BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Indonesia
merupakan suatu negara kesatuan yang berbentuk Republik dengan menganut teori
kedaulatan rakyat. Syafie (2011: 83)
menyatakan “Negara Republik yaitu kepala negara dipilih dari rakyat
kerena rakyatlah yang merupakan kedaulatan tertinggi”. Indonesia dengan wilayah
yang sangat luas dan terdiri dari
berbagai macam suku dan budaya serta memiliki ribuan pulau.
Indonesia merupakan suatu negara yang
wilayahnya terdiri atas daerah-daerah provinsi, dan selanjutnya daerah provinsi
ini terdiri lagi dari atas daerah kabupaten
dan kota, dalam wilayah kabupaten
atau kota terdapat kelurahan desa.
Setiap wilayah provinsi, wilayah kabupaten dan wilayah kota mempunyai
pemerintahan daerah yang diatur oleh Undang-Undang. Pemerintahan daerah adalah
penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut
asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam
sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaiman dimaksud dalam
pasal 18 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
Konsep otonomi daerah menurut Sarundajang (2011:33) adalah “Otonomi daerah
adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah
tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku”.
Undang
- undang terbaru yang berlaku saat ini sebagai pedoman pelaksanaan pemerintahan
daerah adalah Undang- Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah
, dalam Undang- Undang ini pemerintah memberikan hak, wewenang, dan kewajiban
kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan
dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Dalam pasal 1 ayat 3 UU No 23 Tahun 2014 menyatakan bahwa
“Pemerintah daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara
pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan daerah otonom”.
Dasar
utama penyusunan perangkat daerah dalam
bentuk organisasi adalah adanya urusan pemerintahan yang perlu untuk
ditangani. Tidak berarti semua penanganan urusan pemerintahan daerah harus
dibentuk kedalam organisasi tersendiri. Besaran organisasi perangkat daerah
harus mempertimbangkan faktor kemampuan keuangan, kebutuhan daerah, cukupan
tugas sasaran yang harus terwujud, jenis dan banyaknya tugas, luas wilayah
kerja dan kondisi geografis, jumlah kepadatan penduduk, potensi daerah yang
berhubungan dengan urusan yang harus ditangani, dan sarana dan prasarana
penunjang tugas. Dapat disimpulkan bahwa kebutuhan organisasi perangkat daerah
masing-masing daerah tidak senantiasa sama.
Perangkat
daerah provinsi adalah unsur pembantu kepala daerah dalam penyelenggaraan
pemerintahan daerah yan terdiri dari sekretariat daerah, sekretariat DPRD,
dinas daerah dan lembaga teknis daerah. Sedangkan perangkat daerah kabupaten
atau kota adalah unsur pembantu kepala daearah dalam penyelenggaraan
pemerintahan daerah yang terdiri dari sekretariat daerah, sekretariat DPRD,
dinas daerah, lembaga teknis daerah, kecamatan, dan kelurahan atau desa.
Peraturan Pemerintah(PP) Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa pasal 1 ayat (1) yaitu :
Desa adalah desa dan, desa adat atau yang
disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat
hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus
urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa
masyarakat, hak asal usul dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati
dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 tentang desa juga mengatakan bahwa Desa
adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatauan
masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan
mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan
prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan atau hak tradisional yang diakui dan
dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, di dalamnya terdapat produk hukum, dimana
produk hukum desa bersifat pengaturan dan penetapan, produk hukum desa yang
bersifat penetapan adalah Peraturan Desa dan Peraturan Kepala Desa, sedangkan
produk hukum desa yang bersifat penetapan merupakan Keputusan Kepala Desa.
Materi muatan Peraturan Desa adalah seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan
pemerintahan desa, pembangunan desa, dan pemberdayaaan masyarakat, serta
penjabaran lebih lanjut dari ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi dengan memperhatikan kondisi sosial budaya masyarakat. Materi muatan
Peraturan Desa adalah penjabaran pelaksanaan Peraturan Desa yang bersifat
pengaturan. Kemudian materi muatan Keputusan Kepala Desa adalah penjabaran
Peraturan Desa dan Peraturan Kepala Desa yang bersifat penetapan.
Sumatera
Barat merupakan provinsi di Indonesia yang menggunakan istilah Nagari sebagai
pengganti Desa. Sebagaimana terdapat dalam Peraturan Daerah Provinsi Sumatera
Barat Nomor 2 Tahun 2007 Tentang Pokok- Pokok Pemerintahan Nagari pasal 1 ayat
(7), adalah:
Kesatuan masyarakat hukum adat yang memiliki
batas wilayah tertentu, dan berwenang
untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan filosofi adat
Minangkabau ( adat basandi syarak, syarak
basandi kitabullah)
dan atau berdasarkan asal usul dan adat
istiadat setempat dalam wilayah Provinsi Sumatera Barat.
Peraturan
Daerah Kabupaten Solok Nomor 7 Tahun 2006 pasal (1) Tentang Pemerintahan Nagari
yaitu “Kesatuan masyarakat hukum adat dalam daerah yang terdiri dari beberapa
suku yang terkabung dalam Kerapatan Adat Nagari yang mempunyai wilayah yang
tertentu batas-batasnya, mempunyai harta kekayaan sendiri, serta berhak
mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri”.
Pemerintahan
nagari yang di tetapkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah membuat penyelenggaraan pemerintahan nagari dan masyarakat
termotivasi dan mandiri dalam melaksanakan unit pemerintahan terendah di Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Dalam Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat
Nomor 2 Tahun 2007, bahwa kedudukan pemerintahan nagari dalam sistem
pemerintahan nagari adalah :
1.
Pemerintahan
nagari merupakan suatu pemerintahan otonom yang diakui dan berada dalam sistem
pemerintahan Negara Kesatuan Republik Ind onesia.
2.
Pemerintahan
nagari adalah proses penyelenggaraan kegiatan pemerintahan di nagari sebagai
unit terdepan dalam pelayanan pemerintahan dan pembangunan, guna mendorong dan
mewujudkan tumbuh dan berkembangnya kemandirian masyarakat.
Nagari
di Provinsi Sumatera Barat memiliki dampak positif dengan berfungsinya kembali
lembaga-lembaga adat sebagai unsur pelestarian adat istiadat yang ada dalam
nagari. Dasar pertimbangan, keluarnya Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat
Nomor 2 Tahun 2007 dijelaskan bahwa kembalinya sistem pemerintahan nagari
dipandang efektif guna menciptakan ketahanan agama dan budaya berdasarkan
tradisi dan sosial budaya masyarakat Sumatera Barat yang demokratif dan aspiratif, serta dalam
rangka tercapainya kemandirian.
Peran serta dan kreatifitas masyarakat, yang
selama ini hal tersebut dipinggirkan dan diabaikan, serta menata kembali
pemerintahan nagari berdasarkan “ adat
basandi syarak, syarak basandi kitabullah” (adat bersendi syara’, syara’
bersendi Al- Qur’an), yang artinya adat berlandaskan agama dan agama
berlandaskan Al-Qur’an, sehingga tidak adanya pemisahan antara kehidupan adat
dengan kehidupan agama.
Nagari
di Sumatera Barat dipimpin oleh seorang Wali Nagari berkedudukan sebagai
pimpinan penyelenggaraan pemerintah nagari untuk menyelenggarakan otonomi
secara luas, nyata, dan bertanggungjawab, diperlukan strategi dan kemampuan
dari Wali Nagari untuk dapat membuat Peraturan Nagari yang lebih efektif dan
efisien dalam mengatur nagari, untuk dapat membantu pemerintah pusat dalam
mengatur pemerintahan. Sebagaimana terdapat dalam Perda Kabupaten Solok Nomor 7
Tahun 2006 tentang Pemerintahan Nagari
pasal 36 ayat 2 menjelaskan wewenang Wali Nagari antaranya adalah :
1. Mengajukan rancangan peraturan
nagari.
2. Menetapkan Peraturan Nagari yang
telah mendapat persetujuan bersama BMN.
3. Menyusun dan mengajukan rancangan
Peraturan Nagari mengenai APB Nagari untuk dibahass dan ditetapkan bersama BMN.
Dapat
disimpulkan ayat diatas menjelaskan bahwa antara Wali Nagari dan BMN mempunyai
ikatan kerjasama untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat nagari. Badan Musyawarah Nagari atau Desa berkedudukan
sebagai unsur penyelenggara pemerintahan nagari, BMN berfungsi menetapkan
peraturan nagari bersama Wali Nagari, menampung dan menyalurkan aspirasi
masyarakat, serta mengawasi pelaksanaan peraturan nagari.
Peraturan
Daerah kabupaten Solok Nomor 7 Tahun 2006 dalam Pasal 81 salah satu fungsi BMN
adalah legislasi yaitu merumuskan menetapkan Peraturan Nagari bersama-sama
pemerintahan nagari. Pada pasal 82 menjelaskan BMN mempunyai kewenangan
antaranya adalah membahas rancangan Peraturan Nagari bersama Wali Nagari.
Secara umum
dapat di simpulkan, Badan Musyawarah Nagari (BMN) merupakan lembaga pengaturan
atau lembaga pembuat aturan untuk dapat mewujudkan demokrasi ditingkat nagari.
BMN bersama Wali Nagari merancang dan menyusun Peraturan Nagari (Perna), dalam
konteks otonomi melalui Peraturan Nagari, otonomi pada tingkat nagari
diwujudkan sehingga nagari dapat menyelenggarakan urusan yang diatur sendiri
sesuai dengan aspirasi masyarakat nagari.
Menurut
pengamatan sementara penulis yang terjadi di Nagari Selayo,masih kurangnya
aturan yang mengatur tentang peraturan nagari, yang terlihat dari sedikitnya peraturan
yang dibuat. Hal ini disebabkan oleh salah satu faktor pendidikan dan kemampuan
untuk merancang peraturan nagari tersebut. Dalam hal ini strategi seorang Wali
Nagari sangat diperlukan untuk dapat merancang peraturan nagari. Berdasarkan
kondisi diatas, maka penulis melakukan pengamatan dalam rangka penyusunan
laporan akhir dengan judul “STRATEGI
WALI NAGARI DALAM MENGAJUKAN RANCANGAN PERATURAN NAGARI DI NAGARI KOTO BARU
KECAMATAN KUBUNG KABUPATEN SOLOK PROVINSI SUMATERA BARAT” .
1.2
Permasalahan
1.2.1 Identifikasi Masalah Di Lokasi Magang
Berdasarkan permasalahan yang berkaitan dengan
strategi Wali Nagari dalam mengajukan
rancangan peraturan nagari , sehingga adanya ketertarikan penulis adanya
berbagai permasalahan yang ada dalam nagari :
1. Masih
rendahnya kemampuan Wali Nagari untuk
menghasilkan rancangan Peraturan Nagari
2. Masih
kurangnya kemampuan dan pengetahuan Wali
Nagari yang memadai dalam membuat rancangan Peraturan Nagari.
3. Kendala
yang dihadapi Wali Nagari dalam mengajukan rancangan Peraturan Nagari.
1.2.2
Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah diatas, maka penulis
membatasi masalah yaitu strategi Wali Nagari dalam mengajukan rancangan Peraturan Nagari di
Nagari Koto Baru Kecamatan Kubung Kabupaten Solok, Provinsi Sumatera Barat.
1.2.3
Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah dan
pembatasan masalah di atas, maka masalah yang akan diteliti dapat dirumuskan
sebagai berikut :
1. Bagaimana
strategi Wali Nagari dalam merancang peraturan nagari
2. Apa
saja faktor penghambat dan pendukung dalam merancang peraturan nagari
1.3
Maksud dan Tujuan
1.3.1
Maksud Magang
Maksud dari magang ini adalah agar penulis
dapat mengetahui bagaimana strategi
seorang Wali Nagari dalam merancang peraturan nagari di Nagari Koto Baru.
Sehingga dengan adanya magang ini penulis dapat mengetahui bagaimana menyusun
rancangan peraturan nagari dan faktor-faktor yang mempengaruhi Wali Nagari
dalam mengajukan rancangan peraturan nagari di Nagari Koto Baru Kecamatan
Kubung Kabupaten Solok Provinsi Sumatera Barat.
1.3.2
Tujuan
Magang
Adapun tujuan dari magang
yang penulis lakukan yaitu sebagai berikut :
1. Untuk
mengetahui strategi Wali Nagari dalam merancang
Peraturan Nagari di Nagari Koto Baru.
2. Untuk
mengetahui faktor penghambat dan pendukung dalam merancang Peraturan Nagari di Nagari
Koto Baru.
1.4
Kegunaan
Magang
1.4.1
Kegunaan
Praktis untuk Lokasi Magang
Hasil
dari penilitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada wali Nagari Koto
Baru dalam merancang peraturan nagari yang lebih efektif dan efisien dalam
mengatur segala masalah di nagari Koto Baru.
1.4.2
Kegunaan
Praktis untuk Lembaga
Hasil
dari penelitian ini bagi lembaga (Institusi) adalah sebagai referenci tambahan
untuk mengetahui strategi yang dapat diterapkan Pemerintahan Nagari dalam
merancang peraturan nagari.
1.5
Definisi
Konsep Objek yang Diamati dan Dikaji
1.5.1
Definisi
Strategi
Menurut
Purwanto (2008:74) “ definisi strategi adalah suatu kerangka yang fundamental
tempat suatu organisasi akan mampu menyatakan kontinuitasnya yang vital,
sementara pada saat yang bersamaan ia akan memiliki kekuatan untuk menyesuaikan
diri terhadap lingkungan yang selalu berubah”. Sedangkan menurut Mintzberg
dalam Aime dan Sebastian (2010 :54) strategi itu mencakup lima arti yang saling
terkait yaitu, strategi adalah suatu:
1.
Perencanaan
untuk semakin memperjelas arah yang ditempuh organisasi secara rasional mewujudkan
tujuan-tujuan jangka panjangnya
2.
Acuan
yang berkenaan dengan penilaian konsisten atapun inkonsistensi perilaku serta
tindakan yang dilakukan oleh organisaai
3.
Sudut
pemosisian yang dipilih organisasi saat memunculkan aktivitasnya
4.
Suatu
perspektif menyangkut visi yang terintegrasi antara organisasi dengan
lingkungannya, yang menjadi tapal batas bagi aktivitasnya
5.
Rincian
langkah taktis organisasi yang berisi informasi untuk mengelabui para pesaing
ataupun oposan.
Menurut
Saladin (2010:12) “strategi adalah cara-cara yang digunakan untuk mencapai
tujuan, strategi tidak hanya sekedar perencanaan, tetapi lebih dari itu bahwa
strategi adalah perencanaan menyeluruh (unified), komprehensip, dan integral”.
Menurut penjelasan tersebut strategi tersebut melibatkan semua bagian atau unit
kerja yang ada dalam perusahaan secara bersama-sama. Komprehensip artinya
mencakup semua aspek utama perusahaan. Integral artinya semua bagian dari
perencanaan harus saling terkait satu dengan yang lainnya. Menurut Nawawi (2012:147)
“penggunaan kata “strategik” dalam manajemen sebuah organisasi, dapat diartikan
sebagai kiat, caradan taktik utama yang dirancang secara sistematik dalam
melaksanakan fungsi-fungsi manajemen, yang terarah pada tujuan strategik
organisasi”. Dalam menciptakan strategi maka perlu diperhatikan satu hal, yaitu
manajemen strategi.
Implementasi
manajemen strategi di lingkungan organisasi non profit dapat dievaluasi
keunggulannya dengan tolak ukur menurut
Nawawi (2012:181) sebagai berikut :
a. Profitabilitas
b. Produktifitas Tinggi
c. Posisi Kompetitif
d. Keunggulan Teknologi
e. Keunggulan SDM
f. Iklim Kerja
g. Etika dan Tanggung Jawab Sosial.
William
F Gluek dalam Saladin (2010:12) juga menjelaskan bahwa “strategi adalah sebuah
rencana yang disatukan, luas, dan terintegrasi yang menghubungkan keunggulan
strategi perusahaan dengan tantangan lingkungan dan yang di rancang untuk
memastikan bahwa tujuan utama perusahaan itu dapat dicapai melalui pelaksanaan
yang tepat oleh organisasi.”
Michael
Porter dalam Wibisono (2006:53) mengatakan bahwa “inti dari strategi terletak
pada pemilihan aktivitas yang mendasari strategi tersebut sehingga dapat
memberikan nilai yang berbeda daripada nilai yang ditawarkan oleh kompetitor.
Pada dasarnya, setiap strategi merupakan penerapan dari prinsip dasar”.
Menurut
Bryson (2008:189) dalam bukunya Perencanaan Strategis Bagi Organisasi Sosial,
menyatakan bahwa “Strategi dapat dipandang sebagai pola tujuan, kebijakan,
program, tindakan, keputusan, atau alokasi sumber daya yang mendefinisikan
bagaimana organisasi itu, apa yang di kerjakan organisasi dan mengapa
organisasi melakukannya”.
Secara
umum strategi merupakan perluasan misi guna menjembatani organisasi (atau
komunikasi) dan lingkungannya. Strategi biasanya dikembangkan untuk mengatasi
isu strategis, strategi menjelaskan respon organisasi terhadap pilihan
kebijakan pokok, (jika pendekatan sasaran bagi isu strategis yang diambil,
strategi akan dikembangkan untuk mencapai sasaran, atau jika visi keberhasilan
yang diambil, strategi akan di kembangkan untuk mencapai visi itu). Bahwa
strategi merupakan landasan indivudu atau kelompok tersebut bertindak secara
efisien dalam pengoptimalan pencapaian tujuan dan sasaran.
Dari
sekian banyak ahli yang mengemukakan teorinya mengenai strategi, penulis lebih
tertarik untuk menggunakan teori dari Nawawi, karena penulis menilai teori yang
terdapat didalamnya lebih relevan dengan judul laporan akhir penulis. Selain
itu, karena variabel-variabelnya terkait dengan permasalahan di lokasi magang
penulis.
1.5.2
Definisi
Wali Nagari
Penyelengaraan
pemerintah di nagari yang dipimpin oleh Wali Nagari. Menurut Zulkarnaini
(2013:54) nagari adalah satu kesatuan wilayah yang ada di Minangkabau yang
dihuni oleh masyarakat yang terikat oleh adat atau peraturan. Dalam Peraturan
Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 2 Tahun 2007 tentang Pokok-pokok
Pemerintahan Nagari menjelaskan bahwa “nagari adalah kesatuan masyarakat hukum
adat yang memiliki batas-batas wilayah tertentu, dan berwenang untuk mengatur
dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan filosofi adat
Minangkabau (adat basandi syarak, syarak
basandi kitabullah) dan atau berdasarkan asal-usul dan adat istiadat
setempat dalam wilayah Provinsi Sumatera Barat”.
Dalam
Perda tersebut juga dijelaskan bahwa “pemerintahan nagari adalah
penyelenggaraan urusan pemerintahan yang
dilaksanakan oleh pemerintahan nagari dan badan permusyawaratan nagari
berdasarkan asal-usul nagari di wilayah NKRI”. Sebagaimana terdapat dalam Perda
Kabupaten Solok Nomor 7 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Nagari pasal 36 ayat 2
menjelaskan wewenang Wali Nagari adalah :
1. Memimpin
penyelenggaraan pemerintahan nagari berdasarkan kebijakan yang ditetapkan
bersama BMN (Badan Musyawarah Nagari)
2. Mengajukan rancangan
peraturan nagari
3. Menetapkan Peraturan
Nagari yang telah mendapat persetujuan bersama BMN
4. Menyusun dan
mengajukan rancangan Peraturan Nagari mengenai APB Nagari untuk dibahas dan
ditetapkan bersama BMN
5. Membina kehidupan
masyarakat nagari
6. Membina perekonomian
nagari
7. Mengkoordinasikan
pembangunan nagari secara partisipatif
8. Mewakili nagari di
dalam dan di luar pengadilan dan dapat menunjuk kuasa hukum mewakili sesuai
dengan perundang-undangan
9. Melaksanakan wewenang
lain sesuai dengan perundang-undangan masyarakat.
Secara
umum, penulis menyimpulkan bahwa Wali Nagari adalah suatu jabatan politik yang
diduduki oleh seseorang, melalui pemilihan langsung oleh penduduk atau
masyarakat setempat, untuk memimpin suatu Nagari di Provinsi Sumatera Barat.
1.5.3 Definisi Peraturan Nagari
Menurut Peraturan Daerah kabupaten
Dharmasraya Nomor 11 Tahun 2008 tentang Pedoman Pembentukan Dan Mekanisme
Penyusunan Produk Hukum Nagari “Peraturan Nagari adalah peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh BAMUS
Nagari bersama Wali Nagari. Dan Peraturan Wali Nagari adalah peraturan
perundang-undangan yang ditetapkan oleh Wali Nagari yang bersifat mengatur
dalam rangka melaksanakan Peraturan Nagari dan Peraturan Perundang-undangan
yang lebih tinggi”.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan pada Pasal 7 ayat 1menentukan hirarki
Peraturan Perundang-Undangan. Peraturan Nagari (Perna) merupakan salah satu bentuk
Peraturan Perundang-Undangan. Fungsi Peraturan Nagari adalah :
1.
Instrumen penyelenggara Otonomi daerah di
suatu nagari
2.
Peraturan pelaksana dari peraturan yang lebih
tinggi
3.
Penampung kekuasaan nagari tersebut
4.
Instrumen pembangunan dalam rangka memajukan
kesejahteraan masyarakat nagari.
No comments:
Post a Comment