BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Negara adalah suatu wilayah dipermukaan bumi yang
kekuasaannya baik politik, militer, ekonomi, sosial maupun budayanya diatur
oleh pemerintah yang berada di wilayah tersebut. Negara juga merupakan suatu
wilayah yang memiliki suatu sistem atau aturan yang berlaku bagi semua individu
di wilayah tersebut dan berdiri secara independent. Dalam arti luas Negara
merupakan sosial masyarakat yang diatur secara konstitusional berdasarkan
Undang – Undang Dasar untuk mewujudkan kepentingan bersama. Tugas Negara
tertuang jelas dalam Pembukaan Undang – Undang Dasar 1945 alinea ke- 4 yakni
untuk mengatur kehidupan yang ada dalam Negara untuk mencapai tujuan Negara,
antara lain menjaga ketertiban masyarakat, mengusahakan ketertiban masyarakat,
mengusakan kesejahtraan rakyat, membentuk pertahanan, dan menegakkan keadilan.
Unsur sebuah Negara ialah rakyat, wilayah dan pemerintah
yang tanpa ketiganya tidak akan terbentuk sebuah Negara. Rakyat merupakan unsur
terpentingan dalam Negara karena manusialah yang berkepentingan agar organisasi
Negara berjalan dengan baik dan rakyatlah yang menjadi tujuan utama dalam suatu
Negara. Pemerintah merupakan ujung tombak untuk dapat mewujudkan dan mengatur
kepentingan rakyat. Dimana pemerintah diharuskan untuk dapat bekerja secara
optimal meleksanakan tugas, fungsi dan tanggung jawabnya, baik itu oleh pemerintahan
pusat dan daerah.
Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan
pemerintahan oleh pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut
asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas – luasnya dalam
sistem dan prinsip Negara Kesatuan Repubik Indonesia sebagaiman dimaksuud dalam
Undang – Undang Dasar tahun 1945. Dimana kebijakan yang disusun oleh pemerintah
daerah, baik itu : visi, misi dan kebijakan – kebijakan politik, ekonomi,
sosial dan budaya mempertimbangkan kemajuan dan potensi kekhasan yang dimiliki
oleh kondisi rakyat dan daerah, demi kepentingan rakyat dan daerah tersebut.
Pemerintahan daerah memiliki memiliki wewenang dan kewajiban daerah otonom
untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang – undangan.
Hakikat otonomi daerah adalah substansi dari gagasan
otonomi daerah itu sendiri. Hakikat
otonomi di Indonesia sesungguhnya telah tergambar dalam peraturan perundang –
undangan yang mengatur dan sekaligus menjadi dasar pelaksanaan konsep otonomi
daerah di Indonesia. Keseluruhan peraturan perundang – undangan yang mengatur
dalam pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia tersebut diarahkan untuk
menghadirkan hakikat otonomi daerah di tengah – tengah masyarakat Indoneesia.
Dimana masyarakat menghendaki terciptanya suatu bentuk pemerintah yang responsif,
transparan, dan aspiratif terhadap berbagai kehidupan masyarakat. Untuk itu
perlu adanya pemerintahan daerah yang tangguh dan didukung oleh sistem serta
mekanisme kerja yang professional, hal ini didukung dengan dikeluarkannya
Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2004, dimana pemerintahan daerah memiliki
prinsip otonomi yang luas, nyata dan bertanggungjawab. Undang – Undang Nomor 32
Tahun 2004 itu sendiri sudah mengalami penyempurnaan, yaitu dengan Undang –
Undang Nomor 23 Tahun 2014 dan Undang – Undang Nomor 09 Tahun 2015.
Adapun prinsip otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban
daerah otonom untuk mengatur dan mengurus peraturan perundang – undangan.
Undang – Undang pertama yang menagtur otonomi daerah adalah daerah – daerah
yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Pada dasarnya
otonomi daerah untuk memberdayakan daerah termasuk meningkatkan kesejahtraan
rakyat yang merupakan bagian utama dari tujuan nasional sebuah Negara.
Dalam Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan daerah, Kecamatan tidak lagi merupakan penyelenggaraan dari asas
dekonsentrasi, tetapi sekarang kecamatan merupakan perangkat daerah kabupaten/kota
seperti tercantum dalam Undang - Undang Nomor 32 Tahun 2004 Bab IV Pasal 120
ayat (2) yang menyebutkan bahwa “Perangkat Daerah Kabupaten/kota terdiri atas
sekretaris daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah, kecamatan dan kelurahan”.
Sebagaimana perangkat daerah maka kecamatan mempunyai kewajiban memberikan
pelayanan yang optimal kepada masyarakat. Dalam hal ini kecamatan diharapkan
untuk lebih mempermudah dan mengoptimalkan pelayanan terhadap masyarakat. Untuk mendukung hal tersebut dalam
suatu perangkat kecamatan dibutuhkan aparatur kecamatan yang handal agar segala
sesuatu yang dibutuhkan masyarakat dapat tercapai secara maksimal. Pemimpin di
kecamatan adalah seorang camat yang harus mampu menjadi teladan bagi aparat
kecamatan dan masyarakatnya.
Camat berkedudukan sebagai koordinator penyelenggaraan
pemerintahan di wilayah kecamatan, berada di bawah dan bertanggung jawab kepada
bupati melalui sekretaris kabupaten atau kota. Menurut Peraturan Pemerintah
Nomor 19 Tahun 2008 tentang kecamatan adalah “camat sebutan lain adalah
pemimpin dan koordinator penyelenggara pemerintahan di wilayah kerja kecamatan
yang dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan kewenangan pemerintahan
dari bupati/walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah, dan
menyelenggarakan tugas umum pemerintahan”. Kemudian diganti menjadi Peraturan
Pemerintah Nomor 19 tahun 2008 tentang kecamatanadalah melaksanakan sebagian
tugas bupati/walikota, yang dalam pelaksanaan tugasnya dibantu oleh perangkat
kecamatan dan bertanggung jawab kepada bupati/walikota melalui sekretaris
daerah”.
Pelayanan merupakan tugas utama bagi aparatur baik bagi
sebagian abdi Negara maupun abdi masyarakat. Dimana pelayanan yang diberikan
kepada masyarakat setiap waktu selalu menuntut pelayanan publik yang
berkualitas dari birokrat yang dilakukan secara professional, transparan dan
akuntabilitas. Hal ini sesuai dengan Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1974 jo Undang
- Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok – pokok Kepegawaian dan kembali
mengalami perubahan menjadi Undang - Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur
Sipil Negara.
Dalam konteks Negara modern pelayanan publik tidak lagi
merupakan aktivitas Sembilan, tanpa payung hukum, gaji dan jaminan sosial yang
memadai, sebagaimana terjadi di Negara berkembang pada masa lalu. Sebagai
sebuah lembaga, pelayanan publik menjamin keberlansungan administrasi Negara
yang melibatkan pengembangan kebijakan pelayanan, dan memperoleh sumber daya
yang berasal dari dan untuk kepentingan publik. Pelayanan publik berpijak pada
prinsip – prinsip profesionalisme dan etika, seperti akuntabilitas,
efektifitas, efesiensi, intergritas, netralitas dan keadilan bagi semua
penerima layanan.
Pelayanan publik adalah segala bentuk jasa pelayanan,
baik dalam bentuk barang publik maupun jasa publik yang pada prinsipnya menjadi
tanggung jawab dan dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah,
dan lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah, dalam
rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan
ketentuan peraturan perundang – undangan.
Pelayanan publik merupakan tugas penting yang tidak dapat
diabaikan oleh pemerintah daerah sebab jika komponen pelayanan terjadi stagnasi
maka hampir dipastikan semua sektor akan berdampak kemacetan oleh sebab itu
perlu adanya perencanaan yang baikan dan bahkan difomulasikan standar pelayanan
pada masyarakat sesuai kewenangan yang duberikan pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah.
Namun, berbagai isu yang muncul dari berbagai kalangan
masyarakat pelayanan yang diberikan oleh pemerintah belum optimal bahkan ada
yang tidak memenuhi harapan masyarakat baik dari kalangan masyarakat umum,
organisasi, maupun dari kalangan pemerintah itu sendiri. Rendahnya mutu pelayanan
publik merupakan citra buruk pemerintah di tengah masyarakat, bagi masyarakat
yang pernah berurusan dengan birokrasi mengeluhkan, dan kecewa terhadap tidak
optimalnya ataupun tidak layaknya aparatur dalam memberikan pelayanan.
Perbaikan kinerja birokrasi pelayanan publik akan
berdampak luas terutama dalam tingkat kepercayaan masyarakat terhadap
pemerintah, sedangkan kurang baiknya kinerja adalah menjadi salah satu
pendorong munculnya krisis kepercayaan kepada pemerintah. Hal ini berdampak
pada peningkatan kesejahtraan masyarakat yang cenderung buruk bahkan benar –
benar buruk. Banyak hal yang aparat pemerintah abaikan sampai hal paling
kecilpun kadang tidak dapat diselesaikan sehingga menimbulkan penilaian negatif
dari masyarakat. Pelayanan yang diberikan aparatur pemerintah cenderung pasif
serta rumit seperti : tata cara pelayanan yang lambat, bertele – tele, serta
rumit. Dalam suatu daerah apalagi daerah yang masih premitif mereka akan kurang
mengerti apa yang menjadi aturan penyelesaian administrasi suatu instansi yang
hanya mereka tahu adalah hal – hal standar
yang sebelumnya mereka pernah alami bahkan ada pula penduduk yang tidak pernah alami
sebelumnya dan harus memulai dari awal.
Hal ini sangat berpengaruh terhadap kualitas pelayanan umum di daerah.
Jadi tidak heran ketika mendengar tuntutan perubahan ditujukan kepada aparatur
pemerintah, menyangkut pelayanan publik yang diberikan kepada masyarakat.
Mengenai pelayanan pemerintah saat ini sering mendapatkan
sorotan publik. Masyarakat Indonesia semakin kritis dan menginginkan pelayanan
yang maksimal dari pemerintah. Mereka menuntut pelayanan yang efektif dalam
berbagai hal. Tidak hanya di pusat pemerintahan, di semua tingkat pemerintahan
dari pusat sampai kelurahan mendapatkan tuntutan yang sama dari publik yaitu
pelayanan yang efektif. Ada banyak faktor
yang mempengaruhi efektifitas pelayanan suatu organisasi, yaitu disiplin kerja
dan iklim kerja suatu.
Efisiensi dalam memberikan pelayanan selain disebabkan
oleh jumlah aparat yang tidak seimbang dengan jumlah penduduk yang harus
dilayani, juga oleh banyaknya jenis pelayanan yang diberikan aparat kepada
masyarakat.
Pelayanan masyarakat dapat dikategorikan efektif apabila
masyarakat mendapatkan kemudahan pelayanan dengan prosedur yang singkat, tepat,
cepat dan memuaskan. Keberhasilan meningkatkan efektifitas pelayanan umum
ditentukan oleh faktor kemampuan pemerintah dalam memperbaiki tatanan yang ada
dalam lembaga tersebut. Baik itu tatanan secara fisik maupun non fisik. Selama ini
pemerintah lebih memfokuskan pembangunan fisik tetapi pemerintah tidak
menyadari bahwa pembangunan fisik belum tentu optimal mendukung kesejahtraan
masyarakat. Bahkan pembangunan fisik kadang untuk orang – orang yang
berkepentingan didalamnya bukan untuk masyarakat kalangan bawah.
Ketika kita berbicara tentang pelayanan publik maka
barang tentu terkait dengan aparatur pemerintahan yang menjalankan atau
menggerakkan pelayanan tersebut. Kualitas dari aparatur tersebut mempengaruhi
baik buruknya pelayanan dan penilaian masyarakat terhadap pelayanan yang diberikan pemerintah
kepada masyarakat. Disiplin kerja aparatur mempengaruhi kinerja pelayanan. Jadi
seorang pemimpin harus mampu menjadi teladan dan mampu meningkatkan disiplin
aparatnya guna meningkatkan pelayanan yang bermutu kepada masyarakat. Seperti
yang telah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 Tentang
Disiplin Pegawai Negeri Sipil yang merupakan langkah awal untuk menciptakan
aparatur yang professional sebagai pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 30
Tahun 1980 yang bersifat umum.
Disiplin kerja merupakan salah satu hal yang berperan
dalam pencapaian tujuan organisasi. Tanpa disiplin kerja yang baik sulit bagi
suatu organisasi untuk mencapai hasil yang optimal. Semakin baik disiplin kerja
aparatur maka semakin baik pelayanan yang diberikan dan semakin tinggi prestasi
yang akan dicapainya. Disiplin kerja yang baik mencerminkan besarnya rasa
tanggung jawab seseorang terhadap tugas – tugas yang diberikan kepadanya. Oleh
karena itu, setiap pemimpin harus memberikan teladan yang baik kepada
bawahannya dan selalu berusaha agar para bawahannya mempunyai disiplin kerja yang
baik. Dimana untuk memelihara dan meningkatkan disiplin kerja yang baik adalah
hal yang sulit, karena banyak faktor yang mempengaruhinya.
Setiap makhluk sosial tidak terlepas dari manusia yang
memimpinnya, sebab suatu kelompok tidak dapat berjalan, bila tidak ada
pemimpinnya. Pemimpin memegang peran
penting dalam suatu kelompok dan ikut menentukan sikap kelompoknya. Jadi
kelompok sosial membutuhkan pemimpin yang dapat dijadikan contoh yang baik agar
bawahannya memiliki kualitas yang baik pula.
Untuk itu idealnya seorang camat harus memiliki teknik –
teknik dan kepemimpinan yang dapat menggerakkan, menumbuhkan motivasi, aspirasi
dan ikut berperan serta dalam tugas dan fungsinya.
Demikian juga di kecamatan Sekongkang, peran camat sangat
dibutuhkan untuk memimpin organisasi pemerintah kecamatan Sekongkang. Camat
memegang peran yang penting terhadap maju mundurnya suatu kecamatan. Banyaknya
pegawai Negeri Sipil yang mangkir dari pekerjaan pada saat jam kerja serta
tidak professional dalam memberikan pelayanan menjadi tantangan utama bagi
camat untuk dapat mmeningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat dari peran
pegawai kecamatannya. Tidak hanya itu saja seorang camat harus bisa menumbuhkan
kesadaran pada pegawai atau bawahannya terhadap tugas dan fungsinya serta
pentingnya disiplin bagi pegawai.
Dalama hal ini peran camat benar – benar di tuntut untuk
menjadi teladan yang baik dah harus benar – benar mampu menggerakkan dan
memberi dorongan atau motivasi agar pegawai di kecamatan Sekongkang dapat
memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat. Masyarakat saat ini sudah mulai
berfikir kritis atas pelayanan pemerintah yang kurang baik bahkan buruk.
Penilaian ini sebagian di lontarkan oleh orang – orang yang mengerti denegan
birokrasi.
Untuk mewujudkan pegawai yang memiliki disiplin kerja,
diperlukan adanya pembinaan yang dilakukan camat terhadap pegawai. Untuk itu
pegawai sebagai sumber daya manusia perlu mendapatkan perhatian dan pemikiran
yang khusus dalam berbagai aspek. Dengan kurang disiplin kerjanya pegawai maka
akan berpengaruh terhadap kualitas pelayanan, pelaksanaan tugas dan fungsi
mereka masing – masing.
Pembinaan disiplin kerja pegawai kecamatan tidak semudah
seperti apa yang dibayangkan. Pegawai kecamatan terdiri dari berbagai watak dan
karakter yang berbeda sehingga perilaku dan sikap seseorang tidaklah selalu
sama dan sesuai dengan peraturan yang ada, yang pada akhirnya berpengaruh terhadap
hasil kerja dan prestasi kerja pegawai.
Melihat berbagai macam persoalan diatas maka penulis
tertarik untuk meneliti bagaimana gambaran kedisiplinan dan seluruh aktivitas pemimpin
dan pegawai di Kecamatan Sekongkang. Oleh karena itu penulis memilih judul
laporan akhir : “POTRET KEDISIPLINAN
APARATUR KECAMATAN SEKONGKANG KABUPATEN SUMBAWA BARAT DALAM PERSPEKTIF POLITIK
PEMERINTAHAN”.
1.2
Permasalahan
1.2.1
Identifikasi
Masalah
Berdasarkan
latar belakang penelitian, maka penulis mengidentifikasi beberapa permasalahan
yang menghambat pelayanan dan kurangnya kedisiplinan pegawai, yaitu :
1.
Adanya pekerjaan yang tidak
terselesaikan.
2.
Adanya pegawai Kecamatan
Sekongkang yang tidak masuk serta meninggalkan kantor pada jam dinas.
3.
Adanya sarana dan prasarana yang
belum mendukung aktivitas di Kecamatan Sekongkang.
4.
Pegawai belum paham dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
5.
Pegawai belum mengerti
tupoksinya masing – masing.
6.
Tidak tanggapnya pegawai
terhadap pelayanan yang masyarakat butuhkan.
7.
Proses pelayanan cenderung
rumit dan penyelesaian tugas memerlukan waktu yang lama.
1.2.2
Pembatasan Masalah
Karena
keterbatasan waktu dan informasi yang dimiliki, maka penulis hanya akan
memberikan gambaran aktivitas dan permasalahan yang yang menyebabkan kurang
disiplinnya pegawai dan buruknya pelayanan terhadap masyarakat.
1.2.3
Rumusan
Masalah
Berdasarkan masalah diatas, maka penulis
merumuskan permasalahan yang yang akan diteliti dan dianalisis, yaitu :
1. Apa
pendapat tokoh masyarakt Kecamatan Sekongkang tentang disiplin pegawai dalam
melayani masyarakat di Kecamatan Sekongkang ?
2. Kebijakan
apa yang diambil Camat untuk mendisiplinkan pegawai dalam upaya meyakinkan
masyarakat terhadap pelayanan yang baik ?
3. Langkah–langkah
politik apa yang dilakukaan masyarakat dalam mendisiplinkan pegawai dan
bagaimana respon politik Camat dalam mendisiplinkan pegawai di Kecamatan Sekongkang?
1.3
Maksud
dan Tujuan
1.3.1
Maksud
Maksud
dari penelitian ini adalah sebagai sarana berlatih bagi penulis untuk menambah keterampilan,
maksud lainnya adalah mengobservasi langsung pelaksanaan kegiatan politik dalam
pendisiplinan pegawai di kecamatan Sekongkang serta memperoleh data dan
informasi yang diperlukan berkaitan dengan penelitian.
1.3.2 Tujuan
Tujuan
Penelitian sebagai berikut :
a.
Untuk mengetahui pendapat
masyarakat tentang disiplin pegawai.
b.
Untuk mengetahui kebijakan
Camat dalam mendisiplinkan pegawai.
c.
Untuk mengetahui langkah –
langkah politik masyarakat dalam mendisiplinkan pegawai.
d.
Untuk mengetahui respon politik
Camat dalam mendisiplinkan pegawai.
1.4
Kegunaan
Magang
1.4.1
Kegunaan Praktis Untuk
Lokasi Magang
Sebagai
masukan pemikiran bagi pemerintahan kecamatan Sekongkang dalam rangka
mewujudkan dan meningkatkan disiplin pegawai di kecamatan Sekongkang dan
sebagai acuan dalam menjalankan pemerintahan kecamatan.
1.4.2
Kegunaan Praktis untuk Lembaga
Hasil
magang ini di harapkan dapat menjadi refrensi dan dapat digunakan untuk mengkaji topik – topik yang berkaitan
dengan pemerintahan kecamatan pada peningktan disiplin pegawai.
1.5
Defini
Objek yang diamati dan dikaji
1.5.1
Potret
Potret
dalam Kamus Besar Indonesia adalah foto,
gambaran, bayangan, pantulan, alat perekam gambar. Namun, maksud potret disini
adalah gambaran kehidupan pegawai aparat di kecamatan Sekongkang tentang
kedisiplinan pegawai dilihat dari segi politiknya yang sedang atau telah
dijalani yang dikumpulkan menjadi satu kesatuan kemudian dideskripsikan menjadi
suatu tulisan untuk menggambarkan dan melaporkan sesuatu yang berupa semu
diambil dari kejadian nyata kemudian dapat dijadikan pelajaran dan dapat
bermanfaat bagi orang sekitarnya.
1.5.2 Disiplin Pegawai dalam Perspektif Politik
Pemerintahan
Kata
kedisiplinan berasal dari bahasa latin yaitu discipulus, yang berarti mengajari atau mengikuti yang dihormati.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007) menyatakan bahwa disiplin adalah :
a)
Tata tertib (disekolah,
dikantor, kemiliteran dan sebagainya).
b)
Ketaatan (kepatuhan) pada
peraturan tata tertib.
c)
Bidang studi yang memiliki
objek dan sistem tertentu.
Kedisiplinan
adalah suatu kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui proses dari serangkauan
prilaku yang menunjukkan nilai – nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan,
keteraturan dan atau tertib. Karena sudah menyatu dengannya, maka sikap atau
perbuatan yang dilakuakan bukan lagi atau sama sekali tidak dirasakan sebagai
beban, bahkan sebaliknya akan membebani dirinya bila mana ia tidak berbuat
sebagaimana lazimnya (Prijodarminto, 1994).
Menurut
Ekosiswoyo dan Rachman (2000), kedisiplinan hakikatnya adalah sekumpulan
tingkah laku individu maupun masyarakat yang mencerminkan rasa ketaatan,
kepatuhan yang didukung oleh kesadaran untuk menunaikan tugas dan kewajiban
dalam rangka pencapaian tujuan.
Menurut
Arikunto (1990), didalam pembicaraan kedisiplinan dengan istilah yang
pengertiannya hampir sama tetapi pembentukannya secara berurutan. Kedua
isitilah itu adalah disipin dan ketertiban, ada juga yang menggunakan istilah
siasat dan ketertiban. Ketertiban menunjuk pada kepatuhan seseorang dalam
mengikuti peraturan dan tata tertib karena didorong oleh sesuatu dari luar
misalnya karena ingin mendapatkan pujian dari atasan. Selanjutnya pengertian
disiplin atau siasat menunjuk pada kepatuhan seseorang dalam mengikuti tata
tertib karena didorong kesadaran yang ada pada kata hatinya (Arikunto, 1990).
Kedisiplinan
dapat diartikan sebagai serangkaian aktivitas / latihan yang dirancang karena
dianggap perlu pelaksanaan untuk mendapatkan sasaran tertentu (Sukadji, 2000).
Kedisiplinan merupakan perilaku yang menggambarkan kepatuhan kepada suatu
aturan atau ketentuan. Kedisiplinan juga berarti suatu tuntutan bagi
berlanngsungnya suatu kemajuan dan perubahan – perubahan kearah yang lebih baik
(Budiono, 2006).
Santoso
(2004) menyatakan bahwa kedisiplinan adalah sesuatu yang teratur, misalnya
disiplin dalam melaksanakan pekerjaan berarti bekerja secara teratur.
Kedisiplinan berkenaan dengan kepatuhan dan ketaatan seseorang atau kelompok
terhadap norma – norma dan peraturan – peraturan yang berlaku baik tertulis
maupun tidak tertulis. Kedisiplinan dibentuk serta berkembambang melalui
latihan aadaan pendidikan sehingga terbentuk kesadaran dan keyakinan dalam
dirinya untuk berbuat tanpa paksaan. Kedisiplinan adalah suatu sikap yang
mencerminkan ketaatan dan ketepatan terhadap aturan (Moenir, 1999).
Sedangkan
pegawai adalah manusia yang terlibat dalam suatu organisasi. Pegawai adalah
merupakan tenaga kerja manusia jasmaniah maupun rohaniah (mental dan pikiran)
yang senantiasa dibutuhkan oleh karena itu menjadi salah satu modal pokok dalam
usaha kerja sama untuk mencapai tujuan tertentu (A.W Widjaja, 2006). Dari
definisi tersebut maka dapat diketahui bahwai pegawai merupakan modal pokok
dalam suatu organisasi , baik itu organisasi pemerintah maupun swasta.
Dikatakan bahwa pegawai adalah modal pokok dalam suatu organisasi karemna
berhasil tidaknya suatu organisasi dalam
mencapai tujuannya tergantung pada pegawai yang memimpin dala melaksanakan
tugas – tugas yang ada dalam organisasi tersebut.
Pegawai
yang telah memberikan tenaga maupun pikirannya dalam melaksanakan tugas ataupun
pekerjaan, baik itu organisasi pemerintah maupun organisasi swasta akan
mendapatkan imbalan sebagai balas jasa atas pekerjaan yang dikerjakan. Pegawai
adalah orang – orang yang melakukan pekerjaan dengan mendapatkan imbalan jasa
berupa gaji dan tunjangan dari pemerintah atau badan swasta. Mereka yang secara
langsung digerakkan oeleh seorang manajer untuk bertindak sebagai pelaksana
yang akan menyelenggarakan pekerjaan sehingga menghasilkan karya – karya yang
diharapkan dalam usaha pencapaian tujuan organisasi yang telah ditetapkan
(Musanefm, 2006). Definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa pegawai
adalah tenaga kerja atau menyelnggarakan pekerjaan perlu digerakan sehingga
mereka mempunyai ketrampilan dan kemampuan dalam bekerja yang pada akhirnya
akan dapat menghasilkan karya – karya bermanfaat untuk tercapaianya tujuan
organisasi. Karena tanpa kemampuan dan keterampilan pegawai sebagai pelaksana
pekerjaan maka alat – alat dalam organisasi tersebut akan merupakan benda mati
dan waktu yang dipergunakan akan terbuang dengan percuma sehingga pekerjaan
tidak efektif.
Kemudian
dalam Undang – Undang Pokok Kepegawaian No. 43 Tahun 1999 Tentang Perubahan Undang
- Undang Nomor 8 Tahun 1974 Tentang Pokok Kepegawaian yaitu :
1.
Pegawai negeri adalah unsur aparatur
Negara, abdi Negara, dan abdi masyarakat yang dengan kesetiaan dan ketaatan
kepada Pancasila Undang – Undang Dasar 1945, Negara dan pemerintah,
menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan.
2.
Pegawai negeri adalah mereka
yang telah memenuhi syarat – syarat yang ditentukan dalam peraturan perundang –
undangan yang berlaku, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas
dalam sesuatu peraturan perundang – undangan dan digaji menurut peraturan
perundang –undangan yang berlaku.
Jadi, kedisiplinan pegawai negeri sipil dalam
perspektif politik adalah ketaatan dan kesanggupan pegawai negeri sipil atas
tugas dan fungsinya dalam menjalankan organisasi pemerintahan yang telah diatur
dalam peraturan perundang – undangan atau peraturan kedinasan baik secara
terpaksa maupun atas kesadaran sendiri yang apabila tidak ditaati atau
dilanggar, maka dijatuhi hukuman disiplin. Disiplin akan berdampak pada
kualitas pelayanan publik. Politik sangat berkaitan erat dengan kepercayaan dan
opini masyarakat terhadap pelayanan yang diberikan pemerintah kepada
masyarakat. Semakin masyarakat memiliki kepercayaan kepada pemerintah maka
pemerintah akan semakin bisa mempertahankan kekuasaannya lebih lama atau bisa
mendapatkan kekuasaan. Pemerintah mendapatkan kekuasaan salah satunya dengan
cara memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat ialah dengan mendisiplinkan
pegawai negeri sipil yang ada pada suatu wilayah.
Kebijakan
adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi pedoman dan dasar rencana dalam
pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak. Istilah ini
dapat diterapkan pada pemerintahan, organisasi dan kelompok sektor swasta.
Kebijakan atau kajian kebijakan dapat pula merujuk pada proses pembuatan
keputusan – keputusan penting organisasi, termasuk identifikasi berbagai
alternatif seperti prioritas program atau pengeluaran dan pemilihannya
berdasarkan pada dampaknya.
Sementara kedisiplinan pegawai
tertera dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 Tentang Disiplin
Pegawai. Maka, kebijakan kedisiplinan pegawai adalah keputusan yang diambil
oleh pemegang kekuasaan dalam melaksanan penertiban pegawai yang sesuai dengan
aturan yang berlaku . dalam melaksanakan kebijakan ini maka pemerintah membuat
program – program khusus sebagai tindakan atau wujud dari sebuah keputusan
yakni seperti melakukan hukuman disiplin bagi pegawai yang telat masuk atau
tidak melaksanakan tupoksinya.
No comments:
Post a Comment