Thursday, April 5, 2018

POTRET KEDISIPLINAN APARATUR KECAMATAN SEKONGKANG KABUPATEN SUMBAWA BARAT DALAM PERSPEKTIF POLITIK PEMERINTAHAN



BAB I
PENDAHULUAN    

1.1         Latar Belakang
Negara adalah suatu wilayah dipermukaan bumi yang kekuasaannya baik politik, militer, ekonomi, sosial maupun budayanya diatur oleh pemerintah yang berada di wilayah tersebut. Negara juga merupakan suatu wilayah yang memiliki suatu sistem atau aturan yang berlaku bagi semua individu di wilayah tersebut dan berdiri secara independent. Dalam arti luas Negara merupakan sosial masyarakat yang diatur secara konstitusional berdasarkan Undang – Undang Dasar untuk mewujudkan kepentingan bersama. Tugas Negara tertuang jelas dalam Pembukaan Undang – Undang Dasar 1945 alinea ke- 4 yakni untuk mengatur kehidupan yang ada dalam Negara untuk mencapai tujuan Negara, antara lain menjaga ketertiban masyarakat, mengusahakan ketertiban masyarakat, mengusakan kesejahtraan rakyat, membentuk pertahanan, dan menegakkan keadilan.
Unsur sebuah Negara ialah rakyat, wilayah dan pemerintah yang tanpa ketiganya tidak akan terbentuk sebuah Negara. Rakyat merupakan unsur terpentingan dalam Negara karena manusialah yang berkepentingan agar organisasi Negara berjalan dengan baik dan rakyatlah yang menjadi tujuan utama dalam suatu Negara. Pemerintah merupakan ujung tombak untuk dapat mewujudkan dan mengatur kepentingan rakyat. Dimana pemerintah diharuskan untuk dapat bekerja secara optimal meleksanakan tugas, fungsi dan tanggung jawabnya, baik itu oleh pemerintahan pusat dan daerah.
Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas – luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Repubik Indonesia sebagaiman dimaksuud dalam Undang – Undang Dasar tahun 1945. Dimana kebijakan yang disusun oleh pemerintah daerah, baik itu : visi, misi dan kebijakan – kebijakan politik, ekonomi, sosial dan budaya mempertimbangkan kemajuan dan potensi kekhasan yang dimiliki oleh kondisi rakyat dan daerah, demi kepentingan rakyat dan daerah tersebut. Pemerintahan daerah memiliki memiliki wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang – undangan.
Hakikat otonomi daerah adalah substansi dari gagasan otonomi daerah itu sendiri.  Hakikat otonomi di Indonesia sesungguhnya telah tergambar dalam peraturan perundang – undangan yang mengatur dan sekaligus menjadi dasar pelaksanaan konsep otonomi daerah di Indonesia. Keseluruhan peraturan perundang – undangan yang mengatur dalam pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia tersebut diarahkan untuk menghadirkan hakikat otonomi daerah di tengah – tengah masyarakat Indoneesia. Dimana masyarakat menghendaki terciptanya suatu bentuk pemerintah yang responsif, transparan, dan aspiratif terhadap berbagai kehidupan masyarakat. Untuk itu perlu adanya pemerintahan daerah yang tangguh dan didukung oleh sistem serta mekanisme kerja yang professional, hal ini didukung dengan dikeluarkannya Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2004, dimana pemerintahan daerah memiliki prinsip otonomi yang luas, nyata dan bertanggungjawab. Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2004 itu sendiri sudah mengalami penyempurnaan, yaitu dengan Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2014 dan Undang – Undang Nomor 09 Tahun 2015.
Adapun prinsip otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus peraturan perundang – undangan. Undang – Undang pertama yang menagtur otonomi daerah adalah daerah – daerah yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Pada dasarnya otonomi daerah untuk memberdayakan daerah termasuk meningkatkan kesejahtraan rakyat yang merupakan bagian utama dari tujuan nasional sebuah Negara.
Dalam Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah, Kecamatan tidak lagi merupakan penyelenggaraan dari asas dekonsentrasi, tetapi sekarang kecamatan merupakan perangkat daerah kabupaten/kota seperti tercantum dalam Undang - Undang Nomor 32 Tahun 2004 Bab IV Pasal 120 ayat (2) yang menyebutkan bahwa “Perangkat Daerah Kabupaten/kota terdiri atas sekretaris daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah, kecamatan dan kelurahan”. Sebagaimana perangkat daerah maka kecamatan mempunyai kewajiban memberikan pelayanan yang optimal kepada masyarakat. Dalam hal ini kecamatan diharapkan untuk lebih mempermudah dan mengoptimalkan pelayanan terhadap  masyarakat. Untuk mendukung hal tersebut dalam suatu perangkat kecamatan dibutuhkan aparatur kecamatan yang handal agar segala sesuatu yang dibutuhkan masyarakat dapat tercapai secara maksimal. Pemimpin di kecamatan adalah seorang camat yang harus mampu menjadi teladan bagi aparat kecamatan dan masyarakatnya.
Camat berkedudukan sebagai koordinator penyelenggaraan pemerintahan di wilayah kecamatan, berada di bawah dan bertanggung jawab kepada bupati melalui sekretaris kabupaten atau kota. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 tentang kecamatan adalah “camat sebutan lain adalah pemimpin dan koordinator penyelenggara pemerintahan di wilayah kerja kecamatan yang dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan kewenangan pemerintahan dari bupati/walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah, dan menyelenggarakan tugas umum pemerintahan”. Kemudian diganti menjadi Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2008 tentang kecamatanadalah melaksanakan sebagian tugas bupati/walikota, yang dalam pelaksanaan tugasnya dibantu oleh perangkat kecamatan dan bertanggung jawab kepada bupati/walikota melalui sekretaris daerah”.
Pelayanan merupakan tugas utama bagi aparatur baik bagi sebagian abdi Negara maupun abdi masyarakat. Dimana pelayanan yang diberikan kepada masyarakat setiap waktu selalu menuntut pelayanan publik yang berkualitas dari birokrat yang dilakukan secara professional, transparan dan akuntabilitas. Hal ini sesuai dengan Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1974 jo Undang - Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok – pokok Kepegawaian dan kembali mengalami perubahan menjadi Undang - Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara.
Dalam konteks Negara modern pelayanan publik tidak lagi merupakan aktivitas Sembilan, tanpa payung hukum, gaji dan jaminan sosial yang memadai, sebagaimana terjadi di Negara berkembang pada masa lalu. Sebagai sebuah lembaga, pelayanan publik menjamin keberlansungan administrasi Negara yang melibatkan pengembangan kebijakan pelayanan, dan memperoleh sumber daya yang berasal dari dan untuk kepentingan publik. Pelayanan publik berpijak pada prinsip – prinsip profesionalisme dan etika, seperti akuntabilitas, efektifitas, efesiensi, intergritas, netralitas dan keadilan bagi semua penerima layanan.
Pelayanan publik adalah segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang publik maupun jasa publik yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah, dan lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah, dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang – undangan.
Pelayanan publik merupakan tugas penting yang tidak dapat diabaikan oleh pemerintah daerah sebab jika komponen pelayanan terjadi stagnasi maka hampir dipastikan semua sektor akan berdampak kemacetan oleh sebab itu perlu adanya perencanaan yang baikan dan bahkan difomulasikan standar pelayanan pada masyarakat sesuai kewenangan yang duberikan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah.
Namun, berbagai isu yang muncul dari berbagai kalangan masyarakat pelayanan yang diberikan oleh pemerintah belum optimal bahkan ada yang tidak memenuhi harapan masyarakat baik dari kalangan masyarakat umum, organisasi, maupun dari kalangan pemerintah itu sendiri. Rendahnya mutu pelayanan publik merupakan citra buruk pemerintah di tengah masyarakat, bagi masyarakat yang pernah berurusan dengan birokrasi mengeluhkan, dan kecewa terhadap tidak optimalnya ataupun tidak layaknya aparatur dalam memberikan pelayanan.
Perbaikan kinerja birokrasi pelayanan publik akan berdampak luas terutama dalam tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah, sedangkan kurang baiknya kinerja adalah menjadi salah satu pendorong munculnya krisis kepercayaan kepada pemerintah. Hal ini berdampak pada peningkatan kesejahtraan masyarakat yang cenderung buruk bahkan benar – benar buruk. Banyak hal yang aparat pemerintah abaikan sampai hal paling kecilpun kadang tidak dapat diselesaikan sehingga menimbulkan penilaian negatif dari masyarakat. Pelayanan yang diberikan aparatur pemerintah cenderung pasif serta rumit seperti : tata cara pelayanan yang lambat, bertele – tele, serta rumit. Dalam suatu daerah apalagi daerah yang masih premitif mereka akan kurang mengerti apa yang menjadi aturan penyelesaian administrasi suatu instansi yang hanya  mereka tahu adalah hal – hal standar yang sebelumnya mereka pernah alami bahkan ada pula penduduk yang tidak pernah alami sebelumnya dan harus memulai dari awal.  Hal ini sangat berpengaruh terhadap kualitas pelayanan umum di daerah. Jadi tidak heran ketika mendengar tuntutan perubahan ditujukan kepada aparatur pemerintah, menyangkut pelayanan publik yang diberikan kepada masyarakat.
Mengenai pelayanan pemerintah saat ini sering mendapatkan sorotan publik. Masyarakat Indonesia semakin kritis dan menginginkan pelayanan yang maksimal dari pemerintah. Mereka menuntut pelayanan yang efektif dalam berbagai hal. Tidak hanya di pusat pemerintahan, di semua tingkat pemerintahan dari pusat sampai kelurahan mendapatkan tuntutan yang sama dari publik yaitu pelayanan yang efektif.  Ada banyak faktor yang mempengaruhi efektifitas pelayanan suatu organisasi, yaitu disiplin kerja dan iklim kerja suatu.
Efisiensi dalam memberikan pelayanan selain disebabkan oleh jumlah aparat yang tidak seimbang dengan jumlah penduduk yang harus dilayani, juga oleh banyaknya jenis pelayanan yang diberikan aparat kepada masyarakat.
Pelayanan masyarakat dapat dikategorikan efektif apabila masyarakat mendapatkan kemudahan pelayanan dengan prosedur yang singkat, tepat, cepat dan memuaskan. Keberhasilan meningkatkan efektifitas pelayanan umum ditentukan oleh faktor kemampuan pemerintah dalam memperbaiki tatanan yang ada dalam lembaga tersebut. Baik itu tatanan secara fisik maupun non fisik. Selama ini pemerintah lebih memfokuskan pembangunan fisik tetapi pemerintah tidak menyadari bahwa pembangunan fisik belum tentu optimal mendukung kesejahtraan masyarakat. Bahkan pembangunan fisik kadang untuk orang – orang yang berkepentingan didalamnya bukan untuk masyarakat kalangan bawah.
Ketika kita berbicara tentang pelayanan publik maka barang tentu terkait dengan aparatur pemerintahan yang menjalankan atau menggerakkan pelayanan tersebut. Kualitas dari aparatur tersebut mempengaruhi baik buruknya pelayanan dan penilaian masyarakat  terhadap pelayanan yang diberikan pemerintah kepada masyarakat. Disiplin kerja aparatur mempengaruhi kinerja pelayanan. Jadi seorang pemimpin harus mampu menjadi teladan dan mampu meningkatkan disiplin aparatnya guna meningkatkan pelayanan yang bermutu kepada masyarakat. Seperti yang telah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil yang merupakan langkah awal untuk menciptakan aparatur yang professional sebagai pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 yang bersifat umum.
Disiplin kerja merupakan salah satu hal yang berperan dalam pencapaian tujuan organisasi. Tanpa disiplin kerja yang baik sulit bagi suatu organisasi untuk mencapai hasil yang optimal. Semakin baik disiplin kerja aparatur maka semakin baik pelayanan yang diberikan dan semakin tinggi prestasi yang akan dicapainya. Disiplin kerja yang baik mencerminkan besarnya rasa tanggung jawab seseorang terhadap tugas – tugas yang diberikan kepadanya. Oleh karena itu, setiap pemimpin harus memberikan teladan yang baik kepada bawahannya dan selalu berusaha agar para bawahannya mempunyai disiplin kerja yang baik. Dimana untuk memelihara dan meningkatkan disiplin kerja yang baik adalah hal yang sulit, karena banyak faktor yang mempengaruhinya.
Setiap makhluk sosial tidak terlepas dari manusia yang memimpinnya, sebab suatu kelompok tidak dapat berjalan, bila tidak ada pemimpinnya. Pemimpin memegang  peran penting dalam suatu kelompok dan ikut menentukan sikap kelompoknya. Jadi kelompok sosial membutuhkan pemimpin yang dapat dijadikan contoh yang baik agar bawahannya memiliki kualitas yang baik pula.
Untuk itu idealnya seorang camat harus memiliki teknik – teknik dan kepemimpinan yang dapat menggerakkan, menumbuhkan motivasi, aspirasi dan ikut berperan serta dalam tugas dan fungsinya.
Demikian juga di kecamatan Sekongkang, peran camat sangat dibutuhkan untuk memimpin organisasi pemerintah kecamatan Sekongkang. Camat memegang peran yang penting terhadap maju mundurnya suatu kecamatan. Banyaknya pegawai Negeri Sipil yang mangkir dari pekerjaan pada saat jam kerja serta tidak professional dalam memberikan pelayanan menjadi tantangan utama bagi camat untuk dapat mmeningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat dari peran pegawai kecamatannya. Tidak hanya itu saja seorang camat harus bisa menumbuhkan kesadaran pada pegawai atau bawahannya terhadap tugas dan fungsinya serta pentingnya disiplin bagi pegawai.
Dalama hal ini peran camat benar – benar di tuntut untuk menjadi teladan yang baik dah harus benar – benar mampu menggerakkan dan memberi dorongan atau motivasi agar pegawai di kecamatan Sekongkang dapat memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat. Masyarakat saat ini sudah mulai berfikir kritis atas pelayanan pemerintah yang kurang baik bahkan buruk. Penilaian ini sebagian di lontarkan oleh orang – orang yang mengerti denegan birokrasi.
Untuk mewujudkan pegawai yang memiliki disiplin kerja, diperlukan adanya pembinaan yang dilakukan camat terhadap pegawai. Untuk itu pegawai sebagai sumber daya manusia perlu mendapatkan perhatian dan pemikiran yang khusus dalam berbagai aspek. Dengan kurang disiplin kerjanya pegawai maka akan berpengaruh terhadap kualitas pelayanan, pelaksanaan tugas dan fungsi mereka masing – masing.
Pembinaan disiplin kerja pegawai kecamatan tidak semudah seperti apa yang dibayangkan. Pegawai kecamatan terdiri dari berbagai watak dan karakter yang berbeda sehingga perilaku dan sikap seseorang tidaklah selalu sama dan sesuai dengan peraturan yang ada, yang pada akhirnya berpengaruh terhadap hasil kerja dan prestasi kerja pegawai.
Melihat berbagai macam persoalan diatas maka penulis tertarik untuk meneliti bagaimana gambaran kedisiplinan dan seluruh aktivitas pemimpin dan pegawai di Kecamatan Sekongkang. Oleh karena itu penulis memilih judul laporan akhir : “POTRET KEDISIPLINAN APARATUR KECAMATAN SEKONGKANG KABUPATEN SUMBAWA BARAT DALAM PERSPEKTIF POLITIK PEMERINTAHAN”.



1.2         Permasalahan
1.2.1     Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian, maka penulis mengidentifikasi beberapa permasalahan yang menghambat pelayanan dan kurangnya kedisiplinan pegawai, yaitu :
1.         Adanya pekerjaan yang tidak terselesaikan.
2.         Adanya pegawai Kecamatan Sekongkang yang tidak masuk serta meninggalkan kantor pada jam dinas.
3.         Adanya sarana dan prasarana yang belum mendukung aktivitas di Kecamatan Sekongkang.
4.         Pegawai belum paham dengan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
5.         Pegawai belum mengerti tupoksinya masing – masing.
6.         Tidak tanggapnya pegawai terhadap pelayanan yang masyarakat butuhkan.
7.         Proses pelayanan cenderung rumit dan penyelesaian tugas memerlukan waktu yang lama.

1.2.2         Pembatasan Masalah
Karena keterbatasan waktu dan informasi yang dimiliki, maka penulis hanya akan memberikan gambaran aktivitas dan permasalahan yang yang menyebabkan kurang disiplinnya pegawai dan buruknya pelayanan terhadap masyarakat.

1.2.3        Rumusan Masalah
  Berdasarkan masalah diatas, maka penulis merumuskan permasalahan yang yang akan diteliti dan dianalisis, yaitu :
1.    Apa pendapat tokoh masyarakt Kecamatan Sekongkang tentang disiplin pegawai dalam melayani masyarakat di Kecamatan Sekongkang ?
2.    Kebijakan apa yang diambil Camat untuk mendisiplinkan pegawai dalam upaya meyakinkan masyarakat terhadap pelayanan yang baik ?
3.    Langkah–langkah politik apa yang dilakukaan masyarakat dalam mendisiplinkan pegawai dan bagaimana respon politik Camat dalam mendisiplinkan pegawai  di Kecamatan Sekongkang?

1.3               Maksud dan Tujuan
1.3.1            Maksud
Maksud dari penelitian ini adalah sebagai sarana berlatih bagi penulis untuk menambah keterampilan, maksud lainnya adalah mengobservasi langsung pelaksanaan kegiatan politik dalam pendisiplinan pegawai di kecamatan Sekongkang serta memperoleh data dan informasi yang diperlukan berkaitan dengan penelitian.


1.3.2       Tujuan
Tujuan Penelitian sebagai berikut :
a.         Untuk mengetahui pendapat masyarakat tentang disiplin pegawai.
b.         Untuk mengetahui kebijakan Camat dalam mendisiplinkan pegawai.
c.         Untuk mengetahui langkah – langkah politik masyarakat dalam mendisiplinkan pegawai.
d.         Untuk mengetahui respon politik Camat dalam mendisiplinkan pegawai.

1.4            Kegunaan Magang
1.4.1        Kegunaan Praktis Untuk Lokasi Magang
Sebagai masukan pemikiran bagi pemerintahan kecamatan Sekongkang dalam rangka mewujudkan dan meningkatkan disiplin pegawai di kecamatan Sekongkang dan sebagai acuan dalam menjalankan pemerintahan kecamatan.

1.4.2         Kegunaan Praktis untuk Lembaga
Hasil magang ini di harapkan dapat menjadi refrensi dan dapat digunakan  untuk mengkaji topik – topik yang berkaitan dengan pemerintahan kecamatan pada peningktan disiplin pegawai.



1.5               Defini Objek yang diamati dan dikaji
1.5.1           Potret
Potret dalam  Kamus Besar Indonesia adalah foto, gambaran, bayangan, pantulan, alat perekam gambar. Namun, maksud potret disini adalah gambaran kehidupan pegawai aparat di kecamatan Sekongkang tentang kedisiplinan pegawai dilihat dari segi politiknya yang sedang atau telah dijalani yang dikumpulkan menjadi satu kesatuan kemudian dideskripsikan menjadi suatu tulisan untuk menggambarkan dan melaporkan sesuatu yang berupa semu diambil dari kejadian nyata kemudian dapat dijadikan pelajaran dan dapat bermanfaat bagi orang sekitarnya.

1.5.2     Disiplin Pegawai dalam Perspektif Politik Pemerintahan
Kata kedisiplinan berasal dari bahasa latin yaitu discipulus, yang berarti mengajari atau mengikuti yang dihormati. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007) menyatakan bahwa disiplin adalah :
a)        Tata tertib (disekolah, dikantor, kemiliteran dan sebagainya).
b)        Ketaatan (kepatuhan) pada peraturan tata tertib.
c)         Bidang studi yang memiliki objek dan sistem tertentu.
Kedisiplinan adalah suatu kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui proses dari serangkauan prilaku yang menunjukkan nilai – nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan, keteraturan dan atau tertib. Karena sudah menyatu dengannya, maka sikap atau perbuatan yang dilakuakan bukan lagi atau sama sekali tidak dirasakan sebagai beban, bahkan sebaliknya akan membebani dirinya bila mana ia tidak berbuat sebagaimana lazimnya (Prijodarminto, 1994).
Menurut Ekosiswoyo dan Rachman (2000), kedisiplinan hakikatnya adalah sekumpulan tingkah laku individu maupun masyarakat yang mencerminkan rasa ketaatan, kepatuhan yang didukung oleh kesadaran untuk menunaikan tugas dan kewajiban dalam rangka pencapaian tujuan.
Menurut Arikunto (1990), didalam pembicaraan kedisiplinan dengan istilah yang pengertiannya hampir sama tetapi pembentukannya secara berurutan. Kedua isitilah itu adalah disipin dan ketertiban, ada juga yang menggunakan istilah siasat dan ketertiban. Ketertiban menunjuk pada kepatuhan seseorang dalam mengikuti peraturan dan tata tertib karena didorong oleh sesuatu dari luar misalnya karena ingin mendapatkan pujian dari atasan. Selanjutnya pengertian disiplin atau siasat menunjuk pada kepatuhan seseorang dalam mengikuti tata tertib karena didorong kesadaran yang ada pada kata hatinya (Arikunto, 1990).
Kedisiplinan dapat diartikan sebagai serangkaian aktivitas / latihan yang dirancang karena dianggap perlu pelaksanaan untuk mendapatkan sasaran tertentu (Sukadji, 2000). Kedisiplinan merupakan perilaku yang menggambarkan kepatuhan kepada suatu aturan atau ketentuan. Kedisiplinan juga berarti suatu tuntutan bagi berlanngsungnya suatu kemajuan dan perubahan – perubahan kearah yang lebih baik (Budiono, 2006).
Santoso (2004) menyatakan bahwa kedisiplinan adalah sesuatu yang teratur, misalnya disiplin dalam melaksanakan pekerjaan berarti bekerja secara teratur. Kedisiplinan berkenaan dengan kepatuhan dan ketaatan seseorang atau kelompok terhadap norma – norma dan peraturan – peraturan yang berlaku baik tertulis maupun tidak tertulis. Kedisiplinan dibentuk serta berkembambang melalui latihan aadaan pendidikan sehingga terbentuk kesadaran dan keyakinan dalam dirinya untuk berbuat tanpa paksaan. Kedisiplinan adalah suatu sikap yang mencerminkan ketaatan dan ketepatan terhadap aturan (Moenir, 1999).
Sedangkan pegawai adalah manusia yang terlibat dalam suatu organisasi. Pegawai adalah merupakan tenaga kerja manusia jasmaniah maupun rohaniah (mental dan pikiran) yang senantiasa dibutuhkan oleh karena itu menjadi salah satu modal pokok dalam usaha kerja sama untuk mencapai tujuan tertentu (A.W Widjaja, 2006). Dari definisi tersebut maka dapat diketahui bahwai pegawai merupakan modal pokok dalam suatu organisasi , baik itu organisasi pemerintah maupun swasta. Dikatakan bahwa pegawai adalah modal pokok dalam suatu organisasi karemna berhasil tidaknya suatu organisasi  dalam mencapai tujuannya tergantung pada pegawai yang memimpin dala melaksanakan tugas – tugas yang ada dalam organisasi tersebut.
Pegawai yang telah memberikan tenaga maupun pikirannya dalam melaksanakan tugas ataupun pekerjaan, baik itu organisasi pemerintah maupun organisasi swasta akan mendapatkan imbalan sebagai balas jasa atas pekerjaan yang dikerjakan. Pegawai adalah orang – orang yang melakukan pekerjaan dengan mendapatkan imbalan jasa berupa gaji dan tunjangan dari pemerintah atau badan swasta. Mereka yang secara langsung digerakkan oeleh seorang manajer untuk bertindak sebagai pelaksana yang akan menyelenggarakan pekerjaan sehingga menghasilkan karya – karya yang diharapkan dalam usaha pencapaian tujuan organisasi yang telah ditetapkan (Musanefm, 2006). Definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa pegawai adalah tenaga kerja atau menyelnggarakan pekerjaan perlu digerakan sehingga mereka mempunyai ketrampilan dan kemampuan dalam bekerja yang pada akhirnya akan dapat menghasilkan karya – karya bermanfaat untuk tercapaianya tujuan organisasi. Karena tanpa kemampuan dan keterampilan pegawai sebagai pelaksana pekerjaan maka alat – alat dalam organisasi tersebut akan merupakan benda mati dan waktu yang dipergunakan akan terbuang dengan percuma sehingga pekerjaan tidak efektif.
Kemudian dalam Undang – Undang Pokok Kepegawaian No. 43 Tahun 1999 Tentang Perubahan Undang - Undang Nomor 8 Tahun 1974 Tentang Pokok Kepegawaian yaitu :
1.         Pegawai negeri adalah unsur aparatur Negara, abdi Negara, dan abdi masyarakat yang dengan kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila Undang – Undang Dasar 1945, Negara dan pemerintah, menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan.
2.         Pegawai negeri adalah mereka yang telah memenuhi syarat – syarat yang ditentukan dalam peraturan perundang – undangan yang berlaku, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam sesuatu peraturan perundang – undangan dan digaji menurut peraturan perundang –undangan yang berlaku.
  Jadi, kedisiplinan pegawai negeri sipil dalam perspektif politik adalah ketaatan dan kesanggupan pegawai negeri sipil atas tugas dan fungsinya dalam menjalankan organisasi pemerintahan yang telah diatur dalam peraturan perundang – undangan atau peraturan kedinasan baik secara terpaksa maupun atas kesadaran sendiri yang apabila tidak ditaati atau dilanggar, maka dijatuhi hukuman disiplin. Disiplin akan berdampak pada kualitas pelayanan publik. Politik sangat berkaitan erat dengan kepercayaan dan opini masyarakat terhadap pelayanan yang diberikan pemerintah kepada masyarakat. Semakin masyarakat memiliki kepercayaan kepada pemerintah maka pemerintah akan semakin bisa mempertahankan kekuasaannya lebih lama atau bisa mendapatkan kekuasaan. Pemerintah mendapatkan kekuasaan salah satunya dengan cara memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat ialah dengan mendisiplinkan pegawai negeri sipil yang ada pada suatu wilayah.
              Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi pedoman dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak. Istilah ini dapat diterapkan pada pemerintahan, organisasi dan kelompok sektor swasta. Kebijakan atau kajian kebijakan dapat pula merujuk pada proses pembuatan keputusan – keputusan penting organisasi, termasuk identifikasi berbagai alternatif seperti prioritas program atau pengeluaran dan pemilihannya berdasarkan pada dampaknya.
                 Sementara kedisiplinan pegawai tertera dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 Tentang Disiplin Pegawai. Maka, kebijakan kedisiplinan pegawai adalah keputusan yang diambil oleh pemegang kekuasaan dalam melaksanan penertiban pegawai yang sesuai dengan aturan yang berlaku . dalam melaksanakan kebijakan ini maka pemerintah membuat program – program khusus sebagai tindakan atau wujud dari sebuah keputusan yakni seperti melakukan hukuman disiplin bagi pegawai yang telat masuk atau tidak melaksanakan tupoksinya.



No comments:

Post a Comment

buku bimbingan

                                                                                                                                            ...

082126189815

Name

Email *

Message *