Thursday, April 5, 2018

Pelaksanaan Pemilihan Langsung Anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa di Kecamatan Dusun Selatan Kabupaten Barito Selatan Provinsi Kalimantan Tengah



BAB I
PENDAHULUAN

1.1      Latar Belakang Laporan Akhir
Pemerintah pada tanggal 15 Januari 2014 telah menetapkan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Dalam konsideran undang-undang tersebut disampaikan bahwa Desa memiliki hak asal-usul dan hak tradisional dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat dan berperan mewujudkan cita-cita kemerdekaan sehingga Desa perlu dilindungi dan diberdayakan agar menjadi kuat, mandiri, maju dan demokratis sehingga dapat menciptakan landasan yang kuat dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangunan menuju masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera.
Terdapat beberapa keistimewaan dalam Undang-Undang No 6 Tahun 2014 tentang Desa ini, antara lain sebagai berikut :
1.    Alokasi Dana Desa
Dalam pasal 72 disebutkan setiap desa di seluruh Indonesia akan menerima alokasi dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang bersumber dari belanja pusat. Total dana yang dialokasikan tersebut mencapai 10% dari dana perimbangan yang diterima Kabupaten/Kota dalam APBD setelah dikurangi dengan Dana Alokasi Khusus (DAK). 
2.    Penghasilan Tetap Kepala Desa.
Menurut pasal 66 Kepala desa atau yang disebut dengan nama lain memperoleh gajih dan penghasilan tetap tiap bulan. Penghasilan kepala desa dan perangkat desa bersumber dari dana perimbangan dalam APBN yang diterima oleh kabupaten/kota ditetapkan APBD. Selain penghasilan tetap yang dimaksud, Kepala Desa juga memperoleh jaminan kesehatan dan penerimaan lainnya yang sah.
3.    Masa Jabatan Kepala Desa bertambah.
Dalam pasal 39 masa jabatan Kepala Desa adalah 6 (enam) tahun dan dapat menjabat paling banyak 3 (tiga) kali masa jabatan secara berturut-turut atau tidak secara berturut-turut. Demikian juga dengan masa jabatan Badan Permusyawaratan Desa (BPD).
4.    Penguatan fungsi Badan Permusyawaratan Desa.
Di sini ada  penambahan fungsi BPD yaitu pada huruf c pasal 55 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yaitu melakukan pengawasan kinerja Kepala Desa. Hal ini berbeda dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, dimana dalam pasal 209 disebutkan Badan Permusyawaratan Desa berfungsi menetapkan peraturan desa bersama kepala desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat.

5.    Penambahan Kewenangan Kepala Desa.
Dalam pasal 72 mencantumkan  akan adanya pembagian kewenangan tambahan dari pemerintah daerah yang merupakan kewenangan untuk meningkatkan kesajahteraan masyarakat yaitu adanya peluang desa untuk mengatur penerimaan yang merupakan pendapatan desa.
            Pelaksanaan ketentuan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa  telah dimuat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
           Ditetapkannya Undang-Undang tentang Desa yang baru  diharapkan Desa dapat menjadi lebih maju dan mandiri serta rakyatnya lebih sejahtera. Dengan alokasi dana yang besar kepada desa diharapkan dapat mengakselerasi pembangunan dan diharapkan kepala desa serta Badan Permusyawaratan Desa dapat mengambil kebijakan secara mandiri dalam mengelola potensi dan pembangunan desanya, tanpa didikte oleh Kepala Daerah atau Pemerintah Pusat seperti yang berlangsung saat ini.
Berdasarkan fungsi Badan Permusyawaratan Desa dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, maka penulis menyimpulkan betapa pentingnya peran Badan Permusyawaratan Desa sebagai perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa.
Pasal 56 Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa menyebutkan bahwa Anggota Badan Permusyawaratan Desa merupakan wakil dari penduduk desa berdasarkan keterwakilan wilayah yang pengisiannya dilakukan secara demokratis.
Pasal 72 ayat 1 (satu) dan 2 (dua) Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa menyebutkan bahwa pengisian Anggota Badan Permusyawaratan Desa dilakukan secara demokratis melalui proses pemilihan secara langsung atau musyawarah perwakilan dengan menjamin keterwakilan perempuan dan Kepala Desa berhak membentuk panitia pengisian keanggotaan Badan Permusyawaratan Desa dan ditetapkan dengan keputusan Kepala Desa.
Dalam rangka penyelenggaraan pemilihan anggota Badan Permusyawaratan Desa yang demokratis, maka beberapa Desa di Kecamatan Dusun Selatan Kabupaten Barito Selatan telah melaksanakan pemilihan langsung untuk menentukan Anggota Badan Permusyawaratan Desanya.
Menurut informasi yang penulis dapat dari Narasumber di daerah yaitu Kasubag perencanaan, evaluasi dan pelaporan di Kecamatan Dusun Selatan, ada 4 (empat) desa yang bermasalah terkait pelaksanaan pemilihan angota BPD, yaitu antaralain Desa Kalahien, Tanjung Jawa, Lembeng, dan Madara. Di keempat desa tersebut ada  warga yang mengajukan gugatan terhadap Calon Anggota BPD karena tidak memenuhi syarat dalam peraturan perundang-undangan tentang desa. Sebagai contoh, di Desa Tanjung Jawa, berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa menyatakan bahwa calon anggota BPD berusia paling rendah dua puluh tahun dan atau sudah menikah, namun yang terjadi di Desa Tanjung Jawa, warga menggugat calon anggota BPD karena ketika pendaftaran dan penetapan hasil BPD terpilih belum berusia dua puluh tahun dan juga belum menikah.
Di Desa Madara, Warga belum memahami Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan Peraturan Pelaksananya. Terdapat gugatan yang salah dari warga Desa terhadap salah seorang calon Anggota BPD di mana Warga Desa menganggap bahwa orang tersebut tidak pantas naik menjadi anggota BPD karena belum menikah, pedahal orang tersebut sudah berumur di atas dua puluh tahun walaupun belum pernah menikah.
Ketertiban dalam pelaksanaan pemilihan anggota BPD di Kecamatan Dusun Selatan, panitia pemilihan sudah membuat peraturan pemilihan sesuai dengan yang diamanatkan dalam Surat Edaran Bupati Barito Selatan Nomor: B-199/AS.I-PEM/130/06/2014 tentang petunjuk Pelaksanaan Pemilihan Anggota BPD di wilayah Kabupaten Barito Selatan pada angka 2.1 yaitu “Membuat Tata Tertib Pelaksanaan Pemilihan atau Musyawarah dan Mufakat Anggota BPD yang ditetapkan dengan keputusan Ketua Panitia”. Kenyataannya yang terjadi adalah tidak adanya realisasi dari perwujudan tatatertib tersebut oleh panitia pemilihan sendiri. Contoh perilaku panitia yang menyimpang menurut surat gugatan warga Desa Lembeng yaitu:
1.    Tidak ada hasil berita acara dari masing-masing TPS (TPS 1 dan TPS 2)
2.    TPS 2 yang sudah ditutup, kepergok melayani pencoblosan di jalan/pinggir hutan
3.    Kotak suara TPS 2, hanya disegel memakai daun pisang
4.    Adanya penggabungan surat suara dalam satu kotak suara, sebelum diadakan perhitungan surat suara masing-masing TPS.
5.    Anggota panitia yang tidak punya hak pilih, ikut memilih.
Pendanaan yang minim juga menghambat proses pemilihan anggota BPD di Kecamatan Dusun Selatan. Dana yang tersedia tidak mencukupi untuk melaksanakan kegiatan pemilihan sehingga panitia meminta sumbangan dari si calon atau pihak ke tiga yang tidak mengikat, sedangkan bantuan dari Pemerintah Daerah Barito Selatan baru dicairkan setelah pemilihan selesai dengan kisaran dana yang minim yaitu seperti yang terdapat dalam surat keterangan rincian bantuan biaya pemilihan BPD Kabupaten Barito Selatan Tahun 2014.
Berdasarkan uraian tersebut di atas maka penulis tertarik untuk menyusun Laporan Akhir dengan judul “Pelaksanaan Pemilihan Langsung Anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa di Kecamatan Dusun Selatan Kabupaten Barito Selatan Provinsi Kalimantan Tengah”.  

1.2      Permasalahan
1.2.1 Identifikasi Masalah di Lokasi Magang
Berdasarkan uraian latar belakang dalam hal ini penulis mengidentifikasikan masalah sebagai berikut:
1.    Kurangnya Sosialisasi Pemerintah baik Pemerintah Daerah Kabupaten maupun Desa kepada masyarakat desa mengenai Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dalam rangka pemilihan Anggota BPD.
2.    Kurangnya kompetensi Panitia Pemilihan Anggota BPD dalam melaksanakan Pemilihan Langsung Anggota BPD di Kecamatan Dusun Selatan.  
3.    Tidak adanya pengawasan yang ketat serta saksi-saksi yang diikutsertakan dalam proses pemilihan Anggota BPD.
4.     Tidak adanya pemberian sanksi yang tegas dalam menanggapi  perilaku menyimpang oleh panitia pemilihan langsung anggota BPD maupun warga desa dalam pelaksanakan pemilihan langsung anggota BPD.
5.    Kurangnya anggaran desa dalam melaksanakan kegiatan pemilihan langsung anggota Badan Permusyawaratan Desa.

1.2.2        Pembatasan Masalah
Mengingat luasnya permasalahan yang dihadapi dan waktu yang terbatas maka penulis hanya membatasi penelitian terhadap Pelaksanaan Pemilihan Anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa di Kecamatan Dusun Selatan Kabupaten Barito Selatan khususnya di 4 (empat) desa yaitu Desa Kalahien, Tanjung Jawa, Lembeng, dan Madara di Kecamatan Dusun Selatan Kabupaten Barito Selatan .
1.2.3     Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas maka penulis memfokuskan penelitian kepada :
1.    Bagaimana pelaksanaan pemilihan langsung anggota BPD di Kecamatan Dusun Selatan Kabupaten Barito Selatan?
2.    Faktor-faktor apa yang menjadi pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan pemilihan langsung anggota BPD di Kecamatan Dusun Selatan Kabupaten Barito Selatan?
3.    Upaya apa yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi faktor-faktor yang menjadi pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan pemilihan langsung anggota BPD di Kecamatan Dusun Selatan Kabupaten Barito Selatan?



1.3        Maksud dan Tujuan Magang
1.3.1     Maksud Magang
Maksud magang adalah untuk memperoleh data dan informasi yang selanjutnya akan digunakan untuk membahas tentang proses pelaksanaan Pemilu Anggota BPD di Kecamatan Dusun Selatan Kabupaten Barito Selatan yang meliputi, faktor-faktor yang menjadi kendala, apa saja solusinya, serta dampak-dampak  yang ditimbulkannya bagi pembangunan kesejahteraan masyarakat Desa di Kecamatan Dusun Selatan Kabupaten Barito Selatan

1.3.2     Tujuan Magang
Tujuan yang ingin diperoleh dari kegiatan magang ini adalah sebagai berikut:
1.    Untuk mengetahui bagaimana  pemilihan langsung anggota Badan Permusyawaratan Desa di Kecamatan Dusun Selatan Kabupaten Barito Selatan.
2.    Untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi pendukung dan penghambat dalam proses pelaksanaan pemilihan langsung anggota Badan Permusyawaratan Desa di Kecamatan Dusun Selatan Kabupaten Barito Selatan.
3.    Untuk mengetahui upaya apa yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi faktor-faktor yang menjadi pendukung dan penghambat dalam pemilihan langsung anggota Badan Permusyawaratan Desa di Kecamatan Dusun Selatan Kabupaten Barito Selatan?

1.4        Kegunaan Magang
1.4.1     Kegunaan Praktis untuk Lokasi Magang
1.      Menjadi perbandingan dalam suatu pengembangan ilmu pengetahuan, yang pada khususnya ilmu politik pemerintahan dalam meningkatkan partisipasi masyarakat dalam proses demokrasi di Kecamatan Dusun Selatan dan diharapkan akan terjadinya peningkatan pembangunan desa yang berdampak pada kesejahteraan masyarakat di Kecamatan Dusun Selatan.
2.  Bagi penulis hal ini juga dapat dijadikan sebagai suatu bentuk pengalaman dan pembelajaran untuk melaksanakan tugas dilapangan nantinya.

1.4.2    Kegunaan Praktis untuk Lembaga
1.  Sebagai syarat guna memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan  pendidikan Diploma IV Pemerintahan pada Institut Pemerintahan Dalam Negeri.
2.  Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan kajian dan referensi penelitian bagi praja Institut Pemerintahan Dalam Negeri dalam menambah khasanah pengetahuan tentang peningkatan kualitas pelayanan publik.
1.5        Definisi Konsep Objek yang diamati dan dikaji
1.5.1     Definisi Pelaksanaan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pelaksanaan adalah proses, cara, pembuatan melaksanakan. Sedangkan implementasi diartikan sebagai pelaksanaan atau penerapan. Van Meter dan Horn dalam Purwanto dan Sulistyastuti (2012:20) mendefinisikan implementasi atau pelaksanaan secara lebih spesifik yaitu:
“Policy implementation encompasses those action by public or objectives set forth individuals (or group) that are directed at the achievement of objectives set forth in prior policy decisions”
“Implementasi kebijakan meliputi tindakan-tindakan oleh masyarakat atau tujuan yang ditetapkan individu (atau kelompok) yang diarahkan pada pencapaian tujuan yang ditetapkan dalam keputusan kebijakan sebelumnya”.
       Mazmanian dan Sabatier dalam Wahab (2012:135) menjelaskan makna implementasi atau pelaksanaan ini dengan mengatakan bahwa:
“Memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah program dinyatakan berlaku atau dirumuskan merupakan fokus perhatian implementasi kebijakan, yakni kejadian-kejadian dan kegiatan-kegiatan yang timbul sesudah disahkannya pedoman kebijakan publik yang mencakup baik usaha-usaha untuk mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan akibat/dampak nyata pada masyarakat atau kejadian-kejadian”
 Kesimpulannya bahwa implementasi atau pelaksanaan adalah kegiatan untuk mendistribusikan keluaran kebijakan (to deliver policy output) yang dilakukan oleh para implementer kepada kelompok sasaran (target group) yang menimbulkan kejadian dan kegiatan-kegiatan sebagai upaya untuk mewujudkan tujuan kebijakan.
Model Implementasi menurut Edward III dalam Nugroho (2014:673) menyarankan untuk memperhatikan empat isu pokok agar implementasi kebijakan menjadi efektif, yaitu communication, resource, disposition, or attitudes, dan burreaucratic structures. Secara lebih rinci model implementasi menurut Edward III dijelaskan dalam Nugroho (2014:673) :
Komunikasi berkenaan dengan bagaimana kebijakan dikomunikasikan kepada organisasi dan/atau publik dan sikap serta tanggapan dari para pihak yang terlibat. Resouces berkenaan dengan ketersediaan sumberdaya pendukung, khususnya sumberdaya manusia, dimana hal ini berkenaan dengan kecakapan dari pelaksana kebijakan publik untuk carry out kebijakan secara afektif. Disposition berkenaan dengan kesediaan dari para implementor untuk carry out kebijakan publik tersebut. Kecakapan saja tidak mencukupi, tanpa kesediaan dan komitmen untuk melaksanakan kebijakan. Struktur birokrasi berkenaan dengan kesesuaian organisasi birokrasi yang menjadi penyelenggara implementasi jebijakan publik.Tantangannya adalah bagaimana agar tidak bureaucratic fragmentation, karena ini menjadikan proses implementasi menjadi jauh dari efektif.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa 4 isu pokok dalam implementasi atau pelaksanaan kebijakan yaitu komunikasi yang baik, sumberdaya yang berkualitas, kesediaan dan komitmen, serta prosedur kerja dan koordinasi yang baik dalam struktur birokrasi dapat menyukseskan pelaksanaan suatu kebijakan sehingga tujuan-tujuan yang ada bisa tercapai.





1.5.2    Definisi Pemilihan Langsung
Rahardiansah (2010:113) ”Demokrasi Langsung (direct democracy), yaitu suatu bentuk pemerintahan dimana hak untuk membuat keputusan-keputusan politik dijalankan secara langsung oleh seluruh warga negara yang bertindak berdasarkan prosedur mayoritas”.  
Ilham (2013:48) menyatakan bahwa:
Berdasarkan cara menyampaikan pendapat, demokrasi dibagi menjadi 3 (tiga), yaitu demokrasi langsung, demokrasi tidak langsung atau perwakilan, dan demokrasi perwakilan dengan sistem pengawasan langsung dari rakyat.
1.    Demokrasi Langsung
Di dalam demokrasi ini, rakyat diikutsertakan secara langsung dalam proses pengambilan keputusan untuk menjalankan kebijakan pemerintah.
2.    Demokrasi tidak langsung
Demokrasi ini dijalankan oelh rakyat dengan cara menunjuk wakil-wakilnya melalui pemilu yang akan membuat keputusan-keputusan politik berdasarkan aspirasi dari masyarakat yang diwakilinya.
3.    Demokrasi dengan Sistem Pengawasan Langsung dari Rakyat
Demokrasi ini merupakan perpaduan antara demokrasi langsung dengan demokrasi perwakilan. Dalam demokrasi ini, dalam melaksanakan tugasnya, para wakil rakyat tersebut diawasi dengan referendum dan inisiatif rakyat.
           Kesimpulan uraian di atas, demokrasi yang dimaksud oleh penulis adalah demokrasi langsung yang terwujud nyata dalam pelaksanaan pemilihan langsung anggota BPD di Kecamatan Dusun Selatan Kabupaten Barito Selatan.



1.5.3    Definisi Badan Permusyawaratan Desa
            Menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa pada pasal (1) ayat 4 (empat) menyatakan Badan Permusyawaratan Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara demokratis.
       Pasal 55 menyatakan Badan Permusyawaratan Desa mempunyai fungsi :
a.    Membahas dan menyepakati Rancangan Peraturan Desa bersama Kepala Desa;
b.    Menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat Desa; dan
c.    Melakukan pengawasan kinerja Desa
Pasal 58 ayat (1) menyatakan bahwa Jumlah anggota Badan Permusyawaratan Desa ditetapkan dengan jumlah gasal, paling sedikit 5 (lima) orang dan paling banyak 9 (sembilan) orang, dengan memperhatikan wilayah, perempuan, penduduk, dan kemampuan Keuangan Desa.
Pasal 59 ayat (1) menyatakan Pimpinan Badan Permusyawaratan Desa terdiri atas 1 (satu) orang ketua, 1 (satu) orang wakil ketua, dan 1 (satu) orang sekretaris.

No comments:

Post a Comment

buku bimbingan

                                                                                                                                            ...

082126189815

Name

Email *

Message *