Thursday, October 29, 2020

MAKALAH SISTEM HUKUM INDONESIA

TUGAS MAKALAH

SISTEM HUKUM IDONESIA

 

 

“SISTEM HUKUM INDONESIA SEBELUM DAN SESUDAH KEMERDEKAAN”

 

 

 

 

 

 

 

DISUSUN OLEH :

LAURA SANDRA DEWI

24.0852

D-2

 

 

 

 

 

 

 

 

 

KATA PENGANTAR

 

Segala puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa, karena atas berkat dan limpahan rahmatNyalah maka saya boleh menyelesaikan sebuah makalah  dengan tepat waktu.

 

Berikut ini penulis mempersembahkan sebuah makalah dengan judul "sistem hukum indonesia pada masa sebelum dan sesudah kemerdekaan", yang mmenurut saya dapat memberikan manfaat yang besar bagi kita untuk mempelajari sejarah sistem hukum Indonesia.

 

Melalui kata pengantar ini penulis lebih dahulu meminta maaf dan memohon permakluman bila mana isi makalah ini ada kekurangan dan ada tulisan yang saya buat kurang tepat.

Dengan ini saya mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa terima kasih dan sehingga dapat memberikan manfaat.

jatinangor 23,09,2014

    "Penulis"

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

SEJARAH SISTEM HUKUM DI INDONESIA PADA MASA SEBELUM DAN SESUDAH KEMERDEKAAN

A.  Latar Belakang

Sejarah hukum merupakan bagian dari sejarah umum  sesuai dengan apa yang dicita-citakan, seyogyanya sejarah menyajikan dalam bentuk sinopsis suatu keterpaduan seluruh aspek kemasyarakatan dari abad ke abad, yakni sejak untuk pertama kali tersedia informasi sampai hari ini. Akan tetapi tidak terhingganya ruang lingkup misi yang akan dijelajah ini mengakibatkan bahwa untuk alasan-alasan praktis, maka penugasan tersebut dibelah menjadi sebagai berikut :

1.   Menurut tolok-ukur kronologis, misalnya sejarah purbakala, abad pertengahan, dan sebagainya

2.   Menurut tolok-ukur ilmu bumi, seperti sejarah Belgia,  Amerika Serikat, dan lain-lain.

3.   Atas dasar tematik, yakni sejarah ekonomi, literatur, kesenian, hukum, dan lain-lain.[1]

Sementara sejarah hukum menurut Arief Soeryono merupakan salah satu bidang studi hukum yang mempelajari perkembangan dan asal-usul sistem hukum dalam suatu masyarakat tertentu dan memperbandingkan antara hukum yang berbeda, karena dibatasi waktu yang berbeda pula. Ruang lingkup sejarah hukum adalah mempelajari sistem hukum yang pernah berlaku serta membandingkan dengan sistem hukum yang berlaku sekarang.[2] Sistem hukum yang berlaku di dunia ada bermacam-macam dan memiliki keanekaragaman antara sistem hukum yang atu dengan sistem hukum yang lain. Menurut Eric L. Richard pakar hukum global business dari Indiana University menjelaskan sistem hukum yang utama di dunia (The world’s Major Legal Systems) sebagai berikut :

1.     Civil law (Hukum sipil berdasarkan kode sipil yang terkodifikasi).  Yang dipraktikkan oleh negara-negara Eropa kontinental termasuk bekas jajahannya.

Sistem hukum ini berakar dari hukum Romawi (Roman law)

2.     Common Law (Hukum yang berdasarkan kebiasaan berdasarkan preseden atau judge made law. Sistem hukum ini dipraktikkan di negara Anglo Saxon, seperti Inggris dan Amerika.

3.     Islamic law (Hukum Islam), hukum yang berdasarkan syariah islam yang bersumber dari Alquran dan Hadist.

4.     Socialist law, sistem hukum yang dipraktikkan di negara-negara sosialis.

5.     Sub-Saharan Africa, sistem hukum yang dipraktikkan di negara Afrika yang berada di sebelah selatan gurun Sahara.

6.     Far East, sistem  hukum   ini  merupakan sistem  hukum   yang kompleks yang

 merupakan perpaduan antara sistem civil law , common law dan hukum islam sebagai basis fundamental masyarakat.[3]

Selain sistem-sistem hukum diatas, di Indonesia dikenal suatu sistem aturan yang berlaku dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang berasal dari adat kebiasaan yang secara turun-temurun dihormati dan ditaati oleh masyarakat sebagai tradisi bangsa Indonesia yang disebut dengan hukum adat.[4] Sejarah hukum di Indonesia pada masa sebelum kemerdekaan dipengaruhi hukum adat dan kemudian diganti oleh sistem hukum Civil Law karena adanya penjajahan Belanda. Dalam makalah ini akan membahas mengenai sejarah sistem hukum di Indonesia sebelum kemerdekaan yaitu antara lain sistem hukum yang berlaku pada zaman kolonial.

B.    Perumusan Masalah

Dari latar belakang tersebut diatas dapat dirumuskan permasalahan yaitu :

Bagaimanakah sejarah sistem hukum di Indonesia pada masa sebelum dan sesudah kemerdekaan?

C.    Pembahasan

Sistem tata hukum yang digunakan sebelum 17 Agustus 1945 antara lain sistem hukum Hindia Belanda berupa sistem hukum Barat (Civil Law) dan sistem hukum asli (Hukum adat). Sebelum Indonesia dijajah oleh Belanda, Hukum yang digunakan untuk menyelesaikan setiap sengketa yang terjadi di masyarakat adalah menggunakan hukum adat. Pada masa itu hukum adat diberlakukan oleh hampir seluruh masyarakat di Indonesia. Setiap daerah mempunyai pengaturan mengenai hukum adat yang berbeda antara daerah yang satu dengan yang lain. Hukum adat sangat ditaati masyarakat pada masa itu karena mengandung Nilai-nilai baik nilai keagamaan, nilai-nilai kesusilaan, tradisi serta nilai kebudayaan yang tinggi.

Salah satu tokoh yang meneliti hukum adat adalah Van Vollenhoven dimana penelitiannya mengenai hukum adat dimulai sejak tahun 1906  dan selesai pada tahun 1931. Hukum adat di Indonesia menurut Van Vollenhoven diartikan sebagai

“ hukum nonstatutair yang sebagian besar adalah hukum kebiasaaan dan sebagian hukum islam. Hukum adat itu pun melingkupi hukum yang berdasarkan keputusan-keputusan hakim yang berisi asas-asas hukum dalam lingkungan, dimana ia memutuskan perkara. Hukum adat berurat-berakar pada kebudayaan tradisional. Hukum adat adalah suatu hukum yang hidup karena ia menjelmakan perasaan hukum yang nyata dari rakyat. Sesuai fitrahnya sendiri, hukum adat terus-menerus dalam keadaan tumbuh dan berkembang seperti hidup itu sendiri.”[5]

Hukum adat adalah sistem aturan berlaku dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang berasal dari adat kebiasaan, yang secara turun temurun dihormati oleh masyarakat sebagai tradisi bangsa indonesia. Pada zaman sebelum VOC datang ke nusantara, kedudukan hukum adat adalah sebagai hukum positip yang berlaku sebagai  hukum  yang  nyata  dan  ditaati oleh rakyat yang pada saat itu Nusantara

 Indonesia terdiri dari berbagai kerajaan.[6] Naskah hukum adat yang lahir pada waktu itu antara lain Kitab Ciwakasoma yang dibuat pada masa raja Dharmawangsa pada tahun 1000 Masehi, Kitab hukum Gadjah Mada pada masa kerajaan Majapahit (1331-1364), Kitab Hukum Adigama pada zaman Patih Kanaka (1413-1430), dan Kitab Hukum Kutaramanawa di Bali. Selain itu ditemukan juga bukti peraturan-peraturan asli lainnya seperti Kitab Ruhut Parsaoran di Habatahon, Tapanuli (berisi kehidupan sosial di tanah Batak), Undang-Undang Jambi di Jambi, Undang-Undang simbur Cahaya di Palembang, Undang-Undang Nan Duapuluh di Minangkabau, Undang-Undang Perniagaan dan pelayaran dari Suku Bugis Wajo di  Sulawesi Selatan, Awig-Awig yang berisi peraturan Subak dan Desa ) di Bali. Ditemukan juga berbagai peraturan-peraturan kerajaan atau kesultanan yang pernah bertahta antara lain: Kediri, Singosari, Mataram, Majapahit, Demak, Pajang, Mataram II, Pakubuwono, Mangkunegoro, Paku Alam, Tarumanagara, Pajajaran, Jayakarta, Banten, Cirebon, Sriwijaya, Indragiri,Asahan, Serdang, Langkat, Deli, aceh, Pontianak, Kutai, Bulungan, Goa, Bone, Bolaang Mongondow, Talaud, Ternate, Tidore, Kupang, Bima, sumbawa, Endeh, Buleleng, Badung, Gianyar dan sebagainya. [7]

Mulai tahun 1602 Belanda secara perlahan-lahan menjadi penguasa wilayah yang kini adalah Indonesia, dengan memanfaatkan perpecahan di antara kerajaan-kerajaan kecil yang telah menggantikan Majapahit. VOC telah diberikan hak monopoli terhadap perdagangan dan aktivitas kolonial di wilayah tersebut oleh Parlemen Belanda pada tahun 1602. Markasnya berada di Batavia, yang kini bernama Jakarta. Tujuan utama VOC adalah mempertahankan monopolinya terhadap perdagangan rempah-rempah di Nusantara.[8] Memasuki Zaman Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) yaitu zaman dimana orang asing (Barat) mulai masuk ke nusantara dan memberi perhatian terhadap hukum adat. Pada masa ini ditandai dengan kebijakan Kompeni terhadap hukum adat dengan cara saling menghormati. Hukum Barat (Belanda) pada awalnya hanya digunakan untuk daerah pusat pemerintahan Kompeni sedangkan untuk daerah yang belum dikuasai dipersilakan bagi pendudukan untuk menggunakan hukum adat mereka atau bagi yang mau tunduk pada hukum Belanda diperbolehkan. Namun jika akan melakukan hubungan dengan Kompeni maka harus menggunakan hukum Belanda. Dengan kata lain politik hukum Kompeni bersifat oportunis.[9]  Pada masa ini pemerintah Belanda memberikan hak istimewa kepada VOC berupa hak octrooi (meliputi monopoli pelayaran dan perdagangan, mengumumkan perang, mengadakan perdamaian dan mencetak uang). Gubernur yang bernama Jenderal Pieter Both diberi wewenang untuk membuat peraturan guna menyelesaikan masalah dalam lingkungan pegawai VOC hingga memutuskan perkara perdata dan pidana. Kumpulan peraturan pertama kali dilakukan pada tahun 1642, Kumpulan ini diberi nama Statuta Batavia. Pada tahun 1766 dihasilkan kumpulan ke-2 diberi nama Statuta Bara. Kekuasaan VOC berakhir pada 31 Desember 1799.[10]

Memasuki masa pemerintahan Daendels (1808-1811), hukum adat diperbolehkan dianut oleh penduduk bumi putera dengan syarat :

1.  Hukum adat tidak bertentangan dengan kepentingan umum.

2.  Hukum adat tidak boleh bertentangan dengan dasar keadilan dan kepatutan (dalam ukuran barat).

3.  Hukum adat dapat menjamin tercapainya keamanan umum dengan persyaratan tersebut bahwa pemerintahan Deandels menganggap rendah kedudukan hukum adat dibanding Hukum Belanda.

Memasuki   masa   pemerintahan   Raffles   (1811-1816) ,  Raffles  menggunakan kebijakan atau politik bermurah hati dan bersabar terhadap golongan pribumi untuk menarik simpati dan merupakan sikap politik Inggris yang humanistis. Memasuki periode 1816- 1848, kedudukan hukum adat mulai terancam karena penguasa Hindia Belanda pada waktu itu mulai memperkenalkan dan menganut prinsip unifikasi hukum untuk seluruh wilayah jajahannya dengan pengecualian berlakunya hukum adat oleh bumiputera. Jadi secara prinsip hukum adat mulai terdesak oleh berlakunya hukum Hindia Belanda akan tetapi dalam praktis pemerintahan masih dianut persamaan kedudukan antara hukum adat dan hukum barat.[11] Pada tahun 1816 Peraturan-peraturan umum termuat dalam lembaran yang diterbitkan oleh Pemerintah Hindia Belanda yang disebut dengan “Staatsblad” beserta “Bijblad”-nya. Staatsblad dan Bijblad yang pertama kali terbit dalam tahun 1816 sampai dengan 8 Maret 1942. Staatsblad tiap-tiap tahun mulai dengan nomor 1, Bijblad nomornya berturut-turut tidak memperdulikan tahunnya.[12]

Tata hukum Hindia Belanda pada saat itu terdiri dari : 1. Peraturan-peraturan tertulis yang dikodifikasikan, 2. Peraturan-peratauran tertulis yang tidak dikodifikasikan, 3. Peraturan-peraturan tidak tertulis (hukum adat) yang khusus berlaku bagi golongan Eropa. Pada masa ini, raja mempunyai kekuasaan mutlak dan tertinggi atas daerah-daerah jajahan termasuk kekuasaan mutlak terhadap harta milik negara bagian yang lain. Kekuasaan mutlak raja itu diterapkan pula dalam membuat dan mengeluarkan peraturan yang berlaku umum dengan nama Algemene Verordening (Peraturan pusat). Ada 2 macam keputusan raja :

1. Ketetapan raja sebagai tindakan eksekutif disebut Besluit. Seperti ketetapan pengangkatan Gubernur Jenderal.

2. Ketetapan raja sebagai tindakan legislatif disebut Algemene Verodening atau Algemene Maatregel van Bestuur (AMVB)

Pada masa ini pula dimulai penerapan politik agraria yang disebut dengan kerja paksa oleh Gubernur Jenderal Du Bus De Gisignes. Pada tahun 1830 Pemerintah Belanda berhasil mengkodifikasikan hukum perdata yang diundangkan pada tanggal 1 Oktober 1838.[13]

Namun   hukum   adat   secara  berangsur-angsur  tergeser  dengan  adanya penggagasan diberlakukannya sistem hukum kodifikasi hukum Barat yang secara efektif berlaku sejak tahun 1848. Sejak tahun 1848, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata dan Acara Pidana berdasarkan pada pola Belanda berlaku bagi penduduk Belanda di Indonesia. Pada perjalanannya kodifikasi semakin kuat dan hukum adat menjadi serba tidak pasti dan menimbulkan tidak adanya jaminan kepastian hukum pada hukum adat. Penerapan hukum adat sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 75  (Lama) R.R. bahwa jika orang Indonesia yang tidak menyatakan dengan sukarela, bahwa ia akan dikuasai oleh hukum perdata dan hukum dagang Eropa, maka untuk golongan bangsa Indonesia, hakim harus melakukan dalam lapangan hukum perdata adat, sekadar hukum adat itu tidak bertentangan dengan dasar-dasar keadilan yang umum diakui. [14]

Pada Masa Regerings Reglement (RR) yaitu pada kurun waktu  tahun 1855 sampai dengan tahun 1926 Berhasil diundangkan :

1.   Kitab Hukum pidana untuk golongan Eropa melalui S.1866:55.

2.   Algemene Politie Strafreglement sebagai tambahan Kitab Hukum Pidana untuk Golongan Eropa.

3.   Kitab Hukum Pidana orang bukan Eropa melalui S.1872:85.

4.   Politie Strafreglement bagi orang bukan Eropa.

5.   Wetboek Van Strafrecht yang berlaku bagi semua golongan penduduk melalui S.1915:732 mulai berlaku 1 Januari 1918.[15]

Semenjak tanggal 1 Januari 1920 sudah tidak ada lagi empat golongan yakni orang Eropa, Mereka yang dipersamakan dengan orang Eropa, Bumiputera dan mereka yang dipersamakan dengan bumiputera. Menurut Pasal 163 Indische Staatsregeling, Rakyat Indonesia dibedakan kedalam tiga golongan :

1.  Orang Eropa

Yang termasuk golongan orang Eropa ialah :

a.    Semua orang Belanda

b.   Semua orang, tidak termasuk a, yang asalnya dari Eropa

c.    Semua orang Jepang

d.   Semua orang yang berasal dari tempat lain, tidak termasuk a dan b, yang dinegerinya akan tunduk kepada hukum kekeluargaan, yang pada pokoknya berdasarkan asas-asas yang sama dengan hubungan Belanda

e.    Anak sah atau yang diakui menurut undang-undang dan keturunan selanjutnya dari orang yang dimaksudkan dalam b,c, dan d yang lahir di Hindia Belanda.

2.  Bumiputera

Ialah semua orang yang termasuk rakyat Indonesia asli dari Hindia Belanda dan tidak beralih masuk golongan rakyat lain dan mereka yang mula-mula termasuk golongan rakyat lain. Kemudian mencampurkan diri dengan rakyat Indonesia asli

3.  Orang Timur Asing

Ialah semua orang yang bukan orang eropa atau bumiputera.[16]

Pembagian golongan tersebut pada waktu itu diperlukan dalam hal lapangan hukum  perdata  namun  dalam  hal  hukum pidana berlaku   hanya satu hukum

 pidana yaitu KUH Pidana.

Dalam hal hubungan antar golongan dan hukum yang berlaku akan dijelaskan sebagai berikut :

a)   Bagi warganegara yang berasal dari golongan Eropa, berlaku KUH Perdata dan KUH Dagang yang diselaraskan (konkordan) dengan KUH Perdata dan KUH Dagang yang berlaku di negeri Belanda.

b)  Bagi orang asing di Indonesia yang berasal dari golongan Eropa berlaku KUH Perdata dan KUH dagang Barat di Eropa

c)   Bagi warganegara Indonesia yang berasal dari golongan Timur Asing :

(a)    Golongan Cina, berdasarkan Staatsblad 1924 No.557 berlaku KUH Perdata dan KUH Dagang Barat di Indonesia, dengan dikecualikan (pada masa lampau) peraturan-peraturan tentang :

-  Pencatatan Sipil (kini hanya satu catatan sipil untuk semua warga negara Indonesia).

-  Cara-cara Perkawinan (kini berlaku Undang-Undang Nomor.1 tahun 1974 untuk seluruh warga negara Indonesia) ditambah dengan peraturan-peraturan tentang :

a)   Pengangkatan anak (adopsi);

b)   Kongsi (kongsi disamakan dengan Firma dalam KUH Dagang).

(b)    Golongan bukan Cina , Berdasarkan Stb. 1924 Nomor. 556 berlaku KUH Perdata dan KUH Dagang Barat di Indonesia dengan dikecualikan :

1)  Hukum kekeluargaan;

2)  Hukum Waris tanpa wasiat atau Hukum Waris menurut undang-undang atau Hukum Waris abintestaat (abintestato).

(Hal ini disebabkan karena sebagian besar golongan ini menganut agama islam, yang tentu tentu saja tidak dapat berlaku Hukum Kekeluargaan dalam KUH Perdata Barat yang berasas perkawinan yang monogami sedang hukum waris bagi golongan ini diatur dalam Hukum Islam menurut Alquran). Kini berlaku Undang-Undang Perkawinan  tahun 1974 untuk semua warganegara Indonesia.

d)  Bagi orang asing di Indonesia yang berasal dari golongan Timur Asing berlaku Hukum Perdata dan Hukum Dagang Timur Asing yang berlaku di negaranya masing-masing.

e)   Bagi warganegara Indonesia asli berlaku Hukum Perdata adat (Hukum Adat). Hukum adat ini pada setiap daerah berlainan coraknya dan kadang-kadang saling bertentangan. Apabila hukum adat bertentangan dengan asas-asas kepatutan dan keadilan maka sebagai pegangan dipakai Hukum Perdata Barat di Indonesia.

f)   Bagi orang asing yang berasal dari golongan Indonesia, berlaku hukum Perdata dari negara ia mana ia termasuk (Tunduk). [17]

Ada beberapa cara orang-orang yang bukan golongan Eropa dapat tunduk pada Hukum Perdata Barat di Indonesia yaitu :

a. Persamaan Hak (gelijkstelling)

Diatur dalam Stb.1883 Nomor 192, dimana persamaan hak ini mengakibatkan seorang yang bukan Eropa berubah statusnya menjadi orang Eropa, kedudukannya disamakan dengan orang Eropa dan Tunduk pada seluruh hukum perdata barat dan hukum publik.

b. Pernyataan berlakunya Hukum (Toepasselijk Verklaring)

Berdasarkan Pasal 75 ayat (3) RR dimana adanya pernyataan berlakunya Hukum Perdata Barat atas orang-orang bukan Eropa oleh pihak penguasa. Dalam hal ini pembuat undang-undang menunjuk kepada orang yang bukan Eropa. Hukum yang tadinya berlaku untuk orang-orang Eropa kemudian diperluas berlakunya hingga orang-orang bukan Eropa. Beberapa peraturan yang menyatakan berlakunya hukum Eropa diatur dalam :

1)   Stb. 1924/556: KUH Perdata dan KUH Dagang Barat di Indonesia kecuali Hukum Kekeluargaan dan Hukum waris Abintestaat, dinyatakan berlaku untuk golongan Timur Asing bukan Cina.

2)   Stb. 1924/557 : Pernyataan berlaku dari seluruh KUH Perdata dan KUH Dagang Barat di Indonesia untuk golongan Timur Asing Cina, kecuali peraturan tentang Catatan Sipil, dan cara-cara perkawinan, ditambah dengan peraturan-peraturan tentang Kongsi dan Adopsi.

3)   Stb.1933/49 : KUH Dagang Barat di Indonesia untuk sebagian dinyatakan berlaku bagi golongan Indonesia.

4)   Stb.1912/600: Peraturan Mengenai Hak Cipta (auteursrecht).

5)   Stb.1898/158 : Peraturan Perkawinan Campuran berlaku untuk semua golongan.

c. Penundukan Sukarela kepada Hukum Perdata Eropa (Vrijwillige Onderwerping aan het Europese Privaatrecht).

Berdasarkan pasal 75 ayat (4) Regerings Reglement (RR) yang kemudian diubah menjadi Indische Staatsregeling Pasal 131 ayat (4) : Bagi orang Indonesia asli dan orang Timur asing, sepanjang mereka belum diletakkan dibawah suatu peraturan bersama dengan bangsa Eropa diperbolehkan menundukkan diri pada hukum yang berlaku untuk Eropa. Berdasarkan ketentuan ini dibuatlah suatu peraturan tentang penundukan sukarela kepada Hukum Perdata Eropa yang dimuat dalam Stb. 1917/No.12 dimana ada 4 macam penundukan dengan sukarela kepada hukum perdata barat yaitu :

1)   Penundukan untuk seluruhnya kepada Hukum Perdata Barat sehingga mengakibatkan seluruh hukum perdata dan hukum dagang barat di Indonesia berlaku bagi orang yang menundukkan diri (dalam hal ini hanya golongan Timur Asing Cina dan golongan Indonesia beragama nasrani)

2)   Penundukan untuk sebagian hukum Perdata barat terhadap hukum kekayaan/harta benda saja yaitu seperti yang dinyatakan berlaku bagi golongan Timur Asing bukan Cina dalam Stb. 1924/556.

3)   Penundukan mengenai suatu perbuatan hukum tertentu saja :

a)   Dengan akta disebutkan di dalam perbuatan mana yang diperlakukan hukum perdata barat di Indonesia bagi kedua pihak,

b)   Dengan perjanjian khusus

4)    Penundukan anggapan yaitu penundukan tidak sengaja pada hukum perdata barat. [18]

Setelah Belanda menguasai Hindia Belanda (Indonesia) kemudian penguasa Jepang menduduki dan merebut Indonesia dari penjajahan Belanda. Pasukan Belanda yang terakhir dikalahkan Jepang pada Maret 1942. Pada masa penjajahan Jepang daerah Hindia dibagi menjadi Indonesia Timur (dibawah kekuasaan AL Jepang berkedudukan di Makassar) dan Indonesia Barat (dibawah kekuasaan AD Jepang yang berkedudukan di Jakarta). Peraturan-peraturan yang digunakan untuk mengatur pemerintahan dibuat dengan dasar “Gun Seirei” melalui Osamu Seirei. Pasal 3 Osamu Seirei No. 1/1942 menentukan bahwa “semua badan pemerintahan dan kekuasaannya, hukum dan undang-undang dari pemerintah yang lalu tetap diakui sah untuk sementara waktu, asal tidak bertentangan dengan peraturan pemerintah militer.”[19] Pada Maret 1945 Jepang membentuk Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Pada zaman penjajahan Jepang tidak sempat mengeluarkan berbagai peraturan perundang-undangan karena  masa menjajah hanya 31/2  (tiga setengah) tahun kecuali Undang-Undang Nomor 1 tahun 1942 yang berisi pemberlakuan berbagai peraturan perundangan yang ada pada zaman Hindia Belanda.

b. Era Orde Baru

Pembaruan hukum pada masa Orde Baru dimulai dari penyingkiran hukum dalam proses pemerintahan dan politik, pembekuan UU Pokok Agraria, membentuk UU yang mempermudah modal dari luar masuk dengan UU Penanaman modal Asing, UU Pertambangan, dan UU Kehutanan. Selain itu, orde baru juga melancarkan: i) Pelemahan lembaga hukum di bawah kekuasaan eksekutif; ii) Pengendalian sistem pendidikan & pembatasan pemikiran kritis, termasuk dalam pemikiran hukum; Kesimpulannya, pada era orba tidak terjadi perkembangan positif  hukum Nasional.

 

    Periode Pasca Orde Baru (1998 – Sekarang)

 

Semenjak kekuasaan eksekutif beralih ke Presiden Habibie sampai dengan sekarang, sudah dilakukan 4 kali amandemen UUD RI 1945. Beberapa pembaruan formal yang terjadi antara lain: 1) Pembaruan sistem politik & ketetanegaraan; 2) Pembaruan sistem hukum & HAM; dan 3) Pembaruan sistem ekonomi.

adat mereka atau bagi yang mau tunduk pada hukum Belanda diperbolehkan.

3.      Bahwa seiring dengan penjajahan Belanda, lambat laun Pemerintahan Hindia Belanda menggeser hukum adat sedikit demi sedikit digantikan dengan sistem hukum kodifikasi hukum Barat yang secara efektif berlaku sejak tahun 1848. Sejak tahun 1848, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata dan Acara Pidana berdasarkan pada pola Belanda berlaku bagi penduduk Belanda di Indonesia. Pada perjalanannya kodifikasi semakin kuat dan hukum adat menjadi serba tidak pasti dan menimbulkan tidak adanya jaminan kepastian hukum pada hukum adat.

4.      Bahwa Pada masa penjajahan Jepangpun hukum kolonial Belanda masih digunakan karena Jepang tidak sempat mengeluarkan berbagai peraturan perundang-undangan karena  masa menjajah hanya 31/2  (tiga setengah) tahun kecuali Undang-Undang Nomor 1 tahun 1942 yang berisi pemberlakuan berbagai peraturan perundangan yang ada pada zaman Hindia Belanda.

 

 

 

 

 

 

D.    Kesimpulan

Dari pembahasan tersebut diatas dapat disimpulkan sebagai berikut :

1.      Dalam sejarah sistem hukum di Indonesia pada masa kerajaan sebelum VOC datang adalah menggunakan hukum adat sebagai hukum positip di tiap-tiap daerah nusantara Indonesia yang ditaati dan dilaksanakan sebagai suatu adat kebiasaan, yang secara turun temurun dihormati oleh masyarakat sebagai tradisi bangsa indonesia.

2.      Bahwa seiring dengan masuknya VOC ke Indonesia dimana orang asing (Barat) mulai masuk ke nusantara, orang barat mulai memberi perhatian terhadap hukum adat. Pada masa ini Hukum Barat (Belanda) mulai digunakan walaupun pada awalnya hanya digunakan untuk daerah pusat pemerintahan Kompeni sedangkan untuk daerah yang belum dikuasai dapat menggunakan hukum a.

Era Demokrasi Terpimpin

Perkembangan dan dinamika hukum di era ini

i) Menghapuskan doktrin pemisahan kekuasaan & mendudukan MA & badan-badan pengadilan di bawah lembaga eksekutif;

ii) Mengubah lambang hukum "dewi keadilan" menjadi "pohon beringin" yang berarti pengayoman;

iii) Memberikan kesempatan kepada eksekutif untuk ikut campur tangan secara langsung atas proses peradilan sesuai UU No.19/1964 & UU No.13/1965;

iv) Menyatakan bahwa peraturan hukum perdata pada masa pendudukan tidak berlaku kecuali hanya sebagai rujukan, maka dari itu hakim harus mengembangkan putusan-putusan yang lebih situasional & kontekstual.

               

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Literatur :

Gilissen, Emeritus John, Emeritus Frits Gorle, 2007, Sejarah Hukum Suatu Pengantar, PT.Refika Aditama,  Bandung

Soepomo, 1997,  Sistem Hukum Di Indonesia Sebelum Perang Dunia II, PT. Pradnya Paramita,  Jakarta

Suherman, Ade Maman 2004, Pengantar Perbandingan Sistem Hukum, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada

 

Internet :

 

Sejarah Indonesia, http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Indonesia diakses tanggal 7 Februari 2012

 

Sejarah Tata Hukum Indonesia Dan Politik Hukum Indonesia, http://hukum-hukumkeseluruhan.blogspot.com/2009/04/sejarah-tata-hukum-indonesia-dan.html diakses tanggal 7 Februari 2012

No comments:

Post a Comment

buku bimbingan

                                                                                                                                            ...

082126189815

Name

Email *

Message *