BAB
I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pembangunan
nasional dan daerah merupakan usaha untuk mencapai masyarakat adil dan makmur
yang merata baik secara material dan spritual di dalam wadah Negara Kesatuan
Republik Indonesia, yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD)
Republik Indonesia 1945. Pelaksanaan pembangunan daerah ditujukan untuk seluruh
lapisan masyarakat, karena merupakan bagian integral dari pembangunan nasional.
Pelaksanaan pembangunan nasional berupaya mengkaji pembangunan secara
berkesinambungan dalam seluruh sendi kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Disisi lain dalam upaya mencapai sasaran tersebut diperlukan keterlibatan
antara pemerintah dan masyarakat yang dilaksanakan secara berkesinambungan.
Sedangkan sasaran pembangunan ditujukan guna mendukung tercapainya tujuan
pembangunan nasional dan daerah. Denganhadirnyareformasipembangunandapatdikontrollangsungolehrakyat,
dan kebijakan pembangunan didasari demokrasi yang berbunyi dari, oleh dan untuk rakyat, sehingga dengan dasar ini partisipasi rakyat tidak terkekang seperti pada masa orde baru. Semua pembangunan
menyangkut bahkan ditujukan untuk masyarakat, tetapi sebagai metode, serta pembangunan
masyarakat mempunyai karateristik tersendiri. Pembangunan masyarakat tidak saja
bermaksud membina hubungan dan kehidupan setiap orang untuk hidup
bermasyarakat, melainkan juga untuk membangun masyarakat karena setiap satuan
masyarakat mempunyai kekuatan sendiri misalnya kerukunan, keakraban solidaritas
dan kebersamaan. Suatu masyarakat bisa kehilangan kekuatannya jika masyarakat
itu mengalami community disorganization.
Untuk mengatasi masalah itu community
development atau pembangunan masyarakat dilancarkan. Untuk Indonesia, pembangunan
masyarakat memegang peranan penting.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
diberlakukan yang kemudian diganti dengan
Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 pemerintahan daerah membawa
dampak yang cukup signifikan terhadap tugas, beban dan tanggung jawab bagi
pemerintah daerah otonom. Maka untuk mengimplementasikan otonomi daerah
tersebut secara nyata kabupaten/kota dituntut untuk menggali dan mengembangkan
potensi daerahnya, sehingga mampu meningkatkan pendapatan asli daerah, yang
juga merupakan salah satu sumber utama pembiayaan dalam penyelenggaraan
tugas-tugas pemerintahan, kemasyarakatan, dan pembangunan. Menurut Undang-Undang No.25 Tahun2004 Pasal 1 Ayat
2 yang menyebutkan bahwa
Pembangunan Nasional adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa dalam rangka mencapai tujuan bernegara. Kemudian dijelaskan
lebih lanjut bahwa tugas pokok pemerintah dalam menyempurnakan dan menjaga
kemerdekaan adalah mengisinya dengan kegiatan pembangunan yang berkeadilan dan
demokratis yang dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan. Untuk
menjamin agar kegiatan pembangunan berjalan efektif, efisien, dan bersasaran
maka diperlukan perencanaan pembangunan nasional. Menurut Undang-Undang Nomor
25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) pada pasal
2 ayat (4) bahwa sistem perencanaan nasional bertujuan untuk :
1. Mendukung kordinasi antar pelaku pembangunan
2. Menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi baik antar
daerah, antar uang, antar waktu, antar fungsi pemerintah maupun antar pusat dan
daerah
3. Menjamin keterkaitan dan konsistensi antar perencanaan, penganggaran,
pelaksanaan, dan pengawasan
4. Mengoptimalkan partisipasi masyarakat
5. Menjamin tercapinya penggunaan sumber daya secara efisien, efektif, dan
berkelanjutan
Partisipasi masyarakat merupakan unsur yang tidak dapat dipisahkan dalam proses pembangunan itu sendiri. Partisipasi masyarakat mutlak diperlukan dalam
pembangunan karena merupakan salah satu indikator untuk mengukur keberhasilan
pembangunan itu sangat ditentukan oleh partisipasi masyarakat.
Partisipasi masyarakat di dalam setiap
proses pembuatan kebijakan publik merupakan hal penting sebagai cermin asas
demokrasi di suatu negara. Hal ini sangat tepat ketika partisipasi masyarakat
kemudian diangkat menjadi salah satu prinsip yang harus dijalankan oleh
pemerintah dalam upaya mewujudkan good
governance(kepemerintahan yang baik). Pentingnya keikutsertaan dan bentuk
partisipasi dari masyarakat yang diberikan merupakan penunjang keberhasilan
program yang diberikan pemerintah. Pelaksanaan pembangunan yang mengutamakan
masyarakat dalam melaksanakan program-program pembangunan, berarti memberikan
peluang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mengarahkan sumber daya, potensi,
merencanakan serta membuat keputusan dan mengevaluasi kegiatan-kegiatan
pembangunan yang akan mensejahterahkan mereka. Partisipasi masyarakat dalam
pembangunan merupakan keterlibatan anggota masyarakat dalam pembangunan, meliputi
kegiatan dalam perencanaan dan pelaksanaan (implementasi) program atau proyek
pembangunan yang dikerjakan masyarakat lokal (Adisasmita, 2006:34).
Partisipasi dapat berjalan lancar bila masyarakat
memberikan kontribusi dalam proses kegiatan. Melalui berbagai macam bentuk
partisipasi inilah masyarakat bisa ikut terlibat dan dapat bertanggung jawab
atas program yang diberikan pemerintah, sehingga masyarakat dapat memanfaatkan
dan menggunakan dengan baik. Partisipasi diartikan sebagai prakarsa, peran serta
masyarakat dalam pengambilan keputusan, perumusan rencana dan program
pembangunan yang dibutuhkan masyarakat setempat, implementasi dan pemantauan
serta pengawasannya, tidak lain dan tidak bukan adalah untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat (Adisasmita 2006:131). Partisipasi masyarakat dalam
pembangunan dapat berupa :
1.
Pikiran
2.
Tenaga
3.
Keahlian (skill)
4.
Barang (material)
5.
Uang
MenurutTjokroamidjojo
(1996:207 ) mengemukakan pendapatnya bahwa ada tiga dimensi untuk mewujudkan
partisipasi masyarakat :
1)
Partisipasidalamtahapperencanaan
Partisipasi
ini terutama berkaitan dengan penentuan alternatif dengan masyarakat berkaitan
dengan gagasan atau ide yang menyangkut kepentingan bersama. Wujud partisipasi
dalam pengambilan keputusan ini antara lain seperti ikut menyumbangkan gagasan
atau pemikiran, kehadiran dalam rapat, diskusi dan tanggapan atau penolakan
terhadap program yang ditawarkan.
2)
Partisipasi dalam pelaksanaan
Partisipasi
dalam pelaksanaan meliputi menggerakkan sumber daya dana, kegiatan administrasi,
koordinasi dan penjabaran program. Partisipasi dalam pelaksanaan merupakan
kelanjutan dalam rencana yang telah digagas sebelumnya baik yang dengan
berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan maupun tujuan.
3)
Partisipasi dalam pemanfaatan hasil kegiatan
pembangunan.
Partisipasi
dalam pengambilan manfaat. Partisipasi dalam pengambilan manfaat tidak lepas
dari hasil pelaksanaan yang telah dicapai baik yang berkaita dengan kualitas
maupun kuantitas. Dari segi kualitas dapat dilihat dari output, sedangkan, dari
segi kuantitas dapat dilihat dari presentase keberhasilan program.
4)
Partisipasi dalam evaluasi
Partisipasidalamevaluasiberkaitan
dengan pelaksanaan program yang sudah direncanakan sebelumnya. Partisipasi
dalam evaluasi ini bertujuan untuk mengetahui ketercapaian program yang sudah
direncanakan sebelumnya. Dari uraian tersebut disimpulkan bahwa partisipasi
masyarakat dalam proses pembangunan akan terwujud sebagai suatu kegiatan yang
nyata dalam setiapjeniskegiatanapabilapadadirimasyarakatadakemauan, kesediaan,
kemampuan, upayadankesempatanataupeluang.
Nelson menyebut dua macambentuk partisipasi
yaitu partisipasi vertikal dan partisipasi horizontal. Dalam hal ini
partisipasi vertikal adalah partisipasi yang dilakukan oleh bawahan dengan atau
antar klien dengan patron, atau antara masyarakat sebagai suatu keseluruhan
dengan pemerintah. Disebut partisipasi vertikal karena bisa terjadi dalam
kondisi tertentu masyarakat terlibat atau mengambil bagian dalam suatu program
pihak lain (Dawam Rahardjo, 1983:79), dalam hubungan dimana masyarakat berada
pada posisi sebagai bawahan, pengikut atau klien. Partisipasi merupakan suatu tanda permulaan tumbuhnya masyarakat yang mampu berkembang secara mandiri. Menurut Robert Maciver:
“Masyarakat adalah suatu sistem hubungan-hubungan yang ditertibkan”. Dan
menurut Harold J. Laski maka masyarakat adalah sekelompok manusia yang hidup
bersama dan bekerjasama untuk mencapai terkabulnya keinginan-keinginan mereka
bersama. Perbaikan kondisi hidup masyarakat dan upaya memenuhi kebutuhan
masyarakat dapat menggerakkan partisipasi (Poston 1962,185). Agar
perbaikankondisidanpeningkatan taraf hidup masyarakat dapat menggerakkan
partisipasi masyarakat dalam pembangunan, usaha itu :
1. Disesuaikandengankebutuhanmasyarakat
yang nyata.
2.
Dijadikan stimulasi terhadap masyarakat, yang
berfungsi mendorong timbulnya jawaban (respons) yang dikehendaki.
3.
Dijadikan motivasi terhadap masyarakat, yang
berfungsi membangkitkan tingkah laku yang dikendaki secara berlanjut.
Dalam
Bintoro (1988:222) ada empat aspek penting dalam rangka partisipasi dalam
pembangunan yaitu :
1.
Terlibatnyadanikutsertanya
rakyat tersebut sesuai dengan mekanisme proses politik dalam suatu negara turut
menentukan arah, strategi dan kebijaksanaan pembangunan yang dilakukan
pemerintah.
2.
Meningkatkan artikulasi (kemampuan) untuk
merumuskan tujuan-tujuan dan terutama cara-cara dalam merencanakan tujuan
pembangunan tersebut.
3.
Partisipasi masyarakat dalam
kegiatan-kegiatan nyata yang konsisten dengan arah, strategi dan rencana yang
telah ditentukan dalam proses politik.
Dalam partisipasi masyarakat berlaku juga prinsip
pertukaran dasar (basic exchange
principles). Salah seorang pemuka teori pertukaran (exchange theory) tersebut, Peter M. Blau berpendapat bahwa: “Semakin
banyak manfaat yang diduga akan diperoleh suatu pihak dari pihak lain melalui
kegiatan tertentu, semakin kuat pihak itu akan terlibat dalam kegiatan itu”.
Pada gilirannya, partisipasi masyarakatsebagai masukan pembangunan dapat
meningkatkan usaha perbaikan kondisi dan taraf hidup masyarakat. Antara
partisipasi masyarakat dengan kemampuan masyarakat yang bersangkutan untuk
berkembang secara mandiri, terdapat kaitan yang erat sekali. Kesediaan
masyarakat untuk berpartisipasi merupakan tanda adanya kemampuan awal
masyarakat itu untuk berkembang secara mandiri. Menurut beberapa sumber,
partisipasi masyarakat dalam pembangunan dapat menumbuhkankemampuan masyarakat
tersebut.
Keragaman suku budaya di Indonesia merupakan salah satu ciri khas bangsa
Indonesia termasuk di dalamnya suku bangsa Tionghoa yang merupakan salah satu
etnis di Indonesia. Berdasarkan Sensus Penduduk Tahun 2010, setidaknya ada 1.128 kelompok etnik atau suku bangsa di Indonesia, salah satunya adalah etnisTionghoa. Kedatangan
leluhur etnis Tionghoa (yang berasal dari negara China) untuk bermigrasi ke
Indonesia terjadi pada ribuan tahun yang lalu dengan tujuan awal untuk
berdagang. Lama-kelamaan,
mereka yang tinggal membaur dengan masyarakat asli Indonesia, dan akhirnya terjadi asimilasi serta akulturasi budaya. Mereka mampu menguasai roda perekonomian, menguasai
pusat-pusat perbelanjaan, perbankan, manufaktur, dan lain sebagainya. Sejaknegaramerdeka,
orang Tionghoa yang berkewarganegaraan Indonesia digolongkan sebagai salah satu suku dalam lingkup nasional Indonesia, sesuai Pasal 2 UU Nomor 12 Tahun
2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. Adapun kebijakan yang ditetapkan pemerintah adalah
dengan melakukan pembauran antara sesama WNI di seagla bidang, yang pada
hakikatnya untuk memberntuk suatu persamaan persepsi dan eksistensi mereka
sebagai bangsa yang bersatu dan berdaulat. Namun, yang sangat mengherankan
bahwa meskipun mereka sudah relatif lama di daerah Kota Binjai, akan tetapi
belum dapat berbaur dengan baik dengan masyarakat lokal dimana mereka berada.
Beberapa contoh pembauran yang belum berjalan baik diantaranya :
1.
Dilihat dari sisi
masyarakat keturunan Tionghoa sendiri, seakan-akan enggan meleburkan diri ke
dalam tubuh bangsa Indonesia dengan segala pertimbangan yang mungkin ada.
Selain itu perbedaan kebudayaan antara masyarakat pribumi dengan masyarakat
etnis Tionghoa mungkin banyak yang bertolak belakang, akibatnya kebersamaan
masih sulit dibina.
2.
Dibidang sosial
kultural, masyarakat etnis Tionghoa masih mempertahankan budaya-budaya yang
masih mereka warisi dari nenek moyang mereka. Hal ini membuat kehidupan mereka
terasing di tengah-tengah kehidupan masyarakat lainnya. Selain itu, interaksi
sosial dengan masyarakat pribumi maupun lainnya sulit terwujud karena
segmentasi pada pola kehidupan oleh masyarakat etnis Tionghoa di tengah
kehidupan sosial masyarakat karena munculnya individualisme dan eksklusifisma.
3.
Dibidang ekonomi,
masyarakat etnis Tionghoa dianggap lebih berhasil dan maju serta memegang
beberapa sektor yang cukup penting seperti pabrik-pabrik besar dan
perusahan-perusahaan perdagangan, bahkan pada umumnya pedagang yang ada di
pusat perkotaan dimonopoli oleh masyarakat etnis Tionghoa. Dengan demikian
mereka masih sangat mendominasi perekonomian.
4.
Dilihat dari unsur
masyarakat lainnya, masyarakat etnis Tionghoa dipandang sebagi bagian dari
bangsa Indonesia yang paling eksklusif.
Masyarakat etnis Tionghoa dianggap suka menyendiri dan enggan berbaur
dalam arti yang sesungguhnya dengan masyarakat lainnya. Hal itu terlihat dari
tempat tinggal mereka yang lebih senang mengelompok dengan keturunan mereka
sendiri.
5.
Dalam penggunaan bahasa
Indonesia, hingga saat ini masih belum dapat dilaksanakan secara baik. Kadang
kala kita harus menggunakan penerjemah bahasa untuk berkomunikasi dengan
mereka, misalnya dalam pertemuan yang diikuti oleh masyarakat keturunan etnis
Tionghoa. Sehingga sulit berkomunikasi sebagai media berinteraksi dalam
kehidupan bermasyarakat.
Sulitnya pembauran masyarakat etnis Tionghoa dengan masyarakat asli Indonesia menyebabkan masyarakat etnis Tionghoa masih kurang peka terhadap partisipasi, khususnya dalam pelaksanaan pembangunan. Kelurahan Pekan adalah salah
satu kelurahan di Kota Binjai yang mayoritas penduduknya adalah masyarakat
etnis Tionghoa.
Berdasarkan uraian tersebut diatas terlihat bahwa
pentingnya partisipasi masyarakat etnis Tionghoa dalam pelaksanaan pembangunan
baik dalam tahap perencanaan, pelaksanaan sampai pada pengawasannya.
Bertolak dari latar belakang tersebut maka penulis ingin mengetahui sejauh mana tingkat partisipasi masyarakat etnis Tionghoa dalam pelaksanaan pembangunan dan faktor-faktor yang
mempengaruhi partisipasi masyarakat tersebut maka penulis mengambil judul Laporan Akhir yaitu; “Partisipasi Masyarakat EtnisTionghoa dalam Pelaksanaan Pembangunan di
KelurahanPekan Binjai Kecamatan Binjai Kota Kota Binjai Provinsi Sumatera Utara”.
1.2 Permasalahan
1.2.1
IdentifikasiMasalah di Lokasi Magang
Beberapa masalah dan tantangan yang menjadi
perhatian dalam partisipasi masyarakat etnis Tionghoa dalam pelaksanaan
pembangunan yaitu :
1) Rendahnya
partisipasi masyarakat etnis Tionghoa
dalam setiap kegiatan yang dilaksanakan dalam peningkatan pembangunan di
Kelurahan Pekan.
2) Masyarakat
etnis Tionghoa masih merasa eksklusif dan
mempertahankan kebudayaan mereka sehingga susah dalam bersosialisasi
dengan masyarakat Indonesia asli.
3) Kurangnya motivasi masyarakat etnis Tionghoa khususnya
dalam berpartisipasi dalam pelaksanaan pembangunan.
1.2.2 Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah diatas maka penulis
mempersempit ruang lingkup masalah adapun pembatasan masalah difokuskan pada
permasalahan tentang partisipasi masyarakat etnis Tionghoa dalam pelaksanaan
pembangunan fisik, dalam hal ini pembangunan fisik seperti sarana dan prasarana
serta faktor-faktor yang menjadi penghambat dan pendukung dalam partisipasi
masyarakat etnis Tionghoa dalam pelaksanaan pembangunan fisik.
1.2.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah diatas penulis merumuskan
masalah sebagai berikut :
1) Bagaimana partisipasi masyarakat etnis Tionghoa di Kelurahan Pekan Binjai
2) Bagaimana upaya pemerintah kelurahan dalam meningkatkan partisipasi masyarakat Tionghoa dalam pelaksanaaan pembangunan di Kelurahan Pekan Binjai
3) Kendala atau hambatan apa yang dihadapi pemerintah kelurahan dalam meningkatkan partisipasi masyarakat Tionghoa dalam pelaksanaan pembangunan di Kelurahan Pekan Binjai.
1.3 Maksud danTujuan Magang
1.3.1 Maksud Magang
Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui fenomena yang terjadi sehari-hari berkaitan dengan partisipasi masyarakat etnis Tionghoa dalam pelaksanaan pembangunan di Kelurahan Pekan Binjai Kecamatan Binjai Kota.
1.3.2 TujuanMagang
Tujuan penulis melakukan penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1) Untuk mengetahui partisipasi masyarakat etnis Tionghoa di Kelurahan Pekan Binjai Kecamatan Binjai Kota.
2) Untuk mengetahui upaya pemerintah dalam meningkatkan partisipasi masyarakat Tionghoa dalam pelaksanaan pembangunan di Kelurahan Pekan Binjai KecamatanBinjai Kota.
3) Untuk mengetahui hambatan atau kendala apa yang dihadapi pemerintah dalam meningkatkan partisipasi masyarakat etnis Tionghoa di Kelurahan Pekan Binjai KecamatanBinjai Kota.
1.4 Kegunaan Magang
1.4.1 Kegunaan Praktis untuk Lokasi Magang
Hasil
penelitian di diharapkan dapat memberi masukan bagi pemerintah Kota Binjai mengenai
partisipasi masyarakat etnis Tionghoa dalam pelaksanaan pembangunan.
1.4.2 Kegunaan Praktis untuk Lembaga
1) Penelitian
ini diharapkan untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan penerapan teori-teori
yang telah didapat selama proses pendidikan di IPDN.
2) Diharapkan dapat menjadi bahan kajian akademis bagi praja IPDN dalam proses
menambah wawasan mengenai partisipasi masyarakat etnis Tionghoa.
3) Hasil magang ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan sebagai bekal dalam pelaksaanaan tugas di lapangan
1.5 Definisi Konsep Obyek Yang Diamati dan
Dikaji.
1. Partisipasi Masyarakat
Partisipasi berasal dari bahasa Inggris “participation” adalah pengambilan bagian.
MenurutJnanabrota
Bhattacharyya (1972:20) dalam buku Ndraha (1990:102) mengartikan partisipasi
adalah sebagai pengambilan bagian dalam kegiatan bersama. Menurut Keith Davis,
partisipasi adalah suatu keterlibatan mental dan emosi seseorang kepada
pencapaian tujuan dan ikut bertanggung jawab di dalamnya. Dalam definisi
tersebut kunci pemikirannya adalah keterlibatan mental dan emosi. Menurut
Mubyarto (1984:35) dalam buku Ndraha mendefinisikannya sebagai kesediaan untuk
membantu berhasilnya setiap program sesuai kemampuan setiap orang tanpa
mengorbankankepentingandirisendiri.
Berdasarkanhaltersebutdiatas
dapat disimpulkan bahwa partisipasi adalah keterlibatan seseorang secara fisik
atau mental dalam setiap pengambilan keputusan demi kepentingan bersama tanpa
mengorbankan kepentingan pribadi.
Menurut
Effendi bentukpartisipasi
ada dua , yaitu partisipasi vertikal dan horizontal.
·
Partisipasi vertikal adalah suatu bentuk
kondisi tertentu dalam masyarakat yang terlibat di dalamnya atau mengambil
bagian dalam suatu program pihak lain, dalam hubungan mana masyarakat berada
sebagai posisi bawahan.
·
Partisipasi horizontal adalah dimana masyarakatnya
tidak mustahil untuk mempunyai prakarsa dimana setiap anggota/kelompok
masyarakat berpartisipasi secara horiontal antara satu dengan yang lainnya,
baik dalam melakukan usaha bersama, maupun dalam rangka melakukan kegiatan
dengan pihak lain. Menurut Effendi sendiri, tentu saja partisipasi seperti ini
merupakan tanda permulaan tumbuhnya masyarakat yang mampu berkembang secara
mandiri.
Partisipasi masyarakat sering kali dianggap sebagai
bagian yang tidak terlepas dalam upaya pemberdayaan masyarakat. Dengan melihat
partisipasi sebagai kesatuan dalam proses pemberdayaan masyarakat, akan dapat
diketahui bahwa perkembangan pemikiran tentang partisipastif dalam pembangunan
akan terkait dengan komunitas.
Rukminto mengatakan, “Partisipasi Masyarakat adalah
keikutsertaan masyarakat dalam proses pengidentifikasian masalah dan potensi
yang ada di masyarakat, pemilihan dan pengambilan keputusan tentang alternatif
solusi untuk mengangani masalah, pelaksanaan upaya mengatasi masalah,
keterlibatan masyarakat dalam proses mengevaluasi perubahan yang terjadi”.
2. Pembangunan
Pembangunan pada dasarnya merupakan suatu upaya
perbaikan, peningkatan pembaharuan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan
sebelumnya. Secara umum pembangunan diartikan sebagai usaha untuk emmajukan
kehidupan masyarakat dan warganya (Huraerah dalam Budiman,2001:1). Pembangunan
adalah suatu proses perubahan nilai-nilai dalam kehidupan masyarakat menuju ke
arah perubahan yang lebih baik secara berencana dan berkesinambungan untuk
kesejateraan masyarakat. Penggunaan
yang luas istilah development sebagai suatu kerangka berpikir konseptual atau conceptual
framework untuk menyebut perubahan individual,
institusional, nasional dan internasional, dan juga untuk menyebut kemajuan atau progress. Istilah development menjadi sinonim dengan pertumbuhan (growth), modernisasi, perubahan,
demokrasi, produktivitas, industrialisasi, dan sejumlah perubahan historis.
Pembangunan terdiri atas dua jenis yaitu pembangunan
fisik dan pembangunan non fisik. Pembangunan fisik adalah pembangunan yang
hasil-hasilnya dapat dilihat secara fisik, sedangkan pembangunan secara non
fisik adalah pembangunan yang hasil-hasilnya tidak dapat dilihat secara fisik.
Todaro (2000:20) menjelaskan bahwa pembangunan adalah
“Sebuah proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas
struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusi-institusi nasional,
disamping tetap mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan
pendapatan serta pengentasan kemiskinan”.
Menurut Conyers dan Hills dalam Huraerah
(2008:12)”Pembangunan dapat diartikan sebagai proses memajukan atau memperbaiki
suatu keadaan melalui berbagai tahap secara terencana dan berkesinambungan”.
Pembangunan fisik adalah rentetan kegiatan atau proses
yang bisa meningaktkan nilai-nilai suatu objek yang lebih tinggi dengan
mengarah kepada hal tinggi yang lebih tinggi lagi baik itu berupa pengadaan
sarana maupun prasarana. Setiap pembangunan fisik yang dilaksanakan harus
memperhatikan hal-hal yang terdapat dalam perencaanaan seperti dana, lokasi dan
waktu pelaksanaan, keuntungan yang diterima masyarakat, sifat dan bentuk dari
proyek itu sendiri, agar apa yang diharapkan dalam pelaksanaan kegiatan akan
berdaya guna dan berhasil guna bagi masyarakat.
No comments:
Post a Comment