Thursday, October 29, 2020

MAKALAH REFORMASI BIROKRASI

BAB I

PENDAHULUAN

 

A. Latar Belakang

Secara substansi dalam Rancangan Undang-undang Aparatur Sipil Negara (RUU ASN) membahas tentang regulasi yang ada dan yang akan diberlakukan di lingkungan aparatur sipil Negara, yang terdiri dari pegawai negeri sipil dan pegawai tidak tetap pemerintah. Dalam RUU ASN pada bagian menimbang huruf (a) dinyatakan bahwa dalam rangka pelaksanaan cita-cita bangsa sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD Negara Republik Indonesia 1945 perlu dibangun aparatur sipil negara yang profesional, bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi dan nepotisme serta mampu menyelenggarakan pelayanan publik bagi masyarakat dan mampu menjalankan peran sebagai unsur perekat persatuan dan kesatuan bangsa berdasarkan Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia 1945. Berarti kondisi yang akan dirubah (dibangun) adalah aparatur yang professional yang mana bisa diambil kesimpulan sementara lebih lanjut bahwa kondisi sebelumnya adalah aparatur sipil negara kurang profesional. Profesional adalah aparatur yang mumpuni sesuai dengan bidang profesinya, handal pada bidang atau profesi yang digeluti dan tidak tanggung-tanggung. Menurut kamus bahasa Indonesia defenisi profesional adalah profesi yang memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankannya.

Jika profesinya dokter, alangkah baiknya seorang dokter cakap dan mumpuni. Begitu juga dengan profesi sebagai pegawai negeri sipil, tidak terjadi lagi kondisi dimana seorang pegawai menganggur atau seakan-akan tidak memiliki pekerjaan, atau sebaliknya pegawai yang justru tidak memiliki kemampuan dan kemauan untuk bekerja. Kondisi selanjutnya yang akan dibangun adalah aparatur yang bebas dari intervensi politik. Bebas dari intervensi politik berarti bebas dari segala bentuk tekanan - tekanan yang tidak ada hubungan dengan prinsip kinerja yang baik, kondisi dimana standar prosedur operasional benar dilaksanakan. Tidak terlihat lagi gejala - gejala yang menjurus kepada pengambilan suatu kebijakan yang tidak bijak, hanya karena berdasarkan apa yang diinginkan pimpinan misalnya, bukan berdasarkan apa yang seharusnya. Dimana teori berbeda jauh dengan yang terjadi atau kenyataan di lapangan (das sein das solen). Lalu yang selanjutnya perlu dibangun adalah aparatur yang bersih dari praktik korupsi, kolusi dan nepotisme. Jika dijabarkan seperti apa bersih dari praktik korupsi, kolusi dan nepotisme tersebut adalah kondisi bebas dari perbuatan yang dapat mengakibatkan kerugian keuangan Negara, perbuatan suap menyuap, penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang, benturan kepentingan dalam pengadaan, dan gratifikasi. Lalu masih pada bagian menimbang huruf (b) dinyatakan bahwa pelaksanaan manajemen aparatur sipil Negara belum berdasarkan pada perbandingan antara kompetensi dan kualifikasi yang diperlukan oleh jabatan dengan kompetensi dan kualifikasi yang dimiliki calon dalam rekrutmen, pengangkatan, penempatan, dan promosi pada jabatan sejalan dengan tata kelola pemerintahan yang baik. Artinya kondisi yang ada (berdasarkan pertimbangan yang mendasari disusunnya UU ASN tersebut) adalah kondisi dimana pelaksanaan manajemen aparatur sipil Negara belum berdasarkan pada perbandingan yang ideal (sejalan dengan tata kelola pemerintahan yang baik) antara kompetensi kualifikasi yang diperlukan dalam jabatan dengan kompetensi kualifikasi yang dimiliki oleh calon dalam proses rekrutmen, pengangkatan, penempatan dan promosi pada jabatan. Hal inilah yang bisa jadi merupakan alasan bagi pasangan Jokowi-Ahok untuk melakukan audit dan test ulang terhadap jabatan-jabatan seperti lurah dan camat (lelang jabatan). Selanjutnya pada bagian menimbang huruf (c) dinyatakan bahwa UU Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas UU Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian sudah tidak sesuai dengan penyelenggaraan kepegawaian sehingga perlu diganti. Dan pada bagian menimbang huruf (d) dinyatakan bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, dan c perlu membentuk Undang-undang tentang Aparatur Sipil Negara. Bagian menimbang dalam RUU ASN adalah dasar pertimbangan mengapa perlu adanya RUU tersebut. Hal ini tidak boleh dipandang sebelah mata. Mengapa ? Karena pada bagian menimbang tersebut adalah suatu wacana awal yang idealnya dapat memberikan gambaran dampak apa yang akan dihasilkan jika saja RUU tersebut diasahkan menjadi undang-undang. Pada bagian menimbang itulah dinyatakan apa fungsi keberadaan peraturan undang-undang tersebut. Akan mengatur tentang apa dan siapa peraturan / undang - undang tersebut. Jadi tidak melulu hanya terfokus pada pasal demi pasal, tapi harus dilihat dari muaranya.

 

Dalam UU No 17 Tahun 2007  tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025 dijelaskan  bahwa pembangunan aparatur negara dilakukan melalui reformasi birokrasi untuk mendukung keberhasilan pembangunan nasional. Sebagai wujud komitmen nasional untuk melakukan reformasi birokrasi, pemerintah telah menetapkan reformasi birokrasi dan tata kelola pemerintahan menjadi prioritas utama dalam Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010 – 2014 dengan peta jalan yang rinci melalui Perpres No.81 tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025. Reformasi birokrasi diarahkan untuk mendorong pembaharuan paradigma dan tata kelola pemerintahan yang selama ini dipandang masih menyisakan banyak persoalan sehingga perlu ditata kembali dengan sejumlah inovasi pelayanan baik dengan mengoptimalkan pemanfaatan tehnologi. Dalam grand design Reformasi Birokrasi diharapkan dapat terwujud pemerintahan yang bersih dan bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme; mendorong peningkatan kualitas pelayanan publik kepada masyarakat serta meningkatkan kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi

Namun, setelah menelisik lebih dalam seakan-akan terdapat suatu inkosistensi dalam UU ASN tersebut. Hal-hal yang diutarakan pada bagian menimbang tidak relevan dengan yang dituangkan dalam pasal-pasal lanjutannya. Seperti misalnya pada pasal 30 huruf (d) dinyatakan bahwa KASN berwenang melakukan menejemen kepegawaian Pejabat Eksekutif Senior, mengapa hanya Pejabat Eksekutif Senior ? Mengapa tidak berikut jabatan-jabatan administrasi. Lalu pada huruf (e) dan (f) masih pada pasal yang sama, disimak sekilas terlihat lebih cenderung mengarah kepada instansi daerah. Hal ini menjadi sangat ironis sekali manakala seharusnya yang menjadi barometer ukuran pemerintahan itu adalah instansi pusat. Lalu pada pasal 30 huruf (g) dinyatakan bahwa KASN berwenang melakukan penggantian Pejabat yang berwenang pada instansi daerah apabila diperlukan, lagi-lagi cenderung lebih condong mengarah ke instansi daerah dan tidak memiliki kekuatan apa-apa terhadap instansi pusat. Hanya sebatas melakukan pengawasan dan penyelidikan yang sudah pasti menggunakan anggaran yang tidak sedikit, namun tidak dapat mengambil keputusan. Keberadaan KASN sesuai dengan amanat yang tertuang dalam RUU ASN sebagai lembaga baru yang merupakan lembaga Negara yang bersifat mandiri dalam menjalankan tugas dan wewenangnya akan menjadi kurang efektif dan sudah pasti tidak akan menciptakan sistem manajemen aparatur sipil Negara yang ideal sesuai dengan apa yang dinyatakan pada bagian menimbang huruf (b) RUU ASN ini. Jika demikian halnya yang akan terjadi adalah indeks kepuasan masyarakat terhadap kinerja pemerintah yang cenderung stagnan bahkan mengarah kepada ketidakpuasan akan tetap sama saja dari tahun ke tahun. Alangkah baiknya jika para pihak terkait dengan penyusunan RUU ASN memperhatikan hal-hal diatas dengan seksama, dan dalam tingkat kejujuran yang mendalam mengkoreksi kembali pasal demi pasal. Agar tercipta suatu payung hukum yang berkualitas demi kemajuan bangsa di masa mendatang. Reformasi birokrasi melalui RUU ASN ? Jelas tidak mungkin. Namun akan menjadi semakin mustahil jika tetap mempertahankan inkonsistensi isi, muatan atau substansi dari RUU ASN di atas

Reformasi birokrasi sendiri pada dasarnya merupakan upaya tanpa akhir dan berkelanjutan. Pertama, karena birokrasi adalah sebuah tubuh dalam kapasitasnya sebagai pelayan publik. Publik sendiri merupakan customeryang memiliki tipikalitas berbeda pada setiap jaman, baik dalam kondisi sosial-politik, kebutuhan, maupun cara berkomunikasi. Kedua, teknologi yang selalu mengalami perkembangan yang selalu mengubah pola kebiasaan masyarakat. Paling tidak kedua hal inilah yang menempatkan birokrasi pada posisi harus proaktif menyesuaikan pada perubahan jika pelayanan publiklah raison de etre adanya birokrasi.

Dengan rekam kinerja yang telah ada, birokrasi pemerintahan di Indonesia mau tak mau mendapatkan citra yang buruk dengan berbagai permasalahannya. Hal ini pada perkembangannya menjadi identifikasi dari birokrasi, bahwa birokrasi identik dengan masalah, pelanggaran, penguasaan yang tidak terkontrol, dan lain sebagainya. Pada dasarnya, beberapa identifikasi yang beralasan tersebut muncul sebab banyaknya masalah yang memang ditimbulkan, dan di satu sisi adanya harapan masyarakat terhadap perubahan birokrasi yang ada dalam tubuh pemerintahan. Jumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) di pusat dan daerah sendiri selalu meningkat setiap tahun. Data dari Badan Kepegawaian Negara (BKN), jumlah PNS pada 2003 adalah lebih dari 3,6 juta. Dalam rentang 7 tahun berikutnya (2003-2007), terdapat sedikitnya pertambahan 26 persennya dari jumlah PNS. Setahun berikutnya (2011), jumlah PNS meningkat menjadi lebih dari 4,7 juta PNS, atau mengalami pertambahan hampir mencapai 30 persennya. Lonjakan paling tinggi terjadi pada tahun 2007 (9,18 persen dari tahun sebelumnya) hingga mencapai jumlah 4.067.201 orang, dan pada 2009 sebanyak 10,8% atau mencapai 4.524.205 orang. Tren peningkatan jumlah PNS pada tahun-tahun itu dipengaruhi juga dengan banyaknya Daerah Otonom Baru (DOB) yang mulai marak menjadi gaya politik lokal terutama sejak tahun 2001-2009, yang menghasilkan 7 provinsi dan hampir 200 kabupaten/kota. Pada tahun 2011, jumlah PNS yang terdapat di tingkat pusat tersebar mencapai sekitar 900.000 orang dan di daerah terdapat sekitar 3,8 juta orang.

 

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah :

1. Bagaimana UU ASN dalam Bentuk Reformasi Birokrasi ?

2. Bagaimana Komitmen Reformasi Birokrasi dengan UU-ASN ?

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

A. Penetapan UU ASN jadi Sejarah Reformasi Birokrasi

Disahkannya RUU ASN menjadi undang-undang semakin memperkokoh landasan hukum pelaksanaan reformasi birokrasi di tanah air. Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Azwar Abubakar mengatakan pengesahan ini akan menjadi tonggak sejarah.

“Undang-undang tentang Aparatur Sipil Negara menjadi tonggak sejarah perjalanan reformasi birokrasi,” ujar Azwar Abubakar di Jakarta, Kamis (19/12).

Keberhasilan pembangunan nasional yang telah dicapai dan terus berjalan tidak dapat dipisahkan dari peran mesin birokrasi yang menjadigenerator  pada setiap agenda pembangunan. Birokrasi menjadi salah satu mesin pembangunan yang berperan penting dalam memastikan berjalannya seluruh agenda dan program pembangunan yang telah direncanakan. Untuk itu, sejak tahun 2010, Presiden telah mengeluarkan Peraturan Presiden No.81 tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025 sebagai amanat dari UU No.17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang 2005-2025.Hal ini dilakukan dalam rangka mendorong peningkatan pelayanan publik yang berkualitas, transparan dan akuntabel. Grand design Reformasi Birokrasi untuk memberikan peta jalan bagi penataan birokrasi dan menstimulus inovasi birokrasi yang bermanfaat untuk mempercepat seluruh agenda pembangunan yang kini berjalan. 

Dalam UU No 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025 dijelaskan  bahwa pembangunan aparatur negara dilakukan melalui reformasi birokrasi untuk mendukung keberhasilan pembangunan nasional. Sebagai wujud komitmen nasional untuk melakukan reformasi birokrasi, pemerintah telah menetapkan reformasi birokrasi dan tata kelola pemerintahan menjadi prioritas utama dalam Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010 – 2014 dengan peta jalan yang rinci melalui Perpres No.81 tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025. Reformasi birokrasi diarahkan untuk mendorong pembaharuan paradigma dan tata kelola pemerintahan yang selama ini dipandang masih menyisakan banyak persoalan sehingga perlu ditata kembali dengan sejumlah inovasi pelayanan baik dengan mengoptimalkan pemanfaatan tehnologi. Dalam grand design Reformasi Birokrasi diharapkan dapat terwujud pemerintahan yang bersih dan bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme; mendorong peningkatan kualitas pelayanan publik kepada masyarakat serta meningkatkan kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi

Komitmen Reformasi Birokrasi juga dituangkan setidaknya dalam 3 Undang-Undang (UU) yang telah ditandatangani Presiden SBY dan 2 Rancangan Undang-Undang (RUU) yang masih dalam pembahasan legislatif. Ketiga UU tersebut adalah UU No. 39/2008 tentang Kementerian Negara,  UU No. 25/2009 tentang Pelayanan Publik dan yang baru disahkan adalah UU No.5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Sementara dua  lainnya masih berbentuk RUU tentang Administrasi Pemerintahan dan RUU tentang Sistem Pengawasan Intern Pemerintah yang segera diundangkan setelah mendapat persetujuan legislatif. Kelima UU ini menjadi pilar penopang pelaksanaan Reformasi Birokrasi yang diharapkan dapat mendorong proses transformasi birokrasi yang berkualitas dan inovatif hingga tahun 2025 sesuai arah RPJP 2005-2025.

Dengan disahkannya UU. No.5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara yang ditandatangani oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tanggal 15 Januari 2014 menandai proses modernisasi mesin birokrasi yang diharapkan dapat selaras (fit)  dengan kebutuhan jaman dan perkembangan dunia. Reformasi birokrasi pada UU ini diarahkan pada penataan dan pengelolaan sumber daya manusia di sektor permerintahan (aparatur sipil negara, dulu disebtu PNS). Visi UU No.5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipili Negara diharapkan dapat mewujudkan aparatur sipil negara yang memiliki integritas, profesional, melayani dan sejahtera. Pengelolaan dan pengembangan SDM diharapkan dapat mengungkil potensi yang ada sehingga pada akhirnya dapat menjadi asset dan modal (human capital) dalam sistem pemerintahan. Dengan UU Aparatur Sipil Negara ini, komitmen reformasi birokrasi terus  diperkuat khususnya untuk  meningkatkan independensi dan netralitas, kompetensi, kinerja/produktivitas kerja, integritas, kesejahteraan, kualitas pelayanan publik, serta  pengawasan dan akuntabilitas aparatur sipil negara.

Dengan UU Aparatur Sipil Negara yang tediri dari 15 bab dan  141 pasal, maka Aparatur negara sejumlah 4,7 juta orang termasuk didalamnya Polri dan TNI  berhak mendapatkan apresiasi yang layak sesuai dengan basis kinerjanya. Artinya transformasi pengelolaan aparatur dilakukan dengan tidak hanya mengubah tata kelola kelembagaannya tetapi juga memberi insentif sebagai stimulus untuk memotivasi aparatur negara. Substansi уаnɡ terkandung ԁаƖаm UU ASN іnі juga memuat sejumlah perubahan ԁаƖаm sistem manajemen kepegawaian aparatur sipil negara secara keseluruhan, mulai ԁаrі sistem perencanaan, pengadaan, pengembangan karier dan promosi, penggajian, serta sistem ԁаn batas usia pensiun.  Sistem manajemen kepegawaian didasarkan pada sistem merit уаnɡ mengedepankan prinsip profesionalisme/kompetensi, kualifikasi, kinerja, transparansi, obyektivitas, serta bebas ԁаrі intervensi politik ԁаn KKN.

Undang Undang ASN juga mengamanatkan pembentukan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) yang anggotanya dapat diisi PNS maupun non-PNS yang bertugas mengawasi pelaksanaan norma standar, kode etik dan kode perilaku apartur negara serta penerapan sistem merit dalam kebijakan dan manajemen aparatur negara. Modernisasi manajemen kepegawaian juga tercermin dalam pasal 55 ayat 1 yang berbunyi “Manajemen PNS meliputi: penyusunan dan penetapan kebutuhan; pengadaan; pangkat dan jabatan; pengembangan karier; pola karier; promosi; mutasi; penilaian kinerja; penggajian dan tunjangan; penghargaan; disiplin; pemberhentian; jaminan pensiun dan jaminan hari tua; dan perlindungan.

Dengan UU ASN ini, kita optimistis percepatan Reformasi Birokrasi berjalan sesuai dengan harapan bersama. UU ASN ini merupakan salah satu komitmen besar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk terus mendorong tranformasi birokrasi dalam mewujudkan pelayanan publik yang semakin berkualitas dan tercapainya ketata-kelolaan pemerintahan yang respected, berintegritas, akuntabel dan transparan.

Reformasi Birokrasi tentunya sangat diharapkan dapat mengawal seluruh proses pembangunan yang sedang berjalan sehingga komitmen pembangunan daya saing dapat terus kita tingkatkan. Birokrasi yang modern, sesuai kebutuhan zaman, dan dikelola dengan professional tentunya akan mendorong luaran pembangunan yang lebih berkualitas baik dari dimensi waktu, biaya, maupun SDM.

Dijelaskannya, substansi yang terkandung dalam UU ASN ini, antara lain memuat perubahan-perubahan dalam sistem manajemen kepegawaian aparatur sipil Negara secara keseluruhan. Mulai dari sistem perencanaan, pengadaan, pengembangan karier/promosi, penggajian, serta sistem dan batas usia pensiun.

“Perubahan itu didasarkan pada sistem merit, yang mengedepankan prinsip rofesionalisme/kompetensi, kualifikasi, kinerja, transparansi, obyektivitas, serta bebas dari intervensi politik dan KKN," terangnya.

Aparatur Negara RI saat ini terdiri dari 4.470.538 PNS, 410.832 anggota POLRI, dan 416.738 anggota TNI. “Semua itu merupakan modal bangsa dan Negara yang harus selalu dijaga dengan baik, dikembangkan dan dihargai,” ucapnya.

Dia menambahkan, menyusul disahkannya RUU ASN menjadi undang-undang, pada awal 2014 pemerintah akan mengajukan RUU Administrasi Pemerintahan dan RUU tentang Sistem Pengawasan Internal Pemerintah. Kedua RUU itu akan memperkuat pondasi penyelenggaraan kepemerintahan yang baik melalui reformasi birokrasi.

 

B. UU ASN Bangun Reformasi Birokrasi

Wakil Bupati (Wabup) Purworejo Suhar menandaskan, Undang-undang (UU) Nomor 5 Tahun 2014 tentang Akparatur Sipil Negara (ASN) akan berdampak luas terhadap pegagai negeri sipil (PNS). Dimana dalam UU itu banyak terjadi perubahan yang sangat krusial dan memerlukan perubahan dalam system manajemen SDM. Dalam UU ini seorang APN juga dilarang menjadi pengurus maupun anggota partai politik (parpol).

“Ini akan mendukung pegawai ASN bersifat a-politis dan dapat mengurangi kooptasi politik atas birokrasi,” kata Suhar usai rapat koordinasi (rakor) bidang kepegawaian di ruang Arahiwang Setda setempat, Kamis.

Menurut Suhar, UU ASN ini mengatur mengenai beberapa hal. Diantaranya, manajemen ASN yang terdiri atas manajemen PNS dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK).

Beberapa hal yang sangat krusial dan memerlukan perubahan dalam sistem manajemen SDM dalam UU ASN lanjut Suhar, diantaranya  pengisian dan pengangkatan dalam jabatan eksekutif senior (eselon I) dilakukan oleh Komisi ASN (KASN) yang dilaksanakan secara kompetitif, terbuka dan bersifat nasional. “Pengadaan calon pegawai ASN juga dilakukan hanya untuk mengisi lowongan jabatan berdasarkan perbandingan obyektif kualifikasi dan kompetensi yang dipersyaratkan dengan kompentensi yang dimiliki calon,” jelasnya.

Di sisi lain lanjut Suhar, jika selama ini wali kota atau bupati menjadi pembina seluruh pegawai negeri yang ada di daerahnya, maka dengan UU ASN ini kewenangan ada pada sekretaris daerah (Sekda) 

 

C. UU ASN dan Harapan Reformasi Birokrasi

Kalangan media massa mengapresiasi kehadiran Undang-Undang No. 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), dan berharap  dapat segera diterapkan sehingga birokrasi Indonesia bisa lebih siap menghadapi perubahan global. Bahkan para jurnalis juga berharap agar undang-undang ini bisa mendorong perubahan mindsetpara birokrat di tanah air, sehingga perubahan bisa lebih drastis, sehingga kehadiran UU ini tidak sekadar menjadi macan kertas.

Pemerintah memandang RUU Aparatur Sipil Negara (ASN) sangat strategis dan kritikal untuk reformasi birokrasi, dan sepakat dengan konsep perubahan manajemen sumber daya aparatur yang diusulkan oleh DPR dalam draft RUU ASN dengan beberapa catatan.

Demikian antara lain disampaikan Menteri PANRB Azwar Abubakar dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi II DPR pekan lalu. “RUU ASN ini menjadi salah satu dari lima fondasi reformasi birokrasi,” ujarnya. Dua undang-undang yang sudah ada yakni UU No. 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara, dan UU No. 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.

Selain kedua UU tersebut, ada tiga RUU yang harus segera digarap pemerintah bersama DPR, yakni RUU ASN, RUU Administrasi Pemerintahan dan RUU Sistem Pengawasan Intern Pemerintah. Kelima undang-undang itu akan menjadi fondasi pelaksanaan reformasi birokrasi, atau lebih tepatnya transformasi birokrasi hingga tahun 2025 mendatang, tambahnya.

Tahapan transformasi birokrasi dimaksud, tahun 2013 yang merupakan rule based bureaucracy, akan berubah menjadi performance based bureaucracy pada tahun 2018, dan diharapkan tahun 2025 menjadidynamics governance. Transformasi sistem kebijakan dan manajemen ASN yang tahun 2013 masih bersifat closed career system, tahun 2018 menjadi open career system, dan diharapkan menjadi open system pada tahun 2025. Sedangkan transformasi pendekatan kebijakan dan manajemen ASN, dari pendekatan administrasi kepegawaian hingga tahun 2013, berubah menjadi manajemen SDM pada 2018, dan pada tahun 2025 menjadi pengembangan potensi human capital.

 

Demikian antara lain terekam dalam forum group discussion (FGD) tentang Undang-Undang ASN Tim Independen Reformasi Birokrasi dengan pemimpin redaksi media massa di Jakarta, Selasa (04/03) petang,  yang dihadiri Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Azwar Abubakar.

Dalam kesempatan itu Menteri menyampaikan pentingnya UU tentang ASN sebagai salah satu pilar utama keberhasilan reformasi birokrasi. Meskipun banyak hal yang perlu dilakukan, kalau tiga hal bisa direalisasikan maka akan menjadi pengungkit sektor-sektor  lainnya. Ketiga hal itu adalah rekruitmen CPNS yang bersih, adil dan transparan, promosi jabatan secara terbuka, serta penerapan teknologi informasi (IT base).

Dikatakan, rekrutmen CPNS yang bersih, adil, fair, obyektif, transparan dan bebas dari KKN telah mulai dilaksanakan tahun 2012. Langkah itu ditingkatkan lagi tahun 2013, yang ditandai dengan mulai diterapkannya sistem computer assisted test (CAT) oleh sejumlah kementerian/lembaga dan pemda. “Tahun 2014 ini seluruh kementerian/lembaga dan provinsi wajib menerapkan CAT,” ujarnya.

Menteri menambahkan, untuk promosi terbuka sudah 42 instansi yang melaksanakan. “Ini perubahan yang luar biasa, karena gubernur, bupati, walikota selaku  pejabat pembina kepegawaian (PPK) tidak bisa lagi seenaknya mengangkat pejabat. Dia menetapkan satu dari tiga orang yang terbaik hasil seleksi terbuka,” ujarnya.

Terkait dengan penerapan sistem teknologi informasi dalam pemerintahan, langkah yang harus dilakukan adalah pengintegrasian berbagai macam dan jenis aplikasi yang selama ini sudah diterapkan di berbagai institusi.

Salah satu penggagas UU ASN, Sofian Effendi menambahkan bahwa undang-undang ini menjadi landasan hukum dalam menyiapkan birokrasi Indonesia dalam menyongsong abad ke – 21 atau yang dikenal dengan Abad Asia. Pegawai ASN yang kini tidak hanya PNS, memungkinkan para professional masuk ke dalam birokrasi. “Mereka bisa direkrut sebagai pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja,” ujarnya.

Terkait dengan harapan sebagian masyarakat  agar perubahan bisa lebih radikal, Menteri Azwar Abubakar mengatakan bahwa dalam mengelola birokrasi harus menggunakan seni. Ibarat mendaki, kalau tanjakannya terlalu terjal akan jatuh, tetapi kalau terlalu landai tidak bergerak. “Kira-kira empat puluh lima derajat, sehingga perubahan tetap terjadi, tetapi tidak menimbulkan korban,” tambahnya.

 

D. ASN salah satu Fondasi Reformasi Birokrasi

Pemerintah memandang RUU Aparatur Sipil Negara (ASN) sangat strategis dan kritikal untuk reformasi birokrasi, dan sepakat dengan konsep perubahan manajemen sumber daya aparatur yang diusulkan oleh DPR dalam draft RUU ASN dengan beberapa catatan.

Demikian antara lain disampaikan Menteri PANRB Azwar Abubakar dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi II DPR pekan lalu. “RUU ASN ini menjadi salah satu dari lima fondasi reformasi birokrasi,” ujarnya. Dua undang-undang yang sudah ada yakni UU No. 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara, dan UU No. 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.

Selain kedua UU tersebut, ada tiga RUU yang harus segera digarap pemerintah bersama DPR, yakni RUU ASN, RUU Administrasi Pemerintahan dan RUU Sistem Pengawasan Intern Pemerintah. Kelima undang-undang itu akan menjadi fondasi pelaksanaan reformasi birokrasi, atau lebih tepatnya transformasi birokrasi hingga tahun 2025 mendatang, tambahnya.

Tahapan transformasi birokrasi dimaksud, tahun 2013 yang merupakan rule based bureaucracy, akan berubah menjadi performance based bureaucracy pada tahun 2018, dan diharapkan tahun 2025 menjadidynamics governance. Transformasi sistem kebijakan dan manajemen ASN yang tahun 2013 masih bersifat closed career system, tahun 2018 menjadi open career system, dan diharapkan menjadi open system pada tahun 2025. Sedangkan transformasi pendekatan kebijakan dan manajemen ASN, dari pendekatan administrasi kepegawaian hingga tahun 2013, berubah menjadi manajemen SDM pada 2018, dan pada tahun 2025 menjadi pengembangan potensi human capital.

Pertumbuhan seperti itu hanya mungkin dicapai apabila Indonesia memiliki pemerintahan demokratis yang efektif di bawah pimpinan seorang presiden yang visioner dan berwibawa serta didukung aparatur negara yang profesional, dinamis, dan berkinerja tinggi. UU ASN yang disahkan DPR pada 19 Desember 2013 dan ditetapkan oleh presiden sebagai UU No. 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara pada 15 Januari 2014 merupakan landasan hukum untuk pembentukan ASN yang profesional, dinamis, dan berkinerja tinggi. Landasan teoritis yang digunakan dalam penyusunan UU No. 5/2014 adalah teori Manajemen SDM Strategis atau Strategic Human Resources Management yang memandang sumber daya manusia sebagai unsur terpenting sebuah organisasi. Karena itu, pengadaan, penempatan, promosi, dan remunerasi pegawai ASN harus dilakukan berdasarkan asas merit yang menempatkan the right person on the right job secara obyektif. Salah satu tujuan penting UU ASN adalah membanguan ASN sebagai profesi terhormat dengan menerapkan budaya organisasi yang mengutamakan nilai-nilai integritas, pengabdian, keadilan, netralitas, kebangsaan, dan kinerja tinggi. Budaya ini akan disemaikan kepada setiap warga ASN terutama melalui program pengembangan kapasitas individual ataupun kelompok. Pada saat UU ini diberlakukan 15 Januari 2014, sistem kepegawaian dalam pemerintahan Indonesia akan terjadi transformasi sebagai berikut. Pegawai ASN terdiri dari pegawai negeri sipil (PNS), dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK). PNS adalah pegawai ASN yang diangkat untuk menjalankan tugas-tugas pemerintahan, sedangkan PPPK adalah pegawai ASN yang diangkat untuk menjalankan tugas dukungan pemerintahan, seperti pelayanan pendidikan dan pelayanan kesehatan. PPPK adalah jalur kepegawaian untuk para pegawai negeri yang menjalankan tugas fungsional. Lalu, jabatan ASN terdiri dari jabatan pemimpin tinggi, jabatan administrasi umum, dan jabatan fungsional. Jabatan pemimpin tinggi adalah nama baru bagi para pemegang jabatan struktural tinggi (jabatan di atas eselon 1) dan menengah (eselon 2). Jabatan pemimpin tinggi adalah pegawai ASN nasional, termasuk mereka yang ditugaskan di daerah atau di luar negeri. Pegawai jabatan administrasi umum dan pegawai jabatan fungsional adalah pegawai ASN yang pengelolaannya didesentralisasikan kepada pemda dan/atau instansi pemerintah yang diberi otonomi, misalnya RS BLU, PT BLU, dan PTN badan hukum. Penerapan batas usia pensiun yang variatif akan diterapkan pada PNS dan PPPK. UU ASN menetapkan batas usia pensiun PNS adalah 58 tahun untuk pegawai yang memegang jabatan administrasi umum dan 60 tahun untuk yang memegang jabatan pemimpin tinggi. Pegawai ASN yang berstatus PPPK batas usia pensiunnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan masing-maisng misalnya, guru 60 tahun, dosen dan widyaiswara 65 tahun, profesor 70 tahun. Penggajian pegawai ASN, baik PNS maupun PPPK, akan menggunakan skala gaji pegawai ASN yang menerapkan skala tunggal dengan menggabungkan gaji pokok, tunjangan-tunjangan, remunerasi, dan tunjangan wilayah. Sistem penggajian baru ini sedang disusun dan penerapannya akan menunggu kesiapan pemerintah. Manfaat pensiun yang diberikan kepada pensiunan PNS telah menjadi beban besar APBN dan APBD. Berkinerja tinggi Saat ini, manfaat pensiun yang dibayarkan kepada lebih kurang 2,4 juta pensiunan PNS sekitar Rp. 75 triliun, sedangkan belanja pegawai di APBN 2013 baru Rp. 215 triliun. Dalam lima tahun ke depan tekanan fiskal biaya pensiun akan sangat berat mencapai lebih dari Rp. 150 triliun bila “tsunami pensiun” terjadi pada kurun waktu tersebut. Padahal, saat ini, dana pensiun yang dikelola oleh PT. Taspen lebih kurang Rp. 135 triliun pada 2012, hanya menghasilkan dana Rp. 6,5 triliun setahun. Artinya, hampir 93 persen manfaat pensiun harus dibebankan pada APBN dan APBD. Karena itu, UU ASN menetapkan penerapan sistem pensiun kontribusi pasti bagi PPPK dan sistem pensiun manfaat pasti plus bagi PNS. Perubahan-perubahan mendasar ini diharapkan akan memacu terciptanya aparatur sipil negra yang profesional, dinamis, dan berkinerja tinggi untuk mendukung perjalanan bangsa yang besar ini memasuki Abad Asia yang sedang terjadi. [] Sofian Effendi | Profesor Kebijakan Publik UGM dan Anggota Tim Independen Reformasi Birokrasi Nasional.

Sehari setelah artikel terbit, 14 Mei 2013, presiden mengadakan rapat terbatas kabinet dengan para menteri yang mewakili presiden dalam pembahasan RUU ASN dengan DPR. Pertemuan ini dilanjutkan dengan rapat kedua 16 Mei yang dihadiri lebih banyak anggota Kabinet Indonesia Bersatu 2. Pada penutupan rapat kabinet, presiden menyatakan ingin membahas secara tuntas RUU ASN pada rapat ketiga. Keadaan ini membuktikan besarnya perhatian presiden pada RUU ASN yang diharapkan memberi landasan hukum kuat untuk pembangunan aparatur negara yang memiliki kekuatan dan kemampuan yang sesuai untuk merealisasikan Visi 2045 Indonesia, yaitu “Pada 2045 Indonesia menjadi bangsa yang semakin mandiri, lebih maju, lebih adil, dan lebih makmur di Asia”. Pada dekade ketiga abad ke-21, Asia diprakirakan menjadi pusat ekonomi dunia dan akan menghasilkan 53 persen PDB dunia yang berjumlah 325 triliun dollar AS. Saat ini PDB dunia 74 triliun dollar AS. Motor kemajuan Asia yang spektakuler tersebut adalah tujuh negara tempat berdiam 78 persen penduduk Asia. Total PDB seven samurai Asia ini diperkirakan akan mencapai 174 triliun dollar AS menurut Skenario Abad Asia yang disusun oleh ADB (1991). Penduduk China, India, Indonesia, Jepang, Korea Selatan, Thailand, dan Malaysia pada waktu itu berjumlah 3,1 miliar yang memiliki daya beli cukup tinggi. Mereka perlu pelayanan pendidikan, medis, transportasi, komunikasi, dan hiburan berkualitas. Sementara itu, dunia bisnis memerlukan pelayanan supercepat dan superefisien agar dapat menghasilkan barang dan jasa yang diperlukan oleh pasar lokal, regional, dan internasional. ADB (2011) dan perusahaan konsultan McKinsey (2012) memprakirakan Indonesia akan menjadi ekonomi terbesar ketiga Asia. Namun, potensi tersebut baru menjadi kenyataan apabila bangsa ini mampu mencapai dan mempertahankan tingkat pertumbuhan ekonomi tinggi, 7-9 persen per tahun, selama 3-4 dekade berturut-turut.

Keberhasilan pembangunan nasional yang telah dicapai dan terus berjalan tidak dapat dipisahkan dari peran mesin birokrasi yang menjadigenerator  pada setiap agenda pembangunan. Birokrasi menjadi salah satu mesin pembangunan yang berperan penting dalam memastikan berjalannya seluruh agenda dan program pembangunan yang telah direncanakan. Untuk itu, sejak tahun 2010, Presiden telah mengeluarkan Peraturan Presiden No.81 tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025 sebagai amanat dari UU No.17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang 2005-2025.Hal ini dilakukan dalam rangka mendorong peningkatan pelayanan publik yang berkualitas, transparan dan akuntabel. Grand design Reformasi Birokrasi untuk memberikan peta jalan bagi penataan birokrasi dan menstimulus inovasi birokrasi yang bermanfaat untuk mempercepat seluruh agenda pembangunan yang kini berjalan. 

Dalam UU No 17 Tahun 2007  tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025 dijelaskan  bahwa pembangunan aparatur negara dilakukan melalui reformasi birokrasi untuk mendukung keberhasilan pembangunan nasional. Sebagai wujud komitmen nasional untuk melakukan reformasi birokrasi, pemerintah telah menetapkan reformasi birokrasi dan tata kelola pemerintahan menjadi prioritas utama dalam Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010 – 2014 dengan peta jalan yang rinci melalui Perpres No.81 tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025. Reformasi birokrasi diarahkan untuk mendorong pembaharuan paradigma dan tata kelola pemerintahan yang selama ini dipandang masih menyisakan banyak persoalan sehingga perlu ditata kembali dengan sejumlah inovasi pelayanan baik dengan mengoptimalkan pemanfaatan tehnologi. Dalam grand design Reformasi Birokrasi diharapkan dapat terwujud pemerintahan yang bersih dan bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme; mendorong peningkatan kualitas pelayanan publik kepada masyarakat serta meningkatkan kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi

Jika profesinya dokter, alangkah baiknya seorang dokter cakap dan mumpuni. Begitu juga dengan profesi sebagai pegawai negeri sipil, tidak terjadi lagi kondisi dimana seorang pegawai menganggur atau seakan-akan tidak memiliki pekerjaan, atau sebaliknya pegawai yang justru tidak memiliki kemampuan dan kemauan untuk bekerja. Kondisi selanjutnya yang akan dibangun adalah aparatur yang bebas dari intervensi politik. Bebas dari intervensi politik berarti bebas dari segala bentuk tekanan - tekanan yang tidak ada hubungan dengan prinsip kinerja yang baik, kondisi dimana standar prosedur operasional benar dilaksanakan. Tidak terlihat lagi gejala - gejala yang menjurus kepada pengambilan suatu kebijakan yang tidak bijak, hanya karena berdasarkan apa yang diinginkan pimpinan misalnya, bukan berdasarkan apa yang seharusnya. Dimana teori berbeda jauh dengan yang terjadi atau kenyataan di lapangan (das sein das solen). Lalu yang selanjutnya perlu dibangun adalah aparatur yang bersih dari praktik korupsi, kolusi dan nepotisme. Jika dijabarkan seperti apa bersih dari praktik korupsi, kolusi dan nepotisme tersebut adalah kondisi bebas dari perbuatan yang dapat mengakibatkan kerugian keuangan Negara, perbuatan suap menyuap, penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang, benturan kepentingan dalam pengadaan, dan gratifikasi. Lalu masih pada bagian menimbang huruf (b) dinyatakan bahwa pelaksanaan manajemen aparatur sipil Negara belum berdasarkan pada perbandingan antara kompetensi dan kualifikasi yang diperlukan oleh jabatan dengan kompetensi dan kualifikasi yang dimiliki calon dalam rekrutmen, pengangkatan, penempatan, dan promosi pada jabatan sejalan dengan tata kelola pemerintahan yang baik. Artinya kondisi yang ada (berdasarkan pertimbangan yang mendasari disusunnya UU ASN tersebut) adalah kondisi dimana pelaksanaan manajemen aparatur sipil Negara belum berdasarkan pada perbandingan yang ideal (sejalan dengan tata kelola pemerintahan yang baik) antara kompetensi kualifikasi yang diperlukan dalam jabatan dengan kompetensi kualifikasi yang dimiliki oleh calon dalam proses rekrutmen, pengangkatan, penempatan dan promosi pada jabatan. Hal inilah yang bisa jadi merupakan alasan bagi pasangan Jokowi-Ahok untuk melakukan audit dan test ulang terhadap jabatan-jabatan seperti lurah dan camat (lelang jabatan). Selanjutnya pada bagian menimbang huruf (c) dinyatakan bahwa UU Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas UU Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian sudah tidak sesuai dengan penyelenggaraan kepegawaian sehingga perlu diganti. Dan pada bagian menimbang huruf (d) dinyatakan bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, dan c perlu membentuk Undang-undang tentang Aparatur Sipil Negara. Bagian menimbang dalam RUU ASN adalah dasar pertimbangan mengapa perlu adanya RUU tersebut. Hal ini tidak boleh dipandang sebelah mata. Mengapa ? Karena pada bagian menimbang tersebut adalah suatu wacana awal yang idealnya dapat memberikan gambaran dampak apa yang akan dihasilkan jika saja RUU tersebut diasahkan menjadi undang-undang. Pada bagian menimbang itulah dinyatakan apa fungsi keberadaan peraturan undang-undang tersebut. Akan mengatur tentang apa dan siapa peraturan / undang - undang tersebut. Jadi tidak melulu hanya terfokus pada pasal demi pasal, tapi harus dilihat dari muaranya.

Namun, setelah menelisik lebih dalam seakan-akan terdapat suatu inkosistensi dalam UU ASN tersebut. Hal-hal yang diutarakan pada bagian menimbang tidak relevan dengan yang dituangkan dalam pasal-pasal lanjutannya. Seperti misalnya pada pasal 30 huruf (d) dinyatakan bahwa KASN berwenang melakukan menejemen kepegawaian Pejabat Eksekutif Senior, mengapa hanya Pejabat Eksekutif Senior ? Mengapa tidak berikut jabatan-jabatan administrasi. Lalu pada huruf (e) dan (f) masih pada pasal yang sama, disimak sekilas terlihat lebih cenderung mengarah kepada instansi daerah. Hal ini menjadi sangat ironis sekali manakala seharusnya yang menjadi barometer ukuran pemerintahan itu adalah instansi pusat. Lalu pada pasal 30 huruf (g) dinyatakan bahwa KASN berwenang melakukan penggantian Pejabat yang berwenang pada instansi daerah apabila diperlukan, lagi-lagi cenderung lebih condong mengarah ke instansi daerah dan tidak memiliki kekuatan apa-apa terhadap instansi pusat. Hanya sebatas melakukan pengawasan dan penyelidikan yang sudah pasti menggunakan anggaran yang tidak sedikit, namun tidak dapat mengambil keputusan. Keberadaan KASN sesuai dengan amanat yang tertuang dalam RUU ASN sebagai lembaga baru yang merupakan lembaga Negara yang bersifat mandiri dalam menjalankan tugas dan wewenangnya akan menjadi kurang efektif dan sudah pasti tidak akan menciptakan sistem manajemen aparatur sipil Negara yang ideal sesuai dengan apa yang dinyatakan pada bagian menimbang huruf (b) RUU ASN ini. Jika demikian halnya yang akan terjadi adalah indeks kepuasan masyarakat terhadap kinerja pemerintah yang cenderung stagnan bahkan mengarah kepada ketidakpuasan akan tetap sama saja dari tahun ke tahun. Alangkah baiknya jika para pihak terkait dengan penyusunan RUU ASN memperhatikan hal-hal diatas dengan seksama, dan dalam tingkat kejujuran yang mendalam mengkoreksi kembali pasal demi pasal. Agar tercipta suatu payung hukum yang berkualitas demi kemajuan bangsa di masa mendatang. Reformasi birokrasi melalui RUU ASN ? Jelas tidak mungkin. Namun akan menjadi semakin mustahil jika tetap mempertahankan inkonsistensi isi, muatan atau substansi dari RUU ASN di atas

Dengan disahkannya UU. No.5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara yang ditandatangani oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tanggal 15 Januari 2014 menandai proses modernisasi mesin birokrasi yang diharapkan dapat selaras (fit)  dengan kebutuhan jaman dan perkembangan dunia. Reformasi birokrasi pada UU ini diarahkan pada penataan dan pengelolaan sumber daya manusia di sektor permerintahan (aparatur sipil negara, dulu disebtu PNS). Visi UU No.5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipili Negara diharapkan dapat mewujudkan aparatur sipil negara yang memiliki integritas, profesional, melayani dan sejahtera. Pengelolaan dan pengembangan SDM diharapkan dapat mengungkil potensi yang ada sehingga pada akhirnya dapat menjadi asset dan modal (human capital) dalam sistem pemerintahan. Dengan UU Aparatur Sipil Negara ini, komitmen reformasi birokrasi terus  diperkuat khususnya untuk  meningkatkan independensi dan netralitas, kompetensi, kinerja/produktivitas kerja, integritas, kesejahteraan, kualitas pelayanan publik, serta  pengawasan dan akuntabilitas aparatur sipil negara.

Dengan UU Aparatur Sipil Negara yang tediri dari 15 bab dan  141 pasal, maka Aparatur negara sejumlah 4,7 juta orang termasuk didalamnya Polri dan TNI  berhak mendapatkan apresiasi yang layak sesuai dengan basis kinerjanya. Artinya transformasi pengelolaan aparatur dilakukan dengan tidak hanya mengubah tata kelola kelembagaannya tetapi juga memberi insentif sebagai stimulus untuk memotivasi aparatur negara. Substansi уаnɡ terkandung ԁаƖаm UU ASN іnі juga memuat sejumlah perubahan ԁаƖаm sistem manajemen kepegawaian aparatur sipil negara secara keseluruhan, mulai ԁаrі sistem perencanaan, pengadaan, pengembangan karier dan promosi, penggajian, serta sistem ԁаn batas usia pensiun.  Sistem manajemen kepegawaian didasarkan pada sistem merit уаnɡ mengedepankan prinsip profesionalisme/kompetensi, kualifikasi, kinerja, transparansi, obyektivitas, serta bebas ԁаrі intervensi politik ԁаn KKN.

Undang Undang ASN juga mengamanatkan pembentukan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) yang anggotanya dapat diisi PNS maupun non-PNS yang bertugas mengawasi pelaksanaan norma standar, kode etik dan kode perilaku apartur negara serta penerapan sistem merit dalam kebijakan dan manajemen aparatur negara. Modernisasi manajemen kepegawaian juga tercermin dalam pasal 55 ayat 1 yang berbunyi “Manajemen PNS meliputi: penyusunan dan penetapan kebutuhan; pengadaan; pangkat dan jabatan; pengembangan karier; pola karier; promosi; mutasi; penilaian kinerja; penggajian dan tunjangan; penghargaan; disiplin; pemberhentian; jaminan pensiun dan jaminan hari tua; dan perlindungan.

Dengan UU ASN ini, kita optimistis percepatan Reformasi Birokrasi berjalan sesuai dengan harapan bersama. UU ASN ini merupakan salah satu komitmen besar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk terus mendorong tranformasi birokrasi dalam mewujudkan pelayanan publik yang semakin berkualitas dan tercapainya ketata-kelolaan pemerintahan yang respected, berintegritas, akuntabel dan transparan.

Reformasi Birokrasi tentunya sangat diharapkan dapat mengawal seluruh proses pembangunan yang sedang berjalan sehingga komitmen pembangunan daya saing dapat terus kita tingkatkan. Birokrasi yang modern, sesuai kebutuhan zaman, dan dikelola dengan professional tentunya akan mendorong luaran pembangunan yang lebih berkualitas baik dari dimensi waktu, biaya, maupun SDM.

Disamping itu, UU ASN memuat larangan bagi pegawai ASN untuk menjadi pengurus dan menjadi anggota parpol. Di sisi lain, jika selama ini wali kota atau bupati menjadi pembina seluruh Pegawai Negeri yang ada didaerahnya masing-masing, maka dengan undang-undang ASN ini kewenangan tersebut menjadi kewenangan sekretaris daerah. “Hal tersebut akan mendukung pegawai ASN bersifat a-politis dan dapat mengurangi kooptasi politik atas birokrasi,” ungkapnya.

Nara sumber I Nengah Priyadi,  pada kesempatan yang sama mengungkapkan bahwa UU ASN sebagai pengganti UU 43/1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian. UU tersebut lahir sebagai upaya reformasi di bidang birokrasi. Sebab selama ini masyarakat merasa tidak puas terkait pelayanan yang dilakukan oleh birokrasi. Pada UU tersebut mengamanatkan bahwa seseorang diangkat untuk menduduki jabatan, berdasarkan kompetensi, kualifikasi yang dibutuhkan jabatan tersebut. Seleksi yang dilaksanakan disesuaikan dengan tugas dan wewenang yang akan diemban.

Pada salah satu pasal menyebutkan bahwa pensiun PNS pada usia 58 tahun. Bagi pejabat eselon I dan II, pada UU sebelumnya menyn pensiun pada usia 60 tahun. ASN terdiri dari pegawai negeri sipil dan PPPK. ebutkan disebutktkan dapat diperpajang hingga usia 60 tahun. Namun pada UU ini langsung disebutka

Dengan disahkannya UU. No.5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara yang ditandatangani oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tanggal 15 Januari 2014 menandai proses modernisasi mesin birokrasi yang diharapkan dapat selaras (fit)  dengan kebutuhan jaman dan perkembangan dunia. Reformasi birokrasi pada UU ini diarahkan pada penataan dan pengelolaan sumber daya manusia di sektor permerintahan (aparatur sipil negara, dulu disebtu PNS). Visi UU No.5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipili Negara diharapkan dapat mewujudkan aparatur sipil negara yang memiliki integritas, profesional, melayani dan sejahtera. Pengelolaan dan pengembangan SDM diharapkan dapat mengungkil potensi yang ada sehingga pada akhirnya dapat menjadi asset dan modal (human capital) dalam sistem pemerintahan. Dengan UU Aparatur Sipil Negara ini, komitmen reformasi birokrasi terus  diperkuat khususnya untuk  meningkatkan independensi dan netralitas, kompetensi, kinerja/produktivitas kerja, integritas, kesejahteraan, kualitas pelayanan publik, serta  pengawasan dan akuntabilitas aparatur sipil negara.

 

E. UU ASN untuk Profesionalisme dan Independensi Birokrasi

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Aparatur Sipil Negara (ASN) menjadi Undang-Undang pada sidang Paripurna, Kamis (19/12). Hal ini menjadi titik tolak reformasi birokrasi di Indonesia. Perubahan manajemen birokrasi akan lebih ‘revolusioner’ dengan disahkannya UU ASN ini.

Sebelum berbicara lebih jauh tentang UU ASN, saya ingin menyajikan kembali latar belakang kelahiran UU ASN ini. Ada dua faktor utama yang memicu kehadiran UU ASN ini. Pertama, sejatinya birokrasi adalah abdi negara yang melayani kepentingan publik. Birokrasi menjadi alat negara untuk memenuhi dan melayani kebutuhan publik. Untuk itu diperlukan birokrasi yang profesional dan memiliki sumber daya manusia yang memiliki integritas dan kompetensi di bidangnya. Namun pada kenyataannya, publik mempersepsikan birokasi kita belum ideal seperti itu.

Kedua, setelah reformasi 1998 terjadi perubahan besar dalam kultur tata kelola politik dan pemerintahan. Selama Orde baru, birokrasi yang menguasai politik. Namun setelah mundurnya presiden Soeharto, politik yang menguasai birokrasi. Banyak pihak yang merisaukan keadaan ini karena birokrasi tidak bekerja profesional melayani publik atau menjadi abdi negara yang sesungguhnya. Justru sering kali ditemui jika birorkasi lebih mengabdi kepada kepentingan politik yang sedang berkuasa.

Kedua hal itu menjadi daya dorong untuk melakukan perubahan terhadap tatanan birokrasi melalui UU ASN. Perubahan dalam sistem, manajemen, rekrutmen dan budaya pegawai negeri sipil (PNS) yang jumlahnya saat ini 4,45 juta. Tujuan utamanya agar bioraksi terserbut menjadi abdi negara dan bisa bekerja secara profesional.

Dalam UU ASN ini mengedepankan independensi, kinerja dan profesionalisme aparatur sipil negara. Birokrasi bekerja sesuai tuntunan undang-undang dan kepentingan Negara. Salah satunya jabatan aparatur sipil negara terdiri dari jabatan administratif, fungsional dan jabatan eksekutif senior. Istilah PNS diganti dengan Aparatur Sipil Negara (ASN), selain itu seleksi ASN berdasarkan kompetensi dan ada sanksi pidana yang melanggarnya. UU ASN juga mengatur batas usia pensiun seorang pegawai negeri sipil (PNS). Pejabat administrasi PNS, batas usia pensiun yang semula 56 tahun diperpanjang menjadi 58 tahun sementara pejabat pimpinan tinggi (eselon I dan II) 60 tahun.

Menurut Wakil Menteri Kementerian Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Profesor Eko Prasojo UU ASN mencoba meletakkan beberapa perubahan dasar dalam manajemen SDM. Pertama, perubahan dari pendekatan personel administration yang hanya berupa pencatatan administratif kepegawaian kepada human resource management yang menganggap adalah sumber daya manusia dan sebagai aset negara yang harus dikelola, dihargai, dan dikembangkan dengan baik. Kedua, perubahan dari pendekatan closed career system yang sangat berorientasi kepada senioritas dan kepangkatan, kepada open career system yang mengedepankan kompetisi dan kompetensi ASN dalam promosi dan pengisian jabatan. Hal ini menempatkan pegawai ASN sebagai sebuah profesi yang harus memiliki standar pelayanan profesi, nilai dasar, kode etik dan kode perilaku profesi, pendidikan dan pengembangan profesi, serta memiliki organisasi profesi yang dapat menjaga nilai-nilai dasar profesi. Profesi ASN ini juga akan terdiri dari profesi-profesi spesifik yang lazimnya dikenal sebagai jabatan fungsional seperti dosen, guru, auditor, perencana, dan analis kebijakan.

UU ASN membawa perubahan yang besar dalam birokrasi kita, mulai dari sistem perencanaan, pengadaan, pengembangan karier, penggajian, serta sistem dan batas usia pensiun. Perubahan itu didasarkan pada sistem merit, yang mengedepankan prinsip profesionalisme, kompetensi, kualifikasi, kinerja, transparansi, obyektivitas, serta bebas dari intervensi politik dan KKN.

Dengan ditetapkannya UU ASN menjadi peluang bagi kita untuk meningkatkan mutu pelayanan Pemerintah Kota Bekasi. PNS bisa bekerja secara profesional sesuai dengan tanggungjawab dan tugasnya. Pada sisi yang lain birokrasi juga dituntut untuk terus meningkatkan kemampuannya lewat penguasaan ilmu dan teknologi. Sebab birokrasi yang ada di Kota Bekasi harus bersaing dengan pegawai dari daerah atau kementerian untuk posisi tertentu di pemerintahan.

UU ASN ini menjadi fondasi penting dalam menata birokrasi Indonesia. Birokrasi yang melayani kepentingan publik. Semoga kehadiran UU ASN ini menjadi daya dorong dalam mewujudkan visi Bekasi Maju, Sejahtera dan Ihsan.

Dengan UU Aparatur Sipil Negara yang tediri dari 15 bab dan  141 pasal, maka Aparatur negara sejumlah 4,7 juta orang termasuk didalamnya Polri dan TNI  berhak mendapatkan apresiasi yang layak sesuai dengan basis kinerjanya. Artinya transformasi pengelolaan aparatur dilakukan dengan tidak hanya mengubah tata kelola kelembagaannya tetapi juga memberi insentif sebagai stimulus untuk memotivasi aparatur negara. Substansi уаnɡ terkandung ԁаƖаm UU ASN іnі juga memuat sejumlah perubahan ԁаƖаm sistem manajemen kepegawaian aparatur sipil negara secara keseluruhan, mulai ԁаrі sistem perencanaan, pengadaan, pengembangan karier dan promosi, penggajian, serta sistem ԁаn batas usia pensiun.  Sistem manajemen kepegawaian didasarkan pada sistem merit уаnɡ mengedepankan prinsip profesionalisme/kompetensi, kualifikasi, kinerja, transparansi, obyektivitas, serta bebas ԁаrі intervensi politik ԁаn KKN.

Undang Undang ASN juga mengamanatkan pembentukan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) yang anggotanya dapat diisi PNS maupun non-PNS yang bertugas mengawasi pelaksanaan norma standar, kode etik dan kode perilaku apartur negara serta penerapan sistem merit dalam kebijakan dan manajemen aparatur negara. Modernisasi manajemen kepegawaian juga tercermin dalam pasal 55 ayat 1 yang berbunyi “Manajemen PNS meliputi: penyusunan dan penetapan kebutuhan; pengadaan; pangkat dan jabatan; pengembangan karier; pola karier; promosi; mutasi; penilaian kinerja; penggajian dan tunjangan; penghargaan; disiplin; pemberhentian; jaminan pensiun dan jaminan hari tua; dan perlindungan.

Dengan UU ASN ini, kita optimistis percepatan Reformasi Birokrasi berjalan sesuai dengan harapan bersama. UU ASN ini merupakan salah satu komitmen besar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk terus mendorong tranformasi birokrasi dalam mewujudkan pelayanan publik yang semakin berkualitas dan tercapainya ketata-kelolaan pemerintahan yang respected, berintegritas, akuntabel dan transparan.

Reformasi Birokrasi tentunya sangat diharapkan dapat mengawal seluruh proses pembangunan yang sedang berjalan sehingga komitmen pembangunan daya saing dapat terus kita tingkatkan. Birokrasi yang modern, sesuai kebutuhan zaman, dan dikelola dengan professional tentunya akan mendorong luaran pembangunan yang lebih berkualitas baik dari dimensi waktu, biaya, maupun SDM.

Disamping itu, UU ASN memuat larangan bagi pegawai ASN untuk menjadi pengurus dan menjadi anggota parpol. Di sisi lain, jika selama ini wali kota atau bupati menjadi pembina seluruh Pegawai Negeri yang ada didaerahnya masing-masing, maka dengan undang-undang ASN ini kewenangan tersebut menjadi kewenangan sekretaris daerah. “Hal tersebut akan mendukung pegawai ASN bersifat a-politis dan dapat mengurangi kooptasi politik atas birokrasi,” ungkapnya.

Nara sumber I Nengah Priyadi,  pada kesempatan yang sama mengungkapkan bahwa UU ASN sebagai pengganti UU 43/1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian. UU tersebut lahir sebagai upaya reformasi di bidang birokrasi. Sebab selama ini masyarakat merasa tidak puas terkait pelayanan yang dilakukan oleh birokrasi. Pada UU tersebut mengamanatkan bahwa seseorang diangkat untuk menduduki jabatan, berdasarkan kompetensi, kualifikasi yang dibutuhkan jabatan tersebut. Seleksi yang dilaksanakan disesuaikan dengan tugas dan wewenang yang akan diemban.

Pada salah satu pasal menyebutkan bahwa pensiun PNS pada usia 58 tahun. Bagi pejabat eselon I dan II, pada UU sebelumnya menyn pensiun pada usia 60 tahun. ASN terdiri dari pegawai negeri sipil dan PPPK. ebutkan disebutktkan dapat diperpajang hingga usia 60 tahun. Namun pada UU ini langsung disebutka

Dengan disahkannya UU. No.5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara yang ditandatangani oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tanggal 15 Januari 2014 menandai proses modernisasi mesin birokrasi yang diharapkan dapat selaras (fit)  dengan kebutuhan jaman dan perkembangan dunia. Reformasi birokrasi pada UU ini diarahkan pada penataan dan pengelolaan sumber daya manusia di sektor permerintahan (aparatur sipil negara, dulu disebtu PNS). Visi UU No.5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipili Negara diharapkan dapat mewujudkan aparatur sipil negara yang memiliki integritas, profesional, melayani dan sejahtera. Pengelolaan dan pengembangan SDM diharapkan dapat mengungkil potensi yang ada sehingga pada akhirnya dapat menjadi asset dan modal (human capital) dalam sistem pemerintahan. Dengan UU Aparatur Sipil Negara ini, komitmen reformasi birokrasi terus  diperkuat khususnya untuk  meningkatkan independensi dan netralitas, kompetensi, kinerja/produktivitas kerja, integritas, kesejahteraan, kualitas pelayanan publik, serta  pengawasan dan akuntabilitas aparatur sipil negara.

 

F. UU ASN untuk Abad Asia

Pertumbuhan seperti itu hanya mungkin dicapai apabila Indonesia memiliki pemerintahan demokratis yang efektif di bawah pimpinan seorang presiden yang visioner dan berwibawa serta didukung aparatur negara yang profesional, dinamis, dan berkinerja tinggi. UU ASN yang disahkan DPR pada 19 Desember 2013 dan ditetapkan oleh presiden sebagai UU No. 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara pada 15 Januari 2014 merupakan landasan hukum untuk pembentukan ASN yang profesional, dinamis, dan berkinerja tinggi. Landasan teoritis yang digunakan dalam penyusunan UU No. 5/2014 adalah teori Manajemen SDM Strategis atau Strategic Human Resources Management yang memandang sumber daya manusia sebagai unsur terpenting sebuah organisasi. Karena itu, pengadaan, penempatan, promosi, dan remunerasi pegawai ASN harus dilakukan berdasarkan asas merit yang menempatkan the right person on the right job secara obyektif. Salah satu tujuan penting UU ASN adalah membanguan ASN sebagai profesi terhormat dengan menerapkan budaya organisasi yang mengutamakan nilai-nilai integritas, pengabdian, keadilan, netralitas, kebangsaan, dan kinerja tinggi. Budaya ini akan disemaikan kepada setiap warga ASN terutama melalui program pengembangan kapasitas individual ataupun kelompok. Pada saat UU ini diberlakukan 15 Januari 2014, sistem kepegawaian dalam pemerintahan Indonesia akan terjadi transformasi sebagai berikut. Pegawai ASN terdiri dari pegawai negeri sipil (PNS), dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK). PNS adalah pegawai ASN yang diangkat untuk menjalankan tugas-tugas pemerintahan, sedangkan PPPK adalah pegawai ASN yang diangkat untuk menjalankan tugas dukungan pemerintahan, seperti pelayanan pendidikan dan pelayanan kesehatan. PPPK adalah jalur kepegawaian untuk para pegawai negeri yang menjalankan tugas fungsional. Lalu, jabatan ASN terdiri dari jabatan pemimpin tinggi, jabatan administrasi umum, dan jabatan fungsional. Jabatan pemimpin tinggi adalah nama baru bagi para pemegang jabatan struktural tinggi (jabatan di atas eselon 1) dan menengah (eselon 2). Jabatan pemimpin tinggi adalah pegawai ASN nasional, termasuk mereka yang ditugaskan di daerah atau di luar negeri. Pegawai jabatan administrasi umum dan pegawai jabatan fungsional adalah pegawai ASN yang pengelolaannya didesentralisasikan kepada pemda dan/atau instansi pemerintah yang diberi otonomi, misalnya RS BLU, PT BLU, dan PTN badan hukum. Penerapan batas usia pensiun yang variatif akan diterapkan pada PNS dan PPPK. UU ASN menetapkan batas usia pensiun PNS adalah 58 tahun untuk pegawai yang memegang jabatan administrasi umum dan 60 tahun untuk yang memegang jabatan pemimpin tinggi. Pegawai ASN yang berstatus PPPK batas usia pensiunnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan masing-maisng misalnya, guru 60 tahun, dosen dan widyaiswara 65 tahun, profesor 70 tahun. Penggajian pegawai ASN, baik PNS maupun PPPK, akan menggunakan skala gaji pegawai ASN yang menerapkan skala tunggal dengan menggabungkan gaji pokok, tunjangan-tunjangan, remunerasi, dan tunjangan wilayah. Sistem penggajian baru ini sedang disusun dan penerapannya akan menunggu kesiapan pemerintah. Manfaat pensiun yang diberikan kepada pensiunan PNS telah menjadi beban besar APBN dan APBD. Berkinerja tinggi Saat ini, manfaat pensiun yang dibayarkan kepada lebih kurang 2,4 juta pensiunan PNS sekitar Rp. 75 triliun, sedangkan belanja pegawai di APBN 2013 baru Rp. 215 triliun. Dalam lima tahun ke depan tekanan fiskal biaya pensiun akan sangat berat mencapai lebih dari Rp. 150 triliun bila “tsunami pensiun” terjadi pada kurun waktu tersebut. Padahal, saat ini, dana pensiun yang dikelola oleh PT. Taspen lebih kurang Rp. 135 triliun pada 2012, hanya menghasilkan dana Rp. 6,5 triliun setahun. Artinya, hampir 93 persen manfaat pensiun harus dibebankan pada APBN dan APBD. Karena itu, UU ASN menetapkan penerapan sistem pensiun kontribusi pasti bagi PPPK dan sistem pensiun manfaat pasti plus bagi PNS. Perubahan-perubahan mendasar ini diharapkan akan memacu terciptanya aparatur sipil negra yang profesional, dinamis, dan berkinerja tinggi untuk mendukung perjalanan bangsa yang besar ini memasuki Abad Asia yang sedang terjadi. [] Sofian Effendi | Profesor Kebijakan Publik UGM dan Anggota Tim Independen Reformasi Birokrasi Nasional.

Sehari setelah artikel terbit, 14 Mei 2013, presiden mengadakan rapat terbatas kabinet dengan para menteri yang mewakili presiden dalam pembahasan RUU ASN dengan DPR. Pertemuan ini dilanjutkan dengan rapat kedua 16 Mei yang dihadiri lebih banyak anggota Kabinet Indonesia Bersatu 2. Pada penutupan rapat kabinet, presiden menyatakan ingin membahas secara tuntas RUU ASN pada rapat ketiga. Keadaan ini membuktikan besarnya perhatian presiden pada RUU ASN yang diharapkan memberi landasan hukum kuat untuk pembangunan aparatur negara yang memiliki kekuatan dan kemampuan yang sesuai untuk merealisasikan Visi 2045 Indonesia, yaitu “Pada 2045 Indonesia menjadi bangsa yang semakin mandiri, lebih maju, lebih adil, dan lebih makmur di Asia”. Pada dekade ketiga abad ke-21, Asia diprakirakan menjadi pusat ekonomi dunia dan akan menghasilkan 53 persen PDB dunia yang berjumlah 325 triliun dollar AS. Saat ini PDB dunia 74 triliun dollar AS. Motor kemajuan Asia yang spektakuler tersebut adalah tujuh negara tempat berdiam 78 persen penduduk Asia. Total PDB seven samurai Asia ini diperkirakan akan mencapai 174 triliun dollar AS menurut Skenario Abad Asia yang disusun oleh ADB (1991). Penduduk China, India, Indonesia, Jepang, Korea Selatan, Thailand, dan Malaysia pada waktu itu berjumlah 3,1 miliar yang memiliki daya beli cukup tinggi. Mereka perlu pelayanan pendidikan, medis, transportasi, komunikasi, dan hiburan berkualitas. Sementara itu, dunia bisnis memerlukan pelayanan supercepat dan superefisien agar dapat menghasilkan barang dan jasa yang diperlukan oleh pasar lokal, regional, dan internasional. ADB (2011) dan perusahaan konsultan McKinsey (2012) memprakirakan Indonesia akan menjadi ekonomi terbesar ketiga Asia. Namun, potensi tersebut baru menjadi kenyataan apabila bangsa ini mampu mencapai dan mempertahankan tingkat pertumbuhan ekonomi tinggi, 7-9 persen per tahun, selama 3-4 dekade berturut-turut.

 

 

 

BAB III

PENUTUP

 

A. Kesimpulan

Dengan disahkannya UU. No.5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara yang ditandatangani oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tanggal 15 Januari 2014 menandai proses modernisasi mesin birokrasi yang diharapkan dapat selaras (fit)  dengan kebutuhan jaman dan perkembangan dunia. Reformasi birokrasi pada UU ini diarahkan pada penataan dan pengelolaan sumber daya manusia di sektor permerintahan (aparatur sipil negara, dulu disebtu PNS). Visi UU No.5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipili Negara diharapkan dapat mewujudkan aparatur sipil negara yang memiliki integritas, profesional, melayani dan sejahtera. Pengelolaan dan pengembangan SDM diharapkan dapat mengungkil potensi yang ada sehingga pada akhirnya dapat menjadi asset dan modal (human capital) dalam sistem pemerintahan. Dengan UU Aparatur Sipil Negara ini, komitmen reformasi birokrasi terus  diperkuat khususnya untuk  meningkatkan independensi dan netralitas, kompetensi, kinerja/produktivitas kerja, integritas, kesejahteraan, kualitas pelayanan publik, serta  pengawasan dan akuntabilitas aparatur sipil negara.

Untuk mendapatkan persepsi yang sama di bidang kepegawaian, Pemerintah Kabupaten Purworejo menyelenggarakan rapat koordinasi (rakor) bidang kepegawaian. Rakor dengan tema ”Implementasi Undang Undang Republik Indonesia nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) dan kebijakan di bidang kepegawaian”, dibuka Wakil Bupati Suhar,  di ruang Arahiwang beberapa waktu lalu. Hadir sebagai nara sumber, I Nengah Priyadi SH Msi selaku Direktur  Pensiun PNS dan Pejabat Negara pada Badan Kepegawaian Negara (BKN).

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

 

http://www.purworejokab.go.id/news/seputar-pemerintahan/2414-uu-asn-bentuk-reformasi-birokrasi

http://www.setkab.go.id/artikel-12537-.html

http://www.jpnn.com/read/2013/12/19/206599/Penetapan-UU-ASN-jadi-Sejarah-Reformasi-Birokrasi-#

http://krjogja.com/read/210067/uu-asn-bangun-reformasi-birokrasi.kr

 

 

No comments:

Post a Comment

buku bimbingan

                                                                                                                                            ...

082126189815

Name

Email *

Message *