bersantai dengan keluarga) dan tuntutan-tuntutan organisasi (misalnya penyelesaian pekerjaan menurut waktu yang ditetapkan). Solusi problem demikian tergantung pada upaya mencapai suatu keseim­bangan yang layak antara kedua macam kekuatan motivasional tersebut.
Masalah holaborasi yang dihadapi oleh organisasi-organisasi besar merupakan masalah memanaje dan memecahkan konflik-konflik. Proses-proses kelompok dan dinamika kelompok dapat bersifat efektif dalam hal menyelesaikan konflik-konflik sosial.
Masalah adaptasi meliputi kesulitan untuk bereaksi terhadap perubahan-perubahan di dalam sebuah lingkungan yang menjadi lebih dahsyat dan kurang dapat diprediksi. Hal itu karena teknologi dan pengetahuan yang berkembang dengan cepatnya. Kondisi-kondisi tersebut cenderung merongrong birokrasi, yang tergantung sekali pada sebuah teknologi stabil dan simplisitas tugas.
Salah satu perhatian utama dad manajemen adalah bagaimana mengembangkan strategi-strategi dan teknik-teknik manajerial. Hal itu guna menghadapi kondisi-kondisi yang terus-menerus berubah di dalam lingkungan keorganisasian. Falsafah manajemen berlan­daskan sistem (the systems philosophy of management) menggunakan pendekatan multidimensional dalam hal menghadapi perubahan.
Menurut William A. Shrode dan Voich Jr., pendekatan tersebut memiliki tiga macam faset sebagai berikut: (Shrode, et.al., 1974: 377-378).
Tekanan-tekanan kompetitif normal- menyebabkan timbulnya tipe perubahan keorganisasian demikian yang bersifat lebih intens dan penuh risiko. Istilah Nadler dan Tushman di sini adalah 'frame breaking".
Sebuah contoh yang dapat disajikan adalah sebuah perusahaan di Amerika Serikat yang bernama perusahaan USX. Namanya dahulu adalah U.S. Steel, yang merefleksi kegiatannya dalam bidang pembuatan baja. Setelah bertahun-tahun mengalami merger dan restrukturisasi, maka perusahaan yang pada awalnya berkecim­pung dalam bidang baja, akhirnya secara primer menjadi sebuah perusahaan minyak. Perusahaan internasional yang demikian hebatnya menyebabkan U.S. Steel merekreasi dirinya sendiri.

B. Perubahan Individual terhadap Perubahan
Masing-masing tipe perubahan yang telah dibahas sebelumnya, dengan satu atau lain cara menimbulkan dampak dan implikasi pribadi bagi individu-individu, yang terlibat di dalamnya. Adanya kegiatan merger, misalnya, menyebabkan timbulnya riak-riak perubahan. Hal ini sering kali menyebabkan sejumlah karyawan di PHK. Dengan demikian, apabila kita membahas perubahan keor­ganisasian, kita perlu memerhatikan bagaimana para individu bereaksi terhadap perubahan. 
Tergantung pada bagaimana cara proses transisi di manaje, masing-masing tahap dapat merupakan sebuah pintu tertutup, atau pintu terbuka bagi adaptasi penuh terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di tempat kerja. (Model ini juga berlaku bagi perubahan-perubahan di luar pekerjaan; tnisalnya pindah rumah, perkawinan, perceraian).
Perhatikan bagaimana suasana, moral, dan makna nilai diri seseorang meningkat, menurun dan meningkat kembali sewaktu perubahan dicernakan. Waktu antara terjadinya perubahan dan adaptasi penuh, yang mungkin saja tidak akan terjadi, sangat berbeda. Hal ini tergantung pada kepribadian­kepribadian dan situasi-situasi yang muncul.

C. Pendekatan Teknik-teknik Pengembangan Keorganisasian
Pendekatan modern terhadap manajemen perubahan dan pengembangan sumber-sumber daya manusia dinamakan "pengembangan keorganisasian" (organizational development). Ada pendapat yang menyatakan bahwa: "program-program pengembangan orga­nisasi menyebabkan timbulnya kinerja organisasi yang diperbaiki, melalui iklim pengambilan keputusan yang lebih baik.
Para pemraktik pengembangan keorganisasian (konsultan­konsultan intern atau konsultan-konsultan ekstern) dapat membe­rikan konsultasi kepada para perigambil keputusan secara individual. Hal ini diupayakan untuk memperbaiki hubungan-hubungan kerja yang lebih baik antara para anggota sesuatu kelompok kerja atau tim (yang sering kali mencakup pula tim manajemen puncak). Selain itu, diupayakan pula untuk memperbaiki hubungan-hubungan antara kelompok keorganisasian yang berinteraksi dan interde­penden. Data tersebut pun diumpanbalikkan kepada individu­individu terpilih dan kelompok-kelompok, yang menggunakan informasi tersebut sebagai suatu landasan untuk perencanaan dan tindakan perbaikan yang dianggap perlu.
Wendell French dan Cecil H. Bell menyajikan definisi kompre­hensif berikut tentang pengembangan organisasi:
"...Pengembangan organisasi merupakan suatu upaya jangka panj ang guna memperbaiki proses-proses pengambilan keputusan dan pembaharuan suatu, organisasi terutama melalui manajemen kolaboratif kultur organisasi yang lebih efektif-dengan menitik­beratkan kultur dari tim-tim kerja formal-dengan bantuan se­orang agen perubahan atau katalis, dan penggunaan teori serta teknologi ilmu tentang perilaku terapan, di mana termasuk pula apa yang dinamakan "action research" (French, et.al., 1978: 14).
Definisi berikut lebih sederhana:
"...Pengembangan organisasi merupakan sebuah proses per­ubahan yang direncanakan, di dalam kultur sesuatu organisasi, melalui pemanfaatan teknologi ilmu behavioral, riset dan teori". (Burke, 1982: 10).
Fred Luthans (dengan mengutip Black dan Margulies) menyata­ kan bahwa elemen-elemen berikut merupakan bagian dari pende­katan modern pengembangan organisasi terhadap manajemen peru­bahan.
  1. Pendekatan pengembangan organisasi terhadap perubahan, terencana.
  2. Ia memiliki sifat sistem, atau sedikitnya ia menggunakan perspektif sistem.
  3. la didesain guna memperbaiki organisasi baik dalam jangka pendek, maupun dalam jangka panjang.
  4. Pendekatan pengembangan organisasi terhadap perubahan primer ditujukan pada proses-proses keorganisasian dan bukan pada konten substantifnya.
  5. la didesain untuk memecahkan problem-problem.
  6. la difokuskan primer pada hubungan manusia dan sosial (Luthans, 1995: 565).
Hasil-hasil keorganisasian dari upaya-upaya pengembangan organisasi mencakup:
efektivitas yang meningkat; pemecahan masalah;
adaptabilitas untuk masa mendatang.
Pengembangan organisasi berupaya untuk menyediakan peluang­peluang untuk menjadi "manusiawi" dan untuk meningkatkan pema­haman, partisipasi. dan pengaruh. Salah satu tujuan pokok adalah mengintegrasi sasaran-sasaran individual dan keorganisasian.

BAB 6
KONFLIK KEORGANISASIAN

A. Pengantar
Seperti telah dinyatakan sebelumnya, setiap organisasi terdiri dari macam-macam kelompok kepentingan (stakeholders). Masing­masing stakeholders memberikan sumbangan organisasi yang bersangkutan untuk mendapatkan sejumlah imbalan. Para kelompok kepentingan tersebut bekerja sama satu sama lain guna bersama­sama menyumbang sumber-sumber daya yang diperlukan suatu organisasi untuk memproduksi barang-barang dan jasa.
Pada saat bersamaan, para kelompok kepentingan bersaing satu sama lain. Ini dilakukan untuk mendapatkan sumber-sumber daya yang dihasilkan oleh yang bersangkutan dari kegiatan-kegiatan bersama tersebut.
Guna memproduksi barang-barang dan jasa jasa, setiap organisasi memerlukan keterampilan dan kemampuan para manajer dan para karyawan, modal yang disediakan oleh para pemilik sama, dan input yang disediakan untuk para rekanan. Tetapi, di dalam maupun di luar para kelompok kepentingan, misalnya para karyawan, pihak manajemen, dan para pemilik saham bersaing untuk mencapai bagian. Bagian itu terbentuk imbalan-imbalan dan sumber-sumber daya yang dihasilkan oleh organisasi yang bersangkutan.

B. Model Konflik dari Pondy (Pond-Y'1967: 296 - 320)
1. Pengantar
Louis R. Pondy telah mengembangkan sebuah model yang berguna tentang konflik keorganisasian. Pertama-tama ia mengiden­tifikasi sumber-sumber konflik, kemudian dipelajari tahapan­tahapan sebuah episode konflik tipikal.
Modelnya memberikan banyak petunjuk kepada kita tentang bagaimana cara mengendalikan dan memanaje konflik di dalam sesuatu organisasi.
Pondy memandang konflik sebagai sebuah proses yang terdiri dari lima macam episode sekuensial atau tahapan-tahapan yang dirangkumkan.
2. Tahapan 1: Konflik Laten
Pada tahapan pertama model Pondy, tidak tercaapat adanya konflik terbuka. Potensi untuk munculnya konflik tetap ada walaupun ia bersifat laten. Hal ini disebabkan cara sesuatu organisasi beroperasi.
Menurut Pondy, semua konflik keorganisasian muncul karena diferensiasi vertikal dan horizontal. Hal ini menyebabkan timbulnya berbagai macam subunit keorganisasian, dengan tujuan-tujuan yang berbeda-beda dan sering kali muncul persepsi-persepsi berbeda pertumbuhan akan berlangsung di sana. Pada tingkat fungsional juga dapat berlangsung konflik tentang jumlah dana-dana yang akan dialokasi pada bagian penjualan atau bagian produksi atau ke bidang riset dan pengembangan untuk melaksanakan pencapaian sasaran-sasaran. Maka, untuk dapat mencapai lebih banyak sumber daya, fungsi-fungsi yang ada mementingkan kepentingan mereka. Hal itu sering kali dengan jalan merugikan kepentingan fungsi-fungsi lainnya.
Kelima macam faktor yang discbut memiliki potensi untuk menimbulkan tingkat konflik yang serius pada sesuatu organisasi. Akan tetapi, pada tahapan 1, konflik yang ada bersifat laten. Memang terdapat potensi untuk konflik, tetapi konflik belum muncul di permukaan. Potensi konflik terutama besar sekali pada organisasi­organisasi yang menunjukkan tingkat diferensiasi dan integrasi tinggi.
Subunit-subunit di sana sangat interdependen dan mereka memiliki tujuan-tujuan yang berbeda, dan sistem imbalan yang sangat kompleks. Persaingan di sana untuk mencapai sumber-sumber daya keorganisasian sangat intensif. Harus diakui, bahwa upaya memanaje konflik keorganisasian guna mengalokasi sumber-sumber daya ke tempat di mana mereka dapat menghasilkan nilai tertinggi dalam jangka panjang, sangat sulit.

3. Tahapan 2: Konflik yang Dipersepsi
Tahapan kedua dari model Pondy diawali dengan situasi bahwa sebuah subunit atau kelompok kepentingan tertentu merasa bahwa tujuan-tujuannya terbengkalai, karena tindakan-tindakan kelompok lain.
Pada tahapan ini masing-masing subunit mulai merumuskan mengapa konflik tersebut muncul. Selanjutnya mulai menganalisis kejadian-kejadian yang menyebabkan timbulnya konflik tersebut.
Masing-masing kelompok mencari akar konflik dan mulai mengonstruksi sebuah skenario yang mengungkapkan problem­problem yang dialaminya dengan subunit-subunit lain.
Fungsi manufaktur misalnya, seolah-olah menyadari bahwa kausa dari sebagian besar problem-problem produksinya berakar pada input yang tidak cocok. Sewaktu dilakukan penelitian oleh para manajer produksi, ternyata bahwa pihak manajemen bahan-bahan senantiasa membeli input dari sumber suplai yang tE,rmurah dan rnereka tidak melakukan suatu upaya untuk memastikan bahwa pihak rekanan mereka dapat menaikkan kualitas dan keandalan input mereka.
Konflik bereskalasi sewaktu subunit-subunit yang berbeda (atau para kelompok kepentingan yang berbeda) mulai bertengkar tentang kausa problem yang dihadapi.

4. Tahapan 3: Konflik yang Dirasakan
Pada tahapan ini, subunit-subunit yang terlibat dalam konflik dengan cepatnya mengembangkan suatu reaksi emosional terhadap satu sama lain. Secara tipikal, masing-masing subunit mencari kawan mereka. Mulailah dikembangkan sebuah mentalitas yang dipolarisasi dalam wujud "kita-mereka" dengan selalu mencari kesalahan pada subunit lain. Sewaktu konflik makin meningkat, maka kerja sama antara subunit-subunit menyusut dan efektivitas keorganisasian juga turut menyusut.
Sewaktu subunit-subunit yang sedang berkonflik bertengkar dan menekankan sudut pandang mereka, maka konflik terus memuncak. Mungkin problem semula tidak ada artinya. Akan tetapi apabila tidak dilakukan tindakan terhadapnya, problem kecil akan berkembang menjadi problem besar yang makin sulit dimanaje. Seandainya konflik yang ada tidak cepat-cepat diselesaikan, dengan cepatnya dicapai tahapan berikutnya.

5. Tahapan 4 Konflik Termanifestasi (Manifest Conflict)
Pada tahapan keempat, model Pondy, sebuah subunit mulai "menyerang" subunit lain dengan jalan menghalanginya untuk mencapai tujuan. Konflik termanifestasi dapat mencapai aneka macam bentuk. Hal yang bersifat umum adalah agresi terbuka antara orang-orang dan kelompok-kelompok. Ada bentuk konflik terma­nifestasi, yaitu apa yang dinamakan: agresi pasif, memfrustrasi tujuan-tujuan pihak "musuh" dengan "tidak melakukan tindakan" (sabotase?).
Pada umumnya dapat dikatakan, bahwa sekali konflik terma­nifestasi, maka efektivitas keorganisasian akan menyusut. Hal itu karena koordinasi dan integrasi antara para manajer dan subunit­subunit menjadi porak poranda.
6. Setelah Konflik Usai (Conflict Aftermath)
Cepat atau lambat, konflik keorganisasian akan diselesaikan dengan satu atau lain cara yang sering kali terjadi melalui keputusan manajer senior tertentu. (Cepat atau lambat, andaikata sumber­sumber konflik tidak terselesaikan, -lisput-disput dan problem­problem yang menyebabkan timbulnya konflik tersebut dapat muncul kembali dalam konteks yang berbeda. Apa yang terjadi andaikata konflik muncul kembali, tergantung pada bagaimana konflik tersebut diselesaikan pertama kali.
Setiap konflik menyebabkan tersisanya suatu kondisi "usai konflik". Kondisi ini memengaruhi cara-cara kedua pihak yang terlibat dalam konflik tersebut, mempersepsi dan bereaksi terhadap episode-episode konflik masa yang akan datang.
Seandainya sesuatu konflik terselesaikan sebelum mencapai tahapan konflik yang termanifestasi, situasi setelahnya akan menye­babkan meningkatnya hubungan-hubungan masa kerja masa yang akan datang yang lebih baik.

C. Sifat Konflik (Albanese, 1978: 422 - 424)
1. Pengantar
Apabila kita berbicara tentang evolusi pemikiran tentang konflik, dapat diidentifikasi tiga macam fase dalam perkembangan pemikiran tentang konflik-konflik di dalam organisasi-organisasi. Adapun fase-fase yang dimaksud:
fase klasik (the classical phase);
fase hubungan antar manusia (the human relations phase);
fase kontemporer (the contemporary phase).
2. Fase Klasik
Fase klasik atau fase tradisional memandang konflik pada organisasi-organisasi sebagai hal yang bersifat disfungsional. Selain itu sebagai suatu ketidaksempurnaan sementara pada organisasi­organisasi, yang apabila diberi waktu dan manajemen yang baik dapat ditiadakan secara sempurna.
Seperti diketahui, teori-teori manajemen masa lar7pau (seperti manajemen ilmiah, manajemen administratif, dan birokrasi) ter­utam.a menitikberatkan kekuatan logika dan rasionalitas guna memecahkan problem-problem organisasi-organisasi. Teori-teori lama demikian tidak mengira bahwa konflik dapat bersifat rasional dipandang dari sudut para anggota organisasi.
Di samping itu, dapat dikatakan bahwa teori-teori demikian cenderung mengasumsi, bahwa apabila organisasi-organisasi dimanaje dengan baik akan terdapat jiwa kerja sama antara pihak manajemen dan para karyawan.
Jiwa kerja sama menurut pandangan klasik tidak sesuai dengan konflik. Jadi, setiap konflik yang muncul harus bersifat sementara dan harus diselesaikan oleh pihak manajemen menurut pandangan pihak manajemen tersebut.
Walaupun ada pihak yang berpendapat lain, dibandingkan dengan pandangan yang disajikan, fase klasik demikian sangat menguasai pemikiran manajemen dari akhir abad ke-19 hingga kurang lebih akhir tahun 1940.
3. Fase Hubungan Antarmanusia
Fase hubungan manusia yang berkaitan dengan pemikiran tentang konflik mengakui eksistensi konflik. Akan tetapi, konflik cenderung dianggap sebagai hal yang dapat dihindari dan sebagai suatu hal yang perlu diatasi. Kausa-Kausa konflik dihubungkan dengan idiosinkrasi para pengacau, para primadona dan, sebagainya (Kelly, 1969: 499). Fase hubungan manusia memandang konflik sebagai gangguan yang mengacaukan keseimbangan suatu organisasi.
Pandangan demikian merefleksi pemikiran populer yang di­hubungkan dengan persoalan moral, hubungan manusia dan kerja sama, dan nilai universal yang menyatakan bahwa konflik itu buruk dan kondisi damai baik.

4. Fase Kontemporer
Pandangan yang bersifat lebih kontemporer menyatakan, bahwa konflik bukannya baik ataupun buruk bagi organisasi-organisasi. Konflik sesungguhnya merupakan sifat kehidupan yang tidak dapat dihindari pada organisasi-organisasi. la merupakan sebuah fakta kehidupan yang perlu dipahami dan bukan ditentang.
Konflik muncul antara individu-individu, kelompok-kelompok kecil, dan kelompok-kelompok lebih besar pada organisasi-orga­nisasi. Di samping itu, konflik merupakan sebuah ciri yang tidak dapat dihindari dari interaksi antara sebuah organisasi dan ling­kungan-lingkungan eksternalnya.

D. Tiga Macam Faktor pada Konflik Keorganisasian
1. Pengantar
Ada tiga macam faktor yang menentukan apakah hasil netto disput akan menjadi sebuah konflik fungsional, yakni konflik dengan hasil-hasil positif atau konstruktur atau ia berkembang menjadi sebuah konflik disfungsional, yakni konflik yang menyebabkan efisiensi menyusut tingkat konflik, struktur keorganisasian dan kultur, dan yang paling penting adalah cara-cara dengan konflik dimanaje (Stoner, et.ai., 1989: 396-397).
2. Tingkat Konflik
Tingkat-tingkat konflik moderat memiliki potensi lebih besar untuk menghasilkan hasil yang diinginkan dibandingkan dengan tingkat-tingkat konflik tinggi. Dengan konflik moderat, pihak yang bertentangan satu sama lain lebih cenderung dapat belajar untuk berinteraksi dengan cara-cara pemecahan problem secara kon­struktif. Akan tetapi, sewaktu tingkat konflik memuncak, nafsu untuk terlibat dalam tindakan-tindakan destruktif terhadap kelompok saingan juga meningkat.
3. Struktur Keorganisasian dan Kultur
Konflik dapat menarik perhatian orang terhadap bidang-bidang problem organisasi, hal tersebut dapat menyebabkan pencapaian tujuan-tujuan keorganisasian secara lebih efektif. Akan tetapi, apabila organisasi secara kaku menentang perubahan maka situasi-situasi konflik tidak pernah teratasi.
Pada umumnya dapat dikatakan, bahwa makin kaku struktur dan kultur organisasi, makin kurang menguntungkan konflik yang terjadi.
Konflik-konflik yang tidak terselesaikan dapat pula meme­ngaruhi organisasi-organisasi yang terstruktur secara informal dan negatif, di mana subunit-subunit yang ada sangat bergantung satu sama lain pada informasi.
Dalam sebuah situasi konflik, komunikasi antara subunit­subunit "rusak". Akhirnya hal tersebut tidak memungkinkan subunit-subunit tersebut mencapai keputusan-keputusan yang sehat.

4. Metode-metode untuk Mengurangi Konflik (Conflict Reduction Methods) (Stoner, et.al., 1989: 400)
Stoner dan Freeman mengemukakan metode-metode berikut untuk mengurangi konflik antara kelompok-kelompok.
Metode-metode untuh Mengurangi Konflik
  1. Masing-masing kelompok yang berkonflik diberi informasi yang menguntungkan tentang kelompok yang berhadapan dengan mereka.
  2. Kontak sosial yang menyenangkan antara kelompok-kelompok diintensifkan dengan jalan makan bersama atau nonton bersama.
  3. Pemimpin-pemimpin kelompok diminta untuk bernegosiasi dan memberikan informasi positif tentang kelompok yang berhadapan dengan kelompok mereka.


BAB 7
ORGANISASI DAN MANAJEMEN MASA YANG AKAN DATANG


A. Pengantar
Abad kedua puluh menunjukkan kepada kita periode pertum­buhan dan kompleksitas bagi organisasi-organisasi dalam semua bidang, baik bidang bisnis, pemerintah, militer, pendidikan, keagama­an, dan bidang medikal. Kita semua telah menjadi sebuah "masya­rakat keorganisasian" (organizational society), di mana proporsi yang makin besar dari semua kegiatan berlangsung dalam batas-batas struktur sosial kompleks demikian.
Praktik manajemen telah bereaksi terhadap perkembangan demikian dan pengaruh-pengaruh lainnya. Konsep-konsep mana­jerial yang dikonstruksi telah mengakomodasi lingkungan sosio­kultural yang terus mengalami perubahan dan tuntutan dari keorga­nisasian internal.

B. Aneka Macam Cara Memandang Organisasi­organisasi (Morgan, 1986)
Organisasi-organ.isasi telah dikonseptualisasi dengan macam­macam cara.
Keterangan-keterangan dan uraian-uraian berikut mewakili beberapa di antara deskripsi yang sering digunakan.
1. Entitas-entitas rasional yang mengupayahan pencapaian tujuan­tujuan (rational entities in pursuit of goals)
Organisasi-organisasi dibentuk orang untuk mencapai sejumlah tujuan dan perilaku para anggota organisasi dapat diterangkan sehubungan dengan upaya rasional untuk mencapai tujuan­tujuan tersebut.
2. Koalisi-hoalisi kelompok yang berkuasa (coalitions of powerful constituencies)
Organisasi terdiri dari kelompok-kelompok yang masing­masing berupaya untuk memenuhi kepentingan diri mereka sendiri. Kelompok-kelompok tersebut menggunakan kekuasaan dan kekuatan mereka untuk memengaruhi distribusi sumber daya dalam organisasi yang bersangkutan.
3. Sistem-sistem terbuka (open systems)
Organisasi-organisasi merupakan sistem transformasi masukan­keluaran (input-output transformation systems) yang tergantung pada lingkungan mereka untuk kelangsungan hidup mereka.
4. Sistem-sistemyang menghasilkan makna (meaning-producing systems)
Organisasi-organisasi merupakan entitas-entitas yang dicipta­kan secara artifisial. Tujuan-tujuan dan makna secara simbolis diciptakan dan diupayakan oleh pihak manajemen.
5. Sistem-sistem yang menunjukkan ikatan-ikatan longgar (loosely coupled systems)
Organisasi-organisasi terdiri dari unit-unit yang relatif inde­penden, yang kadang-kadang mengupayakan pencapaian tujuaa-tujuan yang tidak sama atau bahkan yang berkonflik.
6. Sistem-sistem politik (political systems)
Organisasi-organisasi terdiri dari kelompok-kelompok internal, yang berupaya mencapai kekuasaan atas (mengendalikan) proses keputusan dalam rangka upaya memperkuat posisi-posisi mereka.
7. Alat-alat untuk mendominasi (instruments of domination)
Organisasi-organisasi menempatkan para anggotanya di dalam "kotak-kotak" pekerjaan yang membatasi tindakan mereka dan yang menggariskan individu-individu dengan siapa mereka dapat berinteraksi. Secara adisional, mereka mendapatkan seorang pemimpin (Bos) yang memiliki otoritas atas mereka.
8. Unit-unityang memproses informasi (information-processing units)
Organisasi-organisasi menafsirkan lingkungan mereka, melak­sanakan pengoordinasian aktivitas-aktivitas dan menunjang pengambilan keputusan dengan jalan memproses informasi, secara horizontal dan vertikal melalui suatu hier,arki struktural.
9. Penjara-penjara psikologis (psychic prisons)
Organisasi-organisasi membatasi kegiatan-kegiatan para anggota­nya dengan jalan menciptakan deskripsi pekerjaan, departemen­departemen, divisi-divisi, dan standar-standar tentang perilaku yang dikehendaki, dan yang tidak dikehendaki. Apabila hal tersebut diterima oleh para anggota organisasi yang bersang­kutan, maka terciptalah kendala-kendala artifisial (artificial barriers) yang membatasi pilihan-pilih-,n mereka.
10. Kontrah-hontrah sosial (social contracts)
Organisasi-organisasi terdiri dari sejumlah persetujuan-perse­tujuan yang tidak tertulis berdasarkan apa para anggota organisasi menunjukkan perilaku tertentu untuk mana mereka memper­oleh sejumlah imbalan.

C. Dimensi-dimensi Struktur Organisasi
Menurut Stephen Robbins tiga komponen dasar dari struktur organisasi yakni:
-          kompleksitas (complexity);
-          formalisasi (formalization);
-          sentralisasi (centralization) (Stephen Robbins, 1990: 82).
Selanjutnya dikemukakari olelrnya ada sejumIah variabel populer yang digunakan untuk merumuskan dimensi-dimensi struktural (dengan mengutip pendapat-pendapat sejumlah pakar).
§  Komponen adminisXratif (administrative component)
Jumlah supervisor garis, manajer, dan personil staf, relatif dibandingkan dengan jumlah karyawan yang ada.
§  Otonomi (autonomy)
Tingkat hingga di mana pihak manajemen puncak harus mengaitkan keputusan-keputusan tertentu kepada tingkat otoritas yang lebih tinggi.
§  Sentralisasi (centralization)
Proporsi pekerjaan yang pelaksanaannya berpartisipasi dalam pengambilan keputusan dan jumlah bidang. Mereka turut berpartisipasi atau konsentrasi peraturan-peraturan tentang kekuasaan atau sebuah indeks yang merefleksi lokus pengam­bilan keputusan, dihubungkan dengan kebijakan-kebijakan pokok dan kebijakan-kebijakan khusus, derajat pembagian informasi antara tingkat-tingkat yang ada, dan tingkat partisipasi dalam perencanaan jangka panjang.                                                                 ,
§  Kompleksitas (complexity) Jumlah spesialisasi okupasional, at:-ivitas profesional, dan pela­
tihan profesional para karyawan.
§  Delegasi kekuasaan (delegation of authority)
Rasio jurfrlah keputusan-keputusan manajemen khusus yang telah didelegasi oleh eksekutif puncak, dibandingkan dengan jumlah keputusan-keputusan yang harus dibuatnya berdasarkan otoritas yang dimilikinya.
§  Diferensiasi (differentiation)
Jumlah fungsi-fungsi spesialisasi yang ada pada sebuah peru­sahaan atau perbedaan antara orientasi kognitif dan emosional antara para manajer pada departemen-departemen yang ber­beda.
§  Formalisasi (formalization) Tingkat, di mana peranan seorang karyawan dirumuskan oleh
dokumentasi fonnal.
Integrasi (integration)
Kualitas tingkat kolaborasi yang terdapat antara departemen­departemen diperlukan untuk mencapai kesatuan upaya rencana-rencana atau umpan balik yang digunakan untuk kcordinasi antara unit-unit keorganisasian.
§  Profesionalisasi (professionalization)
Tingkat hingga di mana para karyawan menggunakan sebuah organisasi profesional sebagai sebuah referensi utama, keyakinan tentang servis kepada masyarakat, keyakinan akan pengaturan diri, dedikasi terhadap bidang spesialisasi yang ditekuni, dan otonomi.
§  Lingkup pengawasan (span of control) Jumlah bawahan yang dapat dan harus disupen'ai oleh seorang manajer individual.
§  Spesialisasi (specialization)
§  Jumlah spesialisasi okupasional dan jangka waktu pelatihan yang diperlukan oleh masing-masing pihak atau tingkat di mana syarat-syarat- yang sangat terspesialisasi dirumuskan dalam deskripsi-deskripsi pekerjaan formal untuk melaksanakan macam-macam fungsi.
§  Standardisasi (standardizdtion)
Rentang variasi yang ditoleransi dalam kerangka peraturan­peraturan menetapkan dan menggariskan pekerjaan-pekerjaan yang ada.
§  Rentang vertikal (vertical span) Jumlah tingkatan dalam hierarki otoritas dari dasar hingga puncak.

Daftar yang disajikan menunjukkan kepada kita bahwa tidak terdapat kesesuaian paham di antara para teoretisi tentang apa yang dimaksud dengan konsep struktur organisasi.

D. Masa Lampau Merupakan sebuah Prolog (Kast, et.al., 1974: 598-600)
Adalah berlebihan dan naif untuk berupaya meramalkan per­kembangan organisasi-organisasi dan manajemen organisasi­organisasi tersebut untuk masa yang akan datang. Kenyataannya terdapat banyak kekuatan yang tidak diduga, baik pada lingkungan eksternal maupun pada operasi-operasi internal perusahaan­perusahaan yang menyebabkan setiap upaya untuk melaksanakan prediksi menjadi tidak mungkin.
Contoh yang teramat jelas adalah kondisi krisis moneter dan krisis ekonomi yang sedang melanda sejumlah negara di Asia. Siapa yang menduga sebelumnya bahwa sekian banyak perusahaan raksasa yang mapan, dapat tumbang dalam waktu demikian singkat. Siapa yang menduga bahwa rupiah kita demikian merosot nilainya hingga tingkat yang fantastik.
Sekalipun demikian, perlu diingat bahwa ada sejumlah faktor yang sangat berpengaruh dalam hal membentuk masa depan manajemen dan organisasi.
Proses-proses ekonomi dan sosial dasar yang mulai berlangsung pada abad kesembilan belas dan abad kedua puluh terus-menerus berpengaruh atas masa yang akan datang.
Ada seorang yang bernama Alexis de Tocqueville yang mengemu­kakan sejumlah ciri masyarakat Amerika, lebih dari satu abad yang lampau (De Tocqueville, 1945).
la menekankan pengaruh demokrasi atas masyarakat Amerika Serikat dan atas lembaga-lembaga dan organisasi-organisasi di sana. la melihat betapa fragmatik sifat orang-orang di sana dan keyakinan teguh mereka tentang kemampuan manusia untuk membentuk lingkungannya.
Ia juga melihat betapa pentingnya pengetahuan dan pendidikan. la terutama melihat begitu teguhnya keyakinan orang-orang Amerika tentang masa mendatang dan nilai perubahan.
Kast dan Rosenzweig berpendapat bahwa di lain pihak kita tidak dapat begitu saja memprediksi masa yang akan datang hanya berlandaskan dasar trend-trend masa lampau. Pada tahun enam puluhan dan tujuh puluhan terlihat adanya gerakan-gerakan "kontra­kultur" kuat yang menyebabkan banyak di antara nilai-nilai di dalam masyarakat Amerika Serikat ditolak.
Sebagai contoh misalkan:
-          etik kerja Protestan,
-          penekanan pada pertumbuhan ekonomi dan kemajuan material, dan
-          keyakinan penuh dalam keuntungan-keuntungan yang dicapai dari prestasi-prestasi ilmiah dan teknologikal.

E. Siklus Daur Hidup Organisasi (Scanlan, et.al., 1983: 171-174)
Organisasi-organisasi sangat mirip dengan manusia, dalam arti bahwa mereka mengikuti siklus daur hidup yang dapat diprediksi seperti diperlihatkan.
Keterangan:
Pada tahap I, organisasi tersebut baru saja didirikan dan ia dipimpin oleh sekelompok kecil orang-orang yang sangat antusias tentang produk, servis atau tujuan organisasi tersebut.
Orang-orang tersebut mempunyai dorongan sangat kuat untuk memajukan organisasi mereka dan mereka juga berhasil untuk menimbulkan gairah bekerja pada orang lain. Mereka merekrut orang-orang yang berorientasi pada prestasi kerja dan yang mengejar tantangan baru.
Sering kali, orang-orang itu berasal dari organisasi-organisasi yang telah mencapai plateau tahap III atau yang sedang mengalami fase kemunduran. Tahap I juga dicirikan oleh sebuah organisasi yang relatif kasar.
Andaikata ada peta organisasi dan deskripsi pekerjaan, mereka cenderung disajikan dalam bentuk selintas kilas. Apa yang perlu dilakukan dengan satu atau lain cara dilaksanakan. Terlihat iklim yang memengaruhi dan memanfaat­kan kekuatan berbagai individu, di mana masing-masing individu bebas untuk memberikan sumbangan maksimum mereka dalam bidang ekspertis mereka. Iklim keorganisasian tahap I, mencakup faktor-faktor seperti misalnya hubungan­hubungan pribadi, keluwesan, informalitas tertentu, komunikasi tatap muka, dan ketiadaan kendala terhadap prestasi individual.
Pada tahapan perkembangan lebih lanjut fase lI, makin banyak saja kebijakan­kebijakan formal yang memengaruhi keputusan-keputusan dan iklim orga­nisasi dicirikan oleh struktur tingkat lebih tinggi.
Tahap III menjadi kritikal dalam hal mempertahankan vitalitas keorganisasian. Pada tahap II dan permulaan fase tahap 111, organisasi yang bersangkutan telah mencapai keseimbangan antara kebutuhan organisasi tersebut akan koordinasi, integrasi, keseragaman, konsistensi dan formalitas dalam proses­proses keputusan, dan kebutuhan orang-orang akan pertumbuhan dan perkembangan, perasaan adanya prestasi, otonomi dalam hal melaksanakan pekerjaan, dan identifikasi (diri) dengan organisasi yang lebih luas tersebut.
Pada fase selanjutnya dari tahap III, imbangan antara organisasi tersebut dan orang-orang mulai goyah, sewaktu organisasi mulai mendominasi orang-orang yang dicirikan oleh persoalan-persoalan yang dirinci sebagai berikut.
1.      Hubungan antara orang-orang di dalam organisasi yang ber­sangkutan menjadi sangat impersonal.
2.      Peraturan-peraturan, regulasi, dan prosedur menjadi tujuan tersendiri, hal tersebut berbeda sekali dengan alat-alat untuk mencapai tujuan.
3.      Komunikasi tertulis, menggantikan kontak tatap muka.
4.      Fleksibilitas menyusut karena adanya kekakuan-kekakuan dalam manajemen.
5.      Orientasi terhadap aktivitas-aktivitas bukanlah pada hasil-hasil menjadi sangat dominan, dan hal tersebut menjadi kriteria untuk pengambilan keputusan dan untuk mengevaluasi kinerja.
6.      Unit-unit di dalam organisasi yang ada, menjadi entitas-entitas sewaktu mereka mengejar pencapaian misi-misi yang kadang­kadang tidak teridentifikasi, yang tidak ada kaitannya dengan keseluruhan.
7.      Tingkat-tingkat puncak pada hierarki makin lama makin kurang terlihat pada tingkat-tingkat lebih rendah.
8.      Makin banyak poltiching berlangsung.
BAB 8
KAPITA SELEKTA ORGANISASI
DAN TEORI URGANISASI

A. Perusahaan yang Menciptakan Pengetahuan (The Knowledge Creating Company)
(Paragraf ini sebagian berlandaskan pandangan Ikujiro Nonaka dalam bukunya yang berjudul The Knowledge Creating Company), (Nonaka, 1995)
1. Pengantar
Perusahaan-perusahaan Jepang sangat berhasil dalam usaha mereka sekitar tahun 1970 dan tahun 1980. Nonaka, (dalam peng­antar katanya) menggunakan contoh permainan bola rugbi guna melukiskan kecepatan secara keluwesan perusahaan-perusahaan Jepang mengembangkan produk-produk baru mereka, seperti halnya pada permainan bola rugbi, di mana bola bergulir di antara anggota tim, sewaktu tim tersebut secara aktif tuxut serta dalam permainan tersebut.
Menurut Nonaka:
"... bola rugbi tersebut mencakup sebuah pemahaman bersama tentang apa yang mencerminkan perusahaan yang bersangkutan, ke arah mana ia sedang menuju, dunia apa yang diinginkannya, dan bagaimana cara membuat dunia tersebut menjadi realita. Maka bola tersebut mencakup hal-hal sebagai berikut: ideal-ideal; nilai-nilai, dan emosi-emosi.
Bermain bola rugbi memerlukan interaksi secara intensif dan cermat antara para anggota tim yang bersangkutan.
Adapun proses interaktif tersebut, analog dengan bagaimana cara pengetahuan diciptakan secara keorganisasian di dalam peru­sahaan-perusahaan Jepang.
Yang dimaksud oleh penulis dengan. "penciptaan pengetahuan keorganisasian" (organizational knowledge creation), yaitu kemampuan sesuatu perusahaan secara keseluruhan untuk menciptakan:
-          pengetahuan baru;
-          menyebarkannya melalui seluruh sistem yang ada;
"memasukkannya" ke dalam produk-produk, servis, dan sistem­sistem.
Maka Nonaka menyatakan:
"komponen yang paling mendasar serta universal organisasi adalah pengetahuan manusia (human knowledge)."
Dalam karyanya yang dikemukakan, pengetahuan dianggap sebagai kesatuan dasar analisis guna menerangkan perilaku peru­sahaan.
Pengetahuan manusia dibagi dalam dua macam jenis.
Yang pertama adalah apa yang dinyatakan sebagai pengetahuan eksplisit (explicit knowledge). Pengetahuan ini dapat diartikulasi dalam wujud bahasa formal, termasuk di dalamnya pernyataan­pernyataan gramatikal, pernyataan-pernyataan matematikal, spesifikasi-spesifikasi, buku-buku petunjuk, dan sebagainya.
Adapun jenis pengetahuan demikian dapat ditransmisi melalui individu-individu secara formal serta mudah. Inilah mode pengetahuan dorninan yang dominan dalam tradisi falsafah dunia Barat. Akan tetapi, masih ada apa yang dinamakan pengetahuan pribadi (tacit knowledge) yang sulit diartikulasi dengan bahasa formal. la mencakup pengetahuan pribadi, yang.berakar pada pengalaman individual dan ia meliputi faktor-faktor tidak berwujud seperti misalnya keyakinan pribadi, perspektif, dan sistem nilai. Pengetahuan tersebut telah diabaikan sebagai sebuah komponen kritikal dari perilaku manusia kolektif. Pengetahuan pribadi tersebut merupakan sebuah sumber daya penting kemampuan berkompetisi perusahaan­perusahaan Jepang.
Dalam karyanya Nonaka, memusatkan perhatiannya pada kedua macam pengetahuan sebagai batu landasan dasar dalam sebuah hubungan komplementer. Adapun interaksi antara kedua macam pengetahuan tersebut merupakan penciptaan inti dinamika penge­tahuan pada organisasi bisnis.
Pada falsafah Barat dominan, sang individu merupakan agen utatna yang memiliki serta memproses pengetahuan. Akan tetapi, dalam studi ini ditunjukkan bahwa sang individu berinteraksi di dalam organisasi yang ada melalui pengetahuan.
Penciptaan pengetahuan berlangsung pada tiga macam tingkatan yakni tingkat:
individual,
- kelompok, dan keorganisasian.
Dengan demikian, pembahasan tentang penciptaan pengetahuan keorganisasian terdiri dari dua komponen pokok:
- bentuk-bentuk interaksi pengetahuan dan - tingkat-tingkat penciptaan pengetahuan.

No comments:

Post a Comment

buku bimbingan

                                                                                                                                            ...

082126189815

Name

Email *

Message *