BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Laporan Akhir
Indonesia adalah Negara yang yang memiliki potensi
yang sungguh luar biasa untuk dimanfaatkan guna kesejahteraan masyarakatnya.
Pada saat Indonesia keluar dari krisis yang berkepanjangan, dan untuk mengatasi
diperlukan suatu kebijakan atau upaya yang diperuntukkan untuk menambah
pertumbuhan ekonomi dari segala bidang yang ada.
Sistem
demokrasi ekonomi yang dicantumkan dalam Undang-Undang dasar Tahun 1945, menyatakan secara jelas bahwa
pembangunan ekonomi Indonesia
berlandaskan pada semangat kerakyatan, yang sering disebut dengan ekonomi kerakyatan.
Ekonomi kerakyatan adalah sistem
ekonomi yang mengutamakan kepentingan dan kebutuhan rakyat banyak. Dimana ekonomi rakyat sendiri adalah sebagai
kegiatan ekonomi atau usaha yang dilakukan oleh rakyat kebanyakan yang dengan
cara swadaya mengelola sumber daya ekonomi apa saja yang dapat diusahakan dan
dikuasainya, yang selanjutnya disebut Usaha Kecil dan Menengah (UKM) terutama
meliputi sektor pertanian, peternakan, kerajinan, makanan, dsb., yang ditujukan
terutama untuk memenuhi kebutuhan dasarnya dan keluarganya tanpa harus
mengorbankan kepentingan masyarakat lainnya.
Gagasan ekonomi kerakyatan
dikembangkan sebagai upaya alternative dari para ahli ekonomi Indonesia untuk
menjawab kegagalan yang dialami Negara-negara yang berkembang termasuk
Indonesia dalam menerapkan teori pertumbuhan.
Ekonomi kerakyatan dalam hal ini
berkaitan dengan pemerintahan yang memberdayakan masyarakatnya melalui
program-program atau kebijakan yang dapat memberdayakan dan membangun.
Pemberdayaan masyarakat
sebenarnya merupakan bagian dari empat fungsi pemerintahan yaitu, pelayanan
(public service), pembangunan (development), pemberdayaan (empowering), dan pengaturan
(regulation).
Fungsi pemerintah dalam kaitannya
dengan pemberdayaan yaitu mengarahkan masyarakat kepada kemandirian dan pembangunan demi
terciptanya kemakmuran, tidak serta merta dibebankan kepada masyarakat. Perlu
adanya peran pemerintah yang secara optimal dan mendalam untuk membangun
masyarakat, maka peran pemerintah yang dimaksud antara lain :
1. Pemerintah sebagai regulator. Peran pemerintah sebagai regulator adalah
menyiapkan arah untuk menyeimbangkan penyelenggaraan pembangunan melalui
penertiban peraturan-peraturan.
2. Pemerintah sebagai dinamisator. Peran pemerintah
sebagai dinamisator adalah menggerakkan partisipasi masyarakat jika terjadi
kendala-kendala dalam proses pembangunan untuk mendorong dan memlihara dinamika
pembangunan daerah.
3. Pemerintah sebagai fasilitator. Peran pmerintah
sebagai fasilitator adalah mmenciptakan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan
pembangunan untuk menjembatani berbagai kepentingan masyarakat dalam
mengoptimalkan pembangunan daerah.
Sejalan dengan itu, dalam
kepemerintahan daerah yang baik (good
local govermance) dalam konteks mewujudkan ekonomi daerah
yang efektif dan efisien maka berbagai
kebijakan pemerintah daerah dalam pembangunan diarahkan, terutama untuk meningkatkan profesionalisme dan kinerja aparatur
pemerintah daerah.
Pemberdayaan
masyarakat merupakan konsep atau
strategi pembangunan yang melibatkan peran
serta sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya seperti (sarana,
modal, kelembagaan, kepemimpinan). Pelibatan sumber daya manusia dalam kegiatan pemeberdayaan masyarakat
memerlukan dukungan keterampilan,
kepedulian, kesediaan bekerjasama dan motivasi
dan semangat yang kuat. Meskipun
masyarakat memiliki potensi yang cukup
besar tetapi bila tidak ada pihak yang menggerakkan, tidak ada yang memprakarsai, dan tidak ada yang
mengorganisasikan kegiatan tersebut,
maka sudah jelas kegiatan pemberdayaan masyarakat tidak terealisasi (Rahardjo
Adisasmito2011:129-130).
Kabupaten
Bone adalah daerah yang memiliki ciri khas dan
karakteristik sejarah yang begitu beragam, Sebagai daerah yang memiliki
populasi penduduk terbesar kedua setelah Kota Makassar di Provinsi Sulawesi Selatan. Penduduk kabupaten Bone yang di lansir oleh Badan
Pusat Statistik Kabupaten Bone bahwa
penduduk Kabupaten Bone pada tahun 2014 sebayak 734.119 jiwa dengan kepadatan
penduduk 161 jiwa/km2 , pemerintah Kabupaten Bone tentu memiliki tanggung
jawab dan beban yang lebih besar untuk memberdayakan masyarakatnya. Dengan demikian,
pemberdayaan masyarakat harus lebih
ditingkatkan sehingga masyarakat
di Kabupaten
Bone secara umum dan secara khusus di Kelurahan Polewali Kecamatan Tanete Riattang Barat Kabupaten Bone
diharapakan memiliki sumber penghasilan
sendiri.
Secara factual di Kelurahan Polewali
Kecamatan Tanete Riattang Barat memiliki keterampilan secara
turun temurun dalam mata pencaharian pembuat Songkok khas Bone dan dikenal
dengan Songkok To Bone.
Songkok Khas Bone merupakan kopiah
tradisional yang merupakan produk unggulan di Kabupaten Bone yang sekarang
sudah marak dipakai oleh setiap kalangan. Tapi jangkauan pemasaran yang hanya
bersifat lokal, sehingga peminat dari luar negeri susah untuk mendapatkannya.
Selain dari pemasaran, masyarakat memerlukan dukdungan fasilitas dari
pemerintah.
Kelurahan Polewali sebagai salah
satu tempat pembuat Songkok Khas Bone
,walaupun pada umumnya warga di kelurahan ini bekerja sebagai petani dan usaha
kecil-kecilan, tetapi pekerjaan sampingan mereka, yakni pembuat Songkok Khas
Bone. Para pembuat didominasi oleh kalangan ibu rumah tangga (IRT), Songkok
yang di buat di Kelurahan ini memiliki ciri khas karena bahan dasarnya dari pelepah
pohon lontar. Pohon lontar sendiri banyak tumbuh di Kelurahan dan di Desa
tetangga yang mudah untuk di pergunakan oleh masyarakat.
Pembuatan Songkok khas bone ini masih
bersifat tradisional Para ibu rumah tangga (IRT) menganyam Songkok dengan dudukan
kayu yang disebut oleh warga sekitar dengan assareng. Assareng dibuat dari pohon
kayu, yang sudah didesain khusus berbentuk kepala manusia yang berfungsi sebagai
tempat untuk merangkai serat pelepah lontar menjadi Songkok. Pembuatan songkok khas
bone ini dalam satu minggu biasa menghasilkan 1 sampai 2 buah songkok oleh 1
kelompok pengrajin.
Tugas utama daripada Pemerintah Daerah Kabupaten Bone adalah menyediakan sarana dan prasarana penunjang yang terkait dengan peningkatan keterampilan pembuatan Songkok khas Bone, memberikan
jaminan pemasaran terhadap hasil
produksi masyarakat setempat.
Dari data yang diperoleh Dinas
Perindustrian dan Perdagangan tahun 2013, industri anyaman serat lontar atau
disebut songkok khas Bone jumlah produksinya adalah 598.469 buah dengan tenaga
kerja sebanyak 305 orang. Dibandingkan dengan industri lain semisal
anyaman daun lontar jumlah pekerjanya
jauh lebih banyak yaitu 1.723 orang. Ini berarti kesadaran masyarakat akan
pentingnya khas daerah masih perlu ditingkatkan.
Dalam hal pemasaran, nilai tawar
yang kurang padahal peminat pada songkok yang menjadi ciri khas bone ini tidak
sedikit. Ini dikarenakan jumlah produksi yang masih sedikit. Masih banyak
diantara masyarakat pembuat songkok to bone ini tidak menjadikan prioritas
utamanya karena masyarakat lebih memilih memprioritaskan pada hasil sawah dan
perkebunan. Selain itu jangkauan pemasaran juga masih bersifat lokal sementara
peminat songkok khas bone ini ada juga yang berasala dari luar negeri seperti
Malaysia dan Singapura.
Disinilah peran pemerintah dalam membuka
peluang pemasaran yang lebih luas agar dapat memberikan jangkauan yang lebih
baik kepada pengrajin dalam memasarkan produk songkok khas bone ini. Selain
itu, tidak kalah penting melakukan sosialisasi, agar masyarakat tetap
mempertahankan produk khas daerah dan selain itu memberikan pelatihan, serta pembinaan agar masyarakat menjadi lebih
terampil.
Salah satu hal penting dalam pengembangan
usaha adalah dalam hal permodalan. Peran pemerintah juga diharapkan oleh
pengrajin dalam bantuan modal agar masyarakat juga bisa mengembangkan usaha
yang dimiliknya. Para pengrajin mengeluhkan dalam bantuan permodalan karena
pemerintah dalam pemberian bantuan modal usaha ini belum merata keseluruh
kelompok pengrajin. Begitu juga teknologi dalam pembuatan songkok khas ini
masih bersifat tradisional seperti yang sudah di jelaskan sebelumnya.
Dalam hal ketenaga kerjaan juga
seringkali menjadi kendala. Dari Data yang di peroleh dari Dinas Perindustrian
dan Perdagangan tahun 2013, bahwa tenaga kerja dari pengarajin songkok khas
bone ini berjumlah 305 orang dibandingkan dengan tenaga kerja industri pengolahan
tembakau berjumlah 620 orang, padahal dalam jumlah produksi dari songkok khas
bone ini lebih banyak yaitu 598.469, sedangkan industry pngolahan tembakau
hanya 433.148 . Sedangkan nilai investasi dari industry songkok khas bone ini
sebesar Rp.82.720,00 sedangkan industry pengolahan tembakau hanya berjumlah
Rp.43.213,00.
Merujuk
daripada penjelasan diatas, bahwa dalam meningkatkan keterampilan masyarakat pembuat Songkok
khas Bugis
Bone di Kelurahan Polewali Kecamatan Tanete Riattang Barat Kabupaten Bone begitu membutuhkan perhatian
dari pemerintah Daerah Kabupaten Bone untuk mengembangkan keterampilan pembuatan
songkok khas bugis bone tersebut.
Maka
berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik untuk mengangkat judul dalam penelitian tentang “KINERJA
DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PEMBUAT
SONGKOK KHAS BONE DI
KABUPATEN BONE PROVINSI SULAWESI SELATAN (studi kasus di Kelurahan
Polewali Kecamatan Tanete Riattang Barat)”.
No comments:
Post a Comment