Thursday, April 5, 2018

EVALUASI PEMANFAATAN TERMINAL TIPE A INDIHIANG DALAM PELAYANAN PUBLIK DI KOTA TASIKMALAYA



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang Laporan Akhir
Perkembangan ruang perkotaan merupakan suatu proses perubahan perkotaan dari suatu keadaan ke keadaan yang lain dalam waktu yang berbeda. Sorotan perubahan keadaan tersebut biasanya didasarkan pada waktu yang berbeda dan untuk analisis ruang yang sama. Sistem transportasi yang baik merupakan salah satu kebutuhan yang penting dalam menunjang perkembangan dan kelancaran aktivitas sosial ekonomi suatu kota, transportasi yang aman dan lancar, selain mencerminkan keteraturan kota juga mencerminkan kelancaran kegiatan perekonomian kota. Perwujudan kegiatan transportasi yang baik adalah dalam bentuk terkendalinya keseimbangan antara sistem kegiatan, sistem jaringan dan sistem kelembangan.
Lalu lintas dan angkutan jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya memajukan kesejahteraan umum sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sebagai bagian dari sistem transportasi nasional, lalu lintas dan angkutan jalan harus dikembangkan potensi dan perannya untuk mewujudkan  keamanan, kesejahteraan, ketertiban berlalu lintas dan angkutan jalan dalam rangka mendukung pembangunan ekonomi dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, otonomi daerah, serta akuntabilitas penyelenggaraan negara.
Sektor transportasi dalam konteks pembangunan wilayah merupakan sektor yang memiliki fungsi dan peranan strategis sebagai fasilitas penunjang dan pengembangan. Elemen transportasi dijadikan suatu ukuran dalam interaksi ruang antar wilayah serta berperan penting dalam menunjang proses perkembangan suatu wilayah. Perpindahan dari suatu tempat ke tempat lainnya merupakan kebutuhan manusia didalam melakukan aktifitasnya pada zaman modern ini dengan didukung oleh keberadaan prasarana terminal. Perpindahan dari tempat ke tempat lain ini dapat disebut juga sebagai suatu pergerakan penduduk. Namun pada kenyataannya pergerakan penduduk antara satu dengan yang lainnya adalah berbeda. Keberagaman pergerakan ini berdampak pada munculnya tipe dan maksud pergerakan penduduk itu sendiri.
Sistem transportasi kota merupakan satu kesatuan dari pada elemen-elemen, komponen-komponen yang saling mendukung dan bekerja sama dalam pengadaan transportasi yang melayani wilayah perkotaan. Komponen-komponen transportasi menurut Morlock dalam Miro (1997:5) adalah manusia dan barang (yang diangkut), kendaraan dan peti kemas (alat angkut), jalan (tempat alat angkut bergerak), terminal (tempat memasukan dan mengeluarkan yang diangkut oleh alat angkut) dan sistem pengoperasian (yang mengatur keempat komponen di atas). Sedangkan menurut Menheim dalam Miro (1997:5) membatasi komponen utama transportasi adalah jalan, terminal dan sistem pengoperasian. Dimana ketiganya terkait dalam memenuhi permintaan akan transportasi yang berasal dari manusia dan barang.
Dari ketiga komponen tersebut yang menjadi perhatian selain jalan adalah terminal. Terminal berfungsi sebagai penunjang kelancaran mobilisasi orang dan arus barang serta tempat perpaduan intra dan antar moda secara lancar dan tertib. Kebutuhan terminal bagi suatu kota dipengaruhi oleh beberapa hal, khususnya karateristik sistem transportasi kota yang juga dipengaruhi oleh sistem aktivitas (tata guna lahan), sistem pergerakan, sistem jaringan jalan. Sebagai fasilitas transfer (perpindahan) lokasi terminal harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan tata ruang kota untuk menjamin terciptanya struktur kota yang baik dan harus sesuai dengan keinginan pengguna untuk menjamin pemanfaatan terminal tersebut secara optimal. Selain itu keberadaan terminal diharapkan dapat mampu memacu perkembangan dan pertumbuhan wilayah suatu kota.
Terminal adalah prasarana transportasi jalan untuk keperluan memuat dan menurunkan orang dan/atau barang serta mengatur kedatangan dan pemberangkatan kendaraan umum, yang merupakan salah satu wujud simpul jaringan transportasi (Keputusan Menteri Perhubungan No 35 Tahun 2003). Keberadaan terminal merupakan salah satu prasarana utama dalam pelayanan angkutan umum yang berperan dalam menentukan tingkat kinerja dari pelayanan angkutan umum dalam suatu wilayah. Keberadaan terminal penumpang itu sendiri menjadi prasarana transportasi jalan untuk keperluan menurunkan dan menaikkan penumpang, perpindahan intra dan/atau antar moda transportasi serta mengatur kedatangan dan pemberangkatan kendaraan umum. Interaksi antara penduduk yang terdapat di pusat kota menuju wilayah-wilayah belakang (wilayah pendukung) merupakan unsur yang penting dalam sistem wilayah yang bersangkutan. Antara pusat (wilayah perkotaan) dan wilayah yang mengitarinya (wilayah perdesaan) terdapat keterhubungan dan ketergantungan yang saling membutuhkan satu sama lain. Upaya untuk menciptakan keterkaitan antar wilayah tersebut dapat dilakukan dengan cara adanya system transportasi yang terpadu seperti jaringan jalan, serta sarana dan prasarana transportasi lainnya seperti terminal.
Terminal sebagai prasarana transportasi jalan dalam menjalankan fungsinya sebagai tempat keperluan menaikkan dan menurunkan orang atau barang, tempat beristirahat bagi awak bus dan kenderaan sebelum memulai lagi perjalanan, serta mengatur kedatangan dan pemberangkatan kenderaan umum, yang merupakan wujud simpul jaringan transportasi (UU No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan) harus dapat bekerja secara optimal dan efesien, sehingga dapat mendukung mobilitas penduduk, ketertiban lalu lintas, disamping itu Terminal juga berfungsi sebagai sarana penunjang bagi peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor restribusi. Untuk memenuhi tugas tersebut maka Terminal harus efektif agar dapat memenuhi tuntutan pelayanan yang sebaik-baiknya, yang mana pelayanan ini menyangkut pandangan pihak-pihak yang terkait yaitu pihak pengelola Terminal dalam hal ini pemerintah (regulator) dan pihak pengguna jasa layanan (operator dan User).
Pembentukan Kota Tasikmalaya berdasarkan UU Nomor 10 Tahun 2001 sebagai daerah otonom pada tanggal 17 Oktober 2001 memberikan implikasi dan konsekuensi logis di berbagai bidang, termasuk peningkatan pelayanan publik di bidang transportasi atau perhubungan. Terminal Indihiang ditetapkan sebagai Terminal penumpang tipe A yang berada di Kelurahan Indihiang, Kecamatan Indihiang Kota Tasikmalaya, Propinsi Jawa Barat merupakan salah satu simpul jaringan transportasi jalan sesuai dengan keputusan Dirjen Perhubungan Darat Nomor : 1361/AJ.106/DRJD/2003. Ditinjau dari tipenya, Terminal tipe A, berfungsi melayani angkutan umum untuk antar kota antar propinsi (AKAP), dan atau angkutan lintas negara, angkutan antar kota dalam propinsi (AKDP), angkutan kota (ANGKOT), angkutan pedesaan (ANGDES), dengan frekwensi 50 – 100 kenderaan/jam.
Pembangunan Terminal Tipe A Kota Tasikmalaya yaitu Terminal Indihiang dilatarbelakangi oleh kondisi Terminal Cilembang sebagai terminal terdahulunya. Secara visual, tata letak dan pengaturan proses angkutan di Terminal Cilembang tidak terbagi secara jelas mengingat terminal ini hanya berupa lahan parkir tanpa pembatas pada areal kedatangan, istirahat dan keberangkatan. Kondisi Terminal Cilembang ini tidak memenuhi persyaratan sebagaimana diatur Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 31 Tahun 1995 tentang Terminal Transportasi Jalan menyatakan bahwa salah satu syarat pendirian terminal penumpang di Pulau Jawa serta Pulau Sumatera sekurang-kurangnya adalah 5 hektar sedangkan di pulau lainnya seluas 3 hektar. Kebijaksanaan penempatan Terminal Tipe A Indihiang di pinggiran Kota Tasikmalaya mempunyai tujuan untuk merangsang pertumbuhan ekonomi serta upaya agar pembangunan wilayah di daerah tersebut dapat terlaksana dengan baik.
Terminal Tipe A Indihiang adalah infrastruktur yang terencana dan dibangun oleh Pemerintah Kota Tasikmalaya untuk memenuhi kebutuhan kegiatan transportasi penduduk. Pembangunan terminal ini mempunyai dua fungsi yaitu sebagai fasilitas pelayanan publik dan sumber pendapatan daerah. Keberadaan prasarana transportasi berupa terminal di suatu wilayah diperlukan untuk mendukung mobilisasi pergerakan penduduk. Tingkat pertumbuhan wilayah pinggiran kota cenderung mempunyai tingkat yang lebih rendah apabila dibandingkan di pusat kota. Keberadaan prasarana transportasi berupa terminal mempunyai efek menyebar yakni untuk merangsang pemerataan pembangunan dari pusat kota ke pinggiran kota. Aliran rangsangan pertumbuhan wilayah terutama sektor ekonomi dapat terjadi dengan didukung oleh adanya aksesibilitas yang baik untuk menghubungkan pusat Kota Tasikmalaya dengan daerah pinggiran Kota Tasikmalaya. Salah satu pendukung aksesibilitas yang menunjang pengembangan wilayah pinggiran adalah adanya jaringan transportasi yang baik.
Strategi dan kebijakan guna pengembangan wilayah di Kota Tasikmalaya dengan upaya menempatkan prasarana transportasi terminal ini pada kenyataannya sulit untuk diterapkan dengan baik dilapangan. Perkembangan wilayah di sekitar Terminal Indihiang cenderung tidak terlalu pesat. Hal ini dapat diamati dari perkembangan fisik wilayah sekitar Terminal Indihiang cenderung lambat. Fungsi yang dijalankan oleh keberadaan Terminal Indihiang sebagai pelayanan publik serta sumber pendapatan daerah belum tercapai secara maksimal. Hal ini dapat diindikasikan dari kebanyakan angkutan umum tidak masuk ke dalam terminal untuk menurunkan maupun menaikan penumpang, tetapi dilakukan di pinggir-pinggir jalan utama atau persimpangan jalan masuk ke terminal.
Sejak  diresmikan  7 tahun lalu  hingga  saat  ini  terminal Tipe A  Indihiang Kota Tasikmalaya masih juga belum berfungsi secara optimal dan tetap sepi. Padahal biaya yang dikeluarkan untuk membangun terminal tersebut cukup fantastis dan yang menjadikan Terminal Tipe A Indihiang merupakan  Terminal Tipe A terbesar dan termegah se-Priangan Timur serta menjadi kebanggaan pemerintah Kota  Tasikmalaya .
Keberadaan Terminal Indihiang saat ini tidak berfungsi efektif, tidak efektifnya fungsi Terminal Indihiang dapat dilihat dari rendahnya pemanfaatan Terminal tersebut dimana sebagian besar penumpang atau calon penumpang angkutan kota antar propinsi (AKAP), angkutan kota dalam propinsi (AKDP), angkutan pedesaan (ANGDES) dan angkutan kota (ANGKOT) telah memanfaatkan lokasi-lokasi pool, kantor-kantor perusahaan angkutan/agen, pinggir jalan dan persimpangan jalan menuju lokasi Terminal sebagai tempat kedatangan dan melanjutkan perjalanan penumpang. Tidaklah sedikit para  pedagang di kios-kios yang berada di dalam komplek terminal  mengeluhkan sepinya konsumen karena para penumpang angkutan umum lebih   memilih atau pun turun di pool-pool bus  tertentu. Selama ini  kendaraan bus masuk ke terminal hanya melintas tanpa menaikan dan  menurunkan penumpang di terminal. Kasus sepi dan tidak berfungsinya Terminal Tipe A Indihiang harus di pandang dari aspek pelayanan publik dan tidak hanya sekadar dari aspek pendapatan asli daerah (PAD) Pemkot   Tasikmalaya, jika publik tidak merasa berkenan naik turun bus di terminal dan lebih baik memilih di Pool, apalagi sekarang di Kota Tasikmalaya sudah banyak pool, berdampak pada naik turun penumpang di terminal sangat kurang. Bagi publik sendiri yang diharapkan adalah mendapatkan pelayanan yang mudah, murah, cepat, tepat dan efisien atas segala keperluannya, termasuk  angkutan  umum  untuk bepergian.
Fenomena ini berdampak pada minimnya sumber pendapatan dari segi pelayanan publik yakni ketersediaannya kios, toilet karena sedikitnya interaksi yang ada di terminal. Belum optimalnya dari fungsi pemanfaatan Terminal Indihiang sebagai fasilitas pelayanan publik yaitu tempat untuk menurunkan maupun menaikkan penumpang membuat perkembangan aktifitas dan kegiatan yang ada di sekitar terminal kurang berjalan dengan baik, bangunan ruko serta gerai dagangan yang menjual berbagai produk khas Tasikmalaya dan lainnya sepi pembeli bahkan ada beberapa juga yang sudah tutup. Hal tersebut apabila terus dibiarkan begitu saja, selain menjadi permasalahan di dalam kondisi terminal itu sendiri juga akan berdampak pada pengembangan wilayah Kota Tasikmalaya. Maka berdasarkan hal tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: “EVALUASI PEMANFAATAN TERMINAL TIPE A INDIHIANG DALAM PELAYANAN PUBLIK DI KOTA TASIKMALAYA”.

1.2     Permasalahan
            Permasalahan yang dimaksud disini menjadi tiga bagian, yaitu identifikasi masalah yang merupakan proses pengenalan masalah dengan berbagai kemungkinan penyebab dan cirri-ciri masalah yang akan diteliti seperti yang telah dipaparkan dalam latar belakang diatas. Bagian kedua adalah pembatasan masalah yang berisikan penjelasan mengapa penulis memilih fokus penelitian tertentu dalam jumlah permasalahan yang akan diteliti dan bagian yang terakhir yakni perumusan masalah yang menghasilkan pertanyaan dari penelitian ini.
1.2.1     Identifikasi Masalah
Menurut Sugiono (2007:29) masalah adalah penyimpangan dari apa yang seharusnya dengan apa yang terjadi, penyimpangan antara teori dan praktek, penyimpangan antara aturan dan pelaksanaan dan penyimpangan antara pengalaman masa lampau dan yang terjadi sekarang. Terlebih lagi, menurutnya bahwa setiap magang selalu berangkat dari masalah.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka kajian masalah yang dapat dirumuskan melalui penelitian ini adalah:
1.    Kondisi terminal terdahulu yakni Terminal Cilembang dinilai tidak layak sebagai terminal kota dilihat secara visual, tata letak dan pengaturan proses angkutan.
2.    Letak Terminal Tipe A berada di wilayah pinggiran Kota Tasikmalaya yakni Kecamatan Indihiang yang membuat penumpang enggan ke Terminal.
3.    Sulitnya aksesibilitas menuju Terminal Tipe A Indihiang.
4.    Sedikitnya jaringan transportasi yang menghubungkan pusat Kota Tasikmalaya dengan pinggiran kota (Indihiang).
5.    Kurangnya minat penumpang untuk naik bis di Terminal Tipe A Indihiang.
6.    Dibukanya pool bus yang menerima dan menurunkan penumpang seperti layaknya terminal tipe A, mendorong penumpang memilih naik dan turun di pool bus.
7.    Perkembangan perekonomian masyarakat di wilayah sekitar Terminal Indihiang cenderung tidak terlalu pesat.
8.    Sumber pendapatan daerah belum tercapai secara maksimal dari retribusi kendaraan umum yang masuk terminal.

1.2.2     Pembatasan Masalah
Untuk mempersempit ruang lingkup masalah, maka perlu adanya pembatasan masalah dalam magang ini. Sehingga penulis hanya akan meneliti dan menganalisis mengenai Terminal Tipe A Indihiang yang kurang diminati oleh masyarakat Kota Tasikmalaya.


1.2.3     Perumusan Masalah
Berdasarkan pada identifikasi masalah, maka perumusan masalah penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
1.    Bagaimana evaluasi pemanfaatan Terminal Tipe A Kota Tasikmalaya dalam pelayanan publik di Kota Tasikmalaya?
2.    Apa hambatan yang dihadapi dalam penyelenggaraan pemanfaatan Terminal Tipe A Indihiang dalam pelayanan publik di Kota Tasikmalaya?
3.    Apa upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Tasikmalaya dalam memaksimalkan pemanfaatan Terminal Tipe A Indihiang dari segi pelayanan publik?

1.3     Maksud dan Tujuan
1.3.1     Maksud
Maksud dari magang adalah penulis ingin mengetahui sejauhmana pemanfaatan dari Terminal Bus Tipe A Indihiang Kota Tasikmalaya dan untuk mengetahui upaya yang dilakukan Pemerintah Kota Tasikmalaya dalam memaksimalkan pemanfaatan Terminal Tipe A Indihiang.

1.3.2   Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah :
1.    Untuk mengetahui pemanfaatan Pembangunan Terminal Tipe A Indihiang Kota Tasikmalaya dalam pelayanan publik.
2.    Untuk mengetahui hambatan yang dihadapi dalam penyelenggaraan pemanfaatan Terminal Tipe A Indihiang dalam pelayanan publik di Kota Tasikmalaya.
3.    Untuk mengetahui upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Tasikmalaya dalam memaksimalkan pemanfaatan Terminal Tipe A Indihiang dari segi pelayanan publik.



1.4     Kegunaan Magang
               Kegunaan penelitian membahas mengenai manfaat penelitian baik untuk kepentingan teoritis maupun kepentingan praktis.
1.4.1   Kegunaan Praktis untuk Lokasi Magang
Dari hasil penelitian ini nantinya diharapkan mampu memberikan bahan masukan dan pemikiran bagi Pemerintah Kota Tasikmalaya dalam pemanfaatan Terminal Tipe A Indihiang dalam pelayanan publik di Kota Tasikmalaya dan dapat memberikan pemahaman bagi masyarakat tentang  Perda Kota Tasikmalaya No. 10 Tahun 2003 tentang Penyelenggaraan Lalu Lintas Dan Jalan Raya bahwa penyelenggaraan terminal dilakukan oleh Pemerintah dan Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Kota Tasikmalaya sebagai Pengelola, Pemelihara dan Penertiban di terminal Tipe A Indihiang Kota Tasikmalaya.

1.4.2     Kegunaan Praktis untuk Lembaga
Lembaga dapat memiliki bahan dalam mengkaji evaluasi terhadap kebijakan yang ada pada Pemerintah Daerah, dan dapat dimanfaatkan oleh praja kedepannya oleh praja kedepannya untuk bahan bacaan dalam proses belajar mengajar di kampus IPDN.
        
1.5     Definisi Konsep Objek yang Diamati dan Dikaji
               Proses dalam melakukan penelitian membutuhkan landasan teori yang akan digunakan sebagai kerangka berfikir untuk menjelaskan fenomena-fenomena yang akan diteliti.  Unsur yang memiliki peranan terbesar dalam sebuah penelitian adalah teori, karena melalui teori inilah penulis akan mencoba meneliti permasalahan yang terjadi.
1.5.1       Definisi Evaluasi
Evaluasi atau penilaian merupakan salah satu fungsi manajemen pembangunan yang dipandang penting karena menyangkut upaya untuk mengetahui apa yang terjadi dan mengapa itu terjadi. Istilah evaluasi mempunyai arti yang berhubungan, masing-masing menunjukan pada penerapan beberapa nilai dengan penaksiran (appraisal), dan penilaian (assessment), yang menjelaskan sebuah usaha untuk menganalisis hasil kegiatan pembangunan dalam arti satuan nilainya.  
Menurut PP No 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan, evaluasi adalah rangkaian kegiatan membandingkan realisasi masukan (input), keluaran (output), dan hasil (outcome) terhadap rencana dan standar. Di dalam pelaksanaannya, kegiatan evaluasi dapat dilakukan pada berbagai tahapan yang berbeda, yaitu;
1.  Evaluasi pada Tahap Perencanaan (ex-ante), yaitu evaluasi dilakukan sebelum ditetapkannya rencana pembangunan dengan tujuan untuk memilih dan menentukan skala prioritas dari berbagai alternatif dan kemungkinan cara mencapai tujuan yang telah dirumuskan sebelumnya;
2.  Evaluasi pada Tahap Pelaksanaan (on-going), yaitu evaluasi dilakukan pada saat pelaksanaan rencana pembangunan untuk menentukan tingkat kemajuan pelaksanaan rencana dibandingkan dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya,
3.  Evaluasi pada Tahap Pasca-Pelaksanaan (ex-post), yaitu evaluasi yang dilaksanakan setelah pelaksanaan rencana berakhir, yang diarahkan untuk melihat apakah pencapaian (keluaran/hasil/dampak) program mampu mengatasi masalah pembangunan yang ingin dipecahkan. Evaluasi ini digunakan untuk menilai efisiensi (keluaran dan hasil dibandingkan masukan), efektivitas (hasil dan dampak terhadap sasaran), ataupun manfaat (dampak terhadap kebutuhan) dari suatu program.

Ernest R. Alexander dalam Aminudin (2007) menyebutkan bahwa metode evaluasi dapat diklasifikasikan menjadi lima yaitu:
1.      Before and after comparisons, metode ini mengkaji suatu obyek penelitian dengan membandingkan antara kondisi sebelum dan kondisi sesudahnya.
2.      Actual versus planned performance comparisons,  metode ini mengkaji suatu obyek penelitian dengan membandingkan kondisi yang ada (actual) dengan ketetapan perencanaan yang ada (planned)
3.      Experintal (controlled) model, metode yang mengkaji suatu obyek penelitian dengan melakukan percobaan yang terkendali untuk mengetahui kondisi yang diteliti.
4.      Quasi experimental models, merupakan metode yang mengkaji suatu obyek penelitian dengan melakukan percobaan tanpa melakukan pengontrolan/pengendalian terhadap kondisi yang diteliti.
5.      Cost oriented models, metode ini mengkaji suatu obyek penelitian yang hanya berdasarkan pada penilaian biaya terhadap suatu rencana.


Dalam hal ini peneliti menggunakan teori evaluasi actual versus planned performance comparisons, metode ini mengkaji Pemanfaatan Terminal Tipe A Indihiang dalam pelayanan public dengan membandingkan kondisi yang ada (actual) dengan ketetapan perencanaan yang ada (planned).

1.5.2     Definisi Pelayanan Publik
Pelayanan publik dalam Kurniawan (2005:4) diartikan sebagai “Pemberi layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan. Selanjutnya menurut KEPMENPAN  No. 63/KEP/M.PAN/7/2003, “Publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan public sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pelayanan publik dalam Sinambela dkk (2014:5) adalah “Pemenuhan keinginan dan kebutuhan masyarakat oleh penyelenggara negara. Negara didirikan oleh public (masyarakat) tentu saja dengan tujuan agar dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pada hakikatnya Negara dalam hal ini pemerintah (birokrat) haruslah dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Kebutuhan dalam hal ini bukanlah kebutuhan secara individual akan tetapi berbagai kebutuhan yang sesungguhnya diharapkan oleh masyarakat, misalnya kebutuhan akan kesehatan, pendidikan, dan lain-lain.

No comments:

Post a Comment

buku bimbingan

                                                                                                                                            ...

082126189815

Name

Email *

Message *