Sunday, October 23, 2016

KINERJA DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PEMBUAT SONGKOK KHAS BONE DI KABUPATEN BONE PROVINSI SULAWESI SELATAN (studi kasus di Kelurahan Polewali Kecamatan Tanete Riattang Barat)



BAB I
                                                   PENDAHULUAN                                                 

1.1       Latar Belakang Laporan Akhir
          Indonesia adalah Negara yang yang memiliki potensi yang sungguh luar biasa untuk dimanfaatkan guna kesejahteraan masyarakatnya. Pada saat Indonesia keluar dari krisis yang berkepanjangan, dan untuk mengatasi diperlukan suatu kebijakan atau upaya yang diperuntukkan untuk menambah pertumbuhan ekonomi dari segala bidang yang ada.
          Sistem demokrasi ekonomi yang dicantumkan dalam Undang-Undang dasar Tahun 1945, menyatakan secara jelas bahwa pembangunan  ekonomi Indonesia berlandaskan pada semangat kerakyatan, yang sering  disebut dengan ekonomi kerakyatan.
Ekonomi kerakyatan adalah  sistem  ekonomi yang mengutamakan kepentingan dan kebutuhan rakyat banyak. Dimana ekonomi rakyat sendiri adalah sebagai kegiatan ekonomi atau usaha yang dilakukan oleh rakyat kebanyakan yang dengan cara swadaya mengelola sumber daya ekonomi apa saja yang dapat diusahakan dan dikuasainya, yang selanjutnya disebut Usaha Kecil dan Menengah (UKM) terutama meliputi sektor pertanian, peternakan, kerajinan, makanan, dsb., yang ditujukan terutama untuk memenuhi kebutuhan dasarnya dan keluarganya tanpa harus mengorbankan kepentingan masyarakat lainnya.
Gagasan ekonomi kerakyatan dikembangkan sebagai upaya alternative dari para ahli ekonomi Indonesia untuk menjawab kegagalan yang dialami Negara-negara yang berkembang termasuk Indonesia dalam menerapkan teori pertumbuhan. 
Ekonomi kerakyatan dalam hal ini berkaitan dengan pemerintahan yang memberdayakan masyarakatnya melalui program-program atau kebijakan yang dapat memberdayakan dan membangun.
Pemberdayaan masyarakat sebenarnya merupakan bagian dari empat fungsi pemerintahan yaitu, pelayanan (public service), pembangunan (development), pemberdayaan (empowering), dan pengaturan (regulation).
Fungsi pemerintah dalam kaitannya dengan pemberdayaan yaitu mengarahkan masyarakat  kepada kemandirian dan pembangunan demi terciptanya kemakmuran, tidak serta merta dibebankan kepada masyarakat. Perlu adanya peran pemerintah yang secara optimal dan mendalam untuk membangun masyarakat, maka peran pemerintah yang dimaksud antara lain :
1.    Pemerintah sebagai regulator.  Peran pemerintah sebagai regulator adalah menyiapkan arah untuk menyeimbangkan penyelenggaraan pembangunan melalui penertiban peraturan-peraturan.
2.    Pemerintah sebagai dinamisator. Peran pemerintah sebagai dinamisator adalah menggerakkan partisipasi masyarakat jika terjadi kendala-kendala dalam proses pembangunan untuk mendorong dan memlihara dinamika pembangunan daerah.
3.    Pemerintah sebagai fasilitator. Peran pmerintah sebagai fasilitator adalah mmenciptakan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan pembangunan untuk menjembatani berbagai kepentingan masyarakat dalam mengoptimalkan pembangunan daerah.
Sejalan dengan itu, dalam kepemerintahan daerah yang baik  (good  local govermance) dalam konteks mewujudkan ekonomi daerah yang  efektif dan efisien maka berbagai kebijakan pemerintah daerah dalam pembangunan diarahkan, terutama untuk meningkatkan profesionalisme  dan kinerja aparatur pemerintah daerah.
Pemberdayaan masyarakat  merupakan konsep atau strategi pembangunan yang melibatkan peran  serta sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya seperti  (sarana,  modal, kelembagaan, kepemimpinan). Pelibatan sumber daya manusia  dalam kegiatan pemeberdayaan masyarakat memerlukan dukungan  keterampilan, kepedulian, kesediaan bekerjasama dan  motivasi  dan semangat yang kuat. Meskipun masyarakat memiliki potensi yang  cukup besar tetapi bila tidak ada pihak yang menggerakkan, tidak ada  yang memprakarsai, dan tidak ada yang mengorganisasikan kegiatan  tersebut, maka sudah jelas kegiatan pemberdayaan masyarakat tidak  terealisasi (Rahardjo Adisasmito2011:129-130).
Kabupaten Bone adalah daerah yang memiliki ciri khas dan  karakteristik sejarah yang begitu beragam, Sebagai daerah yang  memiliki  populasi penduduk terbesar kedua setelah Kota Makassar di Provinsi  Sulawesi Selatan. Penduduk kabupaten Bone yang di lansir oleh Badan Pusat  Statistik Kabupaten Bone bahwa penduduk Kabupaten Bone pada tahun 2014 sebayak 734.119 jiwa dengan kepadatan penduduk 161 jiwa/km2 , pemerintah Kabupaten Bone tentu memiliki tanggung jawab dan beban yang lebih besar untuk memberdayakan masyarakatnya. Dengan demikian, pemberdayaan  masyarakat harus lebih ditingkatkan sehingga masyarakat di Kabupaten Bone secara umum dan secara khusus di  Kelurahan Polewali Kecamatan Tanete Riattang Barat Kabupaten Bone diharapakan memiliki sumber penghasilan sendiri. Secara factual di Kelurahan Polewali Kecamatan Tanete Riattang Barat memiliki keterampilan secara turun temurun dalam mata pencaharian pembuat Songkok khas Bone dan dikenal dengan Songkok To Bone.
Songkok Khas Bone merupakan kopiah tradisional yang merupakan produk unggulan di Kabupaten Bone yang sekarang sudah marak dipakai oleh setiap kalangan. Tapi jangkauan pemasaran yang hanya bersifat lokal, sehingga peminat dari luar negeri susah untuk mendapatkannya. Selain dari pemasaran, masyarakat memerlukan dukdungan fasilitas dari pemerintah.
Kelurahan Polewali sebagai salah satu tempat  pembuat Songkok Khas Bone ,walaupun pada umumnya warga di kelurahan ini bekerja sebagai petani dan usaha kecil-kecilan, tetapi pekerjaan sampingan mereka, yakni pembuat Songkok Khas Bone. Para pembuat didominasi oleh kalangan ibu rumah tangga (IRT), Songkok yang di buat di Kelurahan ini memiliki ciri khas karena bahan dasarnya dari pelepah pohon lontar. Pohon lontar sendiri banyak tumbuh di Kelurahan dan di Desa tetangga yang mudah untuk di pergunakan oleh masyarakat.
Pembuatan Songkok khas bone ini masih bersifat tradisional Para ibu rumah tangga (IRT) menganyam Songkok dengan dudukan kayu yang disebut oleh warga sekitar dengan assareng. Assareng dibuat dari pohon kayu, yang sudah didesain khusus berbentuk kepala manusia yang berfungsi sebagai tempat untuk merangkai serat pelepah lontar menjadi Songkok. Pembuatan songkok khas bone ini dalam satu minggu biasa menghasilkan 1 sampai 2 buah songkok oleh 1 kelompok pengrajin.
Tugas utama daripada Pemerintah Daerah Kabupaten Bone adalah  menyediakan sarana dan prasarana penunjang yang terkait dengan  peningkatan keterampilan pembuatan Songkok khas Bone, memberikan jaminan  pemasaran terhadap hasil produksi masyarakat setempat.
Dari data yang diperoleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan tahun 2013, industri anyaman serat lontar atau disebut songkok khas Bone jumlah produksinya adalah 598.469 buah dengan tenaga kerja sebanyak 305 orang. Dibandingkan dengan industri lain semisal anyaman  daun lontar jumlah pekerjanya jauh lebih banyak yaitu 1.723 orang. Ini berarti kesadaran masyarakat akan pentingnya khas daerah masih perlu ditingkatkan.
Dalam hal pemasaran, nilai tawar yang kurang padahal peminat pada songkok yang menjadi ciri khas bone ini tidak sedikit. Ini dikarenakan jumlah produksi yang masih sedikit. Masih banyak diantara masyarakat pembuat songkok to bone ini tidak menjadikan prioritas utamanya karena masyarakat lebih memilih memprioritaskan pada hasil sawah dan perkebunan. Selain itu jangkauan pemasaran juga masih bersifat lokal sementara peminat songkok khas bone ini ada juga yang berasala dari luar negeri seperti Malaysia dan Singapura.  
Disinilah peran pemerintah dalam membuka peluang pemasaran yang lebih luas agar dapat memberikan jangkauan yang lebih baik kepada pengrajin dalam memasarkan produk songkok khas bone ini. Selain itu, tidak kalah penting melakukan sosialisasi, agar masyarakat tetap mempertahankan produk khas daerah dan selain itu memberikan pelatihan, serta  pembinaan agar masyarakat menjadi lebih terampil.
Salah satu hal penting dalam pengembangan usaha adalah dalam hal permodalan. Peran pemerintah juga diharapkan oleh pengrajin dalam bantuan modal agar masyarakat juga bisa mengembangkan usaha yang dimiliknya. Para pengrajin mengeluhkan dalam bantuan permodalan karena pemerintah dalam pemberian bantuan modal usaha ini belum merata keseluruh kelompok pengrajin. Begitu juga teknologi dalam pembuatan songkok khas ini masih bersifat tradisional seperti yang sudah di jelaskan sebelumnya.  
Dalam hal ketenaga kerjaan juga seringkali menjadi kendala. Dari Data yang di peroleh dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan tahun 2013, bahwa tenaga kerja dari pengarajin songkok khas bone ini berjumlah 305 orang dibandingkan dengan tenaga kerja industri pengolahan tembakau berjumlah 620 orang, padahal dalam jumlah produksi dari songkok khas bone ini lebih banyak yaitu 598.469, sedangkan industry pngolahan tembakau hanya 433.148 . Sedangkan nilai investasi dari industry songkok khas bone ini sebesar Rp.82.720,00 sedangkan industry pengolahan tembakau hanya berjumlah Rp.43.213,00.
Merujuk daripada penjelasan diatas, bahwa dalam meningkatkan keterampilan masyarakat pembuat  Songkok khas Bugis Bone di Kelurahan Polewali  Kecamatan Tanete Riattang Barat  Kabupaten Bone begitu membutuhkan perhatian dari pemerintah  Daerah Kabupaten Bone  untuk mengembangkan keterampilan pembuatan songkok khas bugis bone  tersebut.
Maka berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik untuk  mengangkat judul dalam penelitian tentang KINERJA DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PEMBUAT SONGKOK KHAS BONE DI KABUPATEN BONE PROVINSI SULAWESI SELATAN (studi kasus di Kelurahan Polewali Kecamatan Tanete Riattang Barat)”.

No comments:

Post a Comment

buku bimbingan

                                                                                                                                            ...

082126189815

Name

Email *

Message *