BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Indonesia
mempunyai suatu tujuan
nasional yakni mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan pancasila dan UUD
1945. Terdapat banyak tuntutan dari berbagai kalangan masyarakat mengakibatkan terjadinya perubahan dibidang pemerintahan
Indonesia.
Pemerintahan
yang baik dan berkualitas tentu
menjadi harapan bagi semua orang, baik pemerintah maupun masyarakat hal ini membuat tugas dan tanggung jawab
yang dilaksanakan oleh pemerintah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan semakin luas dan meningkat. Pemerintah Daerah dituntut agar dapat melaksanakan berbagai tugas dan tanggung
jawabnya
secara efektif dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Perubahan
paradigma penyelenggaraan pemerintahan
seiring
bergulirnya era reformasi diberbagai bidang kehidupan masyarakat membawa pengaruh
yang sangat besar terhadap penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
di Indonesia. Pemerintahan yang dulunya bersifat sentralistik kini berubah menjadi desentralistik. Harapan untuk
meningkatkan kualitas birokrasi semakin tinggi dengan adanya persaingan
yang ketat baik dibidang swasta maupun pemerintah dalam upaya pemberian pelayanan terhadap masyarakat.
Kebijakan
desentralisasi mempunyai maksud untuk mendorong tumbuhnya prakarsa dan
kreatif lokal, agar daerah
dapat lebih mandiri dan mapu berkompetisi secara sehat. Berlakunya
Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014 tentang Pemerintahan
Daerah,
diharapkan memberikan dampak yang nyata terhadap peningkatan pelayanan terhadap
masyarakat karena pada dasarnya tujuan pelaksanaan otonomi daerah adalah untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Kebijakan
Asas Otonomi adalah prinsip dasar penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah berdasarkan Otonomi Daerah. Didalam kewenangan untuk
mendesentralisasikan adalah penyerahan Urusan Pemerintahan oleh Pemerintahan
Pusat kepada daerah otonom berdasarkan Asas Otonomi.
Melalui
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah dijelaskan bahwa: “Otonomi daerah merupakan
hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri
Urusan Pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara
Kesatuan Republik Indonesia”. Berdasarkan hal
tersebut, kunci
keberhasilan otonomi daerah dimasing-masing Pemerintah daerah terletak pada peningkatan kualitas
pelayanan publik. Kualitas pelayanan publik
yang baik merupakan elemen penting pelaksanaan Good Governance.
Sebagaimana
yang dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 25 tahun
2009 tentang Pelayanan Publik, bahwa:
Pelayanan Publik adalah pemenuhan kebutuhan masyarakat oleh penyelenggaraan Negara. Dengan demikian dinyatakan bahwa Pelayanan Publik merupakan kegiatan atau rangkaian
pemenuhan
kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan pelayanan administratif yang diselenggarakan oleh penyelenggaraan pelayanan publik.
Untuk
memberikan pelayanan publik yang efektif dan lebih baik perlu adanya upaya dari pemerintah untuk mengalami sikap dan perubahan kepentingan publik sendiri. Perubahan kehidupan dunia
yang begitu cepat mempunyai pengaruh yang cepat
pula terhadap perubahan sikap dan perilaku masyarakat secara umum.
Organisasi
pemerintah dibentuk untuk mencapai tujuan bersama yaitu melindungi kepentingan
masyarakat,
melayani kebutuhan masyarakat, dan pada akhirnya tujuan
yang paling utama adalah mewujudkan
kesejahteraan dan keadilan bagi masyarakat. Agar dapat mewujudkan tujuan organisasi pemerintah tersebut, maka organisasi pemerintah perlu dikelola dengan efektif.
Hal ini
diperkuat oleh Saefullah dikutip dari
Hardiansyah (2011:14)
Organisasi publik harus dapat menyesuaikan diri (melakukan perubahan-perubahan internal)
agar dapat menyesuaikan diri dengan berbagai
perubahan lingkungan eksternal dimana organisasi itu berada. Dalam konteks organisasi publik, perubahan eksternal yang saat ini harus segera direspons adalah tuntutan akan demokratisasi, transparansi, dan akuntabilitas
pemerintah dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Untuk merespons tuntutan tersebut maka organisasi birokrasi harus
melakukan reformasi internal yang menyangkut penyesuaian
struktur, kapasitas
Sumber Daya Manusia, dan lain sebagainya.
Berbagai
upaya yang dilakukan pemerintah
untuk
mewujudkan pelayanan
yang lebih baik kepada masyarakat di segenap jajaran aparatur pemerintah, baik ditingkat pusat maupun daerah,
salah satunya adalah mendekatkan
unit pelayanan kepada
masyarakat. Dalam upaya melaksanakan pelayanan tersebut keberadaan Desa memilik posisi yang sangat strategis. Desa merupakan wilayah
yang langsung bersentuhan dengan masyarakat luas dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Adanya
pemekaran desa semakin memungkinkan masyarakat di wilayah terpencil dapat tersentuh oleh pelayanan pemerintah
yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Atas dasar itulah pemerintah Kabupaten Rote Ndao berusaha untuk meningkatkan kualitas pelayanan
dan mendekatkan pusat-pusat pelayanan dengan masyarakat.
Pemerintah
Kabupaten Rote Ndao sebagai
pemerintah daerah yang selalu
ingin berusaha untuk memberikan pelayanan
yang baik dan berkualitas kepada masyarakat,
maka terlebih dahulu harus mengetahui persoalan-persoalan
yang terjadi di masyarakat.
Menghadapi
masalah diatas,
Pemerintah Daerah mencari solusi diantaranya melakukan rekonstruksi organisasi
pelayanan, yakni
dengan membentuk desa baru atau dengan memekarkan desa yang sudah ada dengan harapan masyarakat bisa mendapatkan
pelayanan yang jauh
lebih baik. jumlah desa yang ada di Kabupaten Rote Ndao pada saat itu dianggap sudah tidak efektif dan
efesien dalam memberikan pelayanan sehingga menimbulkan beberapa persoalan seperti lamanya
rentang waktu penyelesaian dalam pengurusan suatu pelayanan surat izin (administrasi), pembangunan yang berjalan lambat, serta urusan pembinaan untuk kemasyarakatan
yang menjadi kurang fokus.
Pemerintah
Kabupaten Rote Ndao berusaha memberikan solusi sebagai jawaban atas permasalahan publik, solusi tersebut
dengan melakukan pemekaran
desa.
Sebagaimana yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun
2014 pasal 1 menyatakan bahwa:
Desa merupakan kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang
berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan
masyarakat, hak asal usul dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam
sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam Pasal 8 bahwa
Pemerintah Daerah kabupaten/kota dalam melakukan pembentukan desa sebagaimana
dimaksud dalam pasal 7 huruf a, wajib mensosialisasikan rencana pemekaran Desa
kepada Pemerintah Desa induk dan masyarakat Desa yang bersangkutan.
Pemekaran
Desa dianggap sebagai suatu solusi yang efektif dalam mengatasi permasalahan tersebut karena dengan pemekaran desa berarti bertambahnya jumlah desa yang ada di Kabupaten Rote Ndao. Pertambahan jumlah desa ini berimplikasi pada semakin
mengecilnya wilayah suatu desa dan semakin sedikitnya jumlah warga agar
pelayanannya dapat terlaksana dengan baik oleh pemerintah, sehingga diharapkan
urusan pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan bisa berjalan dengan lebih fokus dan maksimal yang tentunya disertai dengan kualitas pelayanan yang baik.
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor
43 Tahun 2014 Tentang Desa, “Pemerintah Daerah kabupaten/kota dalam memprakarsai
pembentukan Desa harus mempertimbangkan prakarsa masyarakat Desa, asal usul,
adat istiadat, kondisi sosial budaya masyarakat Desa, serta kemampuan dan
potensi Desa.”
Kabupaten Rote Ndao merupakan Kabupaten paling selatan di Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang merupakan
daerah pemekaran dari kabupaten Kupang Provinsi Nusa Tenggara Timur yang
dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 9 tahun 2002, Kabupaten ini mempunyai luas wilayah 1280,10 km2 yang
terdiri dari 96 pulau. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 9 tahun
2002 Tentang Pembentukan Kabupaten Rote Ndao, tujuan terbentuknya kabupaten Rote Ndao adalah:
“Untuk mencapai daya guna dan hasil guna dalam
penyelenggaraan pemerintah, pelaksanaan pembangunan, dan pelayanan
kemasyarakatan, digunakan pegawai, tanah, gedung perkantoran beserta
perlengkapannya, dan fasilitas pelayanan umum yang telah ada dan dipakai selama
ini dalam pelaksanaan tugas”.
Pemekaran
suatu wilayah atau daerah yang dilaksanakan idealnya adalah untuk mendekatkan
pelayanan kepada masyarakat sehingga lebih mempermudah Pemerintah Kabupaten
Rote Ndao untuk melayani masyarakat yang jauh dari akses dan juga membuka
keterisolasian suatu wilayah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat
di wilayah tersebut. Pemekaran wilayah merupakan suatu langkah strategis yang ditempuh oleh
Pemerintah untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan
baik dalam rangka pelayanan, pemberdayaan
dan pembangunan menuju terwujudnya suatu tatanan kehidupan masyarakat yang
maju, mandiri, sejahtera, adil dan makmur.
Kabupaten
Rote Ndao berdiri pada tanggal 4 juni 2004, dengan 10 kecamatan
yang berada didalamnya. Salah satu kecamatan yang berada di kabupaten Rote Ndao
adalah kecamatan Rote Barat Laut yang sebelumnya terdapat 11 (sebelas) desa
yakni desa Daudolu, desa
Boni, desa Tolama, desa Temas, desa Lidor, desa ingguinak, desa modosinal, desa
Oelua, desa Netenaen, desa oetutulu, desa Oebela dan yang dimekarkan hanya 1
(satu) Desa, yakni Desa Daudolu dimekarkan menjadi dua desa yaitu desa Tualima.
Pemekaran dari satu desa menjadi dua desa yang dilakukan pemerintah di
Kecamatan Rote Barat Laut.
Berdasarkan
Peraturan Daerah Kabupaten Rote Ndao Nomor 2 Tahun 2010 Tentang Pembentukan
Desa Tualima di Kecamatan Rote Barat Laut Kabupaten Rote Ndao, hal yang dilakukan
oleh Pemerintah Kabupaten Rote Ndao sudah berlangsung sejak tahun 2010 sehingga dari
permasalahan yang terjadi Penulis mengambil studi penelitian di desa Tualima
sebagai desa pemekaran. Tentu
saja hal ini sangat membantu para masyarakat lebih mendapat perhatian mengenai
pelayanan yang maksimal dari pemerintah sehingga masyarakat mengalami perubahan
ke arah pelayanan yang optimal.
Hal ini dapat terlihat dari sistem pelayanan
yang diberikan kepada masyarakat terkadang menimbulkan ketidakpuasan.
Seperti mutu pelayanan yang masih rendah dikarenakan masih kurangnya fasilitas pendukung pelayanan, masih rendahnya sumber daya manusia
yang kompeten dan profesional selaku pemberi pelayanan, masih kurangnya keterbukaan informasi tentang prosedur pelayanan, terdapatnya perilaku yang kurang tanggap terhadap keinginan masyarakat, belum optimalnya peran lembaga kemasyarakatan dalam membantu tugas dari kecamatan serta masih kurangnya kesadaran masyarakat untuk dapat memperoleh pelayanan sesuai dengan prosedur yang ditentukan.
Berdasarkan
uraian tersebut diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan
judul
”IMPLEMENTASI
KEBIJAKAN PEMEKARAN DESA DALAM RANGKA PENINGKATAN KUALITAS
PELAYANAN TERHADAP MASYARAKAT DI
DESA TUALIMA KECAMATAN ROTE BARAT LAUT KABUPATEN ROTE NDAO”.
1.2 Permasalahan
1.2.1 Identifikasi
Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah
diatas penulis mengidentifikasi masalah
sebagai berikut :
1. Belum optimalnya pelayanan yang dilakukan oleh Kantor Desa
Tualima Kecamatan Rote Barat Laut dalam
memberikan pelayanan terhadap masyarakat.
2. Masih kurangnya fasilitas
yang memadai guna
menunjang proses pelaksanaan
pelayanan terhadap masyarakat
3. Belum optimalnya peran lembaga kemasyarakatan dalam
membantu tugas dari kecamatan serta masih kurangnya kesadaran masyarakat untuk
dapat memperoleh pelayanan sesuai dengan prosedur yang ditentukan.
4. Masih kurangnya kesadaran masyarakat untuk dapat
memperoleh pelayanan sesuai dengan
prosedur yang ditentukan.
1.2.2 Pembatasan
Masalah
Berdasarkan
identifikasi masalah diatas, maka pembatasan masalah penelitian difokuskan untuk
membahas pemekaran desa sebagai upaya meningkatkan pelayanan kepada masyarakat
di Desa Tualima Kecamatan Rote Barat Laut Kabupaten Rote Ndao.
1.2.3 Rumusan
Masalah
Berdasarkan
pembatasan masalah diatas,
maka dirumuskan suatu permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana implementasi
kebijakan Pemekaran Desa terhadap
kualitas pelayanan di Desa Tualima
?
2. Apa faktor pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan
pelayanan kebijakan Pemekaran Desa terhadap kualitas pelayanan di Desa Tualima
?
1.3 Maksud dan Tujuan
1.3.1 Maksud
Berdasarkan
rumusan masalah diatas, maksud dilakukannya penelitian ini untuk mengetahui dan menganalisa terhadap berbagai data yang ada
dilapangan agar lebih mengenal dan memahami bagaimana upaya pemerintah dalam
meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat apakah pelayanan yang dilakukan pemerintah
tersebut berdampak positif atau negatif dalam hal pelayanan dan juga agar para
praja dapat mengetahui dunia kerja di Desa.
1.3.2 Tujuan
Adapun
tujuan yang akan
dicapai dalam kegiatan magang ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui bagaimana implementasi kebijakan pemekaran Desa terhadap kualitas
pelayanan di Desa Tualima.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan kebijakan
pemekaran Desa terhadap kualitas
pelayanan di Desa Tualima
1.4 Kegunaan
1.4.1 Kegunaan
Praktis (untuk Lokasi Magang)
Diharapkan
dapat memberikan sumbangan pemikiran dan masukan bagi aparatur pemerintahan khususnya pemerintahan Desa dalam meningkatkan kualitas pelayanan.
1.4.2 Kegunaan
Praktis (untuk Lembaga)
Hasil magang ini diharapkan dapat
dijadikan kontribusi bagi pengembangan teori dan konsep ilmu politik dan pemerintahan
pada fakultas Politik Pemerintahan dan dapat dijadikan referensi bagi
penelitian selanjutnya.
1.5 Defenisi
Konsep Objek yang diamati dan dikaji
1.5.1 Implementasi Kebijakan
Menurut Lester dan Stewart dalam Kusumanegara (2010:97) implementasi, “Sebuah tahapan yang dilakukan setelah aturan hukum ditetapkan melalui
proses politik”. Lebih lanjut dijelaskan oleh Kusumanegara, “Implementasi dapat didefinisikan sebagai proses
administrasi dari hukum (statuta) yang didalamnya tercakup keterlibatan
berbagai macam aktor, organisasi, prosedur, dan teknik yang dilakukan agar
kebijakan yang telah ditetapkan mempunyai akibat, yaitu tercapainya tujuan
kebijakan”.
Menurut Tjahya Supriatna
(1996:81) menjelaskan mengenai birokrasi
pemerintahan yang erat
kaitannya dengan implementasi kebijakan, adalah:
Pada prinsipnya tanggung
jawab birokrasi pemerintah ditentukan oleh kualitas internal birokrasi dan
kualitas kebijakan publik dalam fungsi pelayanan masyarakat. Kualitas internal
birokrasi pemerintahan yang modern ditandai oleh spesialisasi, kompetensi,
komunikasi, wawasan, rasionalitas, obyektif, analitis, skeptis, berprinsip,
toleransi, terbuka, dialogis dan orientatif pada kepentingan umum.
Jones dalam Joko Widodo (2001:194),
mengatakan “aktivitas implementasi kebijakan publik terdapat tiga macam
aktivitas antara lain organisation,
interpretation, dan aplication”
1. Aktivitas Organisation
(pengorganisasian) merupakan suatu upaya menetapkan dan menata kembali sumber
daya, unit-unit, dan metode-metode yang mengarah pada upaya
mewujudkan/merealisasikan kebijakan sesuai dengan apa yang menjadi tujuan dan
sasaran kebijakan.
2. Aktivitas Interpretation (interpretasi)
merupakan aktivitas penjelasan substansi dari suatu kebijakan dalam bahasa yang
lebih operasional dan mudah dipahami sehingga dapat diterima oleh para pelaku
dan sasaran kebijakan.
3. Aktivitas Application (aplikasi)
merupakan aktivitas penyediaan pelayanan secara rutin, pembahasan atau lainya
sesuai dengan tujuan dan sasaran kebijakan yang ada.
Berdasarkan
teori yang dikemukakan Edward III dalam Wirman Syafri (2010:35) menjelaskan
bahwa model implementasi bahwasanya keberhasilan dari suatu kebijakan
ditentukan oleh beberapa faktor penting yaitu :
1.
Komunikasi (communication),
Proses komunikasi
merupakan proses yang penting dilaksanakan oleh suatu organisasi karena
menentukan apa yang akan dilakukan oleh organisasi tersebut. Semua pihak yang
terlibat dalam suatu impelementasi sangat memerlukan suatu komunikasi mengenai
petunjuk pelaksanaannya, menjalankan perintah dan diskusi agar tercipta
keefektifan suatu implementasi tersebut. Dalam proses komunikasi terkandung 3
hal yang perlu diperhatikan yaitu transmisi kejelasan dan konsistensi.
Transmisi merupakan menyangkut penyaluran penyampaian suatu informasi diantara
sesama implementator sehingga menyangkut pemahaman akan keterkaitan antara
keputusan yang dibuat dengan aturan pelaksanaan yang dikeluarkan. Kejelasan
menyangkut ptunjuk pelaksanaan maupun kejelasan pesan komunikasi yang disampaikan.
Konsistensi menyangkut kepastian dan kejelasan perintah yang harus dilaksanakan
oleh para pelaksana agar berdampak pada implementasi.
2.
Sumber Daya (resource),
Sumber daya yang dimaksud adalah kemampuan untuk
mengelola segala sesuatu yang berada dalam ruang lingkup organisasi. Dan sumber
daya inimerupakan suatu keahlian individu dalam suatu organisasi. Dalam sumber
daya terdapat keahlian unsur yaitu staf yang memadai dengan berbagai
keahliannya, wewenang, informasi dan fasilitas yang diperlukan. Staf ini agar
suatu kebijakan atau program dapat dijalankan dengan baik maka perlu didukung
oleh sejumlah staf yang memadai baik itu kompetensinya, keahliannya serta
keterampilan yang dibutuhkan. Wewenang menyangkut besaran jangkauan tugas yang
mampu dilakukan oleh pejabat pembuat kebijakan maupun pelaksana. Informasi
merupakan suatu hal yang sangat penting karena menyangkut efisiensi dan
kesanggupan dalam melaksanakan tugas masing-masing. Fasilitas disini merupakan
menyangkut tentang ketersediaan saran fisik dalam rangka melaksanakan
implementasi suatu program kegiatan
3.
Sikap Implementator (dispotition),
Maksudnya adalah
sikap implementator kebijakan apabila menerima kebijakan dengan baik maka
pelaksanaan kebijakan juga akan naik, begitu juga sebaliknya apabila
implementator kebijakan menerima kebijakan dengan cara yang tidak baik, maka
dalam pelaksanaan kebijakan tersebut juga tidak baik. Terdapat dua hal yang
perlu diperhatikan dalam disposisi yaitu pengangkatan birokrat dan insentif.
Pengangkatan birokrat yaitu orang-orang yang memiliki kompetensi, integritas
dan loyalitas terhadap kebijakan yagn dilaksanakan; integritas disini merupakan
suatu cara tentang bagaimana orang tersebut melakukan kegiatan yang akan
dilaksanakan, sehingga mendorong motivasi untuk bekerja untuk melaksanakan
program/kegiatan tersebut.
4.
Struktur Birokrasi (bureucratic structure),
Struktur birokrasi
disini yaitu dapat menentukan kearah mana kebijakan tersebut akan dilakukan.
Pada dasarnya yang paling penting dari semua unsur implementasi kebijakan yaitu
struktur birokrasi. Apabila semua unsur dalam implementasi kebijakan telah dilakukan
akan tetapi tidak sesuai dengan struktur birokrasi maka akan sia-sia seluruh
kegiatan yang telah dilakukan. Terdapat dua hal yang sangat penting dalam
struktur birokrasi yaitu SOP (Standar Operasional Prosedur) dan Fragmentasi.
SOP (Standar Operasional Prosedur) disini yaitu suatu prosedur atau ukuran
dasar kerja yang berasal dalam organisasi itu sendiri. Fragmentasi itu
merupakan suatu pembagian tugas antar sesama organisasi.
5.
Kebijakan atas-bawah (top-down),
Menurut Wirman Syafri
(2010:42) “pendekatan top-down bermaksud
memahami implementasi sebagai proses delivery-mechanism semata-mata agar
implementasi program bisa dijalankan secara efektif dan efisien lalu Isu
penting adalah command and control
atau yang sering disebut top-down
perspective. Dalam praktek command and control ini terwujud dalam bentuk
petunjuk teknis dan petunjuk pelaksana”.
Berdasarkan pendapat tersebut mengenai faktor
yang mempengaruhi keberhasilan dari implementasi kebijakan, maka penulis akan
mengacu pada teori Edward III dalam Wirman Syafri (2010:35)
1.5.2 Pelayanan
Publik
Menurut Wasistiono dalam Hardiansyah
(2011:11) menerangkan bahwa,
“Pelayanan umum atau pelayanan publik adalah pemberian
jasa
baik oleh pemerintah ataupun pihak swasta atas nama
pemerintah atau pihak swasta kepada
masyarakat. Dengan
atau tanpa pembayaran guna memenuhi kebutuhan dan atau kepentingan masyarakat”.
Pelayanan
publik oleh birokrasi publik merupakan salah satu perwujudan dari fungsi
aparatur negara sebagai abdi masyarakat disamping sebagai abdi negara. Pelayanan
publik oleh birokrasi publik dimaksudkan untuk mensejahterahkan masyarakat dari
suatu negara kesejahteraan (welfasestate),
lebih lanjut, pelayanan publik dapat diartikan sebagai pemberian layanan
(melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada
organisasi itu sendiri dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan.
Menurut Zethanil dalam Joko Widodo (2001:275) mengemukakan tolak ukur kualitas
pelayanan publik dapat dilihat dari 10 dimensi, antara lain meliputi :
1. Tangible, terdiri atas fasilitas fisik, peralatan, personil, dan komunikasi
2. Reliable, terdiri dari kemampuan unit pelayanan dalam menciptakan pelayanan yang
dijanjikan dengan tepat
3. Responsiveness, kemauan untuk membantu konsumen bertanggung jawab terhadap mutu pelayanan
yang diberikan
4. Competence, tuntutan yang dimilikinya pengetahuan dan keterampilan yang baik oleh
aparatur dalam memberikan layanan.
5. Courtessy, sikap atau perilaku ramah, bersahabat, tanggap terhadap keinginan
konsumen dan mau melakukan kontrak atau hubungan pribadi.
6. Credibility, sikap jujur dalam setiap pidato upaya untuk menarik kepercayaan
masyarakat
7. Security, jasa pelayanan yang diberikan harus dijamin bebas dari berbagai bahaya
dan resiko.
8. Access, terdapat kemudahan untuk mengadakan kontak dan pendekatan.
9. Communication, kemauan pemberi layanan untuk mendengarkan suara, keinginan atau aspirasi
pelanggan dan selalu menyampaikan instansi baru kepada pelanggan
10. Understanding The Customes, melakukan segala usaha untuk mengetahui kebutuhan pelanggan.
1.5.3 Pemekaran
Desa
Didalam Peraturan Pemerintah Nomor
43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014
Tentang Desa menyebutkan bahwa:
Pasal 4: Pembentukan
Desa oleh Pemerintah sebagaimana
dimaksud dalam pasal 3 dapat berupa : Pemekaran dari (satu) Desa menjadi 2
(dua) Desa atau lebih.
Pasal 8: Pemerintah
daerah kabupaten/kota dalam melakukan pembentukan Desa melalui pemekaran Desa
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a wajib mensosialisasikan rencana
pemekaran Desa kepada Pemerintah Desa induk dan masyarakat Desa yang
bersangkutan.
Pasal 9: Rencana
pemekaran Desa sebagimana dimaksud dalam Pasal 8 dibahas Badan Pemusyawaratan
Desa induk dalam musyawarah Desa untuk mendapatkan kesepakatan.
No comments:
Post a Comment