BAB I
PEDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kata Governance memiliki unsur kata kerja yaitu go vernance yang
berarti bahwa fungsi oleh pemerintah bersama instansi lain (LSM, swasta
dan warga negara) perlu seimbang/setara dan multi arah (partisipatif).
Governance without government berarti bahwa pemerintah tidak selalu
diwarnai dengan lembaga, tetapi termasuk dalam makna proses pemerintah.
Governance adalah tata pemerintahan,
penyelenggaraan negara, atau pengelolaan (management)bahwa
kekuasaan tidak lagi semata-mata dimiliki atau menjadi urusan pemerintah.
Good
Governance menurut
Bank Dunia (World Bank) adalah cara kekuasaan
digunakan dalam mengelola berbagai sumberdaya sosial dan ekonomi untuk
pengembangan masyarakat (The way state power is used in
managing economic and social resources for development of society).
Good Govanance, bila kita kupas : "Good" rnaknanya adalah
nilai-nilai yg menjunjung tinggi kehendak rakyat dan meningkatkan
kemampuannya dalam pencapaian tujuan serta berdayaguna dan berhasil guna
dalam pelaksanaan tugasnya untuk mencapai tujuan tersebut. "Governance" maknanya
pemerintahan berfungsi secara efektif dan efisien dalam upaya mencapai
tujuan nasional yang telah digariskan, dalam Alinea IV Pembukaan UUD 1945.
1. Prinsip Good Governance
Ada
sepuluh prinsip good governance, yaitu :
a.
Partisipasi : warga memiliki hak (dan mempergunakannya) untuk menyampaikan
pendapat, bersuara dalain proses petumusan hebijakan publik, balk secara langsung maupun tidak langsung.
b. Penegakan hukum: hukum diberlakukan bagi siapapun
tanpa pengecualian, hak asasi manusia dilindungi, sambil tetap
dipertahankannya nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat.
c. Transparansi: penyediaan
inforinasi tentang pemerintali(an) bagi publik dan dijaminnya kemudahan di
dalam memperolch informasi yang akurat clan memadai.
d. Kesetaraan: adanya peluang yang lama bagi setiap
anggota masyarakat untuk beraktivitas berusaha.
e. Daya tanggap : pekanya para pengclola instansi publik
terhadap aspirasi masyarakat.
f.
Wawasan ke depan: pengelolaan
masyarakat hendaknya dimulai dengan visi, misi, dan strategi yang jelas.
g. Akuntabilitas: laporan para penentu kebijakan kepada
para warga.
h. Pengawasan
publik: terlibatnya warga
dalam mengontrol kegiatatn pemerintah, termasuk parlemen.
i.
Efektivitas clan efisiensi : terselenggaranya
Icegiatan instansi publik dengan menggunakan cumber daya yang tersedia
secara optimal clan bertanggnung jawab.
j.
Profesionalisme :Meningkatkan
kemampuan dan moral penyelenggara pemerintahan agar mampu memberi pelayanan
yang mudah, cepat, tepat dengan biaya yang terjangkau.
Globalisasi
yang menyentuh berbagai bidang kehidupan di seluruh wilayah pemerintahan negara
menuntut reformasi sistem perekonomian dan pemerintahan, termasuk birokrasinya,
sehingga memungkinkan interaksi perekonomian antar daerah dan antarbangsa
berlangsung lebih efisien. Kunci keberhasilan pembangunan perekonomian adalah
daya saing, dan kunci dari daya saing adalah efisiensi proses pelayanan, serta
mutu ketepatan dan kepastian kebijakan publik
Perkembangan situasi nasional dewasa ini,
dicirikan dengan tiga fenomena yang
dihadapi, yaitu :
1) Permasalahan yang semakin kompleks
(multi-dimensi)
2) Perubahan yang sedemikian cepat (regulasi,
kebijakan, dan aksi-reaksi rnasyarakat)
3) Ketidakpastian yang
relatif tinggi (bencana alam yang silih berganti, situasi ekonomi yang tak mudah diprediksi,
dan perkembangan politik yang "up and down".
United Nations Development
Program (UNDP) dalam dokumen ke-bijakannya yang
berjudul "Governance for Sustainable Human Development" (1977),
mendefinisikan kepemerintahan (governance) sebagai
berikut: "Governance is the exercise of economic, political, and
administrative authority to a country's affairs at all levels and means by
which states promote social cohesion, integration, and ensure the well being of
their population" (Kepemimpinan adalah pelaksanaan
kewenangan/kekuasaan dalam bidang ekonomi, politik, dan administratis untuk
mengelola berbagai urusan negara pada setiap tingkatannya dan merupakan instrumon
kebijakan negara untuk mendorong lerciptanya kondisi kesejahteraan integrifas
dan kohesilas sosial dalam masyarakat).
INDONESIA
di tengah dinamika perkembangan global maupun nasional, saat ini
menghadapi berbagai tantangan yang membutuhkan perhatian serius semua
pihak. Good Governance atau
tata pemerintahan yang balk, merupakan bagian dari paradigma baru yang
berkembang dan memberikan nuansa yang cukup mewarnai terutama pasca krisis
multi dimensi seining dengan tuntutan era reformasi. Situasi dan, kondisi
ini menuntut adanya kepemimpian nasional masa depan, yang diharapkan
marnpu menjawab tantangan bangsa Indonesia mendatang.
Perkembangan situasi
nasional dewasa ini, dicirikan dengan tiga fenomena yang dihadapi, yaitu :
4)
Permasalahan yang semakin kompleks (multi-dimensi)
5)
Perubahan yang sedemikian cepat (regulasi,
kebijakan, dan aksi-reaksi rnasyarakat)
6)
Ketidakpastian yang
relatif tinggi (bencana alam yang silih berganti, situasi ekonomi yang tak mudah diprediksi,
dan perkembangan politik yang "up and down".
Kesenjangan
proses komunikasi politik yang terjadi di Indonesia antara pemerintah
dengan rakyatnya mapun partai yang mewakili rakyat dengan konstituennya,
menjadikan berbagai fenomena permasalahan sulit untuk dipahami dengan
logika awam masyarakat.
B. Rumusan Masalah
Makalah ini berusaha untuk
menjelaskan dua masalah pokok, yakni :
1)
Bagaimanakah permasalahan dalam tata kelola
pemerintahan yang baik dan bersih..
2)
Bagaimanakah permasalahan kinerja birokrasi
dalam tata pemerintahan yang baik dan bersih.
C. Tujuan
Pada
bab ini akan dibahas seputar pengertian, prinsip, dan unsur-unsur terkait
dengan implementasi good and clean governance. Di akhir perkuliahan diharapkan
mahasiswa mampu untuk :
1.
Menganalisis pengertian good governance
2.
Menganalisis pentingnya prinsip-prinsip good
governance dalam tata kelola pemerintahan modern
3.
Menganalisis unsur-unsur pokok dalam
mewujudkan cita-cita good governance
4.
Mendemonstrasikan prinsip-prinsip good
governance dalam skala kecil
5.
Mengkritisi kebijakan pemerintah atau lembaga
terkait melalui paradigma good and clean governance
6.
Menganalisis keterkaitan clean and good
governance dengan gerakan anti korupsi.
7.
Menganalisis keterkaitan clean and good
governance dengan kinerja birokrasi pelayanan pubik.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Dasar Good and Clean Governance
Paling
tidak ada empat kata yang harus menjadi perhatian kita kalau membicarakan good
and clean governance, yaitu (1) good government, (2) clean
government, (3) good governance, dan (4) clean
governance. Dari empat pembagian tersebut dilihat bahwa yang menjadi
perhatian adalah good (baik), clean(bersih), government (pemerintahan),dan governance (penyelenggara
pemerintahan). Artinya paradigma yang hendak dikembangkan adalah pemerintahan
yang baik dan bersih yang juga didukung oleh penyelenggara pemerintahan yang
baik dan bersih. Dengan demikian government lebih memberikan
perhatian terhadap sistem, sedangkan governance lebih
memberikan perhatian terhadap sumber daya manusia yang bekerja dalam sistem
tersebut. Tanpa menjaga keseimbangan terhadap dua hal ini akan muncul
ketimpangan dalam praktek peyelenggaraan pemerintahan yang pada akhirnya akan
menimbulkan kehancuran terhadap sistem bernegara.
Governance adalah
tata pemerintahan, penyelenggaraan negara, atau pengelolaan (management)bahwa
kekuasaan tidak lagi semata-mata dimiliki atau menjadi urusan pemerintah.
Kata Governance memiliki unsur
kata kerja yaitu go vernance yang
berarti bahwa fungsi oleh pemerintah bersama instansi lain (LSM, swasta
dan warga negara) perlu seimbang/setara dan multi arah (partisipatif).
Governance without government berarti bahwa pemerintah tidak selalu
diwarnai dengan lembaga, tetapi termasuk dalam makna proses pemerintah.
Good
Governance menurut Bank Dunia (World
Bank) adalah cara kekuasaan
digunakan dalam mengelola berbagai sumberdaya sosial dan ekonomi untuk
pengembangan masyarakat (The way state power is used in managing economic
and social resources for development of society).
Good Govanance, bila kita kupas : "Good" rnaknanya adalah
nilai-nilai yg menjunjung tinggi kehendak rakyat dan meningkatkan
kemampuannya dalam pencapaian tujuan serta berdayaguna dan berhasil guna
dalam pelaksanaan tugasnya untuk mencapai tujuan tersebut. "Governance" maknanya
pemerintahan berfungsi secara efektif dan efisien dalam upaya mencapai
tujuan nasional yang telah digariskan, dalam Alinea IV Pembukaan UUD 1945.
1. Prinsip
Good Governance
Ada sepuluh prinsip good
governance, yaitu :
k.
Partisipasi : warga memiliki hak (dan mempergunakannya) untuk menyampaikan pendapat, bersuara dalain proses
petumusan hebijakan publik, balk
secara langsung maupun tidak langsung.
l.
Penegakan hukum: hukum
diberlakukan bagi siapapun tanpa pengecualian, hak asasi manusia dilindungi,
sambil tetap dipertahankannya nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat.
m.
Transparansi: penyediaan inforinasi tentang pemerintali(an)
bagi publik dan dijaminnya kemudahan di dalam memperolch informasi
yang akurat clan memadai.
n.
Kesetaraan: adanya
peluang yang lama bagi setiap anggota masyarakat untuk beraktivitas berusaha.
o.
Daya tanggap : pekanya
para pengclola instansi publik terhadap aspirasi masyarakat.
p.
Wawasan ke depan: pengelolaan
masyarakat hendaknya dimulai dengan visi, misi, dan strategi yang jelas.
q.
Akuntabilitas: laporan
para penentu kebijakan kepada para warga.
r.
Pengawasan
publik: terlibatnya warga dalam mengontrol kegiatatn pemerintah, termasuk parlemen.
s.
Efektivitas clan efisiensi : terselenggaranya
Icegiatan instansi publik dengan menggunakan cumber daya yang tersedia
secara optimal clan bertanggnung jawab.
t.
Profesionalisme :Meningkatkan
kemampuan dan moral penyelenggara pemerintahan agar mampu memberi pelayanan
yang mudah, cepat, tepat dengan biaya yang terjangkau.
B. Tata Kelola Pemerintahan Yang Bersih DanGerakan Anti Kkn
1. Tata Kelola Pemerintahan Yang Bersih
Keinginan
menjadi good and clean governance ke dalam norma hukum baru
dimulai setelah kita mengalami krisis pada tahun 1997 yang diikuti dengan
kejatuhan rezim otoriter Orde Baru pada bulan Mei 1998. Upaya ini dapat dilihat
dengan adanya Ketetapan MPR No. XI/ MPR/ 1998 tentang Penyelengaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi,
Kolusi dan Nepotisme (KKN). Kemudian diikuti dengan pemberlakuan UU
No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenngaraan Negara yang Bersih dan (KKN) yang
diikuti dengan empat Peraturan Pemerintah sebagai pelaksana UU No. 28 yaitu PP
No. 65/ 1999 tentang Tata Cara Pemeriksaan Kekayaan Penyelenggara
Negara, PP No. 66/ 1999 tentang Persyaratan dan Tata Cara
Pengangkatan serta Pemberhentian Anggota Komisi Pemeriksa, PP No. 67/ 1999
tentang Tata Cara Pemantauan dan Evaluasi Pelaksanaan Tugas dan
Wewenang Komisi Pemeriksa, dan PP No. 68/ 1999 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dalam Peyelenggaraan Negara.
2. Makna Korupsi
Korupsi
(bahasa Latin: corruptio dari
kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak,
menggoyahkan, memutarbalik, menyogok). Secara harfiah, korupsi adalah perilaku
pejabat publik, baik politikus / politisi maupun pegawai negeri, yang secara
tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat
dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada
mereka.
Korupsi
selalu diidentikkan dengan mencuri, mengambil hak orang lain. Korupsi diartikan
dengan mark up dana di luar batas yang seharusnya. Korupsi
dimaknai sebagai tindakan mengambil hak orang. Setidaknya itu sementara
pemaknaan orang atas istilah bernama korupsi.
Dalam
arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan
resmi untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintah|pemerintahan rentan
korupsi dalam prakteknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling
ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima
pertolongan, sampai dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya.
Titik
ujung korupsi adalah kleptokrasi, yang
arti harafiahnya pemerintahan oleh para pencuri, dimana pura-pura
bertindak jujur pun tidak ada sama sekali.
Dalam
bedah buku NU Melawan Korupsi Kajian Tafsir dan Fiqh, yang digelar
oleh Pimpinan Wilayah Nahdlatul Ulama (NU) Jawa Timur, terungkap makna baru
korupsi. KH Mohammad Masyhuri Naim menyampaikan arti lain korupsi., korupsi
memiliki beragam makna, diantaranya adalah suap. Antara korupsi dengan suap kan
berbeda secara substansial, yakni suap bermakna memberi. Sementara korupsi
mengandung makna mengambil.Akan tetapi, keduanya kini berjalan beriringan.
Untuk mendapatkan sesuatu seringkali orang melakukan suap.
Sementara,
menurut Zainuddin Rektor Universitas Muhammadiyah Surabaya memaknai korupsi
sebagai gaya hidup dan krisis. Korupsi menjadi gaya hidup yang disebabkan oleh
krisis diantaranya mencakup moral, sosial, ekonomi, dan politik.
Makna
korupsi, sesungguhnya bergantung persepsi. Demikian halnya dengan penanganan
korupsi. Meminjam istilah Ali Maschan, harus ada empat hal yang beriringan
yakni substansi hukum, struktur hukum, sumber daya manusia, dan budaya hukum.
C. Asal Muasal Korupsi Di
Negara Berkembang
Korupsi
di Negara berkembang berawal dari ketidak adanya kesadaran masyarakat dalam
melakukan suatu hal dengan transparansi yang berbeda jauh dengan
masyarakat di Negara-Negara maju. Namun ada juga factor-faktor pendukung yang
lain yang mempengaruhi seseorang untuk melakukan korupsi.
1. Kondisi yang mendukung munculnya korupsi :
·
Konsentrasi kekuasan di pengambil keputusan
yang tidak bertanggung jawab langsung kepada rakyat,
seperti yang sering terlihat di rezim-rezim yang bukan demokratik.
·
Kurangnya transparansi di pengambilan
keputusan pemerintah
·
Kampanye-kampanye politik yang mahal, dengan
pengeluaran lebih besar dari pendanaan politik yang normal.
·
Proyek yang melibatkan uang rakyat dalam
jumlah besar.
·
Lingkungan tertutup yang mementingkan diri
sendiri dan jaringan "teman lama".
·
Lemahnya ketertiban hukum.
·
Lemahnya profesi hukum.
·
Kurangnya kebebasan berpendapat atau
kebebasan media massa.
·
Rakyat yang cuek, tidak tertarik, atau mudah
dibohongi yang gagal memberikan perhatian yang cukup ke pemilihan umum.
·
Ketidakadaannya kontrol yang cukup untuk
mencegah penyuapan .
·
Gaji pegawai pemerintah yang sangat kecil.
Mengenai
kurangnya gaji atau pendapatan pegawai negeri dibanding dengan kebutuhan hidup
yang makin hari makin meningkat pernah di kupas oleh Bpk. Soedarsono yang menyatakan
antara lain " Pada umumnya orang menghubung-hubungkan tumbuh suburnya
korupsi sebab yang paling gampang dihubungkan adalah kurangnya gaji
pejabat-pejabat. " namun B Soedarsono juga sadar bahwa hal tersebut
tidaklah mutlak karena banyaknya faktor yang bekerja dan saling memengaruhi
satu sama lain. Kurangnya gaji bukanlah faktor yang paling menentukan,
orang-orang yang berkecukupan banyak yang melakukan korupsi. Namun demikian
kurangnya gaji dan pendapatan pegawai negeri memang faktor yang paling menonjol
dalam arti merata dan meluasnya korupsi di Indonesia, hal ini dikemukakan oleh Guy J Parker dalam tulisannya
berjudul "Indonesia 1979: The
Record of three decades (Asia Survey Vol. XX No. 2,
1980 : 123). Begitu pula J.W
Schoorlmengatakan bahwa " Di Indonesia di bagian pertama tahun 1960
situasi begitu merosot sehingga untuk sebagian besar golongan dari pegawai,
gaji sebulan hanya sekadar cukup untuk makan selama dua minggu. Dapat dipahami
bahwa dalam situasi demikian memaksa para pegawai mencari tambahan dan banyak
diantaranya mereka mendapatkan dengan meminta uang ekstra untuk pelayanan yang
diberikan”.
2. Dampak negatif Yang Ditimbulkan
a.Demokrasi
Korupsi
menunjukan tantangan serius terhadap pembangunan. Di dalam dunia politik,
korupsi mempersulit demokrasi dan tata pemerintahan yang baik (good governance)
dengan cara menghancurkan proses formal. Korupsi di pemilihan umum dan di badan
legislatif mengurangi akuntabilitas dan perwakilan di pembentukan
kebijaksanaan; korupsi di sistem pengadilan menghentikan ketertiban hukum; dan
korupsi di pemerintahan publik menghasilkan ketidak-seimbangan dalam pelayanan
masyarakat.
Secara
umum, korupsi mengkikis kemampuan institusi dari pemerintah, karena pengabaian
prosedur, penyedotan sumber daya, dan pejabat diangkat atau dinaikan jabatan
bukan karena prestasi. Pada saat yang bersamaan, korupsi mempersulit legitimasi
pemerintahan dan nilai demokrasi seperti kepercayaan dan toleransi.
b.Ekonomi
Korupsi
juga mempersulit pembangunan ekonomi dengan membuat distorsi (kekacauan ) dan
ketidak efisienan yang tinggi. Dalam sektor privat, korupsi meningkatkan ongkos
niaga karena kerugian dari pembayaran ilegal, ongkos manajemen dalam negosiasi
dengan pejabat korup, dan risiko pembatalan perjanjian atau karena
penyelidikan.
Walaupun
ada yang menyatakan bahwa korupsi mengurangi ongkos (niaga) dengan mempermudah
birokrasi, konsensus yang baru muncul berkesimpulan bahwa ketersediaan sogokan
menyebabkan pejabat untuk membuat aturan-aturan baru dan hambatan baru. Dimana
korupsi menyebabkan inflasi ongkos niaga, korupsi juga mengacaukan
"lapangan perniagaan". Perusahaan yang memiliki koneksi dilindungi
dari persaingan dan sebagai hasilnya mempertahankan perusahaan-perusahaan yang
tidak efisien.
Korupsi
menimbulkan distorsi (kekacauan) di dalam sektor publik dengan mengalihkan
investasi publik ke proyek-proyek masyarakat yang mana sogokan dan upah
tersedia lebih banyak. Pejabat mungkin menambah kompleksitas proyek masyarakat
untuk menyembunyikan praktek korupsi, yang akhirnya menghasilkan lebih banyak
kekacauan. Korupsi juga mengurangi pemenuhan syarat-syarat keamanan bangunan,
lingkungan hidup, atau aturan-aturan lain. Korupsi juga mengurangi kualitas
pelayanan pemerintahan dan infrastruktur; dan menambahkan tekanan-tekanan
terhadap anggaran pemerintah.
Para
pakar ekonomi memberikan pendapat bahwa salah satu faktor keterbelakangan
pembangunan ekonomi di Afrika dan Asia, terutama di Afrika, adalah korupsi yang
berbentuk penagihan sewa yang menyebabkan perpindahan penanaman modal (capital
investment) ke luar negeri, bukannya diinvestasikan ke dalam negeri.
Berbeda
sekali dengan diktator Asia, seperti Soeharto yang sering mengambil satu
potongan dari semuanya (meminta sogok), namun lebih memberikan kondisi untuk
pembangunan, melalui investasi infrastruktur, ketertiban hukum, dan
lain-lain.
Dalam
kasus Afrika, salah satu faktornya adalah ketidak-stabilan politik, dan juga
kenyataan bahwa pemerintahan baru sering menyegel aset-aset pemerintah lama
yang sering didapat dari korupsi. Ini memberi dorongan bagi para pejabat untuk
menumpuk kekayaan mereka di luar negeri.
c. Politik
Di
arena politik, sangatlah sulit untuk membuktikan korupsi, namun lebih sulit
lagi untuk membuktikan ketidakadaannya. Maka dari itu, sering banyak ada gosip
menyangkut politisi.
Politisi
terjebak di posisi lemah karena keperluan mereka untuk meminta sumbangan
keuangan untuk kampanye mereka. Sering mereka terlihat untuk bertindak hanya
demi keuntungan mereka yang telah menyumbangkan uang, yang akhirnya menyebabkan
munculnya tuduhan korupsi politis.
Korupsi
politis ada dibanyak negara, dan memberikan ancaman besar bagi warga negaranya.
Korupsi politis berarti kebijaksanaan pemerintah sering menguntungkan pemberi
sogok, bukannya rakyat luas.
Satu
contoh lagi adalah bagaimana politikus membuat peraturan yang melindungi
perusahaan besar, namun merugikan perusahaan-perusahaan kecil .Politikus-politikus
"pro-bisnis" ini hanya mengembalikan pertolongan kepada perusahaan
besar yang memberikan sumbangan besar kepada kampanye pemilu mereka.
d.Korupsi
berdampak pada penurunan kualitas moral dan akhlak.
Baik
individual maupun masyarakat secara keseluruhan. Selain meningkatkan ketamakan
dan kerakusan terhadap penguasaan aset dan kekayaan korupsi juga akan
menyebabkan hilangnya sensitivitas dan kepedulian terhadap sesama.
Rasa
saling percaya yang merupakan salah satu modal sosial yang utama akan hilang.
Akibatnya, muncul fenomena distrust society ( hilangnya kepercayaan masyarakat
), yaitu masyarakat yang kehilangan rasa percaya, baik antar sesama individu,
maupun terhadap institusi negara. Perasaan aman akan berganti dengan perasaan
tidak aman (insecurity feeling). Inilah yang dalam bahasa Al-Quran
dikatakan sebagai libaasul khauf (pakaian ketakutan).
D. Upaya Membangun Tata
Kelola Pemerintahan Yang Bersih
Kesejahteraan
masyarakat selama ini belum mampu terwujud dengan maksimal, karena terkendala
prosedur tata kelola Pemerintahan yang kurang transfaran dan bersih. Tata
kelola Pemerintahan yang transparan dan bersih merupakan dasar mewujudkan
kesejahteraan masyarakat. Namun, kinerja Pemerintah selama ini hanya terfokus
dengan urusan politik, sehingga kesejahteraan masyarakat belum mampu terwujud
dengan maksimal.
Pengamat
Politik dan Hukum Cokorda Gede Atmaja mengatakan, kondisi tersebut dibuktikan
dengan keberadaan masyarakat miskin akan tetap miskin, selama prosedur
penyelesaian kemiskinan hanya sebatas bedah rumah. Menurutnya, Pemerintah harus
memberikan pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat,
sehingga masyarakat mampu menciptakan usaha sendiri dan tidak bergantung pada
peluang kerja yang disediakan Pemerintah. Selain itu, prosedur penegakan hukum
yang merupakan dasar Pemerintahan yang transfaran juga belum mampu terlaksana
dengan baik.
Cokorda
Gede Atmaja menambahkan, untuk mewujudkan tata kelola Pemerintahan yang bersih
dan transfaran, selain memprioritaskan penegakan hukum dan kesejahteraan
masyarakat, komitmen Pemerintah juga sangat diperlukan, terutama dalam hal
perbaikan anggaran APBD. Sebab, selama ini anggaran dalam APBD lebih
diprioritaskan pada anggaran rutin, sedangkan anggaran pembangunan hanya
memperoleh porsi 25% dari APBD. Padahal, porsi dari anggaran rutin dan anggaran
pembangunan seharusnya seimbang, agar tata kelola Pemerintahan dapat berjalan
dengan baik. Untuk itu, masyarakat turut andil mengawasi kinerja Pemerintah,
agar tidak terjadi ketimpangan dalam pengambilan kebijakan.
E. Tata Kelola Pemerintahan
Yang Baik Dan Kinerja Birokrasi Pelayanan Publik
A. Pengertian Birokrasi
Sejauh
ini, birokrasi menunjuk pada empat pengertian, yaitu: Pertama, menunjuk pada
kelompok pranata atau lembaga tertentu. Pengertian ini menyamakan birokrasi
dengan biro. Kedua, menunjuk pada metode khusus untuk pengalokasian sumberdaya
dalam suatu organisasi besar. Pengertian ini berpadanan dengan istilah
pengambilan keputusan birokratis. Ketiga, menunjuk pada “kebiroan” atau mutu
yang membedakan antara biro-biro dengan jenis-jenis organisasi lain. Pengertian
ini lebih menunjuk pada sifat-sifat statis organisasi (Downs, 1967 dalam Thoha,
2003). Keempat, sebagai kelompok orang, yakni orang-orang yang digaji yang
berfungsi dalam pemerintahan (Castle, Suyatno, dan Nurhadiantomo, 1983).
Pandangan
Masyarakat terhadap Birokrasi
— Kualitas kerja rendah
— Biaya mahal dan boros
— Miskin informasi dan lebih
mementingkan diri sendiri
— Banyak melakukan pelanggaran
terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku à Penyalahgunaan
kekuasaan dan jabatan, KKN
— Sewenang-wenang
— Arogan
Permasalahan
Utama
— Kelembagaan dan tatalaksana:
struktur organisasi, inkonsistensi dan instabilitas peraturan
perundang-undangan, penggunaan TI
— Sumberdaya manusia: kualitas,
sistem penggajian
— Pengawasan: akuntabilitas, etika
dan moral
— Pelayanan Publik: standar
pelayanan Organisasi: struktur besar, tidak sesuai dengan kebutuhan, bentuk
organisasi yang tidak tepat
— Personil: kepangkatan, isu
lokalisme, mutasi, peningkatan jumlah pegawai honorer
— Keuangan: anggaran berbasis
kinerja, sistem perencanaan yang rumit dan hirarkhis, masalah SPM dan Standar
Analisis Biaya (SAB), politisasi anggaran, transparansi
— Perencanaan: sistem perencanaan,
keterlibatan masyarakat
Permasalahan
Internal dalam Birokrasi
— (1) sistem perekrutan;
— (2) sistem penggajian dan pemberian penghargaan;
— (3) sistem pengukuran kinerja;
— (4) sistem promosi dan pengembangan karir; serta
— (5) sistem pengawasan
Situasi
Problematis Birokrasi
— Struktur, norma, nilai dan
regulasi yang ada masih berorientasi pada kepentingan penguasa/birokrat (power
culture)
— Masih belum terbentuk budaya
Birokrasi (service delivery culture)
— Masih tingginya ketidakpastian
dalam Birokrasi (cost of uncertainty)
— Budaya patron-client dan budaya
afiliasi yang mengarah kepada moral hazard
— Rendahnya kompetensi para
birokrat
Strategi
Utama Reformasi yang dilakukan
(1)
merevitalisasi
kedudukan, peran dan fungsi kelembagaan yang menjadi motor penggerak reformasi
administrasi, dan
(2) menata kembali sistem administrasi negara baik dalam hal
struktur, proses, sumber daya manusia (PNS) serta relasi antara negara dan
masyarakat
Upaya-Upaya
reformasi Birokrasi
(1) Pada level kebijakan,
harus diciptakan berbagai kebijakan yang mendorong Birokrasi yang berorientasi
pada pemenuhan hak-hak sipil warga (kepastian hukum, batas waktu, prosedur,
partisipasi, pengaduan, gugatan)
(2) Pada level organisational,
dilakukan melalui perbaikan proses rekrutmen berbasis kompetensi, pendidikan
dan latihan yang sensitif terhadap kepentingan masyarakat, penciptaan Standar
Kinerja Individu, Standar Kinerja Tim dan Standar Kinerja Instansi Pemerintah
(3) Pada level operasional,
dilakukan perbaikan melalui peningkatan service quality meliputi dimensi
tangibles, reliability, responsiveness, assurance dan emphaty.
(4) Instansi Pemerintah, secara periodik melakukan
pengukuran kepuasan pelanggan dan melakukan perbaikan .
F. Prinsip-prinsip pemerintahan yang baik
Pemerintah adalah organisasi yang memiliki kekuasaan untuk membuat dan
menerapkan hukum serta undang-undang di wilayah tertentu. Berikut sembilan
aspek fundamental (asas) dalam perwujudan good governance, yaitu :
1.
Partisipasi (Participation)
Semua warga negara berhak terlibat dalam keputusan, baik langsung maupun
melalui lembaga perwakilan yang sah untuk mewakili kepentingan mereka.
Paradigma sebagai center for public harus diikuti dengan berbagai aturan
sehingga proses sebuah usaha dapat dilakukan dengan baik dan efisien, selain
itu pemerintah juga harus menjadi public server dengan memberikan pelayanan
yang baik, efektive, efisien, tepat waktu serta dengan biaya yang murah, sehingga
mereka memiliki kepercayaan dari masyarakat. Partisipasi masyarakat sangat
berperan besar dalam pembangunan, salah satunya diwujudkan dengan pajak.
2.
Penegakan Hukum (Rule of Law)
Penegakan hukum adalah pengelolaan pemerintah yang profesional dan harus
didukung oleh penegakan hukum yang berwibawa. Penegakan hukum sangat berguna
untuk menjaga stabilitas nasional. Karena suatu hukum bersifat tegas dan
mengikat. Perwujudan good governance harus di imbangi dengan komitmen
pemerintah untuk menegakkan hukum yang mengandung unsur-unsur sebagai berikut :
Supremasi Hukum, yakni setiap tindakan unsur-unsur kekuasaan negara dan
peluang partisipasi masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
didasarkan pada hukum dan peraturan yang jelas dan tega dan dijamain
pelaksanaannya secara benar serta independen.
Kepastian hukum, bahwa setiap kehidupan berbangsa dan bernegara diatur
oleh hukum yang jelas dan pasti, tidak duplikasi dan tidak bertentangan antara
satu dengan lainnya.
Hukum yang responsive, yakni aturan-aturan hukum disusun berdasarkan
aspirasi msyarakat luas, dan mampu mengakomodasi berbagai kebutuhan publik
secara adil.
Penegakan hukum yang konsisten dan nondiskriminatif, yakni penegakan
hukum yang berlaku untuk semua orang tanpa pandang bulu jabatan maupun status
sosialnya sebagai contoh aparat penegak hukum yang melanggar kedisiplinan dan
hukum wajib dikenakan sanksi.
Independensi
peradilan, yakni peradilan yang independen bebas dari pengaruh penguasa atau
pengaruh lainnya. Sayangnya, di negara kita independensi peradilan belum
begitu baik dan dinodai oleh aparat penegak hukum sendiri, sebagai contoh
kecilnya yaitu kasus suap jaksa.
3.
Tranparasi (Transparency)
Akibat tidak adanya prinsip transparansi ini bangsa indonesia terjebak
dalam kubangan korupsi yang sangat parah. Salah satu yang dapat menimbulkan dan
memberi ruang gerak kegiatan korupsi adalah manajemen pemerintahan yang tidak
baik. Dalam pengelolaan negara, Goffer berpendapat bahwa terdapat
delapan unsur yang harus dilakukan secara transparasi, yaitu :
Penetapan
posisi dan jabatan.
Kekayaan
pejabat publik.
Pemberian
penghargaan.
Penetapan
kebijakan yang terkait dengan pencerahan kehidupan.
Kesehatan.
Moralitas
para pejabat dan aparatur pelayanan publik.
Keamanan
dan ketertiban.
Kebijakan
strategis untuk pencerahan kehidupan masyarakat.
4.
Responsif (Responsiveness)
Asas responsif adalah bahwa pemerintah harus tanggap terhadap
persoalan-persoalan masyarakat secara umum. Pemerintah harus memenuhi kebutuhan
masyarakatnya, bukan menunggu masyarakat menyampaikan aspirasinya, tetapi
pemerintah harus proaktif dalam mempelajari dan mengalisa
kebutuhan-kebutuhan masyarakat. Jadi setiap unsur pemerintah harus memiliki dua
etika yaitu etika individual yang menuntut pemerintah agar memiliki kriteria
kapabilitas dan loyalitas profesional. Dan etika sosial yang menuntut
pemerintah memiliki sensitifitas terhadap berbagai kebutuhan pubik. Orientasi
kesepakatan atau Konsensus (Consensus Orientation).
Asas konsensus adalah bahwa setiap keputusan apapun harus dilakukan
melalui proses musyawarah. Cara pengambilan keputusan secara konsensus akan
mengikat sebagianbesar komponen yang bermusyawarah dalam upaya mewujudkan
efektifitas pelaksanaan keputusan. Semakin banyak yang terlibat dalam proses
pengambilan keputusan maka akan semakin banyak aspirasi dan kebutuhan
masyarakat yang terwakili selain itu semakin banyak yang melakukan pengawasan
serta kontrol terhadap kebijakan-kebijakan umum maka akan semakin tinggi
tingkat kehati-hatiannya dan akuntanbilitas pelaksanaannya dapat
semakin di pertanggungjawabkan.
5.
Keadilan dan Kesetaraan (Equity)
Asas kesetaraan dan keadilan adalah kesamaan dalam perlakuan dan
pelayanan publik. Pemerintah harus bersikap dan berprilaku adil dalam
memberikan pelayanan terhadap publik tanpa mengenal perbedaan kedudukan,
keyakinan, suku, dan kelas sosial.
Secara umum
istilah good governance memiliki pengertian akan segala hal yang terkait
dengan tindakan atau tingkah laku yang bersifat mengarahkan, mengendalikan, atau
mempengaruhi urusan publik untuk mewujudkan nilai-nilai tersebut dalam
kehidupan sehari-hari. Menurut Andi Faisal Bakti, istilah good governance
memiliki pengertian pengejawantahan nilai-nilai luhur dalam mengarakan warga
Negara kepada masyarakat dan pemerintahan yang berkeadaban melalui wujud
pemerintahan yang suci dan damai. Senada dengan Bakti, Santosa menjelaskan
bahwa good governance adalah pelaksanaan politik, ekonomi, dan administrasi
dalam mengelola masalah-masalah bangsa. Pelaksanaan kewenangan tersebut bisa
dikatakan baik jika dilakukan dengan efektif dan efisien, responsif terhadap
kebutuhan rakyat, dalam suasana demokratis, akuntabel serta transparan.Sebagai
sebuah paradigm pengelolaan lembaga Negara, clean and good governance dapat
terwujud secara maksimal jika ditopang oleh dua unsur yang saling terkait yaitu
negara dan masyarakat madani yang di dalamnya
terdapat sektor swasta.
Governance adalah tata pemerintahan,
penyelenggaraan negara, atau pengelolaan (management)bahwa
kekuasaan tidak lagi semata-mata dimiliki atau menjadi urusan pemerintah.
Good
Governance menurut
Bank Dunia (World Bank) adalah cara kekuasaan
digunakan dalam mengelola berbagai sumberdaya sosial dan ekonomi untuk
pengembangan masyarakat (The way state power is used in
managing economic and social resources for development of society).
Good Govanance, bila kita kupas : "Good" rnaknanya adalah
nilai-nilai yg menjunjung tinggi kehendak rakyat dan meningkatkan
kemampuannya dalam pencapaian tujuan serta berdayaguna dan berhasil guna
dalam pelaksanaan tugasnya untuk mencapai tujuan tersebut. "Governance" maknanya
pemerintahan berfungsi secara efektif dan efisien dalam upaya mencapai
tujuan nasional yang telah digariskan, dalam Alinea IV Pembukaan UUD 1945.
1. Prinsip Good Governance
Ada
sepuluh prinsip good governance, yaitu :
u. Partisipasi : warga memiliki
hak (dan mempergunakannya) untuk menyampaikan pendapat, bersuara dalain proses
petumusan hebijakan publik, balk
secara langsung maupun tidak langsung.
v. Penegakan hukum: hukum diberlakukan bagi siapapun
tanpa pengecualian, hak asasi manusia dilindungi, sambil tetap
dipertahankannya nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat.
w. Transparansi: penyediaan
inforinasi tentang pemerintali(an) bagi publik dan dijaminnya kemudahan di
dalam memperolch informasi yang akurat clan memadai.
x. Kesetaraan: adanya peluang yang lama bagi setiap
anggota masyarakat untuk beraktivitas berusaha.
y. Daya tanggap : pekanya para pengclola instansi publik
terhadap aspirasi masyarakat.
z. Wawasan ke depan: pengelolaan masyarakat hendaknya
dimulai dengan visi, misi, dan strategi yang jelas.
aa. Akuntabilitas: laporan para penentu kebijakan kepada
para warga.
bb. Pengawasan
publik: terlibatnya warga
dalam mengontrol kegiatatn pemerintah, termasuk parlemen.
cc. Efektivitas clan efisiensi : terselenggaranya
Icegiatan instansi publik dengan menggunakan cumber daya yang tersedia
secara optimal clan bertanggnung jawab.
dd.Profesionalisme :Meningkatkan kemampuan dan moral
penyelenggara pemerintahan agar mampu memberi pelayanan yang mudah, cepat,
tepat dengan biaya yang terjangkau.
1. Tata Kelola Pemerintahan Yang Bersih
Keinginan
menjadi good and clean governance ke dalam norma hukum baru
dimulai setelah kita mengalami krisis pada tahun 1997 yang diikuti dengan
kejatuhan rezim otoriter Orde Baru pada bulan Mei 1998. Upaya ini dapat dilihat
dengan adanya Ketetapan MPR No. XI/ MPR/ 1998 tentang Penyelengaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi,
Kolusi dan Nepotisme (KKN). Kemudian diikuti dengan pemberlakuan UU
No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenngaraan Negara yang Bersih dan (KKN) yang
diikuti dengan empat Peraturan Pemerintah sebagai pelaksana UU No. 28 yaitu PP
No. 65/ 1999 tentang Tata Cara Pemeriksaan Kekayaan Penyelenggara
Negara, PP No. 66/ 1999 tentang Persyaratan dan Tata Cara
Pengangkatan serta Pemberhentian Anggota Komisi Pemeriksa, PP No. 67/ 1999
tentang Tata Cara Pemantauan dan Evaluasi Pelaksanaan Tugas dan
Wewenang Komisi Pemeriksa, dan PP No. 68/ 1999 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dalam Peyelenggaraan Negara.
2. Makna Korupsi
Korupsi
(bahasa Latin: corruptio dari
kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak,
menggoyahkan, memutarbalik, menyogok). Secara harfiah, korupsi adalah perilaku
pejabat publik, baik politikus / politisi maupun pegawai negeri, yang secara
tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat
dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada
mereka.
Korupsi
selalu diidentikkan dengan mencuri, mengambil hak orang lain. Korupsi diartikan
dengan mark up dana di luar batas yang seharusnya. Korupsi
dimaknai sebagai tindakan mengambil hak orang. Setidaknya itu sementara
pemaknaan orang atas istilah bernama korupsi.
Dalam
arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan
resmi untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintah|pemerintahan rentan
korupsi dalam prakteknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling
ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima
pertolongan, sampai dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya.
Titik
ujung korupsi adalah kleptokrasi, yang
arti harafiahnya pemerintahan oleh para pencuri, dimana pura-pura
bertindak jujur pun tidak ada sama sekali.
Dalam
bedah buku NU Melawan Korupsi Kajian Tafsir dan Fiqh, yang digelar
oleh Pimpinan Wilayah Nahdlatul Ulama (NU) Jawa Timur, terungkap makna baru
korupsi. KH Mohammad Masyhuri Naim menyampaikan arti lain korupsi., korupsi
memiliki beragam makna, diantaranya adalah suap. Antara korupsi dengan suap kan
berbeda secara substansial, yakni suap bermakna memberi. Sementara korupsi
mengandung makna mengambil.Akan tetapi, keduanya kini berjalan beriringan.
Untuk mendapatkan sesuatu seringkali orang melakukan suap.
Sementara,
menurut Zainuddin Rektor Universitas Muhammadiyah Surabaya memaknai korupsi
sebagai gaya hidup dan krisis. Korupsi menjadi gaya hidup yang disebabkan oleh
krisis diantaranya mencakup moral, sosial, ekonomi, dan politik.
Makna
korupsi, sesungguhnya bergantung persepsi. Demikian halnya dengan penanganan
korupsi. Meminjam istilah Ali Maschan, harus ada empat hal yang beriringan
yakni substansi hukum, struktur hukum, sumber daya manusia, dan budaya hukum.
Korupsi
di Negara berkembang berawal dari ketidak adanya kesadaran masyarakat dalam
melakukan suatu hal dengan transparansi yang berbeda jauh dengan
masyarakat di Negara-Negara maju. Namun ada juga factor-faktor pendukung yang
lain yang mempengaruhi seseorang untuk melakukan korupsi.
1. Kondisi yang mendukung munculnya korupsi :
·
Konsentrasi
kekuasan di pengambil keputusan yang tidak bertanggung jawab
langsung kepada rakyat, seperti yang sering terlihat di
rezim-rezim yang bukan demokratik.
·
Kurangnya
transparansi di pengambilan keputusan pemerintah
·
Kampanye-kampanye
politik yang mahal, dengan pengeluaran lebih besar dari
pendanaan politik yang normal.
·
Proyek yang
melibatkan uang rakyat dalam jumlah besar.
·
Lingkungan
tertutup yang mementingkan diri sendiri dan jaringan "teman lama".
·
Lemahnya
ketertiban hukum.
·
Lemahnya profesi
hukum.
·
Kurangnya
kebebasan berpendapat atau kebebasan media massa.
·
Rakyat yang cuek,
tidak tertarik, atau mudah dibohongi yang gagal memberikan perhatian yang cukup
ke pemilihan umum.
·
Ketidakadaannya
kontrol yang cukup untuk mencegah penyuapan.
·
Gaji pegawai pemerintah
yang sangat kecil.
Mengenai kurangnya gaji atau pendapatan
pegawai negeri dibanding dengan kebutuhan hidup yang makin hari makin meningkat
pernah di kupas oleh Bpk.
Soedarsono yang menyatakan antara lain " Pada umumnya orang
menghubung-hubungkan tumbuh suburnya korupsi sebab yang paling gampang
dihubungkan adalah kurangnya gaji pejabat-pejabat. " namun B Soedarsono
juga sadar bahwa hal tersebut tidaklah mutlak karena banyaknya faktor yang
bekerja dan saling memengaruhi satu sama lain. Kurangnya gaji bukanlah faktor
yang paling menentukan, orang-orang yang berkecukupan banyak yang melakukan
korupsi. Namun demikian kurangnya gaji dan pendapatan pegawai negeri memang
faktor yang paling menonjol dalam arti merata dan meluasnya korupsi di
Indonesia, hal ini dikemukakan oleh Guy J Parker dalam tulisannya berjudul "Indonesia 1979: The Record of three decades (Asia
Survey Vol. XX No. 2, 1980 : 123). Begitu pula J.W Schoorlmengatakan bahwa " Di
Indonesia di bagian pertama tahun 1960 situasi begitu merosot sehingga untuk
sebagian besar golongan dari pegawai, gaji sebulan hanya sekadar cukup untuk
makan selama dua minggu. Dapat dipahami bahwa dalam situasi demikian memaksa
para pegawai mencari tambahan dan banyak diantaranya mereka mendapatkan dengan
meminta uang ekstra untuk pelayanan yang diberikan”.
2. Dampak negatif Yang Ditimbulkan
a.Demokrasi
Korupsi
menunjukan tantangan serius terhadap pembangunan. Di dalam dunia politik,
korupsi mempersulit demokrasi dan tata pemerintahan yang baik (good governance)
dengan cara menghancurkan proses formal. Korupsi di pemilihan umum dan di badan
legislatif mengurangi akuntabilitas dan perwakilan di pembentukan
kebijaksanaan; korupsi di sistem pengadilan menghentikan ketertiban hukum; dan
korupsi di pemerintahan publik menghasilkan ketidak-seimbangan dalam pelayanan
masyarakat.
Secara
umum, korupsi mengkikis kemampuan institusi dari pemerintah, karena pengabaian
prosedur, penyedotan sumber daya, dan pejabat diangkat atau dinaikan jabatan
bukan karena prestasi. Pada saat yang bersamaan, korupsi mempersulit legitimasi
pemerintahan dan nilai demokrasi seperti kepercayaan dan toleransi.
b.Ekonomi
Korupsi
juga mempersulit pembangunan ekonomi dengan membuat distorsi (kekacauan ) dan
ketidak efisienan yang tinggi. Dalam sektor privat, korupsi meningkatkan ongkos
niaga karena kerugian dari pembayaran ilegal, ongkos manajemen dalam negosiasi
dengan pejabat korup, dan risiko pembatalan perjanjian atau karena
penyelidikan.
Walaupun
ada yang menyatakan bahwa korupsi mengurangi ongkos (niaga) dengan mempermudah
birokrasi, konsensus yang baru muncul berkesimpulan bahwa ketersediaan sogokan
menyebabkan pejabat untuk membuat aturan-aturan baru dan hambatan baru. Dimana
korupsi menyebabkan inflasi ongkos niaga, korupsi juga mengacaukan
"lapangan perniagaan". Perusahaan yang memiliki koneksi dilindungi
dari persaingan dan sebagai hasilnya mempertahankan perusahaan-perusahaan yang
tidak efisien.
Korupsi
menimbulkan distorsi (kekacauan) di dalam sektor publik dengan mengalihkan
investasi publik ke proyek-proyek masyarakat yang mana sogokan dan upah
tersedia lebih banyak. Pejabat mungkin menambah kompleksitas proyek masyarakat
untuk menyembunyikan praktek korupsi, yang akhirnya menghasilkan lebih banyak
kekacauan. Korupsi juga mengurangi pemenuhan syarat-syarat keamanan bangunan,
lingkungan hidup, atau aturan-aturan lain. Korupsi juga mengurangi kualitas
pelayanan pemerintahan dan infrastruktur; dan menambahkan tekanan-tekanan
terhadap anggaran pemerintah.
Para
pakar ekonomi memberikan pendapat bahwa salah satu faktor keterbelakangan
pembangunan ekonomi di Afrika dan Asia, terutama di Afrika, adalah korupsi yang
berbentuk penagihan sewa yang menyebabkan perpindahan penanaman modal (capital
investment) ke luar negeri, bukannya diinvestasikan ke dalam negeri.
Berbeda
sekali dengan diktator Asia, seperti Soeharto yang sering mengambil satu
potongan dari semuanya (meminta sogok), namun lebih memberikan kondisi untuk
pembangunan, melalui investasi infrastruktur, ketertiban hukum, dan
lain-lain.
Dalam kasus Afrika, salah satu faktornya
adalah ketidak-stabilan politik, dan juga kenyataan bahwa pemerintahan baru
sering menyegel aset-aset pemerintah lama yang sering didapat dari korupsi. Ini
memberi dorongan bagi para pejabat untuk menumpuk kekayaan mereka di luar negeri.
c. Politik
Di
arena politik, sangatlah sulit untuk membuktikan korupsi, namun lebih sulit
lagi untuk membuktikan ketidakadaannya. Maka dari itu, sering banyak ada gosip
menyangkut politisi.
Politisi
terjebak di posisi lemah karena keperluan mereka untuk meminta sumbangan
keuangan untuk kampanye mereka. Sering mereka terlihat untuk bertindak hanya
demi keuntungan mereka yang telah menyumbangkan uang, yang akhirnya menyebabkan
munculnya tuduhan korupsi politis.
Korupsi
politis ada dibanyak negara, dan memberikan ancaman besar bagi warga negaranya.
Korupsi politis berarti kebijaksanaan pemerintah sering menguntungkan pemberi
sogok, bukannya rakyat luas.
Satu
contoh lagi adalah bagaimana politikus membuat peraturan yang melindungi
perusahaan besar, namun merugikan perusahaan-perusahaan kecil
.Politikus-politikus "pro-bisnis" ini hanya mengembalikan pertolongan
kepada perusahaan besar yang memberikan sumbangan besar kepada kampanye pemilu
mereka.
d.Korupsi berdampak pada penurunan kualitas moral
dan akhlak.
Baik
individual maupun masyarakat secara keseluruhan. Selain meningkatkan ketamakan
dan kerakusan terhadap penguasaan aset dan kekayaan korupsi juga akan
menyebabkan hilangnya sensitivitas dan kepedulian terhadap sesama.
Rasa
saling percaya yang merupakan salah satu modal sosial yang utama akan hilang.
Akibatnya, muncul fenomena distrust society ( hilangnya kepercayaan masyarakat
), yaitu masyarakat yang kehilangan rasa percaya, baik antar sesama individu,
maupun terhadap institusi negara. Perasaan aman akan berganti dengan perasaan
tidak aman (insecurity feeling). Inilah yang dalam bahasa Al-Quran
dikatakan sebagai libaasul khauf (pakaian ketakutan).
Pengamat
Politik dan Hukum Cokorda Gede Atmaja mengatakan, kondisi tersebut dibuktikan
dengan keberadaan masyarakat miskin akan tetap miskin, selama prosedur
penyelesaian kemiskinan hanya sebatas bedah rumah. Menurutnya, Pemerintah harus
memberikan pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat,
sehingga masyarakat mampu menciptakan usaha sendiri dan tidak bergantung pada
peluang kerja yang disediakan Pemerintah. Selain itu, prosedur penegakan hukum
yang merupakan dasar Pemerintahan yang transfaran juga belum mampu terlaksana
dengan baik.
Kesejahteraan
masyarakat selama ini belum mampu terwujud dengan maksimal, karena terkendala
prosedur tata kelola Pemerintahan yang kurang transfaran dan bersih. Tata
kelola Pemerintahan yang transparan dan bersih merupakan dasar mewujudkan
kesejahteraan masyarakat. Namun, kinerja Pemerintah selama ini hanya terfokus
dengan urusan politik, sehingga kesejahteraan masyarakat belum mampu terwujud
dengan maksimal.
Cokorda
Gede Atmaja menambahkan, untuk mewujudkan tata kelola Pemerintahan yang bersih
dan transfaran, selain memprioritaskan penegakan hukum dan kesejahteraan
masyarakat, komitmen Pemerintah juga sangat diperlukan, terutama dalam hal
perbaikan anggaran APBD. Sebab, selama ini anggaran dalam APBD lebih
diprioritaskan pada anggaran rutin, sedangkan anggaran pembangunan hanya
memperoleh porsi 25% dari APBD. Padahal, porsi dari anggaran rutin dan anggaran
pembangunan seharusnya seimbang, agar tata kelola Pemerintahan dapat berjalan
dengan baik. Untuk itu, masyarakat turut andil mengawasi kinerja Pemerintah,
agar tidak terjadi ketimpangan dalam pengambilan kebijakan.
Dalam rangka menyelamatkan keuangan negara,
banyak upaya pemerintah yang sudah dilaksanakan diantaranya Undang-Undang Nomor
1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan diperkuat dengan Undang-Undang
Nomor 15 tahun 2004 tentang pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara.
Kemudian dengan terbitnya Peraturan
Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah semakin
jelas keseriusan pemerintah dalam hal pembenahan sistem pengelolaan keuangan
negara, mengutip pendapat pakar bahwa selama ini yang diterapkan nampaknya
masih lemah dan cenderung membuka peluang yang sangat besar bagi terjadinya
penyimpangan dalam pelaksanaan anggaran.
Penerapan PP Nomor 60 Tahun 2008 bukan hanya
tanggungjawab BPKP tetapi seluruh instansi pemerintah guna mewujudkan Good
Governance untuk menuju Clean Government. Sebagaimana diamanatkan dalam pasal
49 ayat (1) dan ayat (2) PP 60 tahun 2008 jelas bahwa BPKP mempunyai tugas yang
cukup berat.
Tentu bukan soal yang mudah dalam
mempersiapkan personil yang dapat melaksanakan tugas tersebut, perlu adanya
kesepahaman dalam mencermati secara komprehensif apa yang tertuang dalam PP
tersebut.
Dengan tiga pilar pelayanan publik menjadi
titik setrategis untuk memulai pengembangan dan penerapan Clean and good
governance di Indonesia. Tiga pilar tersebut yakni:
·
Pelayanan publik selama ini menjadi tempat
dimana negara yang diwakili pemerintah berinteraksi dengan lembaga non
pemerintah.
·
Pelayanan publik tempat dimana berbagai aspek
Clean and good governance dapat diartikulasikan lebih mudah.
·
Pelayanan publik melibatkan semua unsur yaitu
pemerintah, masyarakat dan mekanisme pasar.
Pemerintah adalah organisasi yang memiliki
kekuasaan untuk membuat dan menerapkan hukum serta undang-undang di wilayah
tertentu. Berikut sembilan aspek fundamental (asas) dalam perwujudan good
governance, yaitu :
1. Partisipasi (Participation)
Semua warga negara berhak terlibat dalam
keputusan, baik langsung maupun melalui lembaga perwakilan yang sah untuk
mewakili kepentingan mereka. Paradigma sebagai center for public harus diikuti
dengan berbagai aturan sehingga proses sebuah usaha dapat dilakukan dengan baik
dan efisien, selain itu pemerintah juga harus menjadi public server dengan
memberikan pelayanan yang baik, efektive, efisien, tepat waktu serta dengan
biaya yang murah, sehingga mereka memiliki kepercayaan dari masyarakat.
Partisipasi masyarakat sangat berperan besar dalam pembangunan, salah satunya
diwujudkan dengan pajak.
2. Penegakan Hukum (Rule of Law)
Penegakan hukum adalah pengelolaan pemerintah
yang profesional dan harus didukung oleh penegakan hukum yang berwibawa.
Penegakan hukum sangat berguna untuk menjaga stabilitas nasional. Karena suatu
hukum bersifat tegas dan mengikat. Perwujudan good governance harus di imbangi
dengan komitmen pemerintah untuk menegakkan hukum yang mengandung unsur-unsur
sebagai berikut :
Supremasi Hukum, yakni setiap tindakan
unsur-unsur kekuasaan negara dan peluang partisipasi masyarakat dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara didasarkan pada hukum dan peraturan yang jelas dan tega
dan dijamain pelaksanaannya secara benar serta independen.
Kepastian hukum, bahwa setiap kehidupan
berbangsa dan bernegara diatur oleh hukum yang jelas dan pasti, tidak duplikasi
dan tidak bertentangan antara satu dengan lainnya.
Hukum yang responsive, yakni aturan-aturan
hukum disusun berdasarkan aspirasi msyarakat luas, dan mampu mengakomodasi
berbagai kebutuhan publik secara adil.
Penegakan hukum yang konsisten dan
nondiskriminatif, yakni penegakan hukum yang berlaku untuk semua orang tanpa
pandang bulu jabatan maupun status sosialnya sebagai contoh aparat penegak
hukum yang melanggar kedisiplinan dan hukum wajib dikenakan sanksi.
Independensi peradilan, yakni peradilan yang independen
bebas dari pengaruh penguasa atau pengaruh lainnya. Sayangnya, di negara
kita independensi peradilan belum begitu baik dan dinodai oleh aparat penegak
hukum sendiri, sebagai contoh kecilnya yaitu kasus suap jaksa.
3. Tranparasi (Transparency)
Akibat tidak adanya prinsip transparansi ini
bangsa indonesia terjebak dalam kubangan korupsi yang sangat parah. Salah satu
yang dapat menimbulkan dan memberi ruang gerak kegiatan korupsi adalah
manajemen pemerintahan yang tidak baik. Dalam pengelolaan
negara, Goffer berpendapat bahwa terdapat delapan unsur yang harus
dilakukan secara transparasi, yaitu :
Penetapan posisi dan jabatan.
Kekayaan pejabat publik.
Pemberian penghargaan.
Penetapan kebijakan yang terkait dengan pencerahan
kehidupan.
Kesehatan.
Moralitas para pejabat dan aparatur pelayanan publik.
Keamanan dan ketertiban.
Kebijakan strategis untuk pencerahan kehidupan
masyarakat.
4. Responsif (Responsiveness)
Asas responsif adalah bahwa pemerintah harus
tanggap terhadap persoalan-persoalan masyarakat secara umum. Pemerintah harus
memenuhi kebutuhan masyarakatnya, bukan menunggu masyarakat menyampaikan
aspirasinya, tetapi pemerintah harus proaktif dalam mempelajari dan
mengalisa kebutuhan-kebutuhan masyarakat. Jadi setiap unsur pemerintah harus
memiliki dua etika yaitu etika individual yang menuntut pemerintah agar
memiliki kriteria kapabilitas dan loyalitas profesional. Dan etika sosial yang
menuntut pemerintah memiliki sensitifitas terhadap berbagai kebutuhan pubik.
Orientasi kesepakatan atau Konsensus (Consensus Orientation).
Asas konsensus adalah bahwa setiap keputusan
apapun harus dilakukan melalui proses musyawarah. Cara pengambilan keputusan
secara konsensus akan mengikat sebagianbesar komponen yang bermusyawarah dalam
upaya mewujudkan efektifitas pelaksanaan keputusan. Semakin banyak yang
terlibat dalam proses pengambilan keputusan maka akan semakin banyak aspirasi
dan kebutuhan masyarakat yang terwakili selain itu semakin banyak yang
melakukan pengawasan serta kontrol terhadap kebijakan-kebijakan umum maka akan
semakin tinggi tingkat kehati-hatiannya dan akuntanbilitas pelaksanaannya dapat
semakin di pertanggungjawabkan.
Clean and good governance meniscayakan adanya
transparansi disegala bidang. Hal ini untuk mengikis budaya korupsi yang
mengakibatkan kebocoran anggaran dalam penggunaan uang negara untuk kepentingan
individu atau golongan bukan untuk kesejahteraan rakyat.
Dalam menciptakan situasi perang terhadap
korupsi Didin S Damanhuri menyusun grand design:
Pertama, apapun kebijakan antikorupsi
yang diambil, haruslah disadari bahwa kebijakan dan langkah-langkah tersebut
hendaknya ditempatkan sebagai ''totok nadi'' yang strategis, berkelanjutan, dan
paling bertanggung jawab di antara semua langkah total football, estafet dari
semua pihak yang peduli terhadap pemberantasan korupsi, baik dari kaum
agamawan, akademisi, parlemen, LSM, pers, dunia internasional, dan seterusnya
Kedua, menghindari politik belah bambu
yang menggunakan KPTPK, Kejaksaan, dan Polri untuk memburu pihak-pihak yang
secara politis harus dikalahkan dan membiarkan pihak-pihak yang dianggap kawan
politik.
Ketiga, keseriusan untuk mencari solusi
terbebasnya TNI dan Polri dari dunia politik dan bisnis secara tuntas.
Keempat, euforia elite politik di pusat
dan daerah dalam menikmati kebebasan politik, kebebasan berpendapat, dan
kebebasan pers yang seharusnya semakin mendewasakan kehidupan berdemokrasi yang
ujung-ujungnya juga mampu membangkitkan kembali kehidupan ekonomi dengan ukuran
rakyat yang semakin sejahtera.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada
dasarnya konsep good governance memberikan rekomendasi pada system pemerintahan
yang menekankan kesetaraan antara lembaga-lembaga Negara baik ditingkat pusat
maupun daerah, sector swasta, dan masyarakat madani (civil society).
Pada
satu sisi, konsolidasi demokrasi di Indonesia tidak dapat dicapai tanpa melawan
korupsi. Hal ini memerlukan satu serangkaian inisiatif, sarana dan institusi,
dan hal ini tidak akan dapat dicapai kecuali aturan hukum, peradilan, dan pada
kesamaan dalam proses-proses peradilan.
System
pemerintahan yang demokratis dan bersih akan terwujud dengan perubahan sikap
dari seluruh strata masyarakat untuk tidak mentolerir korupsi.
Cara
untuk menumbuhkan etos good governance sebaiknya dimulai dari individu
penyelenggara Negara (pemerintah). Pemerintah disini tidak hanya diterjemahkan
sebagai eksekutif saja, tetapi harus dilihat dari pengertian yang lebih luas
yaitu semua pihak yang memperoleh amanah dari rakyat seperti legislatif,
yudikatif, dan bahkan termasuk kalangan pengajar di perguruan tinggi.
Korupsi menimbulkan
distorsi (kekacauan) di dalam sektor publik dengan mengalihkan investasi publik
ke proyek-proyek masyarakat yang mana sogokan dan upah tersedia lebih banyak.
Pejabat mungkin menambah kompleksitas proyek masyarakat untuk menyembunyikan
praktek korupsi, yang akhirnya menghasilkan lebih banyak kekacauan. Korupsi
juga mengurangi pemenuhan syarat-syarat keamanan bangunan, lingkungan hidup,
atau aturan-aturan lain. Korupsi juga mengurangi kualitas pelayanan
pemerintahan dan infrastruktur; dan menambahkan tekanan-tekanan terhadap
anggaran pemerintah.
Sistem pemerintahan yang demokratis dan
bersih akan terwujud dengan perubahan sikap dari seluruh strata masyarakat
untuk tidak mentolerir korupsi.
Pada dasarnya konsep good governance
memberikan rekomendasi pada system pemerintahan yang menekankan kesetaraan
antara lembaga-lembaga Negara baik ditingkat pusat maupun daerah, sector swasta,
dan masyarakat madani (civil society).
Pada satu sisi, konsolidasi demokrasi di
Indonesia tidak dapat dicapai tanpa melawan korupsi. Hal ini memerlukan satu
serangkaian inisiatif, sarana dan institusi, dan hal ini tidak akan dapat
dicapai kecuali aturan hukum, peradilan, dan pada kesamaan dalam proses-proses
peradilan.
Cara untuk menumbuhkan etos good governance
sebaiknya dimulai dari individu penyelenggara Negara (pemerintah). Pemerintah
disini tidak hanya diterjemahkan sebagai eksekutif saja, tetapi harus dilihat
dari pengertian yang lebih luas yaitu semua pihak yang memperoleh amanah dari
rakyat seperti legislatif, yudikatif, dan bahkan termasuk kalangan pengajar di
perguruan tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Amir Machmud. 1984. “Demokrasi, Undang-undang
dan Peran Raakyat”, dalamPrisma No.8 LP3ES. Jakarta.
Budiardjo, Miriam. 2008. Dasar-dasar
Ilmu Politik. Jakarta ; Gramedia Pustaka tama.
Deliear Noer. 1983. Pengantar ke
Pemikiran Politik, CV. Rajawali, Jakarta, cet. 1, halaman 207
Hadiwinata, Bob Sugeng; Schuck, Christoph.
2010. DEMOKRASI DI INDONESIA : Teori dan praktik. Yogyakarta ;
Graha Ilmu.
Hetifah Sj. Sumarto. 2003. Inovasi,
Partisipasi dan Good Governance, Jakarta ; Yayasan Obor Indonesia.
Miftah, Thoha. 2003. Birokrasi dan Politik
di Indonesia. Jakarta ; Penerbit Raja Grafindo Persada.
Sorensen, George. 1993. Demokrasi dan
Demokratisasi. Yogyakarta ; Pustaka Pelajar.
Thompson, Dennis F. 2002. Etika
Politik Pejabat Negara. Jakarta ; Yayasan Obor Indonesia.
T. Gayus Lumbuun, Kebijakan
Pemerintah Dalam Mewujudkan Pemerintahan Yang Baik, http://www.kormonev.menpan.go.id.
No comments:
Post a Comment