Thursday, April 5, 2018

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMEKARAN DESA DALAM RANGKA PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN TERHADAP MASYARAKAT DI DESA TUALIMA KECAMATAN ROTE BARAT LAUT KABUPATEN ROTE NDAO



BAB I
PENDAHULUAN

1.1        Latar Belakang
Indonesia mempunyai suatu tujuan nasional yakni mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan pancasila dan UUD 1945. Terdapat banyak tuntutan dari berbagai kalangan masyarakat mengakibatkan terjadinya perubahan dibidang pemerintahan Indonesia.
Pemerintahan yang baik dan berkualitas tentu menjadi harapan bagi semua orang, baik pemerintah maupun masyarakat hal ini membuat tugas dan tanggung jawab yang dilaksanakan oleh pemerintah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan semakin luas dan meningkat. Pemerintah Daerah dituntut agar dapat melaksanakan berbagai tugas dan tanggung jawabnya secara efektif dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Perubahan paradigma penyelenggaraan pemerintahan seiring bergulirnya era reformasi diberbagai bidang kehidupan masyarakat membawa pengaruh yang sangat besar terhadap penyelenggaraan Pemerintahan Daerah di Indonesia. Pemerintahan yang dulunya bersifat sentralistik kini berubah menjadi desentralistik. Harapan untuk meningkatkan kualitas birokrasi semakin tinggi dengan adanya persaingan yang ketat baik dibidang swasta maupun pemerintah dalam upaya pemberian pelayanan terhadap masyarakat.
Kebijakan desentralisasi mempunyai maksud untuk mendorong tumbuhnya prakarsa dan kreatif lokal, agar daerah dapat lebih mandiri dan mapu berkompetisi secara sehat. Berlakunya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, diharapkan memberikan dampak yang nyata terhadap peningkatan pelayanan terhadap masyarakat karena pada dasarnya tujuan pelaksanaan otonomi daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Kebijakan Asas Otonomi adalah prinsip dasar penyelenggaraan Pemerintahan Daerah berdasarkan Otonomi Daerah. Didalam kewenangan untuk mendesentralisasikan adalah penyerahan Urusan Pemerintahan oleh Pemerintahan Pusat kepada daerah otonom berdasarkan Asas Otonomi.
Melalui  Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dijelaskan bahwa: “Otonomi daerah merupakan hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri Urusan Pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Berdasarkan hal tersebut, kunci keberhasilan otonomi daerah dimasing-masing Pemerintah daerah terletak pada peningkatan kualitas pelayanan publik. Kualitas pelayanan publik yang baik merupakan elemen penting pelaksanaan Good Governance.
Sebagaimana yang dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, bahwa:
Pelayanan Publik adalah pemenuhan kebutuhan masyarakat oleh penyelenggaraan Negara. Dengan demikian dinyatakan bahwa Pelayanan Publik merupakan kegiatan atau rangkaian pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan pelayanan administratif yang diselenggarakan oleh penyelenggaraan pelayanan publik.

Untuk memberikan pelayanan publik yang efektif dan lebih baik perlu adanya upaya dari pemerintah untuk mengalami sikap dan perubahan kepentingan publik sendiri. Perubahan kehidupan dunia yang begitu cepat mempunyai pengaruh yang cepat pula terhadap perubahan sikap dan perilaku masyarakat secara umum.
Organisasi pemerintah dibentuk untuk mencapai tujuan bersama yaitu melindungi kepentingan masyarakat, melayani kebutuhan masyarakat, dan pada akhirnya tujuan yang paling utama adalah mewujudkan kesejahteraan dan keadilan bagi masyarakat. Agar dapat mewujudkan tujuan organisasi pemerintah tersebut, maka organisasi pemerintah perlu dikelola dengan efektif.
Hal ini diperkuat oleh Saefullah dikutip dari Hardiansyah (2011:14)
Organisasi publik harus dapat menyesuaikan diri (melakukan  perubahan-perubahan internal) agar dapat menyesuaikan diri  dengan berbagai perubahan lingkungan eksternal dimana organisasi itu berada. Dalam konteks organisasi publik, perubahan eksternal yang saat ini harus segera direspons adalah tuntutan akan demokratisasi, transparansi, dan akuntabilitas pemerintah dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Untuk merespons tuntutan tersebut maka organisasi birokrasi harus melakukan reformasi internal yang menyangkut penyesuaian struktur, kapasitas Sumber Daya Manusia, dan lain sebagainya.
Berbagai upaya yang dilakukan pemerintah untuk mewujudkan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat di segenap jajaran aparatur pemerintah, baik ditingkat pusat maupun daerah, salah satunya adalah mendekatkan unit pelayanan kepada masyarakat. Dalam upaya melaksanakan pelayanan tersebut keberadaan Desa memilik posisi yang sangat strategis.  Desa merupakan wilayah yang langsung bersentuhan dengan masyarakat luas dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Adanya pemekaran desa semakin memungkinkan masyarakat di wilayah terpencil dapat tersentuh oleh pelayanan pemerintah yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Atas dasar itulah pemerintah Kabupaten Rote Ndao berusaha untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan mendekatkan pusat-pusat pelayanan dengan masyarakat.
Pemerintah Kabupaten Rote Ndao sebagai pemerintah daerah yang selalu ingin berusaha untuk memberikan pelayanan yang baik dan berkualitas kepada masyarakat, maka terlebih dahulu harus mengetahui persoalan-persoalan yang terjadi di masyarakat.
Menghadapi masalah diatas, Pemerintah Daerah mencari solusi diantaranya melakukan rekonstruksi organisasi pelayanan, yakni dengan membentuk desa baru atau dengan memekarkan desa yang sudah ada dengan harapan masyarakat bisa mendapatkan pelayanan yang jauh lebih baik. jumlah desa yang ada di Kabupaten Rote Ndao pada saat itu dianggap sudah tidak efektif dan efesien dalam memberikan pelayanan sehingga menimbulkan beberapa persoalan seperti lamanya rentang waktu penyelesaian dalam pengurusan suatu pelayanan surat izin (administrasi), pembangunan yang berjalan lambat, serta urusan pembinaan untuk kemasyarakatan yang menjadi kurang fokus.
Pemerintah Kabupaten Rote Ndao berusaha memberikan solusi sebagai jawaban atas permasalahan publik, solusi tersebut dengan melakukan pemekaran desa. Sebagaimana yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 pasal 1 menyatakan bahwa:
Desa merupakan kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat, hak asal usul dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam Pasal 8 bahwa Pemerintah Daerah kabupaten/kota dalam melakukan pembentukan desa sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 huruf a, wajib mensosialisasikan rencana pemekaran Desa kepada Pemerintah Desa induk dan masyarakat Desa yang bersangkutan.

Pemekaran Desa dianggap sebagai suatu solusi yang efektif dalam mengatasi permasalahan tersebut karena dengan pemekaran desa berarti bertambahnya jumlah desa yang ada di Kabupaten Rote Ndao. Pertambahan jumlah desa ini berimplikasi pada semakin mengecilnya wilayah suatu desa dan semakin sedikitnya jumlah warga agar pelayanannya dapat terlaksana dengan baik oleh pemerintah, sehingga diharapkan urusan pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan bisa berjalan dengan lebih fokus dan maksimal yang tentunya disertai dengan kualitas pelayanan yang baik.
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 Tentang Desa, “Pemerintah Daerah kabupaten/kota dalam memprakarsai pembentukan Desa harus mempertimbangkan prakarsa masyarakat Desa, asal usul, adat istiadat, kondisi sosial budaya masyarakat Desa, serta kemampuan dan potensi Desa.” Kabupaten Rote Ndao merupakan Kabupaten paling selatan di Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merupakan daerah pemekaran dari kabupaten Kupang Provinsi Nusa Tenggara Timur yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 9 tahun 2002, Kabupaten ini mempunyai luas wilayah 1280,10 km2 yang terdiri dari 96 pulau. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 9 tahun 2002 Tentang Pembentukan Kabupaten Rote Ndao, tujuan terbentuknya kabupaten Rote Ndao adalah:
“Untuk mencapai daya guna dan hasil guna dalam penyelenggaraan pemerintah, pelaksanaan pembangunan, dan pelayanan kemasyarakatan, digunakan pegawai, tanah, gedung perkantoran beserta perlengkapannya, dan fasilitas pelayanan umum yang telah ada dan dipakai selama ini dalam pelaksanaan tugas.

Pemekaran suatu wilayah atau daerah yang dilaksanakan idealnya adalah untuk mendekatkan pelayanan kepada masyarakat sehingga lebih mempermudah Pemerintah Kabupaten Rote Ndao untuk melayani masyarakat yang jauh dari akses dan juga membuka keterisolasian suatu wilayah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat di wilayah tersebut. Pemekaran wilayah merupakan suatu langkah strategis yang ditempuh oleh Pemerintah untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan baik dalam rangka pelayanan, pemberdayaan dan pembangunan menuju terwujudnya suatu tatanan kehidupan masyarakat yang maju, mandiri, sejahtera, adil dan makmur.
Kabupaten Rote Ndao berdiri pada tanggal 4 juni 2004, dengan 10 kecamatan yang berada didalamnya. Salah satu kecamatan yang berada di kabupaten Rote Ndao adalah kecamatan Rote Barat Laut yang sebelumnya terdapat 11 (sebelas) desa yakni desa Daudolu, desa Boni, desa Tolama, desa Temas, desa Lidor, desa ingguinak, desa modosinal, desa Oelua, desa Netenaen, desa oetutulu, desa Oebela dan yang dimekarkan hanya 1 (satu) Desa, yakni Desa Daudolu dimekarkan menjadi dua desa yaitu desa Tualima. Pemekaran dari satu desa menjadi dua desa yang dilakukan pemerintah di Kecamatan Rote Barat Laut.
Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Rote Ndao Nomor 2 Tahun 2010 Tentang Pembentukan Desa Tualima di Kecamatan Rote Barat Laut Kabupaten Rote Ndao, hal yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Rote Ndao sudah berlangsung sejak tahun 2010 sehingga dari permasalahan yang terjadi Penulis mengambil studi penelitian di desa Tualima sebagai desa pemekaran. Tentu saja hal ini sangat membantu para masyarakat lebih mendapat perhatian mengenai pelayanan yang maksimal dari pemerintah sehingga masyarakat mengalami  perubahan ke arah pelayanan yang optimal. Hal ini dapat terlihat dari sistem pelayanan yang diberikan kepada masyarakat terkadang menimbulkan ketidakpuasan. Seperti mutu pelayanan yang masih rendah dikarenakan masih kurangnya fasilitas pendukung pelayanan, masih rendahnya sumber daya manusia yang kompeten dan profesional selaku pemberi pelayanan, masih kurangnya keterbukaan informasi tentang prosedur pelayanan, terdapatnya perilaku yang kurang tanggap terhadap keinginan masyarakat, belum optimalnya peran lembaga kemasyarakatan dalam membantu tugas dari kecamatan serta masih kurangnya kesadaran masyarakat untuk dapat memperoleh pelayanan sesuai dengan prosedur yang ditentukan.
Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMEKARAN DESA DALAM RANGKA PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN TERHADAP MASYARAKAT DI DESA TUALIMA KECAMATAN ROTE BARAT LAUT KABUPATEN ROTE NDAO”.

1.2         Permasalahan
1.2.1      Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas penulis mengidentifikasi masalah sebagai berikut :
1.  Belum optimalnya pelayanan yang dilakukan oleh Kantor Desa Tualima Kecamatan Rote Barat Laut dalam memberikan pelayanan terhadap masyarakat.
2.  Masih kurangnya fasilitas yang memadai guna menunjang proses pelaksanaan pelayanan terhadap masyarakat
3.    Belum optimalnya peran lembaga kemasyarakatan dalam membantu tugas dari kecamatan serta masih kurangnya kesadaran masyarakat untuk dapat memperoleh pelayanan sesuai dengan prosedur yang ditentukan.
4.  Masih kurangnya kesadaran masyarakat untuk dapat memperoleh  pelayanan sesuai dengan prosedur yang ditentukan.

1.2.2      Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah diatas, maka pembatasan masalah penelitian difokuskan untuk membahas pemekaran desa sebagai upaya meningkatkan pelayanan kepada masyarakat di Desa Tualima Kecamatan Rote Barat Laut Kabupaten Rote Ndao.

1.2.3      Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah diatas, maka dirumuskan suatu permasalahan sebagai berikut :
1.  Bagaimana implementasi kebijakan Pemekaran Desa terhadap kualitas pelayanan di Desa Tualima ?
2.  Apa faktor pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan pelayanan kebijakan Pemekaran Desa terhadap kualitas pelayanan di Desa Tualima ?

1.3         Maksud dan Tujuan
1.3.1      Maksud      
     Berdasarkan rumusan masalah diatas, maksud dilakukannya penelitian ini untuk mengetahui dan menganalisa terhadap berbagai data yang ada dilapangan agar lebih mengenal dan memahami bagaimana upaya pemerintah dalam meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat apakah pelayanan yang dilakukan pemerintah tersebut berdampak positif atau negatif dalam hal pelayanan dan juga agar para praja dapat mengetahui dunia kerja di Desa.

1.3.2      Tujuan
Adapun tujuan yang akan dicapai dalam kegiatan magang ini adalah sebagai berikut :
1.  Untuk mengetahui bagaimana implementasi kebijakan pemekaran Desa terhadap kualitas pelayanan di Desa Tualima.
2.  Untuk mengetahui faktor-faktor pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan kebijakan pemekaran Desa terhadap   kualitas pelayanan di Desa Tualima






1.4         Kegunaan
1.4.1      Kegunaan Praktis (untuk Lokasi Magang)
Diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan masukan bagi aparatur pemerintahan khususnya pemerintahan Desa dalam meningkatkan kualitas pelayanan.

1.4.2      Kegunaan Praktis (untuk Lembaga)
Hasil magang ini diharapkan dapat dijadikan kontribusi bagi pengembangan teori dan konsep ilmu politik dan pemerintahan pada fakultas Politik Pemerintahan dan dapat dijadikan referensi bagi penelitian selanjutnya.

1.5         Defenisi Konsep Objek yang diamati dan dikaji
1.5.1      Implementasi Kebijakan
Menurut Lester dan Stewart dalam Kusumanegara (2010:97) implementasi, “Sebuah tahapan yang dilakukan setelah aturan hukum ditetapkan melalui proses politik”. Lebih lanjut dijelaskan oleh Kusumanegara, “Implementasi dapat didefinisikan sebagai proses administrasi dari hukum (statuta) yang didalamnya tercakup keterlibatan berbagai macam aktor, organisasi, prosedur, dan teknik yang dilakukan agar kebijakan yang telah ditetapkan mempunyai akibat, yaitu tercapainya tujuan kebijakan”.
Menurut Tjahya Supriatna (1996:81) menjelaskan mengenai birokrasi pemerintahan yang erat kaitannya dengan implementasi kebijakan, adalah:
Pada prinsipnya tanggung jawab birokrasi pemerintah ditentukan oleh kualitas internal birokrasi dan kualitas kebijakan publik dalam fungsi pelayanan masyarakat. Kualitas internal birokrasi pemerintahan yang modern ditandai oleh spesialisasi, kompetensi, komunikasi, wawasan, rasionalitas, obyektif, analitis, skeptis, berprinsip, toleransi, terbuka, dialogis dan orientatif pada kepentingan umum.

  Jones dalam Joko Widodo (2001:194), mengatakan “aktivitas implementasi kebijakan publik terdapat tiga macam aktivitas antara lain organisation, interpretation, dan aplication”
1.  Aktivitas Organisation (pengorganisasian) merupakan suatu upaya menetapkan dan menata kembali sumber daya, unit-unit, dan metode-metode yang mengarah pada upaya mewujudkan/merealisasikan kebijakan sesuai dengan apa yang menjadi tujuan dan sasaran kebijakan.
2.  Aktivitas Interpretation (interpretasi) merupakan aktivitas penjelasan substansi dari suatu kebijakan dalam bahasa yang lebih operasional dan mudah dipahami sehingga dapat diterima oleh para pelaku dan sasaran kebijakan.
3.  Aktivitas Application (aplikasi) merupakan aktivitas penyediaan pelayanan secara rutin, pembahasan atau lainya sesuai dengan tujuan dan sasaran kebijakan yang ada.

Berdasarkan teori yang dikemukakan Edward III dalam Wirman Syafri (2010:35) menjelaskan bahwa model implementasi bahwasanya keberhasilan dari suatu kebijakan ditentukan oleh beberapa faktor penting yaitu :
1.    Komunikasi  (communication),
Proses komunikasi merupakan proses yang penting dilaksanakan oleh suatu organisasi karena menentukan apa yang akan dilakukan oleh organisasi tersebut. Semua pihak yang terlibat dalam suatu impelementasi sangat memerlukan suatu komunikasi mengenai petunjuk pelaksanaannya, menjalankan perintah dan diskusi agar tercipta keefektifan suatu implementasi tersebut. Dalam proses komunikasi terkandung 3 hal yang perlu diperhatikan yaitu transmisi kejelasan dan konsistensi. Transmisi merupakan menyangkut penyaluran penyampaian suatu informasi diantara sesama implementator sehingga menyangkut pemahaman akan keterkaitan antara keputusan yang dibuat dengan aturan pelaksanaan yang dikeluarkan. Kejelasan menyangkut ptunjuk pelaksanaan maupun kejelasan pesan komunikasi yang disampaikan. Konsistensi menyangkut kepastian dan kejelasan perintah yang harus dilaksanakan oleh para pelaksana agar berdampak pada implementasi.
2.       Sumber Daya (resource),
Sumber  daya yang dimaksud adalah kemampuan untuk mengelola segala sesuatu yang berada dalam ruang lingkup organisasi. Dan sumber daya inimerupakan suatu keahlian individu dalam suatu organisasi. Dalam sumber daya terdapat keahlian unsur yaitu staf yang memadai dengan berbagai keahliannya, wewenang, informasi dan fasilitas yang diperlukan. Staf ini agar suatu kebijakan atau program dapat dijalankan dengan baik maka perlu didukung oleh sejumlah staf yang memadai baik itu kompetensinya, keahliannya serta keterampilan yang dibutuhkan. Wewenang menyangkut besaran jangkauan tugas yang mampu dilakukan oleh pejabat pembuat kebijakan maupun pelaksana. Informasi merupakan suatu hal yang sangat penting karena menyangkut efisiensi dan kesanggupan dalam melaksanakan tugas masing-masing. Fasilitas disini merupakan menyangkut tentang ketersediaan saran fisik dalam rangka melaksanakan implementasi suatu program kegiatan
3.       Sikap Implementator (dispotition),
Maksudnya adalah sikap implementator kebijakan apabila menerima kebijakan dengan baik maka pelaksanaan kebijakan juga akan naik, begitu juga sebaliknya apabila implementator kebijakan menerima kebijakan dengan cara yang tidak baik, maka dalam pelaksanaan kebijakan tersebut juga tidak baik. Terdapat dua hal yang perlu diperhatikan dalam disposisi yaitu pengangkatan birokrat dan insentif. Pengangkatan birokrat yaitu orang-orang yang memiliki kompetensi, integritas dan loyalitas terhadap kebijakan yagn dilaksanakan; integritas disini merupakan suatu cara tentang bagaimana orang tersebut melakukan kegiatan yang akan dilaksanakan, sehingga mendorong motivasi untuk bekerja untuk melaksanakan program/kegiatan tersebut.
4.       Struktur Birokrasi (bureucratic structure),
Struktur birokrasi disini yaitu dapat menentukan kearah mana kebijakan tersebut akan dilakukan. Pada dasarnya yang paling penting dari semua unsur implementasi kebijakan yaitu struktur birokrasi. Apabila semua unsur dalam implementasi kebijakan telah dilakukan akan tetapi tidak sesuai dengan struktur birokrasi maka akan sia-sia seluruh kegiatan yang telah dilakukan. Terdapat dua hal yang sangat penting dalam struktur birokrasi yaitu SOP (Standar Operasional Prosedur) dan Fragmentasi. SOP (Standar Operasional Prosedur) disini yaitu suatu prosedur atau ukuran dasar kerja yang berasal dalam organisasi itu sendiri. Fragmentasi itu merupakan suatu pembagian tugas antar sesama organisasi.
5.       Kebijakan atas-bawah (top-down),
Menurut Wirman Syafri (2010:42) “pendekatan top-down bermaksud memahami implementasi sebagai proses delivery-mechanism semata-mata agar implementasi program bisa dijalankan secara efektif dan efisien lalu Isu penting adalah command and control atau yang sering disebut top-down perspective. Dalam praktek command and control ini terwujud dalam bentuk petunjuk teknis dan petunjuk pelaksana”.
Berdasarkan pendapat tersebut mengenai faktor yang mempengaruhi keberhasilan dari implementasi kebijakan, maka penulis akan mengacu pada teori Edward III dalam Wirman Syafri (2010:35)

1.5.2      Pelayanan Publik
Menurut Wasistiono dalam Hardiansyah (2011:11) menerangkan bahwa, “Pelayanan umum atau pelayanan publik adalah pemberian jasa baik oleh pemerintah ataupun pihak swasta atas nama pemerintah atau pihak swasta kepada masyarakat. Dengan atau tanpa pembayaran guna memenuhi kebutuhan dan atau kepentingan masyarakat”.
              Pelayanan publik oleh birokrasi publik merupakan salah satu perwujudan dari fungsi aparatur negara sebagai abdi masyarakat disamping sebagai abdi negara. Pelayanan publik oleh birokrasi publik dimaksudkan untuk mensejahterahkan masyarakat dari suatu negara kesejahteraan (welfasestate), lebih lanjut, pelayanan publik dapat diartikan sebagai pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sendiri dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan.
Menurut Zethanil dalam Joko Widodo (2001:275) mengemukakan tolak ukur kualitas pelayanan publik dapat dilihat dari 10 dimensi, antara lain meliputi :
1.  Tangible, terdiri atas fasilitas fisik, peralatan, personil, dan komunikasi
2.  Reliable, terdiri dari kemampuan unit pelayanan dalam menciptakan pelayanan yang dijanjikan dengan tepat
3.  Responsiveness, kemauan untuk membantu konsumen bertanggung jawab terhadap mutu pelayanan yang diberikan
4.  Competence, tuntutan yang dimilikinya pengetahuan dan keterampilan yang baik oleh aparatur dalam memberikan layanan.
5.  Courtessy, sikap atau perilaku ramah, bersahabat, tanggap terhadap keinginan konsumen dan mau melakukan kontrak atau hubungan pribadi.
6.  Credibility, sikap jujur dalam setiap pidato upaya untuk menarik kepercayaan masyarakat
7.  Security, jasa pelayanan yang diberikan harus dijamin bebas dari berbagai bahaya dan resiko.
8.  Access, terdapat kemudahan untuk mengadakan kontak dan pendekatan.
9.  Communication, kemauan pemberi layanan untuk mendengarkan suara, keinginan atau aspirasi pelanggan dan selalu menyampaikan instansi baru kepada pelanggan
10.      Understanding The Customes, melakukan segala usaha untuk mengetahui kebutuhan pelanggan.

1.5.3     Pemekaran Desa
Didalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa menyebutkan bahwa:
Pasal 4: Pembentukan Desa  oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 dapat berupa : Pemekaran dari (satu) Desa menjadi 2 (dua) Desa atau lebih.
Pasal 8: Pemerintah daerah kabupaten/kota dalam melakukan pembentukan Desa melalui pemekaran Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a wajib mensosialisasikan rencana pemekaran Desa kepada Pemerintah Desa induk dan masyarakat Desa yang bersangkutan.
Pasal 9: Rencana pemekaran Desa sebagimana dimaksud dalam Pasal 8 dibahas Badan Pemusyawaratan Desa induk dalam musyawarah Desa untuk mendapatkan kesepakatan.

No comments:

Post a Comment

buku bimbingan

                                                                                                                                            ...

082126189815

Name

Email *

Message *