BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Laporan Akhir
Bagi
bangsa kita yang telah berhasil merebut kemerdekaan dari penjajah dalam kurun
waktu yang sangat lama dan melalui sebuah usaha perjuangan serta perang
kemerdekaan, kata demokrasi memiliki arti yang sangat krusial dan merupakan
salah satu tujuan penting perjuangan revolusi bagi bangsa Indonesia. Perjuangan
tidak hanya diilhami oleh tujuan untuk memerdekakan diri dari kekuasaan para
penjajah saja, tetapi yang tidak kalah pentingnya adalah cita-cita perjuangan
kemerdekaan bangsa untuk menegakkan demokrasi di Indonesia.
Negara yang
demokrasi selalu memiliki berbagai hak. Hak tersebut antara lain seperti
kemerdekaan pers, hak menyatakan pendapat dan pikiran, hak memilih
anggota-anggota perwakilan rakyat secara bebas dan rahasia, hak kebebasan beragama,
hak kebebasan berkreativitas, hak berorganisasi dan sebagainya. Jelas bahwa
demokrasi berlandaskan atas hak kebebasan manusia dan demokrasi juga
mengisyaratkan penghormatan yang setinggi-tingginya terhadap kedaulatan rakyat.
Dengan kata lain, demokrasi adalah milik rakyat yang dimana kekuasaan tertinggi
dan kedaulatan berada di tangan rakyat. Oleh karena itu, pemerintahan berasal
dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat selaku pemegang peranan penting dalam
kewenangan.
Sebagai wujud
pelaksanaan kedaulatan rakyat, Negara Indonesia berupaya melaksanakan demokrasi
seluas-luasnya. Salah satunya melalui pemilihan umum yang demokratis. Menurut
Budiardjo (2008:461) ”Pemilihan umum dianggap lambang, sekaligus tolok ukur,
dari demokrasi. Hasil pemilihan umum yang diselenggarakan dalam suasana
keterbukaan dengan kebebasan berpendapat dan kebebasan berserikat, dianggap
mencerminkan dengan agak akurat partisipasi serta aspirasi masyarakat.” Rakyat
bebas menentukan siapa saja yang dirasa pantas mewakili rakyat dalam
menyalurkan aspirasi guna membawa dampak perubahan tatanan pemerintahan dan
tatanan kehidupan yang lebih baik nantinya.
Layaknya
sebuah negara yang baru menemukan jati dirinya, pelaksanaan pemilu tidak
selamanya berjalan sesuai dengan harapan. Pasang surut kehidupan politik turut
mempengaruhi pelaksanaan pemilu. Berbagai permasalahan dalam pemilu dari masa
ke masa merupakan catatan bagi pelaksanaan pemilu. Khusus pada tahun 2004,
pemilu ini dianggap sebagai tonggak demokrasi Indonesia karena rakyat memilih
langsung anggota DPR dan pasangan Presiden dan Wakil Presiden.
Pemilihan umum secara
langsung membuat nilai-niai demokrasi sudah mulai terlihat, hal tersebut
ditandai dengan berjalannya pemilihan umum yang aman dan lancar tanpa ada
kekerasan. Pemilihan umum secara langsung itu sendiri diatur dalam
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum. Di
dalam undang-undang tersebut terdapat juga mekanisme pengambilan keputusan dan
mengatur tentang wewenang lembaga penyelenggara pemilihan umum yaitu Komisi
Pemilihan Umum (KPU) baik pada pusat, provinsi dan kabupaten maupun kota.
Dengan diadakannya
pemilihan umum secara langsung setiap lima tahun sekali, peran serta masyarakat
sangat dibutuhkan untuk memberikan suaranya di dalam pemilu. Masyarakat
merupakan bagian terpenting, sebab masyarakatlah yang menentukan siapa pemimpin
dan wakilnya di parlemen. Dengan kekuasaan yang didapat oleh pemerintah yang
merupakan amanat dari rakyat, amanat tersebut berisi aspirasi dan harapan yang
nantinya dapat membawa kesejahteraan dan kehidupan bangsa Indonesia yang lebih
baik.
Saat ini proses
pelaksanaan demokrasi di Indonesia sendiri telah berjalan ke tahapan demokrasi
yang semakin dewasa. Dimana rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi tampak semakin
terlihat jelas. Hal ini ditandai dengan partisipasi masyarakat yang aktif di
kehidupan politik, antara lain dengan jalan memilih pimpinan negara,
mempengaruhi pengambilan keputusan dan pembuatan kebijakan. Jelas bahwa
partisipasi politik erat kaitannya dengan kesadaran politik.
Kegiatan yang dilakukan
masyarakat dalam bentuk dukungan kepada pemerintah dengan memilih pimpinan atau
dapat diartikan memilih dalam pemilu, akhirnya menciptakan suatu bentuk
pemerintahan yang demokratis. Hal tersebut merupakan salah satu bentuk
partisipasi politik.
Mengacu pada Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat daerah pasal 246 ayat (1)
dan (2) :
(1)Pemilu diselenggarakan dengan partisipasi masyarakat.
(2) Partisipasi masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat dilakukan dalam bentuk sosialisasi pemilu, pendidikan politik bagi
pemilih. Survei atau jejak pendapat tentang pemilu, dan penghitungan cepat
hasil pemilu, dengan ketentuan :
a. Tidak melakukan keberpihakan yang menguntungkan atau
merugikan peserta pemilu;
b. Tidak mengganggu proses penyelenggaraan tahapan pemilu;
c. Bertujuan meningkatkan partisipasi politik masyarakat
secara luas; dan
d. Mendorong terwujudnya suasana yang kondusif bagi
penyelenggaraan pemilu yang aman, damai, tertib, dan lancar.
Berdasarkan
pasal ini, dapat diartikan bahwa partisipasi aktif dari masyarakat sangatlah
diperlukan dalam penyelenggaraan pemilu demi terwujudnya pemilihan umum yang
demokratis, aman, kondusif dan meningkatnya partisipasi pemilih dalam
memberikan hak pilihnya.
Hal yang seringkali terjadi
adalah partisipasi politik masyarakat ditentukan dan dimobilisasi secara massa
yang menyebabkan partisipasi masyarakat tidak berasal dari dalam hati,
melainkan termobilisasi oleh pihak-pihak yang mempunyai kepentingan politik dan
menghalalkan segala cara untuk mendapat kekuasaan. Hal tersebut seringkali terjadi
pada masyarakat yang tingkat pendidikan dan kesadaran mereka tentang politik
masih kurang. Hal lain yang diakibatkan oleh pendidikan politik yang masih
kurang membuat masyarakat cenderung apatis dalam pemilu, sehingga tidak
menggunakan hak pilihnya dalam pemilu atau disebut golongan putih (golput).
Sosialisasi merupakan
bagian yang penting untuk meningkatkan partisipasi dalam kehidupan politik
khususnya pemilihan umum. Sosialisasi harus lebih ditujukan kepada masyarakat
yang berpendidikan kurang atau rendah dan yang belum paham mengenai pemilu, terlebih
bagi mereka yang baru pertama kali menghadapi pemilu atau yang disebut pemilih
pemula. Dengan diadakannya sosialisasi maka akan meningkatkan pemahaman dan
partisipasi politik mengenai teknis, sistem dan mekanisme pemilu yang secara
tidak langsung akan mensukseskan pemilu.
Pada saat sosialisasi,
peran Komisi Pemilihan Umum (KPU) sangat penting dan dibutuhkan. Komisi
Pemilihan Umum (KPU) sebagai suatu komisi yang bersifat nasional, tetap dan
mandiri mempunyai tugas dan kewenangan untuk menyebarkan informasi mengenai
pemilu kepada masyarakat dan sosial. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang
Penyelenggaraan Pemilihan Umum mengamanatkan tugas dan wewenang bagi Komisi
Pemilihan Umum (KPU), baik Komisi Pemilihan Umum (KPU) pusat, provinsi dan
kabupaten atau kota di antara tugas dan wewenang yang dimiliki oleh KPU adalah
sosialisasi.
Sebagian besar masyarakat
Indonesia khususnya yang berpendidikan rendah, belum mengerti mengenai
mekanisme dan prosedur pemilu, serta nilai yang paling dasar tentang politik.
Kurangnya pemahaman seperti apa demokrasi itu, untuk apa dilaksanakan pemilu
dan untuk apa masyarakat memilih wakil rakyat belum dikenal secara baik dikarenakan
pemahaman masyarakat mengenai hal tersebut masih kurang. Sementara fungsi
partai politik yang diharapkan untuk bisa memberi pendidikan politik bagi
masyarakat ternyata belum dapat berjalan secara maksimal. Oleh karena itu,
sosialisasi kepada masyarakat yang masih berpendidikan politik rendah dan
masyarakat yang baru pertama kali menghadapi pemilu sangat dibutuhkan.
Sosialisasi merupakan
bagian yang penting dalam rangkaian tahapan pemilu. Sebab dengan diadakannya
sosialisasi, diharapkan dapat memberikan pendidikan dan pengetahuan tentang
politik kepada masyarakat dalam memahami mekanisme ataupun prosedur umum yang
mungkin dapat berubah di setiap pemilihan umum sehingga masyarakat menjadi
individu yang berpartisipasi.
Kesuksesan pelaksanaan
pemilihan umum juga tidak lepas dari sosialisasi yang dilakukan oleh KPU dalam
menyebarkan informasi dan pemahaman tentang pentingnya pemilu. Karena dalam
fenomena yang berkembang saat ini, ada beberapa kelompok masyarakat yang tidak akan
berpartisipasi dalam pemilu, yang disebut dengan golongan putih (golput). Kelompok
ini juga menyebarkan pengaruh kepada masyarakat agar tidak menggunakan hak
pilihnya dalam pemilu. Fenomena yang paling memprihatinkan adalah menurunnya
partisipasi pemilih pada pemilu nasional, yaitu Pemilu 1999 (92%), Pemilu 2004
(84%), dan Pemilu 2009 (71%) yang menjadi permasalahan penting dan harus segera
ditangani. Hal ini menjadi tantangan bagi Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk
mensukseskan pemilu.
Banyak faktor yang
menjadikan tingkat partisipasi mengalami tren penurunan, diantaranya adalah
adanya paham keagamaan anti demokrasi dan melemahnya kesadaran masyarakat
tentang pentingnya pemilu sebagai instrumen transformasi sosial, sehingga
mereak tidak menggunakan hak pilihnya secara cerdas. Sebagai pemilih,
masyarakat terjebak dalam pragmatism.
Tidak semua pemilih datang ke TPS atas idealisme tertentu tetapi didasarkan
pada kalkulasi untung rugi yang sifatnya material, seperti mendapatkan uang dan
barang. Pragmatism seperti ini
sebagian disumbang oleh tingkat literasi politik yang relatif rendah,
melemahnya kesukarelaan masyarakat dalam agenda pencerdasan demokrasi. Dan
sosialisasi tidak sampai pada masyarakat yang terpencil khususnya pada
masyarakat pedesaan.
Menyikapi keadaan
tersebut, maka Komisi Pemilihan Umum (KPU) melakukan suatu terobosan dengan
membuat program yang bernama Relawan Demokrasi. Pembentukan program Relawan Demokrasi
ini didasarkan pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum
Anggota DPR, DPD dan DPRD khususnya pasal 246 ayat (1) dan (2) serta Pasal 247
Ayat (1) yang menyatakan tentang Partisipasi Masyarakat dalam Pemilihan Umum
dan Petunjuk Pelaksanaan Program Relawan Demokrasi Pemilihan Umum 2014 Nomor
69/KPU/IX/2013 tanggal 2 September 2013.
Program Relawan Demokrasi
sendiri adalah gerakan sosial yang ditujukan untuk meningkatkan kualitas
pemilih dan partisipasi dalam menggunakan hak pilihnya. Menempatkan masyarakat
sebagai pelopor (pioner), dimana
mereka berperan seluas-luasnya dan menjadi mitra KPU dalam menjalankan agenda
sosialisasi dan pendidikan pemilih berbasis kabupaten/kota. Program Relawan Demokrasi
ini melibatkan kelompok masyarakat yang berasal dari 5 segmen pemilih strategis
yaitu pemilih pemula, kelompok agama, kelompok perempuan, penyandang
disabilitas dan kelompok pinggiran. Program
ini dilatarbelakangi oleh menurunnya kesadaran masyarakat dalam menggunakan hak
pilihnya dalam penyelenggaraan pemilihan umum. Hal ini dapat dilihat
pada tabel tingkat golput yang diperoleh dari KPU Kabupaten Grobogan, Provinsi
Jawa Tengah pada penyelenggaraan pemilihan umum legislatif.
Tabel 1.1
Masyarakat yang Tidak Memilih (Golput) pada Pemilihan
Umum Legislatif
di Kabupaten Grobogan Provinsi Jawa Tengah
Tahun 2004 s.d 2014
No
|
Tahun
|
Kehadiran
|
Golput
|
Jumlah
total
|
||
Jumlah
|
Persentase
|
Jumlah
|
Persentase
|
|||
1
|
2004
|
731.360
|
(80,02%)
|
180.835
|
(19,08%)
|
912.213
|
2
|
2009
|
747.000
|
(71,89%)
|
292.071
|
(28,11%)
|
1.039.071
|
3
|
2014
|
785.951
|
(71,59%)
|
311.655
|
(28,41%)
|
1.096.951
|
Sumber
: KPU Kabupaten Grobogan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2014
Pada Tabel 1.1 dapat dilihat bahwa jumlah masyarakat yang
tidak memilih selama tiga periode pemilihan umum legislatif berfluktuatif
dengan rata-rata 25,02%. Jumlah masyarakat
yang tidak memilih mengalami kenaikan dari periode ke periode, dapat dilihat pada tahun 2004 masyarakat yang tidak
memilih sebanyak 19,08%, tahun 2009 sebanyak 28,11%
dan tahun 2014 berjumlah 28,41%.
Jumlah pemilih pada tiga
periode pemilihan umum justru mengalami
peningkatan yaitu pada tahun 2004 sebanyak 912.213 pemilih, tahun 2009 sebanyak 1.039.071 pemilih dan pada tahun 2014 berjumlah 1.096.951 pemilih. Data Tabel 1.1 menyebutkan bahwa tingkat partisipasi politik masyarakat pada pemilu legislatif dari periode ke periode mengalami
penurunan sedikit demi sedikit. Kondisi ini dapat dilihat dari menurunnya jumlah pemilih yang berpartisipasi
pada Pemilu Legislatif Tahun 2009 yakni sebesar 71,89%, dan tahun 2014 sebesar 71,51%. Selain itu presentase masyarakat yang tidak
memilih dari tahun 2009 ke tahun 2014 mengalami kenaikan sebesar 0,38% sehingga
tingkat golput pada tahun 2014 sebesar 28,49%. Hal tersebut jelas membuktikan
bahwa partisipasi politik cenderung rendah bahkan mengalami sedikit penurunan.
Tindakan lebih lanjut untuk fenomena dimana masih
rendahnya partisipasi masyarakat dalam pemilihan umum, maka dibentuk program Relawan Demokrasi oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Selain dilatarbelakangi oleh
kekhawatiran KPU terhadap rendahnya tingakt partisipasi masyarakat yang semakin menurun, pembentukan
program ini juga dilatarbelakangi dengan munculnya sikap apatis di
tengah-tengah masyarakat terhadap pelaksanaan pemilihan umum yang mungkin
disebabkan oleh hasil-hasil pemilihan
umum sebelumnya yang mengecewakan masyarakat dan membuat menurunnya kepercayaan
masyarakat akan nilai-nilai demokrasi. Dengan adanya Relawan Demokrasi ini diharapkan menjadi
pelopor demokrasi dan menjadi mitra KPU dalam menjalankan tuganya untuk
mensukseskan pemilihan umum legislatif di Kabupaten Grobogan Provinsi Jawa Tengah.
Dalam menjalankan tuganya sebagai mitra KPU, masalah kondisi
lapangan di Kabupaten Grobogan menjadi salah satu faktor yang menghambat Relawan Demokrasi dalam melakukan
sosialisasi di Kabupaten
Grobogan sehingga sosialisasi
yang dilakukan kurang maksimal. Sesuai informasi yang diperoleh dari KPU
Kabupaten Grobogan, kondisi lapangan di Kabupaten
Grobogan memiliki jarak antara kecamatan yang satu dengan kecamatan yang lain jauh dan tiap kecamatan
mempunyai medan lapangan yang berbeda-beda, sehingga membuat sosialisasi yang dilakukan
kurang maksimal. Selain itu dengan kondisi lapangan di Kabupaten Grobogan yang terbilang banyak kebutuhan, membuat anggaran yang
dikeluarkan juga lebih banyak.
Berdasarkan latar
belakang dan pemikiran di atas, maka penulis mengadakan penelitian yang berjudul “PERAN RELAWAN DEMOKRASI DALAM MENINGKATKAN
PARTISIPASI POLITIK PADA PEMILIHAN UMUM LEGISLATIF 2014 DI KABUPATEN GROBOGAN, PROVINSI JAWA TENGAH “.
No comments:
Post a Comment