BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Laporan Akhir
Perkembangan ruang
perkotaan merupakan suatu proses perubahan perkotaan dari suatu keadaan ke
keadaan yang lain dalam waktu yang berbeda. Sorotan perubahan keadaan tersebut
biasanya didasarkan pada waktu yang berbeda dan untuk analisis ruang yang sama.
Sistem transportasi yang baik merupakan salah satu kebutuhan yang penting dalam
menunjang perkembangan dan kelancaran aktivitas sosial ekonomi suatu kota,
transportasi yang aman dan lancar, selain mencerminkan keteraturan kota juga
mencerminkan kelancaran kegiatan perekonomian kota. Perwujudan kegiatan
transportasi yang baik adalah dalam bentuk terkendalinya keseimbangan antara
sistem kegiatan, sistem jaringan dan sistem kelembangan.
Lalu lintas dan angkutan jalan mempunyai peran strategis dalam
mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya
memajukan kesejahteraan umum sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sebagai bagian dari sistem transportasi
nasional, lalu
lintas dan angkutan jalan harus dikembangkan potensi dan
perannya untuk mewujudkan keamanan,
kesejahteraan, ketertiban berlalu lintas dan angkutan jalan dalam rangka mendukung
pembangunan ekonomi dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, otonomi
daerah, serta akuntabilitas penyelenggaraan negara.
Sektor transportasi
dalam konteks pembangunan wilayah merupakan sektor yang memiliki fungsi dan
peranan strategis sebagai fasilitas penunjang dan pengembangan. Elemen
transportasi dijadikan suatu ukuran dalam interaksi ruang antar wilayah
serta berperan penting dalam menunjang proses perkembangan suatu wilayah.
Perpindahan dari suatu tempat
ke tempat lainnya merupakan kebutuhan manusia didalam melakukan aktifitasnya
pada zaman modern ini dengan didukung oleh keberadaan prasarana terminal.
Perpindahan dari tempat ke tempat lain ini dapat disebut juga sebagai suatu
pergerakan penduduk. Namun pada kenyataannya pergerakan penduduk antara satu
dengan yang lainnya adalah berbeda. Keberagaman
pergerakan ini berdampak pada munculnya tipe dan maksud pergerakan penduduk itu
sendiri.
Sistem transportasi
kota merupakan satu kesatuan dari pada elemen-elemen, komponen-komponen yang
saling mendukung dan bekerja sama dalam pengadaan transportasi yang melayani
wilayah perkotaan. Komponen-komponen transportasi menurut Morlock dalam Miro (1997:5)
adalah manusia dan barang (yang diangkut), kendaraan dan peti kemas (alat
angkut), jalan (tempat alat angkut bergerak), terminal (tempat memasukan dan
mengeluarkan yang diangkut oleh alat angkut) dan sistem pengoperasian (yang
mengatur keempat komponen di atas). Sedangkan menurut Menheim dalam Miro (1997:5)
membatasi komponen utama transportasi adalah jalan, terminal dan sistem
pengoperasian. Dimana ketiganya terkait dalam memenuhi permintaan akan
transportasi yang berasal dari manusia dan barang.
Dari ketiga komponen tersebut yang menjadi perhatian
selain jalan adalah terminal. Terminal berfungsi sebagai penunjang kelancaran
mobilisasi orang dan arus barang serta tempat perpaduan intra dan antar moda
secara lancar dan tertib. Kebutuhan terminal bagi suatu kota dipengaruhi oleh
beberapa hal, khususnya karateristik sistem transportasi kota yang juga
dipengaruhi oleh sistem aktivitas (tata guna lahan), sistem pergerakan, sistem
jaringan jalan. Sebagai fasilitas transfer (perpindahan) lokasi terminal
harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan tata ruang kota untuk menjamin
terciptanya struktur kota yang baik dan harus sesuai dengan keinginan pengguna
untuk menjamin pemanfaatan terminal tersebut secara optimal. Selain itu
keberadaan terminal diharapkan dapat mampu memacu perkembangan dan pertumbuhan
wilayah suatu kota.
“Terminal adalah prasarana transportasi
jalan untuk keperluan memuat dan menurunkan orang dan/atau barang serta
mengatur kedatangan dan pemberangkatan kendaraan umum, yang merupakan salah
satu wujud simpul jaringan transportasi” (Keputusan Menteri Perhubungan No 35 Tahun 2003). Keberadaan terminal
merupakan salah satu prasarana utama dalam pelayanan angkutan umum yang
berperan dalam menentukan tingkat kinerja dari pelayanan angkutan umum dalam
suatu wilayah. Keberadaan terminal penumpang itu sendiri menjadi prasarana
transportasi jalan untuk keperluan menurunkan dan menaikkan penumpang,
perpindahan intra dan/atau antar moda transportasi serta mengatur kedatangan
dan pemberangkatan kendaraan umum. Interaksi
antara penduduk yang terdapat di pusat kota
menuju wilayah-wilayah belakang (wilayah pendukung) merupakan unsur yang
penting dalam sistem wilayah yang bersangkutan. Antara pusat (wilayah
perkotaan) dan wilayah yang mengitarinya (wilayah perdesaan) terdapat
keterhubungan dan ketergantungan yang saling membutuhkan satu sama lain. Upaya
untuk menciptakan keterkaitan antar wilayah tersebut dapat dilakukan dengan cara
adanya system transportasi yang terpadu seperti jaringan jalan, serta sarana
dan prasarana transportasi lainnya seperti terminal.
Terminal sebagai prasarana transportasi jalan dalam
menjalankan fungsinya sebagai tempat keperluan menaikkan dan menurunkan orang
atau barang, tempat beristirahat bagi awak bus dan kenderaan sebelum memulai
lagi perjalanan, serta mengatur kedatangan dan pemberangkatan kenderaan umum,
yang merupakan wujud simpul jaringan transportasi (UU No. 22 Tahun 2009 Tentang
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan) harus dapat bekerja secara optimal dan efesien,
sehingga dapat mendukung mobilitas penduduk, ketertiban lalu lintas, disamping
itu Terminal juga berfungsi sebagai sarana penunjang bagi peningkatan
Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor restribusi. Untuk memenuhi tugas
tersebut maka Terminal harus efektif agar dapat memenuhi tuntutan pelayanan
yang sebaik-baiknya, yang mana pelayanan ini menyangkut pandangan pihak-pihak
yang terkait yaitu pihak pengelola Terminal dalam hal ini pemerintah (regulator)
dan pihak pengguna jasa layanan (operator dan User).
Pembentukan
Kota Tasikmalaya berdasarkan UU Nomor 10 Tahun 2001 sebagai daerah otonom pada
tanggal 17 Oktober 2001 memberikan implikasi dan konsekuensi logis di berbagai
bidang, termasuk peningkatan pelayanan publik di bidang transportasi atau perhubungan. Terminal Indihiang ditetapkan sebagai Terminal
penumpang tipe A yang berada di Kelurahan Indihiang, Kecamatan Indihiang Kota
Tasikmalaya, Propinsi Jawa Barat merupakan salah satu simpul jaringan
transportasi jalan sesuai dengan keputusan Dirjen Perhubungan Darat Nomor :
1361/AJ.106/DRJD/2003. Ditinjau dari tipenya, Terminal tipe A, berfungsi
melayani angkutan umum untuk antar kota antar propinsi (AKAP), dan atau
angkutan lintas negara, angkutan antar kota dalam propinsi (AKDP), angkutan
kota (ANGKOT), angkutan pedesaan (ANGDES), dengan frekwensi 50 – 100
kenderaan/jam.
Pembangunan
Terminal Tipe A Kota Tasikmalaya yaitu Terminal Indihiang dilatarbelakangi oleh
kondisi Terminal Cilembang sebagai terminal terdahulunya. Secara visual, tata
letak dan pengaturan proses angkutan di Terminal Cilembang tidak terbagi secara
jelas mengingat terminal ini hanya berupa lahan parkir tanpa pembatas pada
areal kedatangan, istirahat dan keberangkatan. Kondisi Terminal Cilembang ini
tidak memenuhi persyaratan sebagaimana diatur Keputusan Menteri Perhubungan
Nomor 31 Tahun 1995 tentang Terminal Transportasi Jalan menyatakan bahwa salah
satu syarat pendirian terminal penumpang di Pulau Jawa serta Pulau Sumatera sekurang-kurangnya
adalah 5 hektar sedangkan di pulau lainnya seluas 3 hektar. Kebijaksanaan
penempatan Terminal Tipe A Indihiang di pinggiran Kota Tasikmalaya mempunyai
tujuan untuk merangsang pertumbuhan ekonomi serta upaya agar pembangunan
wilayah di daerah tersebut dapat terlaksana dengan baik.
Terminal
Tipe A Indihiang adalah infrastruktur yang terencana dan dibangun oleh
Pemerintah Kota Tasikmalaya untuk memenuhi kebutuhan kegiatan transportasi
penduduk. Pembangunan terminal ini mempunyai dua fungsi yaitu sebagai fasilitas
pelayanan publik dan sumber pendapatan daerah. Keberadaan prasarana
transportasi berupa terminal di suatu wilayah diperlukan untuk mendukung
mobilisasi pergerakan penduduk. Tingkat pertumbuhan wilayah pinggiran kota
cenderung mempunyai tingkat yang lebih rendah apabila dibandingkan di pusat
kota. Keberadaan prasarana transportasi berupa terminal mempunyai efek menyebar
yakni untuk merangsang pemerataan pembangunan
dari pusat kota ke pinggiran kota. Aliran rangsangan pertumbuhan wilayah terutama
sektor ekonomi dapat terjadi dengan didukung oleh
adanya aksesibilitas yang baik untuk menghubungkan pusat Kota Tasikmalaya dengan daerah pinggiran Kota
Tasikmalaya. Salah satu pendukung aksesibilitas
yang menunjang pengembangan wilayah pinggiran adalah adanya jaringan
transportasi yang baik.
Strategi
dan kebijakan guna pengembangan wilayah di Kota Tasikmalaya dengan upaya
menempatkan prasarana transportasi terminal ini pada kenyataannya sulit untuk
diterapkan dengan baik dilapangan. Perkembangan
wilayah di sekitar Terminal Indihiang cenderung tidak terlalu pesat. Hal ini dapat diamati dari perkembangan
fisik wilayah sekitar Terminal Indihiang cenderung lambat. Fungsi yang dijalankan oleh keberadaan
Terminal Indihiang sebagai pelayanan publik serta sumber pendapatan daerah
belum tercapai secara maksimal. Hal
ini dapat diindikasikan dari kebanyakan angkutan umum tidak masuk ke dalam
terminal untuk menurunkan maupun menaikan penumpang, tetapi dilakukan di
pinggir-pinggir jalan utama atau persimpangan jalan masuk ke terminal.
Sejak diresmikan 7
tahun lalu hingga saat ini terminal Tipe A
Indihiang Kota Tasikmalaya masih juga belum berfungsi secara optimal dan tetap
sepi. Padahal biaya yang dikeluarkan untuk membangun terminal tersebut cukup
fantastis dan yang menjadikan Terminal Tipe A Indihiang merupakan
Terminal Tipe A terbesar dan termegah se-Priangan Timur serta menjadi
kebanggaan pemerintah Kota Tasikmalaya .
Keberadaan Terminal Indihiang saat ini tidak berfungsi
efektif, tidak efektifnya fungsi Terminal Indihiang dapat dilihat dari
rendahnya pemanfaatan Terminal tersebut dimana sebagian besar penumpang atau
calon penumpang angkutan kota antar propinsi (AKAP), angkutan kota dalam
propinsi (AKDP), angkutan pedesaan (ANGDES) dan angkutan kota (ANGKOT) telah
memanfaatkan lokasi-lokasi pool, kantor-kantor perusahaan angkutan/agen,
pinggir jalan dan persimpangan jalan menuju lokasi Terminal sebagai tempat
kedatangan dan melanjutkan perjalanan penumpang. Tidaklah sedikit para pedagang di kios-kios yang
berada di dalam komplek terminal mengeluhkan sepinya konsumen karena para
penumpang angkutan umum lebih memilih atau pun turun di pool-pool bus tertentu.
Selama ini kendaraan bus masuk
ke terminal hanya melintas tanpa
menaikan dan menurunkan penumpang di terminal. Kasus sepi dan tidak berfungsinya Terminal
Tipe A Indihiang harus di pandang dari aspek pelayanan publik dan tidak
hanya sekadar dari aspek pendapatan asli daerah (PAD) Pemkot
Tasikmalaya, jika publik tidak merasa berkenan naik turun bus di terminal dan lebih baik memilih
di Pool, apalagi sekarang di Kota Tasikmalaya sudah banyak pool,
berdampak pada naik turun penumpang di terminal sangat kurang. Bagi publik
sendiri yang diharapkan adalah mendapatkan pelayanan yang mudah, murah, cepat,
tepat dan efisien atas segala keperluannya, termasuk angkutan
umum untuk bepergian.
Fenomena
ini berdampak pada minimnya sumber pendapatan dari segi pelayanan publik yakni ketersediaannya kios,
toilet karena sedikitnya interaksi yang ada di terminal. Belum optimalnya dari fungsi
pemanfaatan Terminal Indihiang sebagai fasilitas pelayanan publik yaitu tempat
untuk menurunkan maupun menaikkan penumpang membuat perkembangan aktifitas dan
kegiatan yang ada di sekitar terminal kurang berjalan dengan baik, bangunan
ruko serta gerai dagangan yang menjual berbagai produk khas Tasikmalaya dan lainnya sepi pembeli
bahkan ada beberapa juga yang sudah tutup. Hal tersebut
apabila terus dibiarkan begitu saja, selain menjadi permasalahan di dalam
kondisi terminal itu sendiri juga akan berdampak
pada pengembangan wilayah Kota Tasikmalaya.
Maka berdasarkan hal tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul: “EVALUASI PEMANFAATAN TERMINAL TIPE A INDIHIANG DALAM PELAYANAN PUBLIK DI KOTA
TASIKMALAYA”.
1.2 Permasalahan
Permasalahan yang dimaksud disini menjadi tiga bagian,
yaitu identifikasi masalah yang merupakan proses pengenalan masalah dengan
berbagai kemungkinan penyebab dan cirri-ciri masalah yang akan diteliti seperti
yang telah dipaparkan dalam latar belakang diatas. Bagian kedua adalah
pembatasan masalah yang berisikan penjelasan mengapa penulis memilih fokus
penelitian tertentu dalam jumlah permasalahan yang akan diteliti dan bagian
yang terakhir yakni perumusan masalah yang menghasilkan pertanyaan dari penelitian
ini.
1.2.1 Identifikasi Masalah
Menurut
Sugiono (2007:29) “masalah
adalah penyimpangan dari apa yang seharusnya dengan apa yang terjadi,
penyimpangan antara teori dan praktek, penyimpangan antara aturan dan
pelaksanaan dan penyimpangan antara pengalaman masa lampau dan yang terjadi
sekarang”.
Terlebih lagi, menurutnya bahwa setiap magang selalu berangkat dari masalah.
Berdasarkan
latar belakang di atas, maka kajian masalah yang dapat dirumuskan melalui
penelitian ini adalah:
1.
Kondisi
terminal terdahulu yakni Terminal Cilembang dinilai tidak layak sebagai
terminal kota dilihat secara visual, tata letak dan pengaturan
proses angkutan.
2.
Letak Terminal Tipe A berada di wilayah pinggiran
Kota Tasikmalaya yakni Kecamatan
Indihiang yang membuat penumpang enggan ke Terminal.
3.
Sulitnya aksesibilitas menuju Terminal Tipe A Indihiang.
4.
Sedikitnya jaringan transportasi yang
menghubungkan pusat Kota Tasikmalaya dengan pinggiran kota (Indihiang).
5.
Kurangnya minat penumpang untuk naik bis di
Terminal Tipe A Indihiang.
6.
Dibukanya pool bus yang menerima dan
menurunkan penumpang seperti layaknya terminal tipe A, mendorong penumpang memilih naik dan turun di pool
bus.
7.
Perkembangan perekonomian masyarakat di wilayah
sekitar Terminal Indihiang cenderung tidak terlalu pesat.
8.
Sumber
pendapatan daerah belum tercapai secara maksimal dari retribusi kendaraan umum yang masuk
terminal.
1.2.2
Pembatasan
Masalah
Untuk
mempersempit ruang lingkup masalah, maka perlu adanya pembatasan masalah dalam
magang ini. Sehingga penulis hanya akan meneliti dan menganalisis mengenai Terminal Tipe A Indihiang yang
kurang diminati oleh masyarakat Kota Tasikmalaya.
1.2.3
Perumusan
Masalah
Berdasarkan
pada identifikasi masalah, maka perumusan masalah penelitian ini dirumuskan
sebagai berikut:
1.
Bagaimana evaluasi pemanfaatan Terminal Tipe A Kota Tasikmalaya dalam pelayanan publik di Kota Tasikmalaya?
2.
Apa
hambatan yang dihadapi dalam penyelenggaraan pemanfaatan Terminal Tipe A
Indihiang dalam pelayanan publik di Kota Tasikmalaya?
3.
Apa upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Tasikmalaya dalam
memaksimalkan pemanfaatan Terminal Tipe A Indihiang dari segi pelayanan publik?
1.3
Maksud
dan Tujuan
1.3.1
Maksud
Maksud
dari magang adalah penulis ingin mengetahui sejauhmana pemanfaatan dari
Terminal Bus Tipe A Indihiang Kota Tasikmalaya dan untuk mengetahui upaya yang dilakukan Pemerintah Kota Tasikmalaya dalam
memaksimalkan pemanfaatan Terminal Tipe A Indihiang.
1.3.2
Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah :
1.
Untuk mengetahui pemanfaatan Pembangunan
Terminal Tipe A Indihiang Kota
Tasikmalaya dalam pelayanan
publik.
2.
Untuk mengetahui hambatan yang dihadapi dalam penyelenggaraan
pemanfaatan Terminal Tipe A Indihiang dalam pelayanan publik di Kota
Tasikmalaya.
3.
Untuk mengetahui upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Tasikmalaya
dalam memaksimalkan pemanfaatan Terminal Tipe A Indihiang
dari segi pelayanan publik.
1.4
Kegunaan
Magang
Kegunaan penelitian membahas mengenai manfaat
penelitian baik untuk kepentingan teoritis maupun kepentingan praktis.
1.4.1 Kegunaan Praktis untuk Lokasi Magang
Dari
hasil penelitian ini nantinya diharapkan mampu memberikan bahan masukan dan
pemikiran bagi Pemerintah Kota Tasikmalaya dalam pemanfaatan Terminal Tipe A
Indihiang dalam pelayanan
publik di Kota Tasikmalaya dan dapat memberikan pemahaman bagi
masyarakat tentang Perda Kota
Tasikmalaya No. 10 Tahun 2003 tentang Penyelenggaraan Lalu Lintas Dan Jalan
Raya bahwa penyelenggaraan terminal dilakukan oleh Pemerintah dan Dinas
Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Kota Tasikmalaya sebagai Pengelola, Pemelihara dan Penertiban di terminal
Tipe A Indihiang Kota Tasikmalaya.
1.4.2 Kegunaan Praktis untuk Lembaga
Lembaga
dapat memiliki bahan dalam mengkaji evaluasi terhadap kebijakan yang ada pada
Pemerintah Daerah, dan dapat dimanfaatkan oleh praja kedepannya oleh praja
kedepannya untuk bahan bacaan dalam proses belajar mengajar di kampus IPDN.
1.5
Definisi
Konsep Objek yang Diamati dan Dikaji
Proses dalam melakukan penelitian membutuhkan landasan
teori yang akan digunakan sebagai kerangka berfikir untuk menjelaskan
fenomena-fenomena yang akan diteliti. Unsur yang memiliki peranan terbesar dalam
sebuah penelitian adalah teori, karena melalui teori inilah penulis akan
mencoba meneliti permasalahan yang terjadi.
1.5.1
Definisi
Evaluasi
Evaluasi
atau penilaian merupakan salah satu fungsi manajemen pembangunan yang dipandang
penting karena menyangkut upaya untuk mengetahui
apa yang terjadi dan mengapa itu terjadi. Istilah evaluasi mempunyai arti yang
berhubungan, masing-masing menunjukan pada penerapan beberapa nilai dengan
penaksiran (appraisal), dan penilaian
(assessment), yang menjelaskan sebuah usaha untuk
menganalisis hasil kegiatan pembangunan dalam arti satuan nilainya.
Menurut
PP No 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan
Rencana Pembangunan, evaluasi
adalah rangkaian kegiatan membandingkan realisasi masukan (input),
keluaran (output), dan hasil (outcome) terhadap rencana dan
standar. Di
dalam pelaksanaannya, kegiatan evaluasi dapat dilakukan pada berbagai tahapan
yang berbeda, yaitu;
1.
Evaluasi
pada Tahap Perencanaan (ex-ante),
yaitu evaluasi dilakukan sebelum ditetapkannya rencana pembangunan dengan
tujuan untuk memilih dan menentukan skala prioritas dari berbagai alternatif
dan kemungkinan cara mencapai tujuan yang telah dirumuskan sebelumnya;
2.
Evaluasi
pada Tahap Pelaksanaan (on-going),
yaitu evaluasi dilakukan pada saat pelaksanaan rencana pembangunan untuk
menentukan tingkat kemajuan pelaksanaan rencana dibandingkan dengan rencana
yang telah ditentukan sebelumnya,
3.
Evaluasi
pada Tahap Pasca-Pelaksanaan (ex-post),
yaitu evaluasi yang dilaksanakan setelah pelaksanaan rencana berakhir, yang
diarahkan untuk melihat apakah pencapaian (keluaran/hasil/dampak) program mampu
mengatasi masalah pembangunan yang ingin dipecahkan. Evaluasi ini digunakan
untuk menilai efisiensi (keluaran dan hasil dibandingkan masukan), efektivitas
(hasil dan dampak terhadap sasaran), ataupun manfaat (dampak terhadap
kebutuhan) dari suatu program.
Ernest R.
Alexander dalam Aminudin (2007) menyebutkan bahwa metode evaluasi dapat
diklasifikasikan menjadi lima yaitu:
1.
Before and after comparisons, metode ini mengkaji suatu obyek penelitian dengan
membandingkan antara kondisi sebelum dan kondisi sesudahnya.
2.
Actual versus planned performance
comparisons, metode ini mengkaji suatu
obyek penelitian dengan membandingkan kondisi yang ada (actual) dengan ketetapan perencanaan yang ada (planned)
3.
Experintal (controlled) model, metode yang mengkaji suatu obyek penelitian dengan
melakukan percobaan yang terkendali untuk mengetahui kondisi yang diteliti.
4.
Quasi experimental models, merupakan metode yang mengkaji suatu obyek penelitian dengan
melakukan percobaan tanpa melakukan pengontrolan/pengendalian terhadap kondisi
yang diteliti.
5.
Cost oriented models, metode ini mengkaji suatu obyek penelitian yang hanya
berdasarkan pada penilaian biaya terhadap suatu rencana.
Dalam hal ini peneliti menggunakan teori
evaluasi actual versus planned performance
comparisons, metode ini mengkaji Pemanfaatan Terminal Tipe A Indihiang dalam
pelayanan public dengan
membandingkan kondisi yang ada (actual)
dengan ketetapan perencanaan yang ada (planned).
1.5.2
Definisi Pelayanan Publik
Pelayanan publik dalam Kurniawan
(2005:4) diartikan sebagai “Pemberi layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat
yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan
tata cara yang telah ditetapkan”. Selanjutnya
menurut KEPMENPAN No.
63/KEP/M.PAN/7/2003, “Publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh
penyelenggara pelayanan public sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima
pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan”.
Pelayanan publik dalam Sinambela dkk
(2014:5) adalah “Pemenuhan keinginan dan kebutuhan masyarakat oleh
penyelenggara negara. Negara didirikan oleh public (masyarakat) tentu saja
dengan tujuan agar dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat”. Pada hakikatnya Negara dalam hal ini pemerintah
(birokrat) haruslah dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Kebutuhan dalam hal
ini bukanlah kebutuhan secara individual akan tetapi berbagai kebutuhan yang
sesungguhnya diharapkan oleh masyarakat, misalnya kebutuhan akan kesehatan,
pendidikan, dan lain-lain.
No comments:
Post a Comment