BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara substansi dalam Rancangan
Undang-undang Aparatur Sipil Negara (RUU ASN) membahas tentang regulasi yang
ada dan yang akan diberlakukan di lingkungan aparatur sipil Negara, yang
terdiri dari pegawai negeri sipil dan pegawai tidak tetap pemerintah. Dalam RUU
ASN pada bagian menimbang huruf (a) dinyatakan bahwa dalam rangka pelaksanaan
cita-cita bangsa sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD Negara Republik
Indonesia 1945 perlu dibangun aparatur sipil negara yang profesional, bebas
dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi dan nepotisme
serta mampu menyelenggarakan pelayanan publik bagi masyarakat dan mampu menjalankan
peran sebagai unsur perekat persatuan dan kesatuan bangsa berdasarkan Pancasila
dan UUD Negara Republik Indonesia 1945. Berarti kondisi yang akan dirubah
(dibangun) adalah aparatur yang professional yang mana bisa diambil kesimpulan
sementara lebih lanjut bahwa kondisi sebelumnya adalah aparatur sipil negara
kurang profesional. Profesional adalah aparatur yang mumpuni sesuai dengan
bidang profesinya, handal pada bidang atau profesi yang digeluti dan tidak
tanggung-tanggung. Menurut kamus bahasa Indonesia defenisi profesional adalah
profesi yang memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankannya.
Jika profesinya dokter, alangkah baiknya
seorang dokter cakap dan mumpuni. Begitu juga dengan profesi sebagai pegawai
negeri sipil, tidak terjadi lagi kondisi dimana seorang pegawai menganggur atau
seakan-akan tidak memiliki pekerjaan, atau sebaliknya pegawai yang justru tidak
memiliki kemampuan dan kemauan untuk bekerja. Kondisi selanjutnya yang akan
dibangun adalah aparatur yang bebas dari intervensi politik. Bebas dari
intervensi politik berarti bebas dari segala bentuk tekanan - tekanan yang
tidak ada hubungan dengan prinsip kinerja yang baik, kondisi dimana standar
prosedur operasional benar dilaksanakan. Tidak terlihat lagi gejala - gejala
yang menjurus kepada pengambilan suatu kebijakan yang tidak bijak, hanya karena
berdasarkan apa yang diinginkan pimpinan misalnya, bukan berdasarkan apa yang
seharusnya. Dimana teori berbeda jauh dengan yang terjadi atau kenyataan di
lapangan (das sein das solen). Lalu yang selanjutnya perlu dibangun adalah
aparatur yang bersih dari praktik korupsi, kolusi dan nepotisme. Jika
dijabarkan seperti apa bersih dari praktik korupsi, kolusi dan nepotisme
tersebut adalah kondisi bebas dari perbuatan yang dapat mengakibatkan kerugian
keuangan Negara, perbuatan suap menyuap, penggelapan dalam jabatan, pemerasan,
perbuatan curang, benturan kepentingan dalam pengadaan, dan gratifikasi. Lalu
masih pada bagian menimbang huruf (b) dinyatakan bahwa pelaksanaan manajemen
aparatur sipil Negara belum berdasarkan pada perbandingan antara kompetensi dan
kualifikasi yang diperlukan oleh jabatan dengan kompetensi dan kualifikasi yang
dimiliki calon dalam rekrutmen, pengangkatan, penempatan, dan promosi pada
jabatan sejalan dengan tata kelola pemerintahan yang baik. Artinya kondisi yang
ada (berdasarkan pertimbangan yang mendasari disusunnya UU ASN tersebut) adalah
kondisi dimana pelaksanaan manajemen aparatur sipil Negara belum berdasarkan
pada perbandingan yang ideal (sejalan dengan tata kelola pemerintahan yang
baik) antara kompetensi kualifikasi yang diperlukan dalam jabatan dengan
kompetensi kualifikasi yang dimiliki oleh calon dalam proses rekrutmen,
pengangkatan, penempatan dan promosi pada jabatan. Hal inilah yang bisa jadi
merupakan alasan bagi pasangan Jokowi-Ahok untuk melakukan audit dan test ulang
terhadap jabatan-jabatan seperti lurah dan camat (lelang jabatan). Selanjutnya
pada bagian menimbang huruf (c) dinyatakan bahwa UU Nomor 8 Tahun 1974 tentang
Pokok-pokok Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 43 Tahun 1999
tentang Perubahan atas UU Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian
sudah tidak sesuai dengan penyelenggaraan kepegawaian sehingga perlu diganti.
Dan pada bagian menimbang huruf (d) dinyatakan bahwa berdasarkan pertimbangan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, dan c perlu membentuk Undang-undang
tentang Aparatur Sipil Negara. Bagian menimbang dalam RUU ASN adalah dasar
pertimbangan mengapa perlu adanya RUU tersebut. Hal ini tidak boleh dipandang sebelah
mata. Mengapa ? Karena pada bagian menimbang tersebut adalah suatu wacana awal
yang idealnya dapat memberikan gambaran dampak apa yang akan dihasilkan jika
saja RUU tersebut diasahkan menjadi undang-undang. Pada bagian menimbang itulah
dinyatakan apa fungsi keberadaan peraturan undang-undang tersebut. Akan
mengatur tentang apa dan siapa peraturan / undang - undang tersebut. Jadi tidak
melulu hanya terfokus pada pasal demi pasal, tapi harus dilihat dari muaranya.
Dalam UU No 17 Tahun 2007 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025 dijelaskan bahwa pembangunan aparatur negara
dilakukan melalui reformasi birokrasi untuk mendukung keberhasilan pembangunan
nasional. Sebagai wujud komitmen nasional untuk melakukan reformasi birokrasi,
pemerintah telah menetapkan reformasi birokrasi dan tata kelola pemerintahan
menjadi prioritas utama dalam Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010 – 2014 dengan peta jalan yang rinci
melalui Perpres No.81 tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi
2010-2025. Reformasi birokrasi
diarahkan untuk mendorong pembaharuan paradigma dan tata kelola pemerintahan yang
selama ini dipandang masih menyisakan banyak persoalan sehingga perlu ditata
kembali dengan sejumlah inovasi pelayanan baik dengan mengoptimalkan
pemanfaatan tehnologi. Dalam grand design Reformasi Birokrasi diharapkan dapat
terwujud pemerintahan yang bersih dan bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme;
mendorong peningkatan kualitas pelayanan publik kepada masyarakat serta
meningkatkan kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi
Namun, setelah menelisik lebih dalam
seakan-akan terdapat suatu inkosistensi dalam UU ASN tersebut. Hal-hal yang
diutarakan pada bagian menimbang tidak relevan dengan yang dituangkan dalam
pasal-pasal lanjutannya. Seperti misalnya pada pasal 30 huruf (d) dinyatakan
bahwa KASN berwenang melakukan menejemen kepegawaian Pejabat Eksekutif Senior,
mengapa hanya Pejabat Eksekutif Senior ? Mengapa tidak berikut jabatan-jabatan
administrasi. Lalu pada huruf (e) dan (f) masih pada pasal yang sama, disimak
sekilas terlihat lebih cenderung mengarah kepada instansi daerah. Hal ini menjadi
sangat ironis sekali manakala seharusnya yang menjadi barometer ukuran
pemerintahan itu adalah instansi pusat. Lalu pada pasal 30 huruf (g) dinyatakan
bahwa KASN berwenang melakukan penggantian Pejabat yang berwenang pada instansi
daerah apabila diperlukan, lagi-lagi cenderung lebih condong mengarah ke
instansi daerah dan tidak memiliki kekuatan apa-apa terhadap instansi pusat.
Hanya sebatas melakukan pengawasan dan penyelidikan yang sudah pasti
menggunakan anggaran yang tidak sedikit, namun tidak dapat mengambil keputusan.
Keberadaan KASN sesuai dengan amanat yang tertuang dalam RUU ASN sebagai
lembaga baru yang merupakan lembaga Negara yang bersifat mandiri dalam
menjalankan tugas dan wewenangnya akan menjadi kurang efektif dan sudah pasti
tidak akan menciptakan sistem manajemen aparatur sipil Negara yang ideal sesuai
dengan apa yang dinyatakan pada bagian menimbang huruf (b) RUU ASN ini. Jika
demikian halnya yang akan terjadi adalah indeks kepuasan masyarakat terhadap
kinerja pemerintah yang cenderung stagnan bahkan mengarah kepada ketidakpuasan
akan tetap sama saja dari tahun ke tahun. Alangkah baiknya jika para pihak
terkait dengan penyusunan RUU ASN memperhatikan hal-hal diatas dengan seksama,
dan dalam tingkat kejujuran yang mendalam mengkoreksi kembali pasal demi pasal.
Agar tercipta suatu payung hukum yang berkualitas demi kemajuan bangsa di masa
mendatang. Reformasi birokrasi melalui RUU ASN ? Jelas tidak mungkin. Namun
akan menjadi semakin mustahil jika tetap mempertahankan inkonsistensi isi, muatan
atau substansi dari RUU ASN di atas
Reformasi birokrasi sendiri pada dasarnya
merupakan upaya tanpa akhir dan berkelanjutan. Pertama, karena
birokrasi adalah sebuah tubuh dalam kapasitasnya sebagai pelayan publik. Publik
sendiri merupakan customeryang memiliki tipikalitas berbeda pada
setiap jaman, baik dalam kondisi sosial-politik, kebutuhan, maupun cara
berkomunikasi. Kedua, teknologi yang selalu mengalami perkembangan
yang selalu mengubah pola kebiasaan masyarakat. Paling tidak kedua hal inilah yang
menempatkan birokrasi pada posisi harus proaktif menyesuaikan pada perubahan
jika pelayanan publiklah raison de etre adanya birokrasi.
Dengan rekam kinerja yang telah ada,
birokrasi pemerintahan di Indonesia mau tak mau mendapatkan citra yang buruk dengan
berbagai permasalahannya. Hal ini pada perkembangannya menjadi identifikasi
dari birokrasi, bahwa birokrasi identik dengan masalah, pelanggaran, penguasaan
yang tidak terkontrol, dan lain sebagainya. Pada dasarnya, beberapa
identifikasi yang beralasan tersebut muncul sebab banyaknya masalah yang memang
ditimbulkan, dan di satu sisi adanya harapan masyarakat terhadap perubahan
birokrasi yang ada dalam tubuh pemerintahan. Jumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS)
di pusat dan daerah sendiri selalu meningkat setiap tahun. Data dari Badan
Kepegawaian Negara (BKN), jumlah PNS pada 2003 adalah lebih dari 3,6
juta. Dalam rentang 7 tahun berikutnya (2003-2007), terdapat sedikitnya
pertambahan 26 persennya dari jumlah PNS. Setahun berikutnya (2011), jumlah PNS
meningkat menjadi lebih dari 4,7 juta PNS, atau mengalami pertambahan hampir
mencapai 30 persennya. Lonjakan paling tinggi terjadi pada tahun 2007 (9,18
persen dari tahun sebelumnya) hingga mencapai jumlah 4.067.201 orang, dan pada
2009 sebanyak 10,8% atau mencapai 4.524.205 orang. Tren peningkatan jumlah PNS
pada tahun-tahun itu dipengaruhi juga dengan banyaknya Daerah Otonom Baru (DOB)
yang mulai marak menjadi gaya politik lokal terutama sejak tahun 2001-2009,
yang menghasilkan 7 provinsi dan hampir 200 kabupaten/kota. Pada tahun 2011,
jumlah PNS yang terdapat di tingkat pusat tersebar mencapai sekitar 900.000
orang dan di daerah terdapat sekitar 3,8 juta orang.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
1. Bagaimana UU ASN dalam Bentuk Reformasi Birokrasi ?
2. Bagaimana Komitmen Reformasi Birokrasi dengan UU-ASN ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Penetapan UU
ASN jadi Sejarah Reformasi Birokrasi
Disahkannya RUU
ASN menjadi undang-undang semakin memperkokoh landasan hukum pelaksanaan
reformasi birokrasi di tanah air. Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Azwar Abubakar mengatakan pengesahan ini akan menjadi
tonggak sejarah.
“Undang-undang tentang Aparatur Sipil
Negara menjadi tonggak sejarah perjalanan reformasi birokrasi,” ujar Azwar
Abubakar di Jakarta, Kamis (19/12).
Keberhasilan pembangunan nasional yang telah
dicapai dan terus berjalan tidak dapat dipisahkan dari peran mesin birokrasi
yang menjadigenerator pada setiap agenda pembangunan. Birokrasi
menjadi salah satu mesin pembangunan yang berperan penting dalam memastikan
berjalannya seluruh agenda dan program pembangunan yang telah direncanakan.
Untuk itu, sejak tahun 2010, Presiden telah mengeluarkan Peraturan
Presiden No.81 tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025
sebagai amanat dari UU No.17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang 2005-2025.Hal ini dilakukan dalam rangka mendorong peningkatan
pelayanan publik yang berkualitas, transparan dan akuntabel. Grand
design Reformasi Birokrasi untuk memberikan peta jalan bagi penataan
birokrasi dan menstimulus inovasi birokrasi yang bermanfaat untuk mempercepat
seluruh agenda pembangunan yang kini berjalan.
Dalam UU No 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional
2005-2025 dijelaskan bahwa pembangunan aparatur negara dilakukan
melalui reformasi birokrasi untuk mendukung keberhasilan pembangunan nasional.
Sebagai wujud komitmen nasional untuk melakukan reformasi birokrasi, pemerintah
telah menetapkan reformasi birokrasi dan tata kelola pemerintahan menjadi
prioritas utama dalam Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010 – 2014 dengan peta jalan yang
rinci melalui Perpres No.81 tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi
2010-2025. Reformasi birokrasi diarahkan untuk mendorong pembaharuan
paradigma dan tata kelola pemerintahan yang selama ini dipandang masih
menyisakan banyak persoalan sehingga perlu ditata kembali dengan sejumlah
inovasi pelayanan baik dengan mengoptimalkan pemanfaatan tehnologi. Dalam grand
design Reformasi Birokrasi diharapkan dapat terwujud pemerintahan yang bersih
dan bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme; mendorong peningkatan kualitas
pelayanan publik kepada masyarakat serta meningkatkan kapasitas dan
akuntabilitas kinerja birokrasi
Komitmen Reformasi Birokrasi juga dituangkan setidaknya
dalam 3 Undang-Undang (UU) yang telah ditandatangani Presiden SBY dan
2 Rancangan Undang-Undang (RUU) yang masih dalam pembahasan
legislatif. Ketiga UU tersebut adalah UU No. 39/2008 tentang Kementerian
Negara, UU No. 25/2009 tentang Pelayanan Publik dan yang baru
disahkan adalah UU No.5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Sementara
dua lainnya masih berbentuk RUU tentang Administrasi Pemerintahan
dan RUU tentang Sistem Pengawasan Intern Pemerintah yang segera
diundangkan setelah mendapat persetujuan legislatif. Kelima UU ini menjadi
pilar penopang pelaksanaan Reformasi Birokrasi yang diharapkan dapat mendorong
proses transformasi birokrasi yang berkualitas dan inovatif hingga tahun 2025
sesuai arah RPJP 2005-2025.
Dengan disahkannya UU. No.5 tahun 2014
tentang Aparatur Sipil Negara yang ditandatangani oleh Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono tanggal 15 Januari 2014 menandai proses modernisasi mesin birokrasi
yang diharapkan dapat selaras (fit) dengan kebutuhan jaman dan
perkembangan dunia. Reformasi birokrasi pada UU ini diarahkan pada penataan dan
pengelolaan sumber daya manusia di sektor permerintahan (aparatur sipil negara,
dulu disebtu PNS). Visi UU No.5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipili Negara
diharapkan dapat mewujudkan aparatur sipil negara yang memiliki
integritas, profesional, melayani dan sejahtera. Pengelolaan dan pengembangan
SDM diharapkan dapat mengungkil potensi yang ada sehingga pada akhirnya dapat
menjadi asset dan modal (human capital) dalam sistem pemerintahan. Dengan
UU Aparatur Sipil Negara ini, komitmen reformasi birokrasi terus diperkuat
khususnya untuk meningkatkan independensi dan netralitas,
kompetensi, kinerja/produktivitas kerja, integritas, kesejahteraan, kualitas
pelayanan publik, serta pengawasan dan akuntabilitas aparatur sipil
negara.
Dengan UU Aparatur Sipil Negara yang tediri
dari 15 bab dan 141 pasal, maka Aparatur negara sejumlah 4,7
juta orang termasuk didalamnya Polri dan TNI berhak mendapatkan
apresiasi yang layak sesuai dengan basis kinerjanya. Artinya transformasi
pengelolaan aparatur dilakukan dengan tidak hanya mengubah tata kelola
kelembagaannya tetapi juga memberi insentif sebagai stimulus untuk memotivasi
aparatur negara. Substansi уаnɡ terkandung ԁаƖаm UU ASN іnі juga memuat
sejumlah perubahan ԁаƖаm sistem manajemen kepegawaian aparatur sipil negara secara keseluruhan,
mulai ԁаrі sistem perencanaan, pengadaan,
pengembangan karier dan promosi, penggajian, serta sistem ԁаn batas usia pensiun. Sistem
manajemen kepegawaian didasarkan pada sistem merit уаnɡ mengedepankan prinsip
profesionalisme/kompetensi, kualifikasi, kinerja, transparansi, obyektivitas,
serta bebas ԁаrі intervensi
politik ԁаn KKN.
Undang Undang ASN juga mengamanatkan pembentukan Komisi
Aparatur Sipil Negara (KASN) yang anggotanya dapat diisi PNS maupun non-PNS
yang bertugas mengawasi pelaksanaan norma standar, kode etik dan kode perilaku
apartur negara serta penerapan sistem merit dalam kebijakan dan manajemen
aparatur negara. Modernisasi manajemen kepegawaian juga tercermin dalam pasal
55 ayat 1 yang berbunyi “Manajemen PNS meliputi: penyusunan dan penetapan
kebutuhan; pengadaan; pangkat dan jabatan; pengembangan karier; pola karier;
promosi; mutasi; penilaian kinerja; penggajian dan tunjangan; penghargaan;
disiplin; pemberhentian; jaminan pensiun dan jaminan hari tua; dan
perlindungan.
Dengan UU ASN ini, kita
optimistis percepatan Reformasi Birokrasi berjalan sesuai dengan harapan
bersama. UU ASN ini merupakan salah satu komitmen besar Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono untuk terus mendorong tranformasi birokrasi dalam mewujudkan
pelayanan publik yang semakin berkualitas dan tercapainya ketata-kelolaan
pemerintahan yang respected, berintegritas, akuntabel dan transparan.
Reformasi Birokrasi tentunya sangat diharapkan dapat
mengawal seluruh proses pembangunan yang sedang berjalan sehingga komitmen pembangunan
daya saing dapat terus kita tingkatkan. Birokrasi yang modern, sesuai kebutuhan
zaman, dan dikelola dengan professional tentunya akan mendorong luaran
pembangunan yang lebih berkualitas baik dari dimensi waktu, biaya, maupun SDM.
Dijelaskannya, substansi
yang terkandung dalam UU ASN ini, antara lain memuat perubahan-perubahan dalam
sistem manajemen kepegawaian aparatur sipil Negara secara keseluruhan. Mulai
dari sistem perencanaan, pengadaan, pengembangan karier/promosi, penggajian,
serta sistem dan batas usia pensiun.
“Perubahan itu
didasarkan pada sistem merit, yang mengedepankan prinsip
rofesionalisme/kompetensi, kualifikasi, kinerja, transparansi, obyektivitas,
serta bebas dari intervensi politik dan KKN," terangnya.
Aparatur Negara RI
saat ini terdiri dari 4.470.538 PNS, 410.832 anggota POLRI, dan 416.738 anggota
TNI. “Semua itu merupakan modal bangsa dan Negara yang harus selalu dijaga
dengan baik, dikembangkan dan dihargai,” ucapnya.
Dia menambahkan,
menyusul disahkannya RUU ASN menjadi undang-undang, pada awal 2014 pemerintah
akan mengajukan RUU Administrasi Pemerintahan dan RUU tentang Sistem Pengawasan
Internal Pemerintah. Kedua RUU itu akan memperkuat pondasi penyelenggaraan kepemerintahan
yang baik melalui reformasi birokrasi.
B. UU ASN Bangun Reformasi Birokrasi
Wakil
Bupati (Wabup) Purworejo Suhar menandaskan, Undang-undang (UU) Nomor 5 Tahun
2014 tentang Akparatur Sipil Negara (ASN) akan berdampak luas terhadap pegagai
negeri sipil (PNS). Dimana dalam UU itu banyak terjadi perubahan yang sangat
krusial dan memerlukan perubahan dalam system manajemen SDM. Dalam UU ini
seorang APN juga dilarang menjadi pengurus maupun anggota partai politik
(parpol).
“Ini
akan mendukung pegawai ASN bersifat a-politis dan dapat mengurangi kooptasi
politik atas birokrasi,” kata Suhar usai rapat koordinasi (rakor) bidang
kepegawaian di ruang Arahiwang Setda setempat, Kamis.
Menurut
Suhar, UU ASN ini mengatur mengenai beberapa hal. Diantaranya, manajemen ASN
yang terdiri atas manajemen PNS dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK).
Beberapa
hal yang sangat krusial dan memerlukan perubahan dalam sistem manajemen SDM
dalam UU ASN lanjut Suhar, diantaranya pengisian dan pengangkatan dalam
jabatan eksekutif senior (eselon I) dilakukan oleh Komisi ASN (KASN) yang
dilaksanakan secara kompetitif, terbuka dan bersifat nasional. “Pengadaan calon
pegawai ASN juga dilakukan hanya untuk mengisi lowongan jabatan berdasarkan
perbandingan obyektif kualifikasi dan kompetensi yang dipersyaratkan dengan
kompentensi yang dimiliki calon,” jelasnya.
Di
sisi lain lanjut Suhar, jika selama ini wali kota atau bupati menjadi pembina
seluruh pegawai negeri yang ada di daerahnya, maka dengan UU ASN ini kewenangan
ada pada sekretaris daerah (Sekda)
C. UU ASN dan Harapan Reformasi Birokrasi
Kalangan media massa mengapresiasi kehadiran
Undang-Undang No. 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), dan
berharap dapat segera diterapkan sehingga birokrasi Indonesia bisa lebih
siap menghadapi perubahan global. Bahkan para jurnalis juga berharap agar
undang-undang ini bisa mendorong perubahan mindsetpara birokrat
di tanah air, sehingga perubahan bisa lebih drastis, sehingga kehadiran UU ini
tidak sekadar menjadi macan kertas.
Pemerintah
memandang RUU Aparatur Sipil Negara (ASN) sangat strategis dan kritikal untuk
reformasi birokrasi, dan sepakat dengan konsep perubahan manajemen sumber daya
aparatur yang diusulkan oleh DPR dalam draft RUU ASN dengan beberapa catatan.
Demikian antara
lain disampaikan Menteri PANRB Azwar Abubakar dalam rapat dengar pendapat
dengan Komisi II DPR pekan lalu. “RUU ASN ini menjadi salah satu dari lima
fondasi reformasi birokrasi,” ujarnya. Dua undang-undang yang sudah ada yakni
UU No. 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara, dan UU No. 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
Selain kedua UU
tersebut, ada tiga RUU yang harus segera digarap pemerintah bersama DPR, yakni
RUU ASN, RUU Administrasi Pemerintahan dan RUU Sistem Pengawasan Intern
Pemerintah. Kelima undang-undang itu akan menjadi fondasi pelaksanaan reformasi
birokrasi, atau lebih tepatnya transformasi birokrasi hingga tahun 2025
mendatang, tambahnya.
Tahapan
transformasi birokrasi dimaksud, tahun 2013 yang merupakan rule based bureaucracy, akan
berubah menjadi performance
based bureaucracy pada tahun
2018, dan diharapkan tahun 2025 menjadidynamics governance. Transformasi
sistem kebijakan dan manajemen ASN yang tahun 2013 masih bersifat closed career
system, tahun 2018 menjadi open career system, dan diharapkan menjadi open
system pada tahun 2025. Sedangkan transformasi pendekatan kebijakan dan
manajemen ASN, dari pendekatan administrasi kepegawaian hingga tahun 2013,
berubah menjadi manajemen SDM pada 2018, dan pada tahun 2025 menjadi
pengembangan potensi human capital.
Demikian antara lain terekam dalam forum group discussion (FGD)
tentang Undang-Undang ASN Tim Independen Reformasi Birokrasi dengan pemimpin
redaksi media massa di Jakarta, Selasa (04/03) petang, yang dihadiri
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Azwar Abubakar.
Dalam kesempatan itu Menteri menyampaikan
pentingnya UU tentang ASN sebagai salah satu pilar utama keberhasilan reformasi
birokrasi. Meskipun banyak hal yang perlu dilakukan, kalau tiga hal bisa
direalisasikan maka akan menjadi pengungkit sektor-sektor lainnya. Ketiga
hal itu adalah rekruitmen CPNS yang bersih, adil dan transparan, promosi
jabatan secara terbuka, serta penerapan teknologi informasi (IT base).
Dikatakan, rekrutmen CPNS yang bersih, adil,
fair, obyektif, transparan dan bebas dari KKN telah mulai dilaksanakan tahun
2012. Langkah itu ditingkatkan lagi tahun 2013, yang ditandai dengan mulai
diterapkannya sistem computer assisted test (CAT)
oleh sejumlah kementerian/lembaga dan pemda. “Tahun 2014 ini seluruh
kementerian/lembaga dan provinsi wajib menerapkan CAT,” ujarnya.
Menteri menambahkan, untuk promosi terbuka
sudah 42 instansi yang melaksanakan. “Ini perubahan yang luar biasa, karena
gubernur, bupati, walikota selaku pejabat pembina kepegawaian (PPK) tidak
bisa lagi seenaknya mengangkat pejabat. Dia menetapkan satu dari tiga orang
yang terbaik hasil seleksi terbuka,” ujarnya.
Terkait dengan penerapan sistem teknologi
informasi dalam pemerintahan, langkah yang harus dilakukan adalah
pengintegrasian berbagai macam dan jenis aplikasi yang selama ini sudah
diterapkan di berbagai institusi.
Salah satu penggagas UU ASN, Sofian Effendi
menambahkan bahwa undang-undang ini menjadi landasan hukum dalam menyiapkan
birokrasi Indonesia dalam menyongsong abad ke – 21 atau yang dikenal dengan
Abad Asia. Pegawai ASN yang kini tidak hanya PNS, memungkinkan para professional
masuk ke dalam birokrasi. “Mereka bisa direkrut sebagai pegawai pemerintah
dengan perjanjian kerja,” ujarnya.
Terkait dengan harapan sebagian masyarakat
agar perubahan bisa lebih radikal, Menteri Azwar Abubakar mengatakan
bahwa dalam mengelola birokrasi harus menggunakan seni. Ibarat mendaki, kalau
tanjakannya terlalu terjal akan jatuh, tetapi kalau terlalu landai tidak
bergerak. “Kira-kira empat puluh lima derajat, sehingga perubahan tetap
terjadi, tetapi tidak menimbulkan korban,” tambahnya.
D. ASN salah satu
Fondasi Reformasi Birokrasi
Pemerintah
memandang RUU Aparatur Sipil Negara (ASN) sangat strategis dan kritikal untuk
reformasi birokrasi, dan sepakat dengan konsep perubahan manajemen sumber daya
aparatur yang diusulkan oleh DPR dalam draft RUU ASN dengan beberapa catatan.
Demikian antara
lain disampaikan Menteri PANRB Azwar Abubakar dalam rapat dengar pendapat
dengan Komisi II DPR pekan lalu. “RUU ASN ini menjadi salah satu dari lima
fondasi reformasi birokrasi,” ujarnya. Dua undang-undang yang sudah ada yakni
UU No. 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara, dan UU No. 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
Selain kedua UU
tersebut, ada tiga RUU yang harus segera digarap pemerintah bersama DPR, yakni
RUU ASN, RUU Administrasi Pemerintahan dan RUU Sistem Pengawasan Intern
Pemerintah. Kelima undang-undang itu akan menjadi fondasi pelaksanaan reformasi
birokrasi, atau lebih tepatnya transformasi birokrasi hingga tahun 2025
mendatang, tambahnya.
Tahapan transformasi
birokrasi dimaksud, tahun 2013 yang merupakan rule
based bureaucracy, akan berubah menjadi performance
based bureaucracy pada tahun
2018, dan diharapkan tahun 2025 menjadidynamics governance. Transformasi
sistem kebijakan dan manajemen ASN yang tahun 2013 masih bersifat closed career
system, tahun 2018 menjadi open career system, dan diharapkan menjadi open
system pada tahun 2025. Sedangkan transformasi pendekatan kebijakan dan
manajemen ASN, dari pendekatan administrasi kepegawaian hingga tahun 2013, berubah
menjadi manajemen SDM pada 2018, dan pada tahun 2025 menjadi pengembangan
potensi human capital.
Pertumbuhan seperti itu hanya mungkin dicapai
apabila Indonesia memiliki pemerintahan demokratis yang efektif di bawah
pimpinan seorang presiden yang visioner dan berwibawa serta didukung aparatur
negara yang profesional, dinamis, dan berkinerja tinggi. UU ASN yang disahkan
DPR pada 19 Desember 2013 dan ditetapkan oleh presiden sebagai UU No. 5/2014
tentang Aparatur Sipil Negara pada 15 Januari 2014 merupakan landasan hukum
untuk pembentukan ASN yang profesional, dinamis, dan berkinerja tinggi.
Landasan teoritis yang digunakan dalam penyusunan UU No. 5/2014 adalah teori
Manajemen SDM Strategis atau Strategic Human Resources Management yang
memandang sumber daya manusia sebagai unsur terpenting sebuah organisasi.
Karena itu, pengadaan, penempatan, promosi, dan remunerasi pegawai ASN harus
dilakukan berdasarkan asas merit yang menempatkan the right person on the right
job secara obyektif. Salah satu tujuan penting UU ASN adalah membanguan ASN
sebagai profesi terhormat dengan menerapkan budaya organisasi yang mengutamakan
nilai-nilai integritas, pengabdian, keadilan, netralitas, kebangsaan, dan
kinerja tinggi. Budaya ini akan disemaikan kepada setiap warga ASN terutama
melalui program pengembangan kapasitas individual ataupun kelompok. Pada saat
UU ini diberlakukan 15 Januari 2014, sistem kepegawaian dalam pemerintahan
Indonesia akan terjadi transformasi sebagai berikut. Pegawai ASN terdiri dari
pegawai negeri sipil (PNS), dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja
(PPPK). PNS adalah pegawai ASN yang diangkat untuk menjalankan tugas-tugas
pemerintahan, sedangkan PPPK adalah pegawai ASN yang diangkat untuk menjalankan
tugas dukungan pemerintahan, seperti pelayanan pendidikan dan pelayanan
kesehatan. PPPK adalah jalur kepegawaian untuk para pegawai negeri yang
menjalankan tugas fungsional. Lalu, jabatan ASN terdiri dari jabatan pemimpin
tinggi, jabatan administrasi umum, dan jabatan fungsional. Jabatan pemimpin
tinggi adalah nama baru bagi para pemegang jabatan struktural tinggi (jabatan
di atas eselon 1) dan menengah (eselon 2). Jabatan pemimpin tinggi adalah
pegawai ASN nasional, termasuk mereka yang ditugaskan di daerah atau di luar
negeri. Pegawai jabatan administrasi umum dan pegawai jabatan fungsional adalah
pegawai ASN yang pengelolaannya didesentralisasikan kepada pemda dan/atau
instansi pemerintah yang diberi otonomi, misalnya RS BLU, PT BLU, dan PTN badan
hukum. Penerapan batas usia pensiun yang variatif akan diterapkan pada PNS dan
PPPK. UU ASN menetapkan batas usia pensiun PNS adalah 58 tahun untuk pegawai
yang memegang jabatan administrasi umum dan 60 tahun untuk yang memegang
jabatan pemimpin tinggi. Pegawai ASN yang berstatus PPPK batas usia pensiunnya
sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan masing-maisng misalnya, guru 60
tahun, dosen dan widyaiswara 65 tahun, profesor 70 tahun. Penggajian pegawai
ASN, baik PNS maupun PPPK, akan menggunakan skala gaji pegawai ASN yang
menerapkan skala tunggal dengan menggabungkan gaji pokok, tunjangan-tunjangan,
remunerasi, dan tunjangan wilayah. Sistem penggajian baru ini sedang disusun
dan penerapannya akan menunggu kesiapan pemerintah. Manfaat pensiun yang
diberikan kepada pensiunan PNS telah menjadi beban besar APBN dan APBD.
Berkinerja tinggi Saat ini, manfaat pensiun yang dibayarkan kepada lebih kurang
2,4 juta pensiunan PNS sekitar Rp. 75 triliun, sedangkan belanja pegawai di
APBN 2013 baru Rp. 215 triliun. Dalam lima tahun ke depan tekanan fiskal biaya
pensiun akan sangat berat mencapai lebih dari Rp. 150 triliun bila “tsunami
pensiun” terjadi pada kurun waktu tersebut. Padahal, saat ini, dana pensiun
yang dikelola oleh PT. Taspen lebih kurang Rp. 135 triliun pada 2012, hanya
menghasilkan dana Rp. 6,5 triliun setahun. Artinya, hampir 93 persen manfaat
pensiun harus dibebankan pada APBN dan APBD. Karena itu, UU ASN menetapkan
penerapan sistem pensiun kontribusi pasti bagi PPPK dan sistem pensiun manfaat
pasti plus bagi PNS. Perubahan-perubahan mendasar ini diharapkan akan memacu
terciptanya aparatur sipil negra yang profesional, dinamis, dan berkinerja
tinggi untuk mendukung perjalanan bangsa yang besar ini memasuki Abad Asia yang
sedang terjadi. [] Sofian Effendi | Profesor Kebijakan Publik UGM dan
Anggota Tim Independen Reformasi Birokrasi Nasional.
Sehari setelah
artikel terbit, 14 Mei 2013, presiden mengadakan rapat terbatas kabinet dengan
para menteri yang mewakili presiden dalam pembahasan RUU ASN dengan DPR.
Pertemuan ini dilanjutkan dengan rapat kedua 16 Mei yang dihadiri lebih banyak
anggota Kabinet Indonesia Bersatu 2. Pada penutupan rapat kabinet, presiden
menyatakan ingin membahas secara tuntas RUU ASN pada rapat ketiga. Keadaan ini
membuktikan besarnya perhatian presiden pada RUU ASN yang diharapkan memberi
landasan hukum kuat untuk pembangunan aparatur negara yang memiliki kekuatan
dan kemampuan yang sesuai untuk merealisasikan Visi 2045 Indonesia, yaitu “Pada
2045 Indonesia menjadi bangsa yang semakin mandiri, lebih maju, lebih adil, dan
lebih makmur di Asia”. Pada dekade ketiga abad ke-21, Asia diprakirakan menjadi
pusat ekonomi dunia dan akan menghasilkan 53 persen PDB dunia yang berjumlah
325 triliun dollar AS. Saat ini PDB dunia 74 triliun dollar AS. Motor kemajuan
Asia yang spektakuler tersebut adalah tujuh negara tempat berdiam 78 persen
penduduk Asia. Total PDB seven samurai Asia ini diperkirakan akan mencapai 174
triliun dollar AS menurut Skenario Abad Asia yang disusun oleh ADB (1991).
Penduduk China, India, Indonesia, Jepang, Korea Selatan, Thailand, dan Malaysia
pada waktu itu berjumlah 3,1 miliar yang memiliki daya beli cukup tinggi.
Mereka perlu pelayanan pendidikan, medis, transportasi, komunikasi, dan hiburan
berkualitas. Sementara itu, dunia bisnis memerlukan pelayanan supercepat dan
superefisien agar dapat menghasilkan barang dan jasa yang diperlukan oleh pasar
lokal, regional, dan internasional. ADB (2011) dan perusahaan konsultan
McKinsey (2012) memprakirakan Indonesia akan menjadi ekonomi terbesar ketiga
Asia. Namun, potensi tersebut baru menjadi kenyataan apabila bangsa ini mampu
mencapai dan mempertahankan tingkat pertumbuhan ekonomi tinggi, 7-9 persen per
tahun, selama 3-4 dekade berturut-turut.
Keberhasilan pembangunan nasional yang telah
dicapai dan terus berjalan tidak dapat dipisahkan dari peran mesin birokrasi
yang menjadigenerator pada
setiap agenda pembangunan. Birokrasi menjadi salah satu mesin pembangunan yang
berperan penting dalam memastikan berjalannya seluruh agenda dan program
pembangunan yang telah direncanakan. Untuk itu, sejak tahun 2010, Presiden telah mengeluarkan Peraturan
Presiden No.81 tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025
sebagai amanat dari UU No.17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang 2005-2025.Hal ini dilakukan dalam rangka mendorong peningkatan
pelayanan publik yang berkualitas, transparan dan akuntabel. Grand design Reformasi Birokrasi untuk
memberikan peta jalan bagi penataan birokrasi dan menstimulus inovasi birokrasi
yang bermanfaat untuk mempercepat seluruh agenda pembangunan yang kini
berjalan.
Dalam UU No 17 Tahun 2007 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025 dijelaskan bahwa pembangunan aparatur negara
dilakukan melalui reformasi birokrasi untuk mendukung keberhasilan pembangunan
nasional. Sebagai wujud komitmen nasional untuk melakukan reformasi birokrasi,
pemerintah telah menetapkan reformasi birokrasi dan tata kelola pemerintahan
menjadi prioritas utama dalam Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010 – 2014 dengan peta jalan yang rinci
melalui Perpres No.81 tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi
2010-2025. Reformasi birokrasi
diarahkan untuk mendorong pembaharuan paradigma dan tata kelola pemerintahan yang
selama ini dipandang masih menyisakan banyak persoalan sehingga perlu ditata
kembali dengan sejumlah inovasi pelayanan baik dengan mengoptimalkan pemanfaatan
tehnologi. Dalam grand design Reformasi Birokrasi diharapkan dapat terwujud
pemerintahan yang bersih dan bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme; mendorong
peningkatan kualitas pelayanan publik kepada masyarakat serta meningkatkan
kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi
Jika profesinya dokter, alangkah baiknya
seorang dokter cakap dan mumpuni. Begitu juga dengan profesi sebagai pegawai
negeri sipil, tidak terjadi lagi kondisi dimana seorang pegawai menganggur atau
seakan-akan tidak memiliki pekerjaan, atau sebaliknya pegawai yang justru tidak
memiliki kemampuan dan kemauan untuk bekerja. Kondisi selanjutnya yang akan
dibangun adalah aparatur yang bebas dari intervensi politik. Bebas dari
intervensi politik berarti bebas dari segala bentuk tekanan - tekanan yang
tidak ada hubungan dengan prinsip kinerja yang baik, kondisi dimana standar
prosedur operasional benar dilaksanakan. Tidak terlihat lagi gejala - gejala
yang menjurus kepada pengambilan suatu kebijakan yang tidak bijak, hanya karena
berdasarkan apa yang diinginkan pimpinan misalnya, bukan berdasarkan apa yang
seharusnya. Dimana teori berbeda jauh dengan yang terjadi atau kenyataan di
lapangan (das sein das solen). Lalu yang selanjutnya perlu dibangun adalah
aparatur yang bersih dari praktik korupsi, kolusi dan nepotisme. Jika
dijabarkan seperti apa bersih dari praktik korupsi, kolusi dan nepotisme
tersebut adalah kondisi bebas dari perbuatan yang dapat mengakibatkan kerugian
keuangan Negara, perbuatan suap menyuap, penggelapan dalam jabatan, pemerasan,
perbuatan curang, benturan kepentingan dalam pengadaan, dan gratifikasi. Lalu
masih pada bagian menimbang huruf (b) dinyatakan bahwa pelaksanaan manajemen
aparatur sipil Negara belum berdasarkan pada perbandingan antara kompetensi dan
kualifikasi yang diperlukan oleh jabatan dengan kompetensi dan kualifikasi yang
dimiliki calon dalam rekrutmen, pengangkatan, penempatan, dan promosi pada
jabatan sejalan dengan tata kelola pemerintahan yang baik. Artinya kondisi yang
ada (berdasarkan pertimbangan yang mendasari disusunnya UU ASN tersebut) adalah
kondisi dimana pelaksanaan manajemen aparatur sipil Negara belum berdasarkan
pada perbandingan yang ideal (sejalan dengan tata kelola pemerintahan yang
baik) antara kompetensi kualifikasi yang diperlukan dalam jabatan dengan
kompetensi kualifikasi yang dimiliki oleh calon dalam proses rekrutmen,
pengangkatan, penempatan dan promosi pada jabatan. Hal inilah yang bisa jadi
merupakan alasan bagi pasangan Jokowi-Ahok untuk melakukan audit dan test ulang
terhadap jabatan-jabatan seperti lurah dan camat (lelang jabatan). Selanjutnya
pada bagian menimbang huruf (c) dinyatakan bahwa UU Nomor 8 Tahun 1974 tentang
Pokok-pokok Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 43 Tahun 1999
tentang Perubahan atas UU Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian
sudah tidak sesuai dengan penyelenggaraan kepegawaian sehingga perlu diganti.
Dan pada bagian menimbang huruf (d) dinyatakan bahwa berdasarkan pertimbangan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, dan c perlu membentuk Undang-undang
tentang Aparatur Sipil Negara. Bagian menimbang dalam RUU ASN adalah dasar
pertimbangan mengapa perlu adanya RUU tersebut. Hal ini tidak boleh dipandang
sebelah mata. Mengapa ? Karena pada bagian menimbang tersebut adalah suatu wacana
awal yang idealnya dapat memberikan gambaran dampak apa yang akan dihasilkan
jika saja RUU tersebut diasahkan menjadi undang-undang. Pada bagian menimbang
itulah dinyatakan apa fungsi keberadaan peraturan undang-undang tersebut. Akan
mengatur tentang apa dan siapa peraturan / undang - undang tersebut. Jadi tidak
melulu hanya terfokus pada pasal demi pasal, tapi harus dilihat dari muaranya.
Namun, setelah menelisik lebih dalam
seakan-akan terdapat suatu inkosistensi dalam UU ASN tersebut. Hal-hal yang
diutarakan pada bagian menimbang tidak relevan dengan yang dituangkan dalam
pasal-pasal lanjutannya. Seperti misalnya pada pasal 30 huruf (d) dinyatakan
bahwa KASN berwenang melakukan menejemen kepegawaian Pejabat Eksekutif Senior,
mengapa hanya Pejabat Eksekutif Senior ? Mengapa tidak berikut jabatan-jabatan
administrasi. Lalu pada huruf (e) dan (f) masih pada pasal yang sama, disimak
sekilas terlihat lebih cenderung mengarah kepada instansi daerah. Hal ini
menjadi sangat ironis sekali manakala seharusnya yang menjadi barometer ukuran
pemerintahan itu adalah instansi pusat. Lalu pada pasal 30 huruf (g) dinyatakan
bahwa KASN berwenang melakukan penggantian Pejabat yang berwenang pada instansi
daerah apabila diperlukan, lagi-lagi cenderung lebih condong mengarah ke
instansi daerah dan tidak memiliki kekuatan apa-apa terhadap instansi pusat.
Hanya sebatas melakukan pengawasan dan penyelidikan yang sudah pasti
menggunakan anggaran yang tidak sedikit, namun tidak dapat mengambil keputusan.
Keberadaan KASN sesuai dengan amanat yang tertuang dalam RUU ASN sebagai
lembaga baru yang merupakan lembaga Negara yang bersifat mandiri dalam
menjalankan tugas dan wewenangnya akan menjadi kurang efektif dan sudah pasti
tidak akan menciptakan sistem manajemen aparatur sipil Negara yang ideal sesuai
dengan apa yang dinyatakan pada bagian menimbang huruf (b) RUU ASN ini. Jika
demikian halnya yang akan terjadi adalah indeks kepuasan masyarakat terhadap
kinerja pemerintah yang cenderung stagnan bahkan mengarah kepada ketidakpuasan
akan tetap sama saja dari tahun ke tahun. Alangkah baiknya jika para pihak
terkait dengan penyusunan RUU ASN memperhatikan hal-hal diatas dengan seksama,
dan dalam tingkat kejujuran yang mendalam mengkoreksi kembali pasal demi pasal.
Agar tercipta suatu payung hukum yang berkualitas demi kemajuan bangsa di masa
mendatang. Reformasi birokrasi melalui RUU ASN ? Jelas tidak mungkin. Namun
akan menjadi semakin mustahil jika tetap mempertahankan inkonsistensi isi,
muatan atau substansi dari RUU ASN di atas
Dengan
disahkannya UU. No.5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara yang
ditandatangani oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tanggal 15 Januari 2014
menandai proses modernisasi mesin birokrasi yang diharapkan dapat selaras
(fit) dengan kebutuhan jaman dan perkembangan dunia. Reformasi
birokrasi pada UU ini diarahkan pada penataan dan pengelolaan sumber daya
manusia di sektor permerintahan (aparatur sipil negara, dulu disebtu PNS). Visi
UU No.5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipili Negara diharapkan dapat mewujudkan aparatur
sipil negara yang memiliki integritas, profesional, melayani dan
sejahtera. Pengelolaan dan pengembangan SDM diharapkan dapat mengungkil potensi
yang ada sehingga pada akhirnya dapat menjadi asset dan modal (human capital)
dalam sistem pemerintahan. Dengan UU Aparatur Sipil Negara ini, komitmen
reformasi birokrasi terus diperkuat khususnya
untuk meningkatkan independensi dan netralitas, kompetensi,
kinerja/produktivitas kerja, integritas, kesejahteraan, kualitas pelayanan
publik, serta pengawasan dan akuntabilitas aparatur sipil negara.
Dengan
UU Aparatur Sipil Negara yang tediri dari 15 bab dan 141 pasal,
maka Aparatur negara sejumlah 4,7 juta orang termasuk didalamnya Polri dan
TNI berhak mendapatkan apresiasi yang layak sesuai dengan basis kinerjanya.
Artinya transformasi pengelolaan aparatur dilakukan dengan tidak hanya mengubah
tata kelola kelembagaannya tetapi juga memberi insentif sebagai stimulus untuk
memotivasi aparatur negara. Substansi уаnɡ terkandung ԁаƖаm
UU ASN іnі
juga memuat sejumlah perubahan ԁаƖаm
sistem manajemen kepegawaian aparatur sipil negara secara keseluruhan, mulai ԁаrі
sistem perencanaan, pengadaan, pengembangan karier dan promosi, penggajian,
serta sistem ԁаn batas usia pensiun. Sistem
manajemen kepegawaian didasarkan pada sistem merit уаnɡ mengedepankan prinsip
profesionalisme/kompetensi, kualifikasi, kinerja, transparansi, obyektivitas,
serta bebas ԁаrі intervensi politik ԁаn
KKN.
Undang Undang ASN
juga mengamanatkan pembentukan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) yang
anggotanya dapat diisi PNS maupun non-PNS yang bertugas mengawasi pelaksanaan
norma standar, kode etik dan kode perilaku apartur negara serta penerapan
sistem merit dalam kebijakan dan manajemen aparatur negara. Modernisasi manajemen
kepegawaian juga tercermin dalam pasal 55 ayat 1 yang berbunyi “Manajemen PNS
meliputi: penyusunan dan penetapan kebutuhan; pengadaan; pangkat dan jabatan;
pengembangan karier; pola karier; promosi; mutasi; penilaian kinerja;
penggajian dan tunjangan; penghargaan; disiplin; pemberhentian; jaminan pensiun
dan jaminan hari tua; dan perlindungan.
Dengan
UU ASN ini, kita optimistis percepatan Reformasi Birokrasi berjalan sesuai
dengan harapan bersama. UU ASN ini merupakan salah satu komitmen besar
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk terus mendorong tranformasi birokrasi
dalam mewujudkan pelayanan publik yang semakin berkualitas dan tercapainya
ketata-kelolaan pemerintahan yang respected, berintegritas, akuntabel
dan transparan.
Reformasi
Birokrasi tentunya sangat diharapkan dapat mengawal seluruh proses pembangunan
yang sedang berjalan sehingga komitmen pembangunan daya saing dapat terus kita
tingkatkan. Birokrasi yang modern, sesuai kebutuhan zaman, dan dikelola dengan
professional tentunya akan mendorong luaran pembangunan yang lebih berkualitas
baik dari dimensi waktu, biaya, maupun SDM.
Disamping itu, UU ASN memuat larangan bagi
pegawai ASN untuk menjadi pengurus dan menjadi anggota parpol. Di sisi lain,
jika selama ini wali kota atau bupati menjadi pembina seluruh Pegawai Negeri
yang ada didaerahnya masing-masing, maka dengan undang-undang ASN ini
kewenangan tersebut menjadi kewenangan sekretaris daerah. “Hal tersebut akan
mendukung pegawai ASN bersifat a-politis dan dapat mengurangi kooptasi politik atas
birokrasi,” ungkapnya.
Nara sumber I Nengah Priyadi, pada
kesempatan yang sama mengungkapkan bahwa UU ASN sebagai pengganti UU 43/1999
tentang Pokok-Pokok Kepegawaian. UU tersebut lahir sebagai upaya reformasi di
bidang birokrasi. Sebab selama ini masyarakat merasa tidak puas terkait
pelayanan yang dilakukan oleh birokrasi. Pada UU tersebut mengamanatkan bahwa
seseorang diangkat untuk menduduki jabatan, berdasarkan kompetensi, kualifikasi
yang dibutuhkan jabatan tersebut. Seleksi yang dilaksanakan disesuaikan dengan
tugas dan wewenang yang akan diemban.
Pada salah satu pasal menyebutkan bahwa pensiun PNS pada
usia 58 tahun. Bagi pejabat eselon I dan II, pada UU sebelumnya menyn pensiun
pada usia 60 tahun. ASN terdiri dari pegawai negeri sipil dan PPPK. ebutkan
disebutktkan dapat diperpajang hingga usia 60 tahun. Namun pada UU ini langsung
disebutka
Dengan disahkannya UU. No.5 tahun 2014
tentang Aparatur Sipil Negara yang ditandatangani oleh Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono tanggal 15 Januari 2014 menandai proses modernisasi mesin birokrasi
yang diharapkan dapat selaras (fit) dengan kebutuhan jaman dan
perkembangan dunia. Reformasi birokrasi pada UU ini diarahkan pada penataan dan
pengelolaan sumber daya manusia di sektor permerintahan (aparatur sipil negara,
dulu disebtu PNS). Visi UU No.5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipili Negara
diharapkan dapat mewujudkan aparatur sipil negara yang memiliki
integritas, profesional, melayani dan sejahtera. Pengelolaan dan pengembangan
SDM diharapkan dapat mengungkil potensi yang ada sehingga pada akhirnya dapat
menjadi asset dan modal (human capital) dalam sistem pemerintahan. Dengan
UU Aparatur Sipil Negara ini, komitmen reformasi birokrasi
terus diperkuat khususnya untuk meningkatkan independensi
dan netralitas, kompetensi, kinerja/produktivitas kerja, integritas,
kesejahteraan, kualitas pelayanan publik, serta pengawasan dan
akuntabilitas aparatur sipil negara.
E. UU ASN untuk Profesionalisme dan
Independensi Birokrasi
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah mengesahkan Rancangan
Undang-Undang (RUU) Aparatur Sipil Negara (ASN) menjadi Undang-Undang pada
sidang Paripurna, Kamis (19/12). Hal ini menjadi titik tolak reformasi
birokrasi di Indonesia. Perubahan manajemen birokrasi akan lebih ‘revolusioner’
dengan disahkannya UU ASN ini.
Sebelum berbicara lebih jauh tentang UU ASN, saya ingin menyajikan
kembali latar belakang kelahiran UU ASN ini. Ada dua faktor utama yang memicu
kehadiran UU ASN ini. Pertama, sejatinya birokrasi adalah abdi negara yang
melayani kepentingan publik. Birokrasi menjadi alat negara untuk memenuhi dan
melayani kebutuhan publik. Untuk itu diperlukan birokrasi yang profesional dan
memiliki sumber daya manusia yang memiliki integritas dan kompetensi di
bidangnya. Namun pada kenyataannya, publik mempersepsikan birokasi kita belum
ideal seperti itu.
Kedua, setelah reformasi 1998 terjadi perubahan besar dalam kultur
tata kelola politik dan pemerintahan. Selama Orde baru, birokrasi yang
menguasai politik. Namun setelah mundurnya presiden Soeharto, politik yang
menguasai birokrasi. Banyak pihak yang merisaukan keadaan ini karena birokrasi
tidak bekerja profesional melayani publik atau menjadi abdi negara yang
sesungguhnya. Justru sering kali ditemui jika birorkasi lebih mengabdi kepada
kepentingan politik yang sedang berkuasa.
Kedua hal itu menjadi daya dorong untuk melakukan perubahan
terhadap tatanan birokrasi melalui UU ASN. Perubahan dalam sistem, manajemen,
rekrutmen dan budaya pegawai negeri sipil (PNS) yang jumlahnya saat ini 4,45
juta. Tujuan utamanya agar bioraksi terserbut menjadi abdi negara dan bisa
bekerja secara profesional.
Dalam UU ASN ini mengedepankan independensi, kinerja dan
profesionalisme aparatur sipil negara. Birokrasi bekerja sesuai tuntunan
undang-undang dan kepentingan Negara. Salah satunya jabatan aparatur sipil
negara terdiri dari jabatan administratif, fungsional dan jabatan eksekutif
senior. Istilah PNS diganti dengan Aparatur Sipil Negara (ASN), selain itu
seleksi ASN berdasarkan kompetensi dan ada sanksi pidana yang melanggarnya. UU
ASN juga mengatur batas usia pensiun seorang pegawai negeri sipil (PNS).
Pejabat administrasi PNS, batas usia pensiun yang semula 56 tahun diperpanjang
menjadi 58 tahun sementara pejabat pimpinan tinggi (eselon I dan II) 60 tahun.
Menurut Wakil Menteri Kementerian Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi Profesor Eko Prasojo UU ASN mencoba meletakkan beberapa perubahan
dasar dalam manajemen SDM. Pertama, perubahan dari pendekatan personel
administration yang hanya berupa pencatatan administratif kepegawaian kepada
human resource management yang menganggap adalah sumber daya manusia dan
sebagai aset negara yang harus dikelola, dihargai, dan dikembangkan dengan
baik. Kedua, perubahan dari pendekatan closed career system yang sangat
berorientasi kepada senioritas dan kepangkatan, kepada open career system yang
mengedepankan kompetisi dan kompetensi ASN dalam promosi dan pengisian jabatan.
Hal ini menempatkan pegawai ASN sebagai sebuah profesi yang harus memiliki
standar pelayanan profesi, nilai dasar, kode etik dan kode perilaku profesi,
pendidikan dan pengembangan profesi, serta memiliki organisasi profesi yang
dapat menjaga nilai-nilai dasar profesi. Profesi ASN ini juga akan terdiri dari
profesi-profesi spesifik yang lazimnya dikenal sebagai jabatan fungsional
seperti dosen, guru, auditor, perencana, dan analis kebijakan.
UU ASN membawa perubahan yang besar dalam birokrasi kita, mulai
dari sistem perencanaan, pengadaan, pengembangan karier, penggajian, serta
sistem dan batas usia pensiun. Perubahan itu didasarkan pada sistem merit, yang
mengedepankan prinsip profesionalisme, kompetensi, kualifikasi, kinerja,
transparansi, obyektivitas, serta bebas dari intervensi politik dan KKN.
Dengan ditetapkannya
UU ASN menjadi peluang bagi kita untuk meningkatkan mutu pelayanan Pemerintah
Kota Bekasi. PNS bisa bekerja secara profesional sesuai dengan tanggungjawab
dan tugasnya. Pada sisi yang lain birokrasi juga dituntut untuk terus
meningkatkan kemampuannya lewat penguasaan ilmu dan teknologi. Sebab birokrasi
yang ada di Kota Bekasi harus bersaing dengan pegawai dari daerah atau
kementerian untuk posisi tertentu di pemerintahan.
UU ASN ini menjadi fondasi penting dalam menata birokrasi
Indonesia. Birokrasi yang melayani kepentingan publik. Semoga kehadiran UU ASN
ini menjadi daya dorong dalam mewujudkan visi Bekasi Maju, Sejahtera dan Ihsan.
Dengan
UU Aparatur Sipil Negara yang tediri dari 15 bab dan 141 pasal,
maka Aparatur negara sejumlah 4,7 juta orang termasuk didalamnya Polri dan
TNI berhak mendapatkan apresiasi yang layak sesuai dengan basis
kinerjanya. Artinya transformasi pengelolaan aparatur dilakukan dengan tidak
hanya mengubah tata kelola kelembagaannya tetapi juga memberi insentif sebagai
stimulus untuk memotivasi aparatur negara. Substansi уаnɡ terkandung ԁаƖаm UU ASN іnі juga memuat sejumlah perubahan ԁаƖаm
sistem manajemen kepegawaian aparatur sipil negara secara keseluruhan, mulai ԁаrі
sistem perencanaan, pengadaan, pengembangan karier dan promosi, penggajian,
serta sistem ԁаn batas usia pensiun. Sistem
manajemen kepegawaian didasarkan pada sistem merit уаnɡ mengedepankan prinsip
profesionalisme/kompetensi, kualifikasi, kinerja, transparansi, obyektivitas,
serta bebas ԁаrі intervensi politik ԁаn
KKN.
Undang Undang ASN
juga mengamanatkan pembentukan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) yang
anggotanya dapat diisi PNS maupun non-PNS yang bertugas mengawasi pelaksanaan
norma standar, kode etik dan kode perilaku apartur negara serta penerapan
sistem merit dalam kebijakan dan manajemen aparatur negara. Modernisasi
manajemen kepegawaian juga tercermin dalam pasal 55 ayat 1 yang berbunyi
“Manajemen PNS meliputi: penyusunan dan penetapan kebutuhan; pengadaan; pangkat
dan jabatan; pengembangan karier; pola karier; promosi; mutasi; penilaian
kinerja; penggajian dan tunjangan; penghargaan; disiplin; pemberhentian;
jaminan pensiun dan jaminan hari tua; dan perlindungan.
Dengan
UU ASN ini, kita optimistis percepatan Reformasi Birokrasi berjalan sesuai
dengan harapan bersama. UU ASN ini merupakan salah satu komitmen besar
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk terus mendorong tranformasi birokrasi
dalam mewujudkan pelayanan publik yang semakin berkualitas dan tercapainya
ketata-kelolaan pemerintahan yang respected, berintegritas, akuntabel
dan transparan.
Reformasi
Birokrasi tentunya sangat diharapkan dapat mengawal seluruh proses pembangunan
yang sedang berjalan sehingga komitmen pembangunan daya saing dapat terus kita
tingkatkan. Birokrasi yang modern, sesuai kebutuhan zaman, dan dikelola dengan
professional tentunya akan mendorong luaran pembangunan yang lebih berkualitas
baik dari dimensi waktu, biaya, maupun SDM.
Disamping itu, UU ASN memuat larangan bagi
pegawai ASN untuk menjadi pengurus dan menjadi anggota parpol. Di sisi lain,
jika selama ini wali kota atau bupati menjadi pembina seluruh Pegawai Negeri
yang ada didaerahnya masing-masing, maka dengan undang-undang ASN ini
kewenangan tersebut menjadi kewenangan sekretaris daerah. “Hal tersebut akan
mendukung pegawai ASN bersifat a-politis dan dapat mengurangi kooptasi politik
atas birokrasi,” ungkapnya.
Nara sumber I Nengah Priyadi, pada
kesempatan yang sama mengungkapkan bahwa UU ASN sebagai pengganti UU 43/1999
tentang Pokok-Pokok Kepegawaian. UU tersebut lahir sebagai upaya reformasi di
bidang birokrasi. Sebab selama ini masyarakat merasa tidak puas terkait
pelayanan yang dilakukan oleh birokrasi. Pada UU tersebut mengamanatkan bahwa
seseorang diangkat untuk menduduki jabatan, berdasarkan kompetensi, kualifikasi
yang dibutuhkan jabatan tersebut. Seleksi yang dilaksanakan disesuaikan dengan
tugas dan wewenang yang akan diemban.
Pada salah satu pasal menyebutkan bahwa pensiun PNS pada
usia 58 tahun. Bagi pejabat eselon I dan II, pada UU sebelumnya menyn pensiun
pada usia 60 tahun. ASN terdiri dari pegawai negeri sipil dan PPPK. ebutkan
disebutktkan dapat diperpajang hingga usia 60 tahun. Namun pada UU ini langsung
disebutka
Dengan disahkannya UU. No.5 tahun 2014
tentang Aparatur Sipil Negara yang ditandatangani oleh Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono tanggal 15 Januari 2014 menandai proses modernisasi mesin birokrasi
yang diharapkan dapat selaras (fit) dengan kebutuhan jaman dan
perkembangan dunia. Reformasi birokrasi pada UU ini diarahkan pada penataan dan
pengelolaan sumber daya manusia di sektor permerintahan (aparatur sipil negara,
dulu disebtu PNS). Visi UU No.5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipili Negara
diharapkan dapat mewujudkan aparatur sipil negara yang memiliki
integritas, profesional, melayani dan sejahtera. Pengelolaan dan pengembangan
SDM diharapkan dapat mengungkil potensi yang ada sehingga pada akhirnya dapat
menjadi asset dan modal (human capital) dalam sistem pemerintahan. Dengan
UU Aparatur Sipil Negara ini, komitmen reformasi birokrasi
terus diperkuat khususnya untuk meningkatkan independensi
dan netralitas, kompetensi, kinerja/produktivitas kerja, integritas,
kesejahteraan, kualitas pelayanan publik, serta pengawasan dan
akuntabilitas aparatur sipil negara.
F. UU ASN untuk
Abad Asia
Pertumbuhan seperti itu hanya mungkin dicapai
apabila Indonesia memiliki pemerintahan demokratis yang efektif di bawah
pimpinan seorang presiden yang visioner dan berwibawa serta didukung aparatur
negara yang profesional, dinamis, dan berkinerja tinggi. UU ASN yang disahkan
DPR pada 19 Desember 2013 dan ditetapkan oleh presiden sebagai UU No. 5/2014
tentang Aparatur Sipil Negara pada 15 Januari 2014 merupakan landasan hukum
untuk pembentukan ASN yang profesional, dinamis, dan berkinerja tinggi.
Landasan teoritis yang digunakan dalam penyusunan UU No. 5/2014 adalah teori
Manajemen SDM Strategis atau Strategic Human Resources Management yang
memandang sumber daya manusia sebagai unsur terpenting sebuah organisasi.
Karena itu, pengadaan, penempatan, promosi, dan remunerasi pegawai ASN harus
dilakukan berdasarkan asas merit yang menempatkan the right person on the right
job secara obyektif. Salah satu tujuan penting UU ASN adalah membanguan ASN
sebagai profesi terhormat dengan menerapkan budaya organisasi yang mengutamakan
nilai-nilai integritas, pengabdian, keadilan, netralitas, kebangsaan, dan
kinerja tinggi. Budaya ini akan disemaikan kepada setiap warga ASN terutama
melalui program pengembangan kapasitas individual ataupun kelompok. Pada saat
UU ini diberlakukan 15 Januari 2014, sistem kepegawaian dalam pemerintahan
Indonesia akan terjadi transformasi sebagai berikut. Pegawai ASN terdiri dari
pegawai negeri sipil (PNS), dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja
(PPPK). PNS adalah pegawai ASN yang diangkat untuk menjalankan tugas-tugas
pemerintahan, sedangkan PPPK adalah pegawai ASN yang diangkat untuk menjalankan
tugas dukungan pemerintahan, seperti pelayanan pendidikan dan pelayanan
kesehatan. PPPK adalah jalur kepegawaian untuk para pegawai negeri yang
menjalankan tugas fungsional. Lalu, jabatan ASN terdiri dari jabatan pemimpin
tinggi, jabatan administrasi umum, dan jabatan fungsional. Jabatan pemimpin
tinggi adalah nama baru bagi para pemegang jabatan struktural tinggi (jabatan
di atas eselon 1) dan menengah (eselon 2). Jabatan pemimpin tinggi adalah pegawai
ASN nasional, termasuk mereka yang ditugaskan di daerah atau di luar negeri.
Pegawai jabatan administrasi umum dan pegawai jabatan fungsional adalah pegawai
ASN yang pengelolaannya didesentralisasikan kepada pemda dan/atau instansi
pemerintah yang diberi otonomi, misalnya RS BLU, PT BLU, dan PTN badan hukum.
Penerapan batas usia pensiun yang variatif akan diterapkan pada PNS dan PPPK.
UU ASN menetapkan batas usia pensiun PNS adalah 58 tahun untuk pegawai yang
memegang jabatan administrasi umum dan 60 tahun untuk yang memegang jabatan
pemimpin tinggi. Pegawai ASN yang berstatus PPPK batas usia pensiunnya sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangan masing-maisng misalnya, guru 60 tahun,
dosen dan widyaiswara 65 tahun, profesor 70 tahun. Penggajian pegawai ASN, baik
PNS maupun PPPK, akan menggunakan skala gaji pegawai ASN yang menerapkan skala
tunggal dengan menggabungkan gaji pokok, tunjangan-tunjangan, remunerasi, dan
tunjangan wilayah. Sistem penggajian baru ini sedang disusun dan penerapannya
akan menunggu kesiapan pemerintah. Manfaat pensiun yang diberikan kepada
pensiunan PNS telah menjadi beban besar APBN dan APBD. Berkinerja tinggi Saat
ini, manfaat pensiun yang dibayarkan kepada lebih kurang 2,4 juta pensiunan PNS
sekitar Rp. 75 triliun, sedangkan belanja pegawai di APBN 2013 baru Rp. 215
triliun. Dalam lima tahun ke depan tekanan fiskal biaya pensiun akan
sangat berat mencapai lebih dari Rp. 150 triliun bila “tsunami pensiun” terjadi
pada kurun waktu tersebut. Padahal, saat ini, dana pensiun yang dikelola oleh
PT. Taspen lebih kurang Rp. 135 triliun pada 2012, hanya menghasilkan dana Rp.
6,5 triliun setahun. Artinya, hampir 93 persen manfaat pensiun harus dibebankan
pada APBN dan APBD. Karena itu, UU ASN menetapkan penerapan sistem pensiun
kontribusi pasti bagi PPPK dan sistem pensiun manfaat pasti plus bagi PNS.
Perubahan-perubahan mendasar ini diharapkan akan memacu terciptanya aparatur
sipil negra yang profesional, dinamis, dan berkinerja tinggi untuk mendukung
perjalanan bangsa yang besar ini memasuki Abad Asia yang sedang terjadi.
[] Sofian Effendi | Profesor Kebijakan Publik UGM dan Anggota Tim
Independen Reformasi Birokrasi Nasional.
Sehari setelah artikel terbit, 14 Mei 2013,
presiden mengadakan rapat terbatas kabinet dengan para menteri yang mewakili
presiden dalam pembahasan RUU ASN dengan DPR. Pertemuan ini dilanjutkan dengan
rapat kedua 16 Mei yang dihadiri lebih banyak anggota Kabinet Indonesia Bersatu
2. Pada penutupan rapat kabinet, presiden menyatakan ingin membahas secara
tuntas RUU ASN pada rapat ketiga. Keadaan ini membuktikan besarnya perhatian
presiden pada RUU ASN yang diharapkan memberi landasan hukum kuat untuk
pembangunan aparatur negara yang memiliki kekuatan dan kemampuan yang sesuai
untuk merealisasikan Visi 2045 Indonesia, yaitu “Pada 2045 Indonesia menjadi
bangsa yang semakin mandiri, lebih maju, lebih adil, dan lebih makmur di Asia”.
Pada dekade ketiga abad ke-21, Asia diprakirakan menjadi pusat ekonomi dunia
dan akan menghasilkan 53 persen PDB dunia yang berjumlah 325 triliun dollar AS.
Saat ini PDB dunia 74 triliun dollar AS. Motor kemajuan Asia yang spektakuler
tersebut adalah tujuh negara tempat berdiam 78 persen penduduk Asia. Total PDB
seven samurai Asia ini diperkirakan akan mencapai 174 triliun dollar AS menurut
Skenario Abad Asia yang disusun oleh ADB (1991). Penduduk China, India,
Indonesia, Jepang, Korea Selatan, Thailand, dan Malaysia pada waktu itu
berjumlah 3,1 miliar yang memiliki daya beli cukup tinggi. Mereka perlu
pelayanan pendidikan, medis, transportasi, komunikasi, dan hiburan berkualitas.
Sementara itu, dunia bisnis memerlukan pelayanan supercepat dan superefisien
agar dapat menghasilkan barang dan jasa yang diperlukan oleh pasar lokal,
regional, dan internasional. ADB (2011) dan perusahaan konsultan McKinsey
(2012) memprakirakan Indonesia akan menjadi ekonomi terbesar ketiga Asia.
Namun, potensi tersebut baru menjadi kenyataan apabila bangsa ini mampu
mencapai dan mempertahankan tingkat pertumbuhan ekonomi tinggi, 7-9 persen per
tahun, selama 3-4 dekade berturut-turut.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dengan disahkannya UU. No.5 tahun 2014
tentang Aparatur Sipil Negara yang ditandatangani oleh Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono tanggal 15 Januari 2014 menandai proses modernisasi mesin birokrasi
yang diharapkan dapat selaras (fit) dengan kebutuhan jaman dan
perkembangan dunia. Reformasi birokrasi pada UU ini diarahkan pada penataan dan
pengelolaan sumber daya manusia di sektor permerintahan (aparatur sipil negara,
dulu disebtu PNS). Visi UU No.5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipili Negara
diharapkan dapat mewujudkan aparatur sipil negara yang memiliki
integritas, profesional, melayani dan sejahtera. Pengelolaan dan pengembangan
SDM diharapkan dapat mengungkil potensi yang ada sehingga pada akhirnya dapat
menjadi asset dan modal (human capital) dalam sistem pemerintahan. Dengan
UU Aparatur Sipil Negara ini, komitmen reformasi birokrasi
terus diperkuat khususnya untuk meningkatkan independensi
dan netralitas, kompetensi, kinerja/produktivitas kerja, integritas,
kesejahteraan, kualitas pelayanan publik, serta pengawasan dan akuntabilitas
aparatur sipil negara.
Untuk mendapatkan persepsi yang sama di
bidang kepegawaian, Pemerintah Kabupaten Purworejo menyelenggarakan rapat
koordinasi (rakor) bidang kepegawaian. Rakor dengan tema ”Implementasi Undang
Undang Republik Indonesia nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara
(ASN) dan kebijakan di bidang kepegawaian”, dibuka Wakil Bupati Suhar, di
ruang Arahiwang beberapa waktu lalu. Hadir sebagai nara sumber, I Nengah
Priyadi SH Msi selaku Direktur Pensiun PNS dan Pejabat Negara pada Badan
Kepegawaian Negara (BKN).
DAFTAR PUSTAKA
http://www.purworejokab.go.id/news/seputar-pemerintahan/2414-uu-asn-bentuk-reformasi-birokrasi
http://www.setkab.go.id/artikel-12537-.html
http://www.jpnn.com/read/2013/12/19/206599/Penetapan-UU-ASN-jadi-Sejarah-Reformasi-Birokrasi-#
http://krjogja.com/read/210067/uu-asn-bangun-reformasi-birokrasi.kr
No comments:
Post a Comment