MAKALAH
DIMENSI ETIKA

Oleh:
IVAN PEBRI
NPP. 24.0370
C-1
INSTITUT
PEMERINTAHAN DALAM NEGERI
JATINANGOR
2015
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberikan
kekuatan dan kemampuan sehingga makalah ini bisa selesai tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Makalah Dimensi
Etika
Penulis
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan mendukung
dalam penyusunan makalah ini.
Penulis
sadar makalah ini belum sempurna dan memerlukan berbagai perbaikan, oleh karena
itu kritik dan saran yang membangun sangat dibutuhkan.
Akhir
kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan
semua pihak.
Jatinangor, April 2015
Penulis,
BAB I
PENDAHULUAN
Ilmu
Pengetahuan merupakan alat bagi manusia, yang diciptakan dengan tujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan umat manusia. Dengan ilmu dapat diciptakan
suasana yang lebih baik dan dengan demikian melalui ilmulah manusia dapat lebih
mudah mencapai tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan. Meskipun
dalam perkembangannya kemajuan ilmu pengetahuan tidak selalu
mensejahterakan manusia, tetapi banyak pula keburukan bahkan penderitaan yang
dialami oleh manusia sebagai dampak dari kemajuan ilmu pengetahuan itu sendiri.
Sebagai
sebuah disiplin ilmu dan keilmuan, didalamnya tekandung nilai-nilai seperti
etika, moral, norma, dan kesusilaan. Demikian pula pada aplikasinya, seorang
ilmuwan dalam kehidupan sehari-hari seakan dituntut untuk menerapkan
nilai-nilai tersebut dalam kehidupannya, baik saat berpikir maupun bertindak.
Kendati tinggi ilmu seseorang, apabila tidak memiliki nilai-nilai yang sudah
menjadi semacam aturan dalam kehidupannya dan tidak memanfaatkan ilmu yang
dimilikinya untuk kebaikan dan kemaslahatan orang banyak orang tersebut tidak
akan dipandang tinggi.
Dalam
filsafat juga memiliki konsep pemikiran baik dan buruk yang dikenal
dengan nama etika, yakni aturan untuk membedakan baik dan buruk. Suatu
ilmu dan etika adalah sumber pengetahuan yang diharapkan dapat meminimalkan dan
menghentikan perilaku menyimpang di kalangan masyarakat. Untuk itu peranan ilmu
sangat dibutuhkan sebagai sumber moralitas dalam mengembangkan
kesejahteraan dan kemaslahatan manusia.
Berdasarkan
latar belakang tersebut diatas ada beberapa masalah yang akan dibahas dalam
makalah etika keilmuan ini adalah:
1. Penngertian
etika, moral
2. Hubungan antara
ilmu pengetahuan dan etika
3. Apakah ilmu
bebas nilai atau tidak bebas nilai
4. Persoalan etika
ilmu pengetahuan
5. Sikap ilmiah dan
tanggung jawab ilmuwan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Etika, Moral
Secara
etimologis etika berasal dari kata ethos yang berarti adat,
kebiasaan atau susila. Dalam filsafat etika membicarakan tentang tingkah laku
atau perbuatan manusia dalam kaitan antara baik dan buruk. Baik dan buruk
adalah suatu penilaian atas apa yang bisa dilihat dan dirasakan seperti perbuatan
dan tingkah laku. Sedangkan untuk hal-hal yang menyangkut aspek motif atau
watak, sulit dinilai. Secara garis besar ada dua macam etika yaitu etika
deskriptif dan etika normatif. Etika deskriptif hanya bersifat menggambarkan,
melukiskan dan menceritakan sesuatu seperti apa adanya tanpa memberikan
penilaian atau pedoman tentang bagaimana seharusnya bertindak. Sedangkan etika
selain memberikan penilaian baik dan buruk juga memberikan pedoman mana yang
harus diperbuat dan yang tidak.
Dalam bahasa
Yunani, ethika berati ethikos yang mengandung arti karakter,
kebiasaan, kecenderungan dan sikap yang menagandung analisis konsep-konsep
seperti harus, benar salah, mengandung pencarian watak ke dalam watak moralitas
atau tindakan-tindakan moral atau mengandung pencarian kehidupan yang baik
secara moral. Etika secara lebih detail merupakan ilmu yang membahas tentang
moralitas atau tentang manusia sejauh berkaitan dengan moral.
Moral
berasal dari bahasa Latin moralis (kata dasar mos, moris) yang
berarti adat istiadat, kebiasaan, cara, dan tingkah laku. Moral berarti sesuatu
yang menyangkut prinsip benar salah, dan salah satu dari suatu perilaku
yang menjadi standar perilaku manusia. Bila dijabarkan lebih lanjut moral
mengandung empat pengertian: i)baik-buruk, benar-salah dalam aktifitas manusia,
ii) tindakan yang adil dan wajar, iii) kapasitas untuk diarahkan pada kesadaran
benar-salah, dan kepastian untuk mengarahkan orang lain agar sesuai dengan
kaidah tingkah laku yang dinilai benar-salah dan iv) Sikap seseorang dalam hubungannya
dengan orang lain.
B. Hubungan
antara Ilmu Pengetahuan dan Etika
Etika adalah
sebuah ilmu dan bukan sebuah ajaran yang mengatakan bagaimana seharusnya hidup,
tetapi itu adalah ajaran moral. Ilmu Pengetahuan dan etika sebagai suatu
pengetahuan yang diharapkan dapat meminimalkan dan menghentikan perilaku
penyimpangan dan kejahatan di kalangan masyarakat. Ilmu pengetahuan dan etika
diharapkan mampu mengembangkan kesadaran moral di lingkungan masayarakat
sekitar agar dapat menjadi ilmuwan yang memiliki moral dan akhlak yang
baik dan mulia.
Sebagai
suatu obyek, etika berkaitan dengan konsep yang dimiliki oleh individu maupun
kelompok untuk menilai apakah tindakan-tindakan yang telah dilakukan itu salah
atau benar, baik atau buruk. Dengan begitu dalam proses penilaiannya ilmu
pengetahuan sangat berguna dalam memberikan arah atau pedoman dan
tujuan masing-masing orang. Ilmu secara moral harus ditujukan untuk kebaikan
umat manusia tanpa merendahkan martabat seseorang.
Etika
memberikan batasan maupun standar yang mengatur pergaulan manusia di dalam
kelompok sosialnya yang kemudian dirupakan ke dalam aturan tertulis yang secara
sistematik sengaja dibuat berdasarkan prinsip-prinsip moral yang ada dan pada
saat diperlukan dapat di fungsikan sebagai pedoman untuk melakukan tindakan
tertentu terhadap segala macam tindakan yang secara umum dinilai menyimpang
dari kode etik yang telah ditentukan dan disepakati bersama. Ilmu sebagai asas
moral atau etika mempunyai kegunaan khusus yakni kegunaan universal bagi umat
manusia dalam meningkatkan martabat kemanusiaannya.
Masalah
moral tidak dapat dilepaskan dengan tekad nanusia untuk menemukan kebenaran.
Sebab untuk menemukan dan mempertahankan kebenaran diperlukan keberanian.
Sejarah kemanusiaan telah mencatat semangat para ilmuwan yang rela mengorbankan
nyawanya untuk mempertahankan apa yang mereka anggap benar. Kemanusiaan tak
pernah urung dihalangi untuk menemukan kebenaran. Tanpa landasan moral maka
ilmuwan akan mudah melakukan pemaksaan intelektual. Penalaran secara rasional
yang telah membawa manusia mencapai harkat kemanusiaannya berganti dengan
proses rasionalisasi yang mendustakan kebenaran.
Maka inilah
pentingnya etika dan moral dalam ilmu pengetahuan yang menyangkut tanggung
jawab manusia dalam mengembangkan ilmu pengetahuan untuk dimanfaatkan bagi
sebesar-besarnya kemaslahatan manusia itu sendiri. Karena dalam penerapannya
ilmu pengetahuan juga mempunyai akibat positif dan negatif bahkan destruktif
maka diperlukan nilai atau norma untuk mengendalikannya. Di sinilah etika
menjadi ketentuan mutlak yang akan menjadi pengendali bagi pemanfaatan ilmu
pengetahuan dan tekhnologi untuk meningkatkan derajat hidup serta kesejahteraan
dan kebahagiaan manusia.
C. Apakah
Ilmu Bebas Nilai atau Tidak Bebas Nilai?
Untuk
membedakan apakah ilmu bebas nilai atau tidak bebas nilai kita perlu membedakan
antara penyelenggaraan ilmu itu sendiri dan penerapan Ilmu, antara mengusahakan
ilmu dan menggunakan ilmu. Ilmu memang mewakili nilai tertentu, ilmu bernilai
karena menghasilkan pengetahuan yang dapat dipercaya, yang obyektif dan dikaji
secara kritis. Bebas nilai adalah tuntutan bagi ilmu pengetahuan agar ilmu
pengetahuan dikembangkan dengan tidak memperhatikan niali-nilai lain di luar
ilmu, agar ilmu pengetahuan dikembangkan demi ilmu pengetahuan dan tidak
didasarkan pada pertimbangan lain di luar ilmu pengetahuan. Apabila ilmu
pengetahuan tunduk pada berbagai pertimbangan di luar ilmu pengetahuan seperti
politik, religius dan moral, ilmu tidak akan berkembang secara otonom, karena
ilmu menjadi tidak murni. Di sini ada bahaya kebenaran yang harus dikorbankan
demi nilai-nilai lain. Dengan demikian kita tidak akan pernah mencapai
kebenaran ilmiah dan rasional-obyektif.[6]
Menurut
Konrad Kebung (2011) ilmu harus bebas nilai dan lepas dari nilai-nilai di
luar ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan bertujuan memberi pemahaman tentang
pelbagai masalah dalam hidup. Ada dua kecenderungan dasar dalam melihat
tujuan ilmu pengetahuan. Pertama, kecenderungan
puritan-elitis (ilmu adalah sesuatu yang mewah, elit), bahwa tujuan akhir dari
ilmu pengetahuan adalah demi ilmu pengetahuan itu sendiri. Ilmu bertujuan untuk
menemukan penjelasan tentang sagala sesuatu demi kebenaran yang memuaskan rasa
ingin tau manusia. Kepuasan seorang ilmuwan adalah menemukan teori-teori besar
yang dapat menjelaskan pelbagai persoalan terlepas dari kegunaan ilmu
pengetahuan itu sendiri. Dengan begitu ilmu pengetahuan menjadi sesuatu yang
elit, mewah dan hanya untuk segelintir orang saja. Kedua, Kecenderungan
pragmatis, ilmu pengetahuan tidak hanya untuk mencari penjelasan tentang
berbagai persoalan tetapi juga untuk memecahkan berbagai persoalan dalam
kehidupan, karena berguna ilmu menjadi menarik, membuat hidup menjadi lebih
baik dan menyenangkan.[7]
Josep
Situmorang (1996) seperti dikutip oleh Mohammad Adib, MA, menyatakan bahwa
bebas nilai artinya tuntutan terhadap setiap kegiatan ilmiah agar didasarkan
pada hakikat ilmu pengetahuan itu sendiri. Ilmu pengetahuan menolak campur
tangan faktor eksternal yang tidak secara hakiki menentukan ilmu pengetahuan
itu sendiri. [8] Ada tiga faktor sebagai
indikator bahwa ilmu pengetahuan itu bebas nilai, yaitu: 1) Ilmu harus bebas
dari pengeruh eksternal seperti faktor politis, idiologis, agama, budaya dan
unsur kemasyarakatan lainnya, 2)Perlunya kebebasan ilmiah yang mendorong
terjadinya otonomi ilmu pengetahuan. Kebebasan itu menyangkut kemungkinan untuk
menentukan diri sendiri, 3) Penelitian ilmiah tidak luput dari pertimbangan
etis (yang sering dituding menghambat kemajuan ilmu), karena nilai etis itu
sendiri bersifat universal.
Seorang
sosiolog, Weber menyatakan bahwa ilmu sosial harus bebas nilai, tetapi ia juga
mengatakan bahwa ilmu-ilmu sosial harus menjadi nilai yang relevan. Weber tidak
yakin ketika para ilmuwan sosial melakukan aktifitasnya seperti mengajar atau
menulis mengenai bidang sosial itu, mereka tidak terpengaruh oleh kepentingan
tertentu. Nilai-nilai itu harus diimplikasikan ke dalam bagian praktis ilmu
sosial jika praktik itu mengandung tujuan rasional. Tanpa keinginan melayani
kepentingan orang, budaya, maka ilmu sosial tidak beralasan untuk diajarkan.
Jadi meskipun obyektifitas merupakan ciri mutlak ilmu pengetahuan, tetapi dalam
pengembangan atau penerapannya ilmu dihadapkan pada nilai-nilai yang ikut
menentukan pilihan atas masalah dan kesimpulan yang dibuatnya.[9]
D. Persoalan
Etika Ilmu Pengetahuan
Penerapan
ilmu pengetahuan dan teknologi selalu memerlukan pertimbangan-pertimbangan dari
dimensi etis dan hal ini tentu sangat berpengaruh pada pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi di masa depan. Tanggung jawab etis ini
menyangkut kegiatan atau penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi itu
sendiri. Sehingga seorang ilmuwan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan
teknologi harus selalu memperhatikan kodrat dan martabat manusia, ekosistem
dan bertanggung jawab terhadap kepentingan generasi yang akan datang dan
kepentingan umum, karena pada dasarnya ilmu pengetahuan dan teknologi itu
bertujuan untuk pelayanan eksistensi manusia dan bukan sebaliknya untuk
menghancurkan eksistensi manusia itu sendiri.
Tanggung
jawab ini juga termasuk berbagai hal yang menjadi sebab dan akibat ilmu
pengetahuan dan teknologi pada masa lalu maupun masa yang akan datang. Jadi
bahwa perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi akan menghambat atau
meningkatkan keberadaan manusia tergantung pada manusia itu sendiri, karena
ilmu pengetahuan dan teknologi dilakukan oleh manusia dan untuk kepentingan
manusia. Kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi memerlukan
kedewasaan manusia dalam arti yang sesungguhnya, yakni kedewasaan untuk
menentukan mana yang layak atau tidak layak, mana yang baik dan mana yang
buruk.
Beberapa
problem yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi seperti
dicontohkan oleh Amsal Bakhtiar (2010) pada perkembangan ilmu
bioteknologi, perkembangan yang dicapai sangat maju seperti rekayasa genetika
yang menghkhawatirkan banyak kalangan. Tidak saja para agamawan dan pemerhati
hak-hak asasi manusia tetapi para ahli bioteknologipun juga semakin khawatir
karena jika akibatnya tidak bisa dikendalikan maka akan terjadi
bencana besar bagi kehidupan manusia. Sebagai contoh adalah rekayasa
genetika yang dahulunya bertujuan untuk mengobati penyakit keturunan seperti
diabetes, sekarang rekayasa tidak hanya bertujuan untuk pengobatan tetapi untuk
menciptakan manusia-manusia baru yang sama sekali berbeda baik secara fisik
maupun sifat-sifatnya. Dengan rekayasa tersebut manusia tidak memiliki hak yang
bebas lagi. Meskipun teori ini belum tentu terwujud dalam waktu singkat tetapi
telah menimbulkan persoalan dan kekhawatiran di kalangan ahli etika dan para
agamawan, apalagi jika jatuh pada penguasa yang lalim pasti dampaknya akan
sangat membahayakan karena bisa menghancurkan eksistensi manusia.[10]Maka disinilah diperlukan kedewasaan dari
manusia itu sendiri untuk menentukan mana yang baik dan buruk bagi
kehidupannya.
Tugas
terpenting ilmu pengetahuan dan teknologi adalah menyediakan bantuan agar
manusia dapat sungguh-sungguh mencapai pengertian tentang martabat dirinya.
Ilmu pengetahuan dan teknologi bukan saja sarana untuk mengembangkan diri
manusia, tetapi juga merupakan hasil perkembangan dan kreatifitas manusia untuk
memperkokoh kedudukan serta martabat manusia baik dalam hubungan sebagai
pribadi dengan lingkungannya, maupun sebagai makhluk yang bertanggung jawab
terhadap Allah Swt.
E. Sikap
llmiah dan tanggung jawab Ilmuwan
Ilmu adalah
suatu cara berpikir tertentu mengenai suatu obyek dengan pendekatan yang khas
sehingga menghasilkan kesimpulan berupa pengetahuan ilmiah, dalam arti bahwa
sisten dan struktur ilmu itu dapat dipertanggungjawabkan secara terbuka.
Pengetahuan ilmiah adalah pengetahuan yang bersifat kritis, rasional dan logis,
obyektif dan terbuka. Namun yang juga penting adalah apakah pengembangan
pengetahuan ilmiah itu membawa dampak positif`dan baik bagi manusia atau
sebaliknya justru membawa keburukan. Oleh karena itu penting sekali sikap
ilmiah yang harus dimiliki oleh seorang ilmuwan. Dan di sini letak moralitas
dari seorang ilmuwandalam penembangan ilmu, baik itu menyangkut
tanggungjawabnya terhadap tata alamiah, terhadap manusia maupun terhadap Allah
Swt. Sikap ilmiah yang sesuai bagi seorang ilmuwan antara lain: i) tidak adanya
rasa pamrih yaitu suatu sikap yang diarahkan untuk mencapai pengetahuan ilmiah
yang obyektih; ii) Bersikap selektif yang menyangkut cara mengambil kesimpulan
yang beragam, macam-macam metodologi dan lain-lain;
iii) selalu
tidak merasa puas dengan hasil penelitiannya sehingga selalu ada dorongan untuk
melakukan riset dalam hidupnya dan iv) Memiliki sikap etis untuk mengembangkan
ilmu pengetahuan demi kebahagiaan manusia dan untuk pembangunan bangsa dan
negara.
Ilmu
pengetahuan menghasilkan teknologi yang diterapkan pada masyarakat. Ilmu
pengetahuan dan teknologi dalam penerapannya dapat menjadi berkah dan
penyelamat bagi manusia, tetapi juga bisa menjadi bencana bagi manusia.
Disinilah pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi perlu diperhatikan dengan
sebaik-baiknya.
Proses
transformasi ilmu pengetahuan yang dimanfaatkan oleh masyarakat tidak terlepas
dari ilmuwan. Seorang ilmuwan akan dihadapkan pada kepentingan-kepentingan
pribadi ataukah kepentingan masyarakat akan membawa pada persoalan etika
keilmuan serta masalah bebas nilai. Fungsi ilmuwan tidak berhenti pada penelaah
dan keilmuan secara individual namun juga ikut bertanggungjawab agar produk
keilmuannya sampai dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.
Ilmu
merupakan hasil karya perseorangan yang dikomunikasikan dan dikaji secara
terbuka oleh masyarakat. Sekiranya hasil karya itu memenuhi syarat-syarat
keilmuan maka dia diterima sebagai bagian dari kumpulan ilmu pengetahuan dan
digunakan oleh masyarakat tersebut. Dengan perkataan lain, penciptaan ilmu
bersifat individual namun komunikasi dan penggunaan ilmu adalah bersifat sosial.
Peranan individu inilah yang bersifat dominan dalam kemajuan ilmu yang dapat
mengubah wajah peradaban. Kreatifitas individu yang didukung oleh sistem
komunikasi sosial yang bersifat terbuka menjadi proses pengembangan ilmu
berjalan secara efektif. Maka jelaslah bahwa seorang ilmuwan memiliki
tanggung jawab sosial yang tinggi. Bukan saja karena dia adalah warga
masyarakat yang kepentingannya terlibat secara langsung di masyarakat, namun
yang lebih penting adalah adalah karena dia mempunyai fungsi tertentu dalam
kelangsungan hidup bermasyarakat.
Implikasi
penting dari tanggung jawab sosial seorang ilmuwan adalah bahwa setiap
pencarian dan penemuan kebenaran secara ilmiah harus disertai dengan landasan
etis yang utuh.. Proses pencarian dan penemuan kebenaran ilmiah yang dilandasi
etika, merupakan kategori moral yang menjadi dasar sikap etis seorang ilmuwan.
Ilmuwan bukan saja berfungsi sebagai penganalisis materi tersebut, tetapi juga
harus memiliki moral yang baik.
Kaum ilmuwan
tidak boleh menganggap ilmu dan teknologi adalah segala-galanya, masih terdapat
banyak lagi sendi-sendi lain yang menyangga peradaban manusia dengan baik.
Demikian juga masih terdapat kebenaran-kebenaran lain disamping kebenaran
keilmuan yang melengkapi harkat kemanusiaan yang hakiki. Jika kaum ilmuwan
konsekuen dengan pandangan hidupnya baik secara moral maupun intelektual maka
salah satu penyangga masyarakat modern ini, yaitu ilmu pengetahuan akan berdiri
secara kokoh.
Di bidang
etika tanggung jawab ilmuwan bukan lagi hanya memberikan informasi namun juga
memberikan contoh bagaimana bersifat obyektif, terbuka, menerima kritikan,
menerima pendapat orang lain, kukuh pada pendirian yang dianggap benar dan
berani mengakui kesalahan. Tugas seorang ilmuwan harus menjelaskan hasil penelitiannya
sejernih mungkin berdasarkan rasionalitas dan metodologis yang tepat. Secara
moral seorang ilmuwan tidak akan membiarkan hasil penelitiannya digunakan untuk
tujuan yang melanggar asas-asas kemanusian. [13]
Pengetahuan
merupakan sarana yang dapat digunakan untuk kemaslahatan manusia dan
dapat pula disalahgunakan. Sehingga tanggung jawab ilmuwan sangatlah besar,
tanggung jawab akademis dan tanggung jawab moral. Jika ilmuwan telah dapat
memenuhi tanggung jawab sosialnya, maka ilmu penetahuan itu akan berkembang
dengan pesat, ilmu pengetahuan itu akan dapat memberikan manfaat besar bagi
kehidupan manusia, dan ilmu pengetahuan itu tidak akan menimbulkan kerusakan
dan konflik di masyarakat.
BAB III
KESIMPULAN
Sebagai suatu obyek etika berkaitan dengan konsep yang dimiliki oleh oleh
individu maupun masyarakat untuk menilai suatu tindakan yang akan dikerjakan.
Dimana etika memberikan penilaian. batasan dan arahan yang mengatur manusia
dalam kelompok sosial lainnya. Dalam proses penilaiannya etika
memberikan arahan agar ilmu pengetahuan berguna dalam memberikan
arah atau pedoman dan tujuan masing-masing orang. Ilmu secara moral harus
ditujukan untuk kebaikan umat manusia tanpa merendahkan martabat seseorang.
Dalam
penyelenggaraan ilmu pengetahuan menurut pendapat beberapa tokoh menyatakan
bahwa ilmu pengetahuan bersifat bebas nilai artinya tuntutan terhadap setiap
kegiatan ilmiah agar didasarkan pada hakikat ilmu pengetahuan itu sendiri. Ilmu
pengetahuan tidak terpengaruh oleh faktor eksternal seperti faktor politis,
idiologis, agama dan budaya. Tetapi dalam penerapannya ilmu pengetahuan harus
mempertimbangkan segi kemaslahatannya bagi umat manusia.
Persoalan
yang mendasar dalam etika keilmuan adalah bahwa penerapan ilmu pengetahuan
selalu memerlukan pertimbangan dari segi etis yang berpengaruh pada
pengembangan ilmu pengetahuan di masa yang akan datang. Sehingga dalam
pengembangannya para ilmuwan harus memperhatikan dan menjaga martabat manusia
dan kelestarian lingkungan. juga diperlukan, kedewasaan yang sesungguhnya dari
manusia untuk menentukan mana yang baik dan buruk bagi kehidupannya.
Dalam
penyelenggaraan ilmu pengetahuan seorang ilmuwan harus menghasilkan pengetahuan
ilmiah yang bisa dipertanggungjawabkan secara terbuka, kritis rasional, logis
dan obyektif. Dan dalam pengembangannya diperlukan moralitas dan tanggung jawab
yang tinggi dari ilmuwan sehingga berdampak positif bagi kehidupan manusia. Tanggung
jawab ilmuwan meliputi tanggung jawab terhadap tata ilmiah, manusia dan kepada
Allah Swt.
DARFTAR
PUSTAKA
Prof. Dr. Amsal Bakhtiar,MA, Filsafat
Ilmu, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2010
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu, Sebuah
Pengantar Populer, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta
Prof. Konrad Kebung, Ph.D, Filsafat Ilmu
Pengetahuan, Pustakaraya, Jakarta, 2011.
Mohammad Adib, MA, Filsafat Ilmu ( Ontologi,
Epistimologi, Aksiologi dan Logika Ilmu Pngetahuan), Pustaka Pelajar,
Yogyakarta, 2011
No comments:
Post a Comment