BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Dalam
rangka untuk mensejahterahkan bangsa, negara dan rakyat Indonesia, pada dekade
sekarang ini pemerintah sedang giat-giatnya melakukan pembangunan disegala
sektor atau bidang atau dengan kata lain pembangunan multidimensional.
Pembangunan yang bersifat multidimensional adalah pembangunan yang bersifat
menyeluruh dan secara bertahap atau dengan nama lain pembangunan Nasional.
Negara
dalam sistem pemerintahan menjadi tumpuan pelayanan warga negara dalam
memperoleh jaminan atas hak-haknya maka peningkatan kualitas pelayanan(quality of service) akan semakin penting
Sementara itu Layanan publik dibagi menjadi dua kelompok yaitu layanan layanan public dan layanan civil . Layanan Public merupakan kewenangan pemerintah yang penyedianya
ialah pemerintah dan badan usaha melalui privatisasi sedangkan layanan civil
merupakan kewajiban pemerintah dimana penyedianya hanya pemerintah.
Berdasarkan
UU No 32 tahun 2004 tentang pemerintahan di daerah, disebutkan bahwa tujuan
pemberian otonomi adalah meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelengaraan
pemerintahan di daerah terutama dalam pelaksanaan pembangunan dan pelayanan
kestabilan politik dan kesatuan bangsa. Kondisi ini ditandai dengan era otonomi
luas dan kewenagan yang cukup besar pada daerah kabupaten dan kota. Hal ini
dapat dijadikan motivasi dan tantangan bagi pemerintah daerah untuk memajukan
dan mensejahterahkan masyarakat di wilayahnya.
Kota
Surabaya yang merupakan kota terbesar kedua di Indonesia setelah Jakarta adalah
kota yang masuk katagori kota terpadat dan teramai. Selain itu Kota Surabaya
memiliki potensi dalam sektor perparkiran. Namun potensi yang besar ini belum
dapat dioptimalkan karena pengelolaan
parkir yang belum maksimal. Contohnya didepan Kebun Binatang Surabaya(KBS) yang
setiap hari minggu macet hal ini disebabkan parkir sembarangan di sembarang
tempat. Selain itu sanksi yang ada belum
diterapkan dan dilaksanakan dengan baik. Berikut ini adalah tabel 1 tentang
jumlah kendaraan yang parkir insidentil di depan Kebun Binatang Surabaya
sebagai berikut :
Tabel
1 Jumlah Kendaraan yang Parkir Insidentil di depan Kebun Binatang Surabaya
Bulan Januari 2015
No
|
Hari
/Tanggal
|
Jumlah
Kendaraan
|
1
|
Minggu, 11 Januari 2015
|
623 Unit
|
2
|
Minggu, 18 Januari 2015
|
594 Unit
|
3
|
Minggu, 25 Januari 2015
|
601 Unit
|
4
|
Minggu, 1 Febuari 2015
|
655 Unit
|
Sumber : Dinas Perhubungan
Kota Surabaya Tahun 2015
Pertumbuhan
kendaraan bermotor dari tahun ke tahun mengalami pertumbuhan yang positif atau
terus meningkat. Pertumbuhan kendaraan bermotor yang cukup tinggi itu tidak
disertai dengan penambahan panjang jalan yang memadai.
Menurut
Malthus dalam Rozzi Munir dan budianto (1986: 29) menyatakan bahwa :
“Diseluruh dunia
manusia akan bertambah menurut deret ukur sedangkan produksi makanan hanya akan
bertambah menurut deret hitung . Artinya Jika pertumbuhan kendaraan bermotor
yang cukup tinggi itu semestinya harus dibarengi dengan penambahan panjang
jalan yang signifikan”.
Tabel
2
berikut menyajikan tentang perbandingan kendaraan bermotor dan panjang jalan
tahun 2010-2014
Tahun
|
Jumlah kendaraan
|
Panjang Jalan
|
2010
|
3.975.089 Unit
|
2.096,69
KM
|
2011
|
4.028.010 Unit
|
2.098.35 KM
|
2012
|
4.166.847
Unit
|
2.102,48
KM
|
2013
|
4.221.153 Unit
|
2.103,77 KM
|
Sumber data : www.surabayakita.com
Dari
tabel 2 tersebut
menggambarkan bahwa Pertumbuhan kendaraan bermotor di surabaya tiap tahun
mencapai 30%, sedangkan pertumbuhan panjang jalanan di kota surabaya hanya
0.28%. Fakta ini sangat riskan karena jalanan di surabaya menjadi tidak bisa
menampung jumlah kendaraan yang ada di surabaya. hal ini berkaitan dengan
persoalan lahan parkir. Parkir dibedakan menjadi dua yaitu parkir di tepi jalan
umum dan parkirdi tempat khusus parkir. Dalam kegiatan magang ini, penulis
ingin mengetahui sejauh mana kebijakan parkir ditepi jalan umum (Insidentil)
yang ada di Kota Surabaya khususnya di jalan Diponegoro dan Raya Darmo dapat di
Implementasikan sesuai dengan Peraturan Daerah Kota Surabaya no 1 tahun 2009.
Parkir
yang merupakan hasil atau sumber pendapatan asli daerah di seluruh
kabupaten/kota di Indonesia memiliki kontribusi dana yang besar untuk
pemerintah daerah kabupaten/kota, termasuk kota Surabaya. Hal ini dikarenakan
di Surabaya terdapat banyak tempat-tempat keramaian seperti hotel, restoran dan
tempat ibadah yang lahan parkirnya terbatas. Oleh karena itu pemerintah Kota
Surabaya melalui Dinas Perhubungan membuat Kebijakan Parkir Insidentil.
Kebijakan
tentang parkir insidentil diatur dalam
Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 1 Tahun 2009. Salah satu komponen yang
diatur dalam Peraturan Daerah tersebut adalah persoalan lokasi tempat parkir dan
penyelenggaraan tempat parkir. Penyelenggaraan tempat parkir merupakan
kewenangan pemerintah daerah dalam hal ini Pemerintah Kota Surabaya yang melimpahkan
kewenangan tersebut kepada Dinas Perhubungan Kota Surabaya. Penyelenggaraan
tempat parkir oleh Pemerintah Kota Surabaya Adalah:
1.
Parkir di tepi jalan umum adalah fasilitas parkir
kendaraan di jalan umum yang ditentukan oleh pemerintah daerah
2.
Tempat Khusus Parkir adalah tempat yang khusus
disediakan,dimiliki dan atau dikelola pemerintah daerah yang meliputi
pelataran/lingkungan parkir, taman parkir dan gedung parkir.
Penyelenggaraan
Tempat parkir dapat dilakukan dengan cara :
A.
Parkir Pasca Bayar adalah suatu bentuk pelayanan jasa parkir,dengan
membayar atas pelayanan parkir kepada juru parkir setelahselesai parkir.
B.
Parkir Zona Adalahsuatu bentuk pelayanan jasa parkir, dengan
ditetapkan tarif parkir tersendiri untuk setiap zona atau kawasantertentu.
C.
Parkir Progresif Adalahsuatu bentuk pelayanan jasa parkir, dengan
tarif sewa parkir
bertambah setiap 1 (satu) jam berikutnya
Tugas dan fungsi pemerintah dalam
mengatur sistem parkir adalah dengan menetapkan tempat-tempat mana saja yang
diperbolehkan untuk parkir insidentil. sehingga pengguna jalan yang lain tidak
merasa terganggu. Dalam permasalahan ini penulis mengangkat masalah tentang parkir
di tepi jalan umum yang kemudian menjadi parkir insidentil. Parkir Insidentil
adalah parkir di tepi jalan umum yang diselenggarakan oleh Pemerintah Kota
Surabaya secara tidak tetap atau tidak permanen karena adanya suatu kepentingan
atau keramaian.
Kondisi ini
bisa diamati di sekitar Jalan Diponegoro yang merupakan pintu masuk Kebun
Binatang Surabaya (KBS). Di KBS parkir isidentil dilegalkan karena lahan parkir
yang tidak memadai. Parkir insidentil di depan KBS diperbolehkan kurang lebih 300
meter dari depan KBS. Namun permasalahanya adalah parkir insidentil lebih dari 500 meter yang
berakibat macet parah di Jalan Dipenegoro dan sekitarnya.Di Jalan Raya
dipenogoro juga terdapat sebuah gereja yang tidak mempunyai lahan parkir. Dan
akhirnya memakai lajur paling kiri untuk parkir jemaat yang akan beribadah ke
gereja . Namun Dinas Perhubungan memberikan toleransi untuk parkir insidentil
pada hari Sabtu Minggu hal ini dikarenakan pada hari hari tersebut jalanan di
kota surabaya relatif sepi karena hari libur.
Kemudian pada
hari Jum’at ada sebuah masjid di Jalan Diponegoro yang mengadakan kegiatan
sholat jum’at kemudian meminta izin kepada dinas perhubungan untuk parkir
insidentil dikarenakan lahan parkir yang kurang memadai. apalagi surabaya merupakan kota industri dan
jasa sehingga bertambah banyak kendaraaan yang lalu lalang
. Berdasarkan
latar belakang tersebut sehingga penulis tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul “IMPLEMENTASI KEBIJAKAN
PARKIR INSIDENTIL KOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR”
1.2 Permasalahan
1.2.1 Identifikasi Masalah
Dari
uraian latar belakang tersebut diatas, maka penulis dapat mengidentifikasi
masalah sebagai berikut :
1.
Minimnya kapasitas parkir insidentil yang disediakan
2.
Penerapan Perda yang belum optimal
3.
Adanya kesulitan Dinas Perhunungan dalam menertibkan Juru
parkir yang ileggal atau tidak terdaftar
1.2.2 Pembatasan Masalah
Untuk
mempersempit ruang lingkup masalah, maka masalah dalam penelitian ini hanya
dibatasi yaitu Implementasi Kebijakan Parkir Insidentil Oleh Dinas Perhubungan
di Kota Surabaya provinsi Jawa Timur
1.2.3 Rumusan Masalah
Dari
identifikasi masalah yang disebutkan diatas maka penulis merumuskan masalah
sebagai berikut:
a.
Bagaimana Implementasi Peraturan Daerah Kota Surabaya nomor
1 tahun 2009 yang khususnya berkaitan dengan minimnya kapasitas parkir
insidentil di Kota Surabaya?
b.
Bagaimana sanksi yang diberikan oleh Dinas Perhubungan
Kota Surabaya tentang Parkir Insidentil tersebut?
c.
Bagaimana upaya Dinas Perhubungan untuk menertibkan
parkir liar di sekitaran parkir insidentil?
1.3 Maksud dan Tujuan
1.3.1 Maksud
Maksud
penelitian ini adalah agar masyarakat mengerti kebijakan parkir insidentil dan
diharapkan sadar untuk tidak melanggar peraturan ini. Selain itu memberikan
masukan kepada Dinas Perhubungan Kota Surabaya agar pelaksanaan parkir
insidentil lebih baik lagi.
1.3.2 Tujuan
Tujuan penelitian
ini adalah :
a.
Untuk mengetahui Kapasitas parkir sesuai Implementasi
Peraturan Daerah Kota Surabaya No 1 tahun 2009 tentang Parkir Insidentil
b.
Untuk mengetahui apa saja Prosedur dalam pelaksanaan
parkir Insidentil
c.
Memberikan masukan apa-apa saja yang harus diperbaiki
dalam pelaksanaan parkir insidentil, dalam hal ini menertibkan juru parkir
1.4 Kegunaan
1.4.1 Kegunaaan Praktis
1.
Kegunaan Praktis bagi Dinas perhubungan Kota Surabaya,
Secara praktis penelitian ini memberikan sumbangan pemikiran untuk pemerintah
kota surabaya melalui dinas perhubungan kota surabaya khususnya dalam
pelaksanaan Parkir Insidentil
2.
Kegunaan Praktis bagi Institut Pemerintahan Dalam Negeri,
secara praktis hasil dari peneltian ini bermanfaat menambah bahan referensi
untuk penelitian selanjutnya
1.5 Definisi Konsep obyek yang diamati dan dikaji
1.5.1 Pengertian Implementasi
Berdasarkan
fenomena empirik yang telah diamati oleh penulis dan telah diuraikan maka
selanjutnya penulis mengaitkan fenomena atau permasalahan tersebut dengan teori
yang berkaitan dan relevan dari yang mendasari pelaksanaan atau implementasi
kebijakan, dalam hal ini pemerintah dalam pelaksanaan parkir , Menurut Van
Mater dan Carl E.Va dalam widodo (2011:86) menguraikan batas implementasi
meliputi :
Implementasi Kebijakan
menekan pada suatu tindakan baik yang dilakukan oleh pihak pemerintah maupun
individu( atau kelompok) swasta yang diarhkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang
telah ditetapkan dalam suatu keputusan kebijakan sebelumnya. Pada suatu saat
tindakan-tindakan ini berusaha mentransformasikan keputusan-keputusan menjadi
pola-pola operasional serta melanjutkan usaha-usaha tersebut untuk mencapai perubahan
baik besar maupun kecil yang diamanatkan oleh keputusan-keputusan kebijakan
tertentu.
Selain
itu pengertian Imlementasi Secara etimologi adalah realisasi atau tindak lanjut
dari suatu pelaksanaan, yang mencakup perihal perbuatan dari usaha tertentu.
Implementasi menurut Jones (dalam Widodo 2009:86) diartikan sebagai “Getting the job done and doing it”, (memperoleh
dan mengerjakan suatu pekerjaan). Wahab (2004:84), menyatakan bahwa :
Dalam implementasi sebagian batas program pemerintah pasti akan melibatkan
sejumlah pembuat kebijakan lain yang berusaha keras mempengaruhi
perilaku-perilaku birokrasi atau pejabat-pejabat lapangan dalam rangka
pemberian pelayanan atau jasa kepada masyarakat untuk mengatur perilaku dari
suatu kelompok sasaran.
Implementasi
dilihat sebagai suatu kegiatan di lapangan berfokus kepada tindakan/ perilaku
para pejabat-pejabat dan instansi di lapangan, dalam upaya untuk menanggulangi
gangguan-gangguan yang terjadi pada wilayah kerjanya yang disebabkan oleh
usaha-usaha dari pejabat di luar instansi demi mencapai berhasilnya suatu
kebijakan baru.
Pada
dasarnya Implementasi terdiri dari lima tahapan (Wahab,2004:87), yaitu :
a.
Output-output kebijakan (keputusan-keputusan) dari
badan-badan pelaksana
b.
Kepatuhan-kepatuhan kelompok sasaran terhadap kebijakan
tersebut
c.
Dampak nyata keputusan-keputusan tersebut
d.
Persepsi terhadap dampak keputusan-keputusan tersebut
e.
Evaluasi sistem politik terhadap undang-undang, baik
berupa perbaikan mendasar atau upaya untuk melaksanakan perbaikan dalam hal
isinya.
Berdasarkan
pengertian diatas,maka dapat diambil kesimpulan bahwa dalam proses implementasi
sekurang-kurangnya terdapat tiga unsur yang penting dan mutlak yaitu :
a.
Adanya Program yang dijalankan
b.
Target atau sasaran yang dituju, yaitu kelompok
masyarakat yang diharapkan dapat menerima manfaat dari program tersebut dalam
perubahan dan peningkatan
c.
Unsur Pelaksana atau perorangan yang bertanggung jawab
dalam pengelolaan, pelaksanaan dan pengawasan dari proses implementasi
tersebut.
1.5.2 Pengertian Kebijakan
Thomas
R.Dye dalam winarno (2004:15) mengatakan :
“Kebijakan itu dalah apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan
atau tidak dilakukan . definisi tersebut mengandung makna bila pemerintah
memilih untuk melakukan sesuatu, maka harus ada tujuanya, dan kebijakan itu
harus mencakup semua tindakan pemerintah, tidak hanya sebatas keinginan, dan
apabila memilih tidak melakukan sesuatu apapun termasuk kebijakan. Hal tersebut
karena sesuatu yang tidak dilakukan oleh pemerintah tetap akan mempunyai
dampak, sama dengan yang dilakukan pemerintah”.
Dalam hal yang
sama Dunn (2003:1) mengatakan :
“Analisi kebijakan adalah aktifitas menciptakan pengetahuan tentang dan
dalam proses pembuatan kebijakan. Analisis kebijakan bersifat deskriptif,
diambil dari disiplin-disiplin tradisional( Misalnya, ilmu politik) yang
mencari pengetahuan tentang sebab dan akibat dari kebijakan-kebijakan publik”.
Adapun tahap-tahap
dalam proses pembuatan kebijakan(Dunn 2003:4) adalah :
1.
Penyusunan agenda
2.
Formulasi kebijakan
3.
Adopsi kebijakan
4.
Implementasi kebijakan
5.
Penilaian kebijakan
1.5.3 Pengertian Parkir dan Parkir Insidentil
Pengertian
parkir menurut keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 73 Tahun 1999 tentang
Pedoman Pelayanan Parkir di Daerah bahwa “Parkir adalah kendaraan tidak
bergerak suatu kendaraan yang bersifat sementara”. Sedangkan Parkir Insidentil
menurut Peraturan Daerah Kota Surabaya nomor 1 tahun 2009 adalah parkir di tepi
jalan umum yang diselenggarakan pemerintah daerah secara tidak tetap atau
permanen karena adanya suatu kepentingan atau keramaian. Pelayanan parkir di
tepi jalan umum adalah penyediaan pelayanan
parkir di tepi jalan umum yang ditentukan oleh pemerintah daerah.
Permasalahan
perparkiran di Kota Surabaya ini semakin kompleks baik dari segi kualitas
maupun kuantitas. Hal ini membutuhkan perencanaan dan penaganan yang seksama ,
terutama dalam mengantisipasi kecenderungan dalam nmeningkatnya permintaan akan
jasa transportasi dimasa yang akan datang.
Salah satu
permasalahan di Kota Surabaya adalah permasalahan transportasi, dan terkait
dengan permasalahan transportasi tersebut adalah permasalahan parkir dan
pertumbuhan panjang jalan.
Permasalahan
parkir di Kota Surabaya , terutama perparkiran yang dikelola oleh Dinas
Perhubungan Kota Surabaya yaitu parkir
“on street” ( Di badan Jalan atau di
Tepi Jalan Umum(TJU) ) penyebab terjadinya adalah :
1.
Kurangnya
tersedianya prasarana gedung parkir
2.
Minimnya
Satuan Ruang Parkir (SRP)
3.
Banyaknya
parkir liar yang dikuasai oleh Juru Parkir Liar
4.
Volume
lalu lintas yang tinggi
Upaya-upaya
untuk mengoptimalkan kinerja pengelolaan parkir di Kota Surabaya tidak terlepas
dari upaya untuk mengoptimalkan sistem pelayanan parkir, salah satu upaya
tersebut adalah park on street yang tepat guna.
Menurut
Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 Pasal 9 tentang Pembagian Jalan dinyatakan
bahwa :
1.
Jalan umum menurut statusnya dikelompokan menjadi Jalan
Nasional, Jalan Provinsi, Jalan Kabupaten, Jalan Kota dan Jalan Desa.
2.
Jalan Nasional merupakan jalan arteri dan jalan kolektor
dalam sistem jaringan primer yang menghubungkan antar ibukota provinsi dan
jalan strategis nasional serta jalan tol.
3.
Jalan Provinsi merupakan jalan kolektor dalam sistem
jaringan jalan primer yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota
kabupaten/kota, dan jalan strategis provinsi.
4.
Jalan Kabupaten merupakan jalan lokal dalam sistem
jaringan jalan primer, yang mehubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota
kecamatan,antar ibukota kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat kegiatan
lokal, antar kegiatan lokal, serta jalan umum dalam sistem jaringan sekunder
dalam wilayah kabupaten, dan jalan strategis kabupaten.
5.
Jalan kota adalah jalan umum dalam sistem jaringan jalan
sekunder yang menghubungkan antar pusat pelayanan dalam kota, menghubungkan
pusat pelayanan dengan persil, menghubungkan antar persil, serta menghubungkan
antar pusat permukiman yang ada di dalam kota.
6.
Jalan desa merupakan jalan umum yang menghubungkan
kawasan dan antar permukiman di jalan desa, serta jalan lingkungan.
No comments:
Post a Comment