Thursday, April 5, 2018

IMPLEMENTASI KEWENANGAN CAMAT DI BIDANG PEKERJAAN UMUM DI KECAMATAN CIKARANG UTARA KABUPATEN BEKASI



BAB I
PENDAHULUAN

1.1            Latar Belakang
Perubahan Peraturan Perundang-Undangan terjadi pada Peraturan Perundang-Undangan mengenai Pemerintahan Daerah. Revisi Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah terjadi dalam kurun waktu yang cukup lama. Sebagai perbandingan, Undang-Undang Pemerintah Daerah yang berlaku pada masa Pemerintahan Orde Baru, yaitu Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974, baru direvisi pada masa Pemerintahan Reformasi, yaitu pada Tahun 1999, dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999. Kurun waktu yang cukup panjang (antara 1974-1999) ini tentunya bukan waktu yang sebentar dalam pemberlakuan Undang-Undang, sementara perkembangan rakyat Indonesia (terutama masyarakat daerah) begitu cepat. Perkembangan masyarakat ini tentunya harus diimbangi dengan revisi terhadap Peraturan Perundang-Undangan.
Keinginan merevisi Undang-Undang ini tidak hanya muncul karena kurang teraspirasikannya keinginan masyarakat daerah, tetapi dalam rangka menyesuaikan sistem ketatanegaraan Indonesia yang merujuk pada konstitusi hasil amandemen, terutama hal-hal yang berkaitan dengan Pemerintahan Daerah. Berkaitan dengan hal itu pada tahun 2004 disahkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Selanjutnya pada Tahun 2014 terjadi perubahan kembali atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 menjadi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Undang-undang tentang Pemerintahan Daerah memperjelas dan mempertegas hubungan hierarkis antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Dearah. Implementasi yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat berdasarkan asas kesatuan administrasi dan kesatuan wilayah. Rosidin (2010:45) menyatakan bahwa:
Sebagai konsekuensi dari Negara Kesatuan, Negara Republik Indonesia membagi wilayahnya menjadi daerah-daerah, yang terdiri atas Daerah Provinsi, Daerah Kabupaten, dan Kota. Daerah-Daerah ini saling berhubungan erat dengan Pemerintah Pusat. Sekalipun demikian, Daerah-Daerah tersebut diberi kewenangan untuk menyelenggarakan Pemerintahannya sesuai dengan aspirasi masyarakat.

Dalam rangka penyelenggaraan hubungan kewenangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Pasal 1 Ayat 2 “Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan Pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”.
Otonomi adalah Pemerintah yang mampu menyelenggarakan Pemerintahan, yang dituangkan dalam peraturan sendiri, sesuai dengan aspirasi masyarakat. Tertulis dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Pasal 1 Ayat 6 “Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri Urusan Pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Otonomi Daerah yang dikehendaki yaitu Pemerintah Pusat memberikan kewenangan kepada Pemerintah Daerah untuk menyelenggarakan kewenangan Pemerintah di bidang tertentu. Menurut Adisasmita (2011:2):
Otonomi Daerah diartikan sebagai pemberian kewenangan kepada daerah otonom (dalam hal ini adalah Kabupaten/Kota) untuk mengatur kepentingan daerahnya sesuai dengan aspirasi daerah setempat dan tidak menyalahi peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Secara prinsipil terdapat dua hal yang tercakup dalam otonomi, yaitu hak kewenangan untuk memanajemeni daerah, dan tanggung jawab terhadap kegagalan dalam memanajemeni daerahnya tersebut. Menurut Munir (2013:103) “pelimpahan kewenangan dalam Negara kesatuan merupakan sebagai usaha mewujudkan Pemerintahan yang demokratis, supaya Pemerintahan Daerah dapat berjalan efektif guna pemberdayaan kemaslahatan rakyat”.
Otonomi Daerah memiliki tujuan yaitu mempercepat terwujudnya kesejahteraan melalui peningkatan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, kesejahteraan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia, maka dari itu untuk mengefektifkan proses jalannya Pemerintahan perlu didukung melalui partisipasi dari Pemerintah Daerah itu sendiri. Partisipasi dari Pemerintah Daerah yang dimaksud yaitu memberikan pelayanan publik yang merata disetiap daerah yang merupakan tanggung jawab dari setiap Pemerintah Daerah untuk Implementasinya.
Untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui pelayanan publik tersebut maka Pemerintah Daerah melimpahkan sebagian wewenang kepada Camat dikarenakan Kecamatan merupakan frontline SKPD yang lebih dekat dengan masyarakat. Sehingga dengan lebih mudah mendengar serta secara cepat dalam pelaksanaan tugas dan dalam memberikan pelayanan sesuai aspirasi dan kebutuhan masyarakat. Hal ini tercantum dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Pasal 225 Ayat 1 telah tegas disebutkan bahwa:
Camat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 224 Ayat (1) mempunyai tugas:
a.    Menyelenggaraan Urusan Pemerintahan umum sebagaimana dimaksud dalam pasal 25 ayat (6);
b.    Mengoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat;
c.    Mengoordinasikan upaya penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum;
d.    Mengoordinasikan penerapan dan penegakan Perda dan Perkada;
e.    Mengoordinasikan pemeliharaan prasarana dan sarana pelayanan umum;
f.     Mengoordinasikan penyelenggaraan kegiatan Pemerintahan yang dilakukan oleh Perangkat Daerah di Kecamatan;
g.    Membina dan mengawasi penyelenggaraan kegiatan Desa dan/ atau Kelurahan;
h.    Melaksanakan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah Kabupaten/Kota yang tidak dilaksanakan oleh unit kerja Perangkat Daerah kabupaten/kota yang ada di Kecamatan; dan
i.      Melaksanakan tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Pasal 226 Ayat 1 menyebutkan “Selain melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 225 ayat (1), Camat mendapatkan pelimpahan sebagian Kewenangan Bupati/Wali kota untuk melaksanakan sebagian Urusan Pemerintahan yang menjadi Kewenangan Daerah Kabupaten/Kota”. 
Berdasarkan bunyi Pasal tersebut dapat diambil kesimpulan, bahwa dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Pasal 225 Ayat 1 dan 226 Ayat 1 Camat memiliki 2 kewenangan yakni kewenangan Atributif dan Delegatif. Wasistiono (2009:22) menyatakan:
Kewenangan dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu kewenangan atributif dan kewenangan delegatif. Kewenangan atributif adalah kewenangan yang melekat dan  diberikan kepada suatu institusi atau pejabat berdasarkan peraturan perundang-undangan, sedangkan kewenangan delegatif adalah kewenangan yang berasal dari pendelegasian kewenangan dari institusi atau pejabat yang lebih tinggi tingkatannya.

Tercantum pada Pasal 15 ayat 2 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 tentang Kecamatan, disebutkan bahwa Camat menerima pelimpahan sebagian urusan Otonomi Daerah yang meliputi beberapa aspek sebagai berikut:
a.   perizinan;
b.   rekomendasi;
c.   koordinasi;
d.   pembinaan;
e.   pengawasan;
f.    fasilitasi;
g.   penetapan;
h.  penyelenggaraan;
i.    kewenangan lain yang dilimpahkan.

Ini berarti bahwa Kecamatan berfungsi menjalankan sebagian kewenangan dari Desentralisasi. Tujuan utama dari pelimpahan kewenangan itu adalah untuk mempercepat proses dan meningkatkan mutu pelayanan kepada masyarakat sehingga masyarakat mendapatkan pelayanan yang optimal.
Kecamatan Cikarang Utara adalah salah satu Kecamatan yang ada di Kabupaten Bekasi. Untuk mengemban Misi yang diamanatkan oleh masyarakat maka Kabupaten Bekasi berusaha memberikan pelayanan semaksimal mungkin. Dengan melimpahkan sebagian kewenangannya kepada Camat dikarenakan Kecamatan sebagai perangkat daerah yang lebih dekat dengan masyarakat sehingga dapat memberikan pelayanan sesuai dengan kebutuhan masyarakat, hal ini tertera dalam Peraturan Bupati  Bekasi Nomor 5 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Perizinan, Non Perizinan, dan Pelimpahan sebagian Kewenangan untuk menangani sebagian urusan Otonomi Daerah di Kabupaten Bekasi. Di dalamnya tercantum sebagian wewenang yang dilimpahkan kepada Camat untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah.

TABEL 1.1
Jenis Kewenangan Bidang Pekerjaan Umum yang Didelegasikan kepada Camat di Kabupaten Bekasi
(Berdasarkan Peraturan Bupati Bekasi Nomor 5 Tahun 2010)

Jenis Kewenangan
a
Pengawasan terhadap Implementasi kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah
b
Pembinaan terhadap Implementasi manajemen kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Desa/Kelurahan
c
Pembinaan peran serta masyarakat terhadap pemeliharaan jalan dan perbaikan prasarana pengairan
d
Implementasi kegiatan pembangunan fisik dan non fisik sesuai dengan alokasi anggaran
e
Pengawasan, pengendalian dan penertiban terhadap bangunan liar di wilayah kecamatan masing-masing
f
Penertiban pelanggaran bangunan tanpa izin
g
Pemeliharaan dan rehab jalan lingkungan pemukiman (kecuali di lingkungan perumahan)
h
Pemeliharaan dan rehab drainase, berm, dan trotoar di lingkungan pemukiman(kecuali di lingkungan perumahan)
i
Pemberian rekomendasi penggalian jalan trotoar pada jalan umum dan jalan lingkungan yang dilaksanakan oleh instansi pengelola utilitas(PDAM, Listrik,Telkom)
j
Pemberian rekomendasi terhadap IMB yang akan diterbitkan
k
Pengawasan terhadap bangunan yang telah diterbitkan Izin Mendirikan Bangunan(IMB)
Sumber:   Seksi Ekonomi dan Pembangunan Kecamatan Cikarang Utara

Dalam melaksanakan beberapa kewenangan tersebut Camat dituntut untuk dapat melaksanakannya dengan sebaik mungkin sehingga masyarakat bisa mendapatkan pelayanan yang terbaik. Semua akan terlaksana dengan baik apabila faktor-faktor pendukungnya tersedia. Namun pada kenyataannya pelayanan aparat Kantor Camat Cikarang Utara masih sangat minim. Pada wawancara Sabtu 25 Oktober 2014 dengan Kepala Seksi Ekonomi dan Pembangunan, Bapak Sokimin S.AP mengatakan bahwa:
“...masih kurangnya aparatur kecamatan terlebih khusus pada Bidang Pekerjaan Umum yang dikoordinasikan dengan Seksi Ekonomi dan Pembangunan hanya berjumlah 4 orang, sangat tidak seimbang dengan jumlah penduduk Kecamatan Cikarang Utara. Terkait masalah sarana prasarana masih tergolong tidak memadai dikarenakan banyaknya sarana prasarana yang rusak akibat ketidakahlian aparat dalam mengoperasikannya dan mengingat umur dari sarana prasarana yang sudah tua, namun pihak Kecamatan tidak dapat menuntut untuk mendapatkan sarana prasarana yang baru yang lebih layak karena segala biaya terkait Bidang Pekerjaan Umum masih terpusat di APBD Kabupaten Bekasi, bahkan untuk biaya operasional pelaksanaan hal-hal terkait Bidang Pekerjaan Umum masih sangat minim...”

Dari hasil wawancara tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat faktor-faktor pendukung yang belum begitu memadai dalam mengimplementasikan wewenang Camat di Bidang Pekerjaan Umum. Dari terbatasnya personil khususnya di Bidang Pekerjaan Umum yang dikoordinasikan dengan Seksi Ekonomi dan Pembangunan, sehingga sangat berbanding terbalik antara jumlah personil dengan jumlah masyarakat yang memerlukan pelayanan di Bidang Pekerjaan Umum tersebut. Kurangnya personil berdampak pada kurangnya sosialisasi kepada masyarakat tentang hal-hal yang menyangkut Bidang Pekerjaan Umum. Sehingga masyarakat rendah akan kesadaran tentang kegiatan yang berkaitan dengan perizinan dalam Bidang Pekerjaan Umum, dan sering terjadi kekeliruan dalam pelaksanaannya. Kemudian sarana prasarana atau Fasilitas pelayanan di kantor masih sangat terbatas, hal ini dipengaruhi oleh faktor manusianya sendiri dalam mengoperasikannya, dan faktor dana dalam pengadaan sarana prasarana tersebut. Fasilitas tersebut berupa fasilitas ruangan, komputer dan kendaraan dinas. Oleh karena itu perlu adanya penambahaan dan perbaikan sesuai dengan kondisi tempat pelayanan tersebut yang mempengaruhi kelancaraan pelaksanaan tugas pelayanan kepada masyarakat. Sehingga masyarakat sebagai penerima pelayanan merasa puas dan nyaman.
Berdasarkan fokus penelitian dan pertimbangan maka judul yang diambil oleh penulis dalam penelitian ini adalah “IMPLEMENTASI KEWENANGAN CAMAT DI BIDANG PEKERJAAN UMUM DI KECAMATAN CIKARANG UTARA KABUPATEN BEKASI”

1.2            Permasalahan
1.2.1        Identifikasi Masalah
Adapun dengan banyaknya pelimpahan kewenangan yang ada di Kecamatan Cikarang Utara, maka dikiranya dapat diambil beberapa permasalahan yang terjadi:
1.            kurangnya personil yang ada di Kecamatan Cikarang Utara di Bidang Pekerjaan Umum.
2.            terbatasnya sarana prasarana yang menunjang Implementasi tugas kewenangan tersebut.
3.            kurangnya alokasi dana atau minimnya biaya sebagai biaya operasional Implementasi kewenangan.

1.2.2     Pembatasan Masalah
Untuk lebih mempertegas fokus dan lokus penelitian terhadap masalah yang akan diamati dan dikaji, dengan mengingat waktu yang ada, untuk lebih rinci penelitian ini dibatasi sampai pada Implementasi Kewenangan Camat di Bidang Pekerjaan Umum di Kecamatan Cikarang Utara.
1.2.3     Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi, maka masalah penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
1.  Bagaimana Implementasi kewenangan Camat di Bidang Pekerjaan Umum di Kecamatan Cikarang Utara Kabupaten Bekasi?
2.  Faktor apa yang menghambat dalam Implementasi kewenangan Camat di Bidang Pekerjaan Umum di Kecamatan Cikarang Utara Kabupaten Bekasi?

1.3            Maksud dan Tujuan Magang

1.3.1      Maksud
Adapun maksud dari magang adalah untuk mencari dan memperoleh data-data yang akurat dan yang diperlukan dalam menjawab masalah-masalah yang diteliti tentang Implementasi Kewenangan Camat di Bidang Pekerjaan Umum di Kecamatan Cikarang Utara Kabupaten Bekasi.

1.3.2      Tujuan
Tujuan dilaksanakannya penelitian adalah sebagai berikut:
1.         Untuk mengetahui dan mendeskripsikan Implementasi kewenangan Camat di Bidang Pekerjaan Umum di Kecamatan Cikarang Utara Kabupaten Bekasi.
2.         Untuk mengetahui dan mendeskripsikan faktor-faktor yang menjadi penghambat dalam Implementasi kewenangan Camat di Bidang Pekerjaan Umum di Kecamatan Cikarang Utara Kabupaten Bekasi.

1.4            Kegunaan Magang
1.4.1      kegunaan Praktis untuk Lokasi Magang
Hasil penulisan laporan akhir ini dapat memberikan masukan bagi Kabupaten Bekasi, khususnya dalam hal Implementasi kewenangan Camat sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

1.4.2      Kegunaan Praktis untuk Lembaga
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu tentang Politik Pemerintahan khususnya tentang Implementasi Kewenangan Camat dan dapat digunakan sebagai bahan kajian bagi praja dalam memahami permasalahan yang muncul serta memperoleh keterampilan dalam memecahkan masalah tersebut serta dapat dijadikan sebagai kajian-kajian dalam penelitian selanjutnya.





1.5            Definisi Konsep Obyek yang Diamati dan dikaji
1.5.1      Kebijakan Publik
Menurut Dye yang dikutip Young dan Quinn (2002:5) dalam Suharto (2010:44) memberikan definisi Kebijakan Publik secara luas, yakni “whatever governments choose to do or not to do”. Kebijakan Publik adalah segala sesuatu yang dikerjakan dan tidak dikerjakan oleh Pemerintah.
Sedangkan menurut David Easton dalam Luankali (2007:1) mendefinisikan “Kebijakan Publik sebagai alokasi nilai-nilai secara otoritatif untuk keseluruhan masyarakat, oleh karena tindakan Pemerintah itu merupakan hasil pilihan untuk berbuat sesuatu”. Pengertian lainnya menurut Carl Friedrich dalam Luankali (2007:2) “Kebijakan Publik sebagai keseluruhan rumusan kegiatan yang berisikan tujuan atau sasaran yang hendak dicapai”.
Lebih lanjut Anderson dalam Luankali (2007:2) mengatakan bahwa “Kebijakan Publik adalah hasil hubungan timbal balik antara suatu unit Pemerintahan dengan lingkungannya”. Kebijakan Publik pada dasarnya adalah suatu keputusan yang dimaksudkan untuk mengatasi kesalahan tertentu melakukan kegiatan tertentu, atau untuk mencapai tujuan tertentu yang dilakukan oleh instansi yang mempunyai wewenang dalam rangka penyelenggaraan tugas Pemerintahan Negara dan pembangunan, berlangsung dalam satu Kebijakan tertentu. Dalam kehidupan administrasi Negara secara formal, keputusan tersebut lazimnya dituangkan dalam berbagai bentuk peraturan perundang-undangan.
Kebijakan Publik tidak lahir begitu saja, namun melalui proses atau tahapan yang cukup panjang. Misalnya menurut William N. Dunn (2003:25) dalam Madani (2011:21) bahwa:
Proses pembuatan Kebijakan Publik selalu diawali oleh serangkaian kegiatan yang saling bertautan dan berhubungan antara satu dengan yang lain. Proses tersebut terdiri dari kegiatan penyusunan agenda kebijakan, formulasi kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi dan evaluasi atau penilaian sebuah kebijakan publik. Dilukiskan proses tersebut melalui visualisasi sebagai berikut:

Gambar 1.1
Tahap Proses Pembuatan Kebijakan
Perumusan masalah kebijakan
  Penyusunan Agenda
 
Penyusunan Agenda
 Perumusan Kebijakan
Peramalan
                                                                                              
  Adopsi Kebijakan
Implementasi Kebijakan
Rekomendasi
Pemantauan
Penilaian
Penilaian Kebijakan
 





Sumber: Dunn, 2003                                                                     
Penyusunan agenda yaitu agar suatu proses masalah bisa mendapatkan perhatian dari Pemerintah. Formulasi kebijakan merupakan proses perumusan pilihan-pilihan kebijakan oleh Pemerintah. Adopsi kebijakan merupakan proses ketika Pemerintah mengambil atau membuat pilihan untuk melakukan tindakan. Implementasi kebijakan yaitu proses melaksanakan kebijakan supaya mencapai hasil. Evaluasi yaitu proses untuk menilai hasil atau kinerja kebijakan yang telah dibuat. Kebijakan Publik dibuat bukannya tanpa maksud dan tujuan, maksud dan tujuan dari Kebijakan Publik adalah untuk memecahkan masalah atau mencari solusi alternatif dari masalah yang menjadi isu bersama yang berkembang di masyarakat melalui suatu proses yang kompleks dan saling berkaitan dan saling mempengaruhi.

1.5.2      Implementasi
Menurut Van Meter dan Van Horn (1975:462-474) dalam Syafri dan Israwan Setyoko (2008:19) :
Implementasi kebijakan pada dasarnya merupakan penilaian atas tercapainya standar dan sasaran tertentu yang telah ditetapkan dalam suatu kebijakan. Ada beberapa variabel penting yang mempengaruhinya yaitu :
a.    Ukuran dan tujuan kebijakan
b.    Sumber-sumber kebijakan
c.    karakteristik badan atau lembaga pelaksanaan
d.    komunikasi antar organisasi terkait dan aktivitas pelaksanaan
e.    kondisi ekonomi, sosial dan politik, dan
f.     sikap para pelaksana kebijakan

Pengertian Implementasi menurut pandangan Lesterdan Stewart dalam Budi Winarno (2012:147) menyebutkan bahwa:
Implementasi kebijakan dipandang dalam pengertian yang luas, merupakan tahap dari proses kebijakan segera setelah penetapan Undang-Undang. Implementasi dipandang secara luas mempunyai makna pelaksanaan Undang-Undang dimana berbagai aktor, organisasi, prosedur, dan teknik bekerja bersama-sama untuk menjalankan kebijakan dalam upaya untuk meraih tujuan-tujuan kebijakan atau program-program.

Menurut Edward III dalam Indiahono (2009:31) mengatakan bahwa Implementasi kebijakan publik menunjuk empat variabel yang berperan penting dalam pencapaian keberhasilan Implementasi. Empat variabel tersebut adalah:
a.    Komunikasi
Menunjuk bahwa setiap kebijakan akan dapat dilaksanakan dengan baik jika terjadi komunikasi efektif antara pelaksana program (kebijakan) dengan para kelompok sasaran (target group). Tujuan dan sasaran dari program/kebijakan dapat disosialisasikan secara baik sehingga dapat menghindari adanya distori atas kebijakan dan program. Ini menjadi penting karena semakin tinggi penolakan dan kekeliruan dalam mengaplikasikan program dan kebijakan dalam ranah yang sesungguhnya.
b.    Sumber daya
Menunjuk setiap kebijakan harus didukung oleh sumber daya yang memadai, baik sumber daya manusia maupun sumber daya finansial. Sumber daya manusia adalah kecukupan baik kualitas maupun kuantitas implementor yang dapat melingkupi seluruh kelompok sasaran. Sumber daya finansial adalah kecukupan modal investasi atas sebuah program/kebijakan. Sebab tanpa kehandalan implementor, kebijakan menjadi kurang enerjik dan berjalan lambat dan seadanya. Sedangkan, sumber daya finansial tanpa ada dukungan finansial yang memadai, program tak dapat berjalan efektif dan cepat dalam mencapai tujuan dan sasaran.


c.    Disposisi
Menunjuk karakteristik yang menempel erat kepada implementor kebijakan/program. Karakter yang penting dimiliki oleh implementor adalah kejujuran, komitmen dan demokratis. Implementor yang memiliki komitmen tinggi dan jujur akan senantiasa bertahan diantara hambatan yang ditemui. Komitmen dan kejujurannya membawanya semakin antusias dalam melaksanakan tahap-tahap program secara konsisten. Sikap yang demokratis akan meningkatkan kesan baik implementor dan menurunkan resistensi dari masyarakat dan menumbuhkan rasa percaya dan kepedulian kelompok sasaran terhadap implementor dan program/kebijakan.
d.    Struktur Birokrasi
Aspek struktur birokrasi ini mencakup dua hal penting pertama adalah mekanisme, dan struktur organisasi pelaksana sendiri. Mekanisme implementasi program biasanya sudah ditetapkan melalui Standard Operating Procedur (SOP) yang dicantumkan dalam guideline program/kebijakan. SOP yang baik mencantumkan kerangka kerja yang jelas, sistematis, tidak berbelit dan mudah dipahami oleh siapapun karena akan menjadi acuan dalam bekerjanya implementor. Sedangkan struktur organisasi pelaksanapun sejauh mungkin menghindari hal yang berbelit, panjang dan kompleks. Struktur organisasi pelaksana harus dapat menjamin adanya pengambilan keputusan atas kejadian luar biasa dalam program secara cepat.

Implementasi diartikan sebagai suatu proses mentransformasikan sebuah rencana atau program yang telah disusun dan ditetapkan sebelumnya, sehingga rencana atau program tersebut dapat menghasilkan sesuatu yang diharapkan sesuai dengan rencana atau program yang telah ditetapkan.



1.5.3      Kewenangan Atributif dan Delegatif
Sadu Wasistiono (2009:49) menerangkan bahwa:
Kewenangan berkaitan dengan kekuasaan atau hak untuk melakukan atau memerintah, atau mengambil tindakan melalui orang lain. Sedangkan pendelegasian dimaksudkan sebagai pelimpahan kewenangan dari seorang eksekutif atau unit organisasi kepada yang lain untuk menyelesaikan sebagian tugas-tugas tertentu.

Rosidin (2010:88) “Kewenangan Atributif merupakan kewenangan yang melekat pada satuan Pemerintahan atas dasar Peraturan Perundang-undangan yang membentuknya”. Pada Camat kewenangan ini merupakan kewenangan yang pada dasarnya telah secara otomatis didapat oleh Camat sebagai kewajiban untuk dilaksanakan.
Menurut Rosidin (2010:90) Kewenangan Delegatif adalah “kewenangan yang didelegasikan dari satuan Pemerintah yang lebih besar kepada satuan Pemerintah yang lebih kecil. Kewenangan Delegatif tidak dapat didelegasikan kepada Pemerintah lainnya karena bukan kewenangan yang melekat pada satuan Pemerintah yang bersangkutan”. Seperti hal nya Camat mendapatkan pendelegasian kewenangan dari Bupati untuk melaksanakan sebagian urusan Pemerintahan di bidang tertentu.

1.5.4      Bidang Pekerjaan Umum
Bidang Pekerjaan Umum adalah unsur pelaksana Pemerintah Daerah dalam perumusan, perencanaan, dan penyelenggara semua kegiatan menyangkut Pekerjaan Umum yang mana dalam melaksanakan tugas dan fungsinya secara administratif dikoordinasikan oleh seksi Ekonomi dan Pembangunan. Bidang Pekerjaan Umum di Kecamatan Cikarang Utara mempunyai tugas membantu Camat dalam melaksanakan urusan Pemerintahan Daerah Bidang Pekerjaan Umum berdasarkan asas otonomi, tugas pembantuan dan dekonsentrasi. Serta fungsinya seperti perumusan kebijakan teknis Bidang Pekerjaan Umum, perencanaan program dan kegiatan Bidang Pekerjaan Umum, penyelenggaraan urusan Pemerintahan dan pelayanan umum Bidang Pekerjaan Umum, pengkoordinasian dan pembinaan tugas Bidang Pekerjaan Umum,  pengendalian dan evaluasi Implementasi tugas Bidang Pekerjaan Umum, Implementasi tugas lain yang diberikan oleh atasan sesuai dengan bidang tugas dan fungsinya.

No comments:

Post a Comment

buku bimbingan

                                                                                                                                            ...

082126189815

Name

Email *

Message *