BAB I
PENDAHULUAN
1.1
LATAR
BELAKANG
Undang-undang
nomor 23 tahun 2014 telah mengamanatkan kepada Pemerintah memberikan pelayanan
publik yang optimal kepada masyarakat, didalam pasal 11 ayat (4) peyelenggaraan
urusan pemerintahan yang bersifat wajib yang berpedoman pada standar pelayanan
minimal dilaksanakan secara bertahap dan ditetapkan oleh Pemerintah. Selain itu
lebih spesifik pelayanan publik diatur dalam undang-undang nomor 25 tahun 2009
tentang pelayanan publik pasal 1 ayat (1). Pelayanan publik adalah kegiatan
atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas
barang dan jasa, dan atau pelayanan administratif yang disediakan oleh
penyelenggara pelayanan publik.
Pembangunan
dilakukan kerena didorong dari bertambahnya jumlah penduduk yang ada. Dengan
jumlah penduduk yang semakin bertambah, akan membutuhkan banyak lahan tempat
untuk tempat tinggal, bekerja atau usaha untuk melakukan aktifitas lainnya.
Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, harus ada pembangunan yang baik yaitu dengan
menambah jumlah bangunan. Penambahan jumlah bangunan terutama diperkotaan harus
sesuai dengan tata ruang yang ada. Dalam Undang-undang No 26 tahun 2007 tentang
penataan ruang pasal 1 ayat (2), yang dimaksud dengan tata ruang yaitu “wujud
struktural ruang dalam pola ruang”. Untuk itu, pemerintah harus membuat suatu
kebijakan yang mengatur penataan bangunan yang baik agar pembangunan tersebut
berdasarkan atas tata ruang yang ada.
Pembangunan
perlu diimplementasikan ke dalam berbagai program pembangunan yang dapat secara
langsung menyentuh masyarakat. Pembanguan memerlukan cara atau pedoman tindakan
yang terarah mengenai ‘bagaimana’ meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Suatu
perangkat pedoman yang memberikan arah terhadap pelaksanaan strategi-strategi
pembangunan dapat kita sebut sebagai kebijakan. Fungsi kebijakan disini adalah
untuk memberikan rumusan mengenai bagaimana tindakan dan prioritas yang
diwujudkan dalam program-program pelayanan yang efektif untuk mencapai tujuan
pembangunan.
Kota
Ambon sebagai Ibukota Provinsi Maluku sangat strategis karena sebagai pintu
masuk dan keluar orang/barang atau jasa baik regional, nasional maupun
internasional sehingga dalam grand strateginya ditetapkan sebagai pusat
Aktifitas Ekonomi dan Transit Bisnis.
Hal
tersebut yang menjadikan Kota Ambon menjadi sebuah kawasan perkotaan yang
memiliki komplikasi kegiatan yang cukup tinggi. Perkembangan kota ambon yang
pesat dikarenakan pertumbuhan penduduk yang semakin padat. Terjadinya pertumbuhan
penduduk yang cukup tinggi tersebut diakibatkan karena perkembangan kegiatan
usaha yang terjadi dari perdagangan, jasa, pertanian, dan industri.
Perkembangan tersebut berdampak pada peningkatan kebutuhan ruang atau lahan dan
penyediaan sarana dan prasarana dalam jumlah cukup untuk memenuhi kebutuhan di
masa datang. Perkembangan penduduk dan kegiatan usaha ini ternyata membawa
permasalahan baru yaitu terjadi masalah lingkungan seperti tercipta lingkungan
kumuh.
Perkembangan
jumlah penduduk dikota Ambon yang semakin bertambah banyak dengan intensitas
kegiatan yang semakin kompleks secara umum telah mempengaruhi sebagai kegiatan
usaha seperti dibangunnya perumahan, pertokoan dan lain-lain, sedangkan lahan
yang dimiliki hanya semuas 377km’. hal tersebut pada sisi memberi dampak pada
kebutuhan bangunan atau ruang, namun disisi lain lahan yang tersedia sangat
terbatas.
Dalam
hal ini penataan ruang sangat dibutuhkan , dimana hal tersebut didasarkan pada
pemahaman akan potensi yang keterbatasan alam, perkembangan kegiatan sosial
ekonomi yang ada, serta tuntutan perkehidupan saat ini dan kelestarian
lingkungan hidup dan pengelolaan lingkungan ini diterapkan dalam suatu rencana
tata ruang yang telah ditetapkan.
Kebutuhan
lahan untuk pembangunan tidak dapat dihindari lagi baik untuk kepentingan umum
maupun pribadi atau perorang sebagai konsekuensi atas perkembangan jumlah
penduduk beserta aktivitasnya. Pada kenyataanya tidak sedikit bangunan yang
didirikan oleh masyarakat yang tidak memperhatikan aspek lingkungan, tata letak
bangunan, serta masih terdapat bangunan-bangunan yang tidak memiliki Izin
Mendirikan Bangunan atau menyalahgunakan izin yang telah ditetapkan. Terkait
dengan berbagai masalah pelanggaran tersebut, maka kebijakan pemerintah Kota
Ambon terhadap pengawasan dan penertiban bangunan sangat diperlukan. Dalam hal
ini, Dinas Tata kota berwenang dalam pengawasan dan penertiban bangunan di Kota Ambon sesuai dengan Peraturan Daerah
Kota Ambon No 09 Tahun 2008 tentang pembentukan organisasi dan tata kerja dinas-dinas
Kota Ambon. Dinas Tata Kota mempunyai peran yang sangat penting dalam bidang
bangunan maupun pemberian Kontribusi bagi peningkatan pendapatan asli daerah
(PAD) sektor retribusi Izin Mendirikan Bangunan.
Masalah
yang terkait dengan Izin Mendirikan Bangunan di Kota Ambon dapat dilihat dengan
adanya kesenjangan jumlah rumah keseluruhan dengan jumlah rumah yang memiliki
Izin Medirikan Bangunan seperti tabel berikut :
Tabel 1.1
Data Perumhan Di Kota Ambon
Tahun 2013-2014
No
|
Tahun
|
Jumlah Rumah
|
Rumah ber-IMB
|
Rumah Tidak Ber-IMB
|
(1)
|
(2)
|
(3)
|
(4)
|
(5)
|
1
|
2013
|
53.725 Rumah
|
4.682 Rumah
|
49.043 Rumah
|
2
|
2014
|
53.653 Rumah
|
4.967 Rumah
|
48.686 Rumah
|
Sumber : Dinas Tata Kota
Ambon 2013-2014
Dari
tabel 1 diatas , terlihat dengan jelas bahwa masih banyaknya bangunan rumah
yang belum memiliki Izin Mendirikan Bangunan, jika dilihat antara jumlah rumah
dan rumah yang telah memiliki izin mendirikan bangunan. Keadaan ini lebih
disebabkan oleh rendahnya kesadaran masyarakat untuk mengurus pemilikan Izin Mendirikan
Bangunan atas bangunan yang akan mereka dirikan serta lemahnya aparatur dalam
hal pengawasan dan kurang tegasnya penertiban terhadap bangunan yang belum
memliki Izin Mendirikan Bangunan.
Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan gedung pasal 8 ayat (1) dinyatakan bahwa “ setiap bangunan gedung
harus memenuhi persyaratan administratif yang meliputi salah satunya adalah
Izin Mendirikan Bangunan Gadung, sesuai ketentuan peraturan perundang-Undangan
yang berlaku”. Sedangkan yang terjadi di Kota Ambon sendiri masih banyak
bangunan yang menyalahi peraturan Daerah Kota Ambon Nomor 8 Tahun 2001 tentang
Izin Mendirikan Bangunan.
Dalam
hal pelaksana pembangunan, faktor Izin Mendirikan Bangunan merupakan masalah
vital. Jika masalah-masalah perizinan mendapatkan perhatian dan pengamanan yang
serius, perkembangan kegiatan usaha perdagangan, jasa, pertania dan industri
yang terjadi sekarang akan lebih dinamis dan bermanfaat bagi masyarakat luas.
Masyarakat kota Ambon mempunyai peran penting
dalam pembangunan fisik kota Ambon dimana masyarakat tersebut akan menggunakan
atau memanfaatkan ruang dan lahan yang ada untuk kepentingannya. Hanya saja
pemanfaatan ruang dan lahan yang dilakukan oleh
masyarakat belum mematuhi aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh
pemerintah daerah demi penataan kota yang tertib dan harmonis.
Konflik
sosial yang melanda kota ambon, sejak tahun 1999 sampai dengan 2003 membawa
akibat yang signifikan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat. Selain
kerusakan bangunan secara fisik, kerusakan yang sangat parah adalah menurutnya sikap mental masyarakat
dalam pembangunan di kota Ambon, terutama dalam hal kepercayaan kepada
pemerintah dan peraturan perundang-undangan. Masyarakat masih cenderung berbuat
seenaknya tanpa memperhatikan dan mematuhi aturan yang ada. Peraturan
pembangunan bangunan melalui mekanisme Izin Mendirikan Bangunan banyak
diabaikan masyarakat dalam membangun, akibatnya banyaknya bangunan yang
tidak layak huni serta tidak sesuai
dengan fungsi kawasannya. Masih cukup rendahnya pemahaman dan kepatuhan
masyarakat dalam mengikuti aturan Izin Mendirikan Bangunan, disebabkan karena
kekurangtahuan akan penting dan manfaan Izin Mendirikan Bangunan bagi
masyarakat. Selain itu kurangnya sosialisasi dan pengawasan dari aparatur, dan
kurang tegasnya aparatur dalam meberikan sanksi terhadap pelanggar ketentuan
Izin Mendirikan Bangunan, khususnya sanksi terberat berupa pembongkaran
pembangunan serta lemahnya pengawasan yang dilakukan dikarenakan keterbatasan
aparatur.
Kepemilikan Izin Mendirikan Banguan merupakan
Bukti bahwa bangunan yang didirikan atau dibongkar sudah mendapatkan izin dari
pemerintah serta sebagai jaminan yang berhubungan dengan pemerintah. Izin
Mendirikan Bangunan sangat penting bagi bangunan tersebut didirikan atau
dibongkar dan Izin Mendirikan Bangunan dijadikan bahan pertimbangan bagi
pemerintah dalam membentuk perencanaan pembangunan fisik, hanya saja masih
banyak masyarakat kurang menyadari akan pentingnya kepemilikan Izin Mendirikan
Bangunan yang akan menjamin atas kepemilikan serta pemanfaatan bangunan
tersebut oleh sebab itu pemerintah Kota Ambon sedang berupaya untuk mengatasi
masalah-masalah tersebut adar dapat memudahkan dan memberikan pelayanan yang
baik kepada masyarakat dalam proses pembuatan Izin Mendirikan Bangunan.
Berdasarkan uraian diatas, maka mendorong
peneliti untuk mengamati melalui kegiatan magang dalam penulisan laporan akhir
dengan judul “IMPLEMENTASI KEBIJAKAN
IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DI KOTA AMBON, STUDI DI DINAS TATA KOTA TAHUN
2013-2014”.
1.2
Permasalahan
1.2.1 Identifikasi Masalah
Memperhatikan uraian-uraian diatas,
masalah-masalah Izin Mendirikan Bangunan di Kota Ambon dapat didefinisikan
sebagai berikut :
1.
Kurangnya sosialisasi akan mekaisme pembuatan Izin Mendirikan Bangunan.
2.
Kurangnya tingkat kesadaran masyarakat terhadap pentingnya mempunyai
Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang semakin kompleks.
3.
Kurangnya pemahaman masyarakat tentang prosedur Izin Mendirikan
Bangunan.
4.
Timbulnya permasalahan lingkungan sebagai akibat dari pembangunan yang
tidak disertai Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
5.
Masih lemahnya pengawasan Dinas Tata Kota dalam penataan bangunan.
1.2.2 Pembatasan Masalah
Mengingat luasnya permasalahan dan
keterbatasan waktu, maka permasalahan lebih difokuskan pada Implementasi
Kebijakan Izin Mendirikan Bangunan di Kota Ambon.
1.2.3 Rumusan Masalah
Dengan dilihat pada permasalahan diatas, maka
pokok permasalah di bawah ini adalah :
1.
Bagaimana Implementasi Kebijakan Izin Mendirikan Bangunan oleh Dinas
Tata Kota ?
2.
Hambatan-hambatan apa saja yang dihadapi dalam pelaksana Izin Mendirikan
Bangunan oleh Dinas Tata Kota ?
3.
Bagaimana optimalisasi upaya yang dilakukan oleh Dinas Tata Kota dalam mengatasi hambatan-hambatan dalam
pelaksana Izin Mendirikan Bangunan ?
1.3 Maksud dan Tujuan
1.3.1 Maksud magang
Maksud
dilakukannya kegiatan dalam pengamatan ini adalah untuk mengetahui sejauh mana Implementasi
Kebijakan Izin Mendirikan Bangunan Oleh Dinas Tata Kota Di Kota Ambon.
1.3.2 Tujuan Magang
Adapun
tujuan magang ini adalah :
1.
Untuk mengetahui implementasi Izin Mendirikan Bangunan oleh Dinas Tata
Kota di Kota Ambon.
2.
Untuk mengetahui hambatan-hambatan dalam pelaksana Izin Mendirikan
Bangunan oleh Dinas Tata Kota di Kota Ambon.
3.
Untuk mengetahui upaya yang dilakukan Dinas Tata Kota dalam mengatasi
hambatan-hambatan dalam pelaksana Izin Mendirikan Bangunan.
1.4 Kegunaan Magang
1.4.1 Kegunaan Praktis untuk Lokasi Magang
Hasil
penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan sumbangan pemikiran
bagi pemerintah daerah khususnya Dinas Tata Kota dalam memakmurkan masyarakat
disana dan juga dapat menambah pengetahuan penulis dalam bekerja di lapangan.
1.4.2 Kegunaan praktis untuk
lembaga
Hasil
magang ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu
pengetahuan khususnya ilmu pemerintahan terutama politik pemerintahan.
1.5 Definisi Konsep
1.5.1 Implementasi
Implementasi merupakan salah satu tahap dalam
proses kebijakan publik dalam sebuah negara. Implementasi biasanya dilaksanakan
sesudah sebuah kebijakan dirumuskan dengan jelas, termaksud tujuan jangka
pendek, menengah dan panjang. Suatu kebijakan publik tentunya tidak akan
bermanfaat apabila tidak di implementasikan. Hal ini disebabkan karena
kebijakan publik akan menimbulkan hasil (outcome)
yang dapat dinikmati terutama oleh kelompok sasaran.
Daniel
A. Mazmania dan Paul A. Sabatier yang dikutip dari Wahab (2005:65) menjelaskan
makna implementasi:
Memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program dinyatakan
berlaku atau dirumuskan fokus perhatian implementasi kebijakan yaitu
kejadian-kejadian dan kegiatan yang timbul sesudah disahkannya pedoman-pedoman
kebijakan-kebijakan negara. Yang mencakup baik usaha-usaha untuk
mengadministrasikan maupun untuk menimbulkan akibat/dampak nyata pada
masyarakatatau kejadian-kejadian.
Selanjutnya Joneh dalam
Widodo (2011:86) mrngatakan implementasi adalam “ getting the job done and doing it” dalam pelaksananya menuntut
adanya beberapa syarat, yaitu pelaksana, uang dan kemampuan organisasi.
Dari pengertian diatas
maka Implementasi merupakan suatu penerapan yang menyatakan apakah suatu
kebijakan yang telah dibuat berjalan dengan baik sehingga dapat diketahui
dampak dari pengaruh kebijakan tersebut dengan memperhatikan beberapa syarat.
1.5.1 Kebijakan Publik
Kebijakan
menurut Suharto (2008:3) adalah sebuah instrumen pemerintahan, bukan saja dalam
arti govermment yang hanya menyangkut
aparatur negara, melainkan pula govermment
yangmenyentuh pengelolaan sumberdaya
publik. Sedangan Kebijakan menurut Raksasataya dalam Lubis (2007:7) suatu
taktik dan strategi yang diarahkan untuk mencapai suatu tujuan.
Thomas
R. Dye dalam Yousa (2007:6) bahwa kebijakan publik berarti agen pembuatan
kebijakan dalam pemerintah, dimana kebijakan publik mencakup pilihan mendasar
yang harus diambil pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu.
Sesuatu yang dilakukan pemerintah dengan tujuan tertentu juga merupakan
kebijakan publik, hal ini disebabkan karena sesuatu yang tidak dilakukan
pemerintah akan memiliki dampak yang sama besar dengan sesuatu yang dilakukan
oleh pemerintah.
Dari
beberapa pengertian diatas, pada dasarnya kebijakan pemerintah beorientasi dan
mengabdi kepada kepentingan masyarakat yang semuanya bermuara pada satu tujuan
yaitu demi terpenuhinya kepentingan publik. Hal ini berarti bahwa, kebijakan
publik merupakan suatu intervensi pemerintah kepada kepentingan publik.
1.5.2 Izin Mendirikan Bangunan
Menurut Prakoso (2005:139) Izin Mendirikan
Bangunan (IMB) adalah pemberian izin untuk mendirikan bangunan, termaksud
kegiatan meninjau, desain dan pemantauan pelaksanaan penggunaannya agar tetap
sesuai dengan rencana teknis pembangunan dan Rencana Tata Ruang yang berlaku.
Selanjutnya
Sri Pudyatmoko (2009:242-245) menyatakan bahwa surat Izin Mendirikan Bangunan
(IMB) diterbitkan oleh instansi yang berwewenang.
Ijin Mendirikan Bangunan wajib dimiliki oleh
orang yang hendak mendirikan bangunan. Instansi yang beerwenang menerbitkan IMB
memang beragam, dinas tata kota ambon dan bangunan, unit pelayanan terpadu satu
atap, sub dinas cipta karya, dan sebagainya. IMB diberikan dengan tujuan
penataan ruang yang sesuai dengan rencana tata ruang kota. Pengertian Izin
Mendirikan Bangunan adalah pekerjaan mendirikan bangunan seluruhnya atau
sebagian termasuk pekerjaan menggali, menimbun, meratakan tanah yang
berhubungan dengan pekerjaan mengadakan bangunan, memperbaiki/merenovasi dan
menambah bangunan, bahkan juga membongkar bangunan.
Izin
Mendirikan Bangunan adalah pemberian izin yang dikeluarkan oleh pemerintah
daerah untuk mendirikan suatu bangunan, dengan
persyaratan administrasi dan persyaratan teknik yang berlaku.
BAB II
METODE
2.1 Metode
pengumpulan data kegiatan magang
Metode dapat didefinisikan sebagai
suatu cara atau teknis yang dilakukan dalam suatu proses penelitian metode
pengumpulan data ini memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan masalah yang
ingin dipecahkan. Masalah tersebut memberikan arah dan pengauh pada penentuan
metode pengumpulan data (Mardalis
1990:21).
Di dalam menjelaskan dan melakukan
pengembangan serta uji kebenaran data dengan cara ilmiah maka digunakan
metodologi penelitian. Penelitian secara etimologis berasal dari bahasa inggris
“research” yang arti proses pengumpulan data, mencari lagi, melihat kembali dan
meneliti lagi berbagai macam informasi yang bertujuan untuk meningkatkan,
memodifikasikan, atau mengembangkan sebuah penyelidikan. Metode penelitian
menurut sugiono adalah ” cara-cara ilmiah untuk mendapatkan data yang valid,
dengan tujuan dapat ditemukan, dikembangkan, dan dibuktikan, suatu pengetahuan
tertentu sehingga pada gilirannya dapat digunakan untuk memahami, memecahkan
dan mengantisipasi masalah”.
Metode penelitian yang digunakan
oleh penulis adalah deskriptif, menurut metodologi deskriptif adalah penelitian
yang bertujuan mendeskripsikan apa yang saat ini berlaku didalamnya terdapat upaya mendeskripsikan,
mencatat, menganalisis dan menginterprestasikan kondisi yang sekarang terjadi
atau dengan kata lain penelitian deskriptif bertujuan untuk memperoleh
informasi mengenai keadaan saat ini dan
melihat kaitan antara variabel-variabel yang ada penelitian ini tidak menguji
hipotesis atau tidak menggunakan hipotesa melainkan hanya mendeskripsikan
informasi apa adanya sesuai dengan variabel-variabel yang diteliti peneliti
semacam ini sering dilakukan guna mengambil kebijakan atau keputusan untuk
melakukan atau memberi solusi dalam memecahkan masalah.
Penelitian ini menggunakan
penelitian deskriptif dengan pendekatan induktif dimana analisis penelitian ini
dilakukan pada lokus yang spesifik di Kota Ambon.
Peneltian deskriptif ini adalah
penelitian yang menghadirkan, menjelaskan, menggambarkan Kebijakan Izin
Mendirikan Bangunan Di Kota Ambon yang masih terdapat kekurangan dalam
pelayanan.
Mardalis
berpendapat bahwa pendekatan induktif (1990:21) merupakan: “Cara berfikir
induktif berpijak pada fakta-fakta yang bersifat khusus yang kemudian diteliti
dan akhirnya ditemui pemecahan masalah. Induksi adalah cara berfikir yang
menarik suatu kesimpulan yang bersifat umum dari berbagai kasus yang bersifat
individual, penarikan kesimpulan secara induktif dimulai dengan menyatukan
pertanyaan-pertanyaan yang bersifat umum”.
Moleong (2013:10) Menyatakan bahwa
pendekatan induktif digunakan dengan beberapa alasan, sebagai berikut :
1. Proses
induktif lebih dapat menemukan kenyataan-kenyataan jamak sebagai yang terdapat
dalam data.
2. Analisis
induktif lebih dapat membuat hubunga peneliti dan responden menjadi eksplisit,
dapat dikenal, dan akuntabel.
3. Analisis
demikian dapat membuat keputusan-keputusan dapat atau tidaknya pengalihan pada
suatu latar lainnya.
4. Analisis
induktif lebih dapat menemukan pengaruh bersama yang mempertajam
hubungan-hubungan.
5. Analisis
demikian dapat memperhitungkan nilai-nilai secara eksplisit sabagi bagian dari
struktur analitik.
Pendekanan induktif yang dilakukan peneliti yaitu
peneliti melihat
Fakta-fakta
mengenai kebijakan IMB yang ada di Kota Ambon, kemudian peneliti menganalisis
dan menemukan pemecahan persoalan.
2.2 Teknik Pegumpulan Data
Menurut Sugiyono (2001:224)
“pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian.
Karena tujuan utama penelitian adalah mendapatkan data, tanpa mengetahuan
teknik pengumpulan data, maka penelitian tidak akan mendapatkan data yang
memenuhi standar data yang ditetapka.
Penentuan sumber data menurut
Sugiyono (2012:225). Menyebutkan bahwa ada dua jenis sumber data, yaitu :
1. Data
primer, adalah data yang langsung memberikan data kepada pengumpulan data.
Dengan demikian sumber data dala kegiatan magang ini adalah narasumber yaitu
orang yang diamati dan memberikan data berupa kata atau tindakan yang berkaitan
dengan masalah yang akan diteliti. Data
yang diPeroleh dari wawancara dengan respinden ( dapat dilihat dari
pedoman wawancara).
2. Data
sekunder, sumber yang tidak langsung kepada pengmpul data, misalnya lewat orang
lain. Adapun data sekunder yang diperlukan dalam pelaksanaan kegiatan magang
ini seperti gambaran umum mengenai kebijakan IMB di kota Ambon.
Sugiyono (2008:63) ada 4 macam teknik pengumpulan data
yaitu observasi, wawancara, dokumentasi dan gabungan / tringualasi. Dalam
penelitian ini peneliti menggunakan metode pengumpulan data interkatif dan
non-interaktif dengan teknik pengumpulan data yang dikemukakan Sugiyono sebagai
berikut :
1.
Observasi
Tahapan
observasi yang dilakukan peneliti yaitu pada saat memasuki situai tertentu
sebagai objek penelitian yaitu di Kota Ambon pada saat ini peneliti belum
membawah masalah kebijakan yang akan diteliti, maka peneliti menjelajah umu,
dan menyeluruh, dan menlakukan deskriptif yang didengar , direkam, oleh karena
itu hasil ini kemudian dikumpulkan dengan keadaan yang belum ditata. Peneliti
melakukan analisis domain, sehinggga mampu mendeskripsikan terhadap semua yang
di temui, dalam hal ini peneliti melihat dan mengambil data tentang kebiajakan
IMB secara umum dan menyeluruh setelah data dikumpulkan peneliti mengambil
kesimpulan data tentang kebijakan IMB di Kota Ambon.
2.
Wawancara
Wawamcara
adalah usaha mengumpulkan informasi dengan mengajukan sejumlah pertanyaan
secara lisan untuk dijawab secara lisan juga, dengan ciri-ciri adalah kontak
langsung dengan tatap muka antara si pencari informasi dengan sumber informasi.
Sugiyono
(2013;195) mengemukakan : dalam melakukan wawancara, selain harus membawa
instrumen sebagai pedoman untuk wawancara, maka pengumpulan data juga dapat menggunakan
alat bantu seperti tape recorder, gambar, brosur, dan material lain yang dapat
membantu pelaksanaan menjadi lancar. Wawancara merupakan interaksi antara
pewawancara dengan responden, walaupun bagi pewawancara, proses tersebut adalah
suatu bagian dari langkah-langkah dalam penelitian. Tetapi belum tentu bagi
responden, wawancara adalah bagian dari penelitian.
Jumlah
informasi yang penulis wawancarai adalah :
1. Kepala
Dinas Tata Kota Ambon.
2. Kepala
Bidang Tata Bangunan Dan Kawasan Perkotaan.
3. Kepala
Seksi Pengaturan Dan Pembinaan Tata Ruang.
4. Kepala
Seksi Penataan Perumahan Dan Kawasan.
5. Masyarakat.
3.
Dokumentasi
Sugiyono
(2010:82) Menyatakan:
Dokumen
merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu dokumen bisa bentuk tulisan,
gambar atau karya-karya monumental dari seseorang. Dokumen yang berbentuk
tulisan misalnya catatan harian sejarah kehidupan, cerita, biografi, peraturan
kebijakan. Dukumen yang berbentuk gambar, misalnya foto, gambar hidup sketsa
dan lain-lain.
Yaitu
peneliti mangambil foto, rekaman, atau video tentang kebijakan IMB dan
prosesnya.
2.3
Teknik
Analisis Data
Menurut
Sugiyono (2013:335) bahwa analisis data adalah proses pencarian dan menyusun
secara sistematis data yang diperoleh hasil wawancara, catatan lapangan, dan
dokumen dengan cara mengorganisasikan data kedalam kategori, menjabarkan dalam
unit-uniit, melakukan sintesa, menyusun kedalam pola, mamilih mana yang penting
dan mana yang harus dipelajari diri sendiri dan orang lain.
Miles
dan Huberman dalam Sugiyono (2012:246) mengemukakan bahwa “aktifitas dalam
analisis kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus
menerus sampai tuntas, sehingga datanya cukup jenuh. Aktifitas dalam analisis
data yaitu : data reducation, data display, dan conclision drawing.
Teknik
analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah tektik yang di disain
secara deskriptif yang akan menggambarkan dan menjelaskan proses pelaksanaan
pelayanan publik.
1.
Reduksi Data (Data
Reduction)
Meredukasi
data berarti membuat rangkuman dari data-data yang diperoleh tersebut, memilih
data-data yang dianggap peting sesuai dengan permasalahan yang diangkat, serta
memfokuskan pada aspek-aspek yang penting dalam penyelesaian masalah. Sehingga
data yang telah diredusi mempermudah penulis dalam pengumpulan data selanjutnya
serta mencarinya bila diperlukan dan juga memberikan gambaran yang lenih jelas
terhadap permasalahn yang terjadi.
Menurut
Sugiyono reduksi data adalah merangkum, menggolongkan, mengarahkan,
menyederhanakan, dan memilih hal-hal yang pokok serta membuang yang tidak
perlu. Dengan demikian data yang telah direduksi akan membarikan gabaran yang
jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengmpulan data selanjutnya dan
mencarinya bila diperlukan”.
2.
Penyajian Data (Data
Display)
Setelah
data-data yang dikumpulkan direduksi, langkah selanjutnya yang dilakukan adalah
penyajian data. Dalam Sugiyono (2013:245) mengemukakan : daalam penelitian
kualitatif, panyaji data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat,bagan,
hubungan antar kategori, dan sejenisnya. Kemudahan yang didapat panyajian data
ini adalah memahami fenomena yang terjadi di lapangan sehingga dapat melakukan
atau merencanakan kegiatan selanjutnya.
3.
Penyimpulan Data
Dari
hasil pengumpulan data yang diperoleh peneliti menemukakan berbagai hal penting
yang sesuai dengan kebutuhan penelitian. Pada saat mengolah data peneliti sudah
mendapat kesimpulan sementara, kesimpulan sementara yang masih berdasarkan data
akan dipahami dan dikomentari oleh peneliti yang akan mendeskripsikan atau
menarik suatu kesimpulan akhir dan penelitian yang telah diperoleh. Penelitian
berakhir ketikan peneliti sudah merasa bahwa data sudah jenuh dan penambahan
dara baru hanya berarti ketumpang tindiran.
Pada
periode yang pertamma pertanyaan-pertanyaan penelitian masih bersifat umu, dan
makin lama makin memfokus. Dengan dilakukan penelitian secara berulang-ulang
pada objek/subjek yang sama, tetapi seting dan teknik pengumpulan data yang
bervariasi, maka akan dapat ditemukan informasi yang objektif, valid dan
konsisten.
2.4 Tempat
dan waktu Kegiatan Magang
2.4.1 Tempat
Kegiatan Magang
Penelitian dilaksanakan di Dinas
Sosial Provinsi Malukudalam pengambilan data terkait dengan masalah yang
penulis temukan. Guna mendapatkan data yang lebih lengkap dan valid disamping
melakukan observasi diinternal Dinas Sosial penulis juga melakukan pengambilan
data di lokasi sebagai pembanding.
2.4.2 Waktu Kegiatan Magang
Penelitian dilaksanakan mulai dari
tanggal 3 Februari 2015 sampai tanggal 24 Maret 2015.
No comments:
Post a Comment