BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Laporan Akhir
Negara Indonesia adalah negara berkembang yang berasaskan
Pancasila dan menganut sistem demokrasi, dimana rakyatnya bebas untuk menyampaikan
aspirasinya baik dalam hal apapun. Sebagai salah satu negara demokrasi yang
menggunakan sistem perwakilan sesuai yang tertera pada Pancasila, yaitu sila ke
empat yang berbunyi “Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan dan Perwakilan”. Maka Indonesia dengan adanya sila tersebut
sangat memprioritaskan asas perwakilan dalam penyelenggaraan pemerintahannya.
Dengan asas perwakilan dalam
prioritas penyelenggaraan pemerintah di Indonesia diperlukan dorongan
pertumbuhan demokrasi dan mempertegas eksistensi pemerintah daerah di seluruh
lapisan pemerintahannya.
Bentuk
eksistensi pemerintah daerah ditunjukkan dengan bentuk demokrasi dan
pemberdayaan daerah dalam rangka otonomi daerah yang peraturannya terdapat
dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 18 ayat (2) telah
ditegaskan bahwa “Pemerintah daerah Provinsi, daerah Kabupaten, dan Kota mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan”.
Otonomi
daerah menghendaki daerah untuk berkreasi dalam mencari sumber penerimaan yang
dapat membiayai pengeluran pemerintah daerah dalam rangka menyelenggarakan
pemerintahan dan pembangunan.Dari berbagai alternatif penerimaan daerah, undang
undang tentang perimbangan keuangan antara pusat dan daerah menetapkan pajak
dan retribusi daerah merupakan sumber
Pendapatan
Asli
Daerah
(PAD) yang bersumber dari dalam daerah itu sendiri.Dampak pemberian kewenangan yang diberikan kepada daerah untuk
memungut pajak dan retribusi telah mengakibatkan pemungutan berbagai jenis
pajak dan retribusi daerah yang berkaitan dengan berbagai aspek kehidupan masyarakat.
Dalam
Undang-Undang 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah pada Pasal 9 mengenai
Urusan Pemerintahan. Merupakan awal dari adanya pembagian Urusan Pemerintahan
dimana ada Urusan Pemerintahan Pusat yang sepenuhnya menjadi kewenangan
Pemerintah pusat disebut dengan Urusan Pemerintah Absolut dan ada Urusan
Pemerintahan yang kewenangannya dibagi antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota disebut dengan Urusan Pemerintahan
Konkuren.Urusan Pemerintahan Konkruen yang diserahkan ke Daerah menjadi dasar pelaksanaan
Otonomi Daerah.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
diatur dalam Pasal 23 Undang-Undang Dasar 1945, ayat (1) berbunyi “Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara
ditetapkan setiap tahun dengan Undang-Undang dan dilaksanakan secara terbuka
dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
Pembangunan ekonomi dalam suatu daerah merupakan
salah satu dari sekian banyak target yang ingin dicapai oleh pemerintah.
Pembangunan ekonomi tingkat daerah tujuannya adalah meningkatkan pertumbuhan
ekonomi masyarakat daerah. Melalui Anggaran Pendapatan Belanja Daerah
(APBD) serta Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang dimiliki masing-masing daerah,
akan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sehingga pemerintah pusat dan
pemerintah daerah perlu berupaya meningkatkan Anggaran Pendapatan Belanja
Daerah (APBD).
Sumber pendapatan daerah yang sangat berpotensi
yaitu pajak daerah. Secara dominan pajak dapat
membantu pemerintah daerah dalam melaksanakan pembangunan, kemasyarakatan dan
kegiatan penyelenggaraan pemerintahan. Potensial ini jika dikelola dengan
baikmaka akan dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), sehingga
memudahkan kepala daerah untuk menjalankan pemerintahannya, yang dimana pembiayaan
yang dimiliki oleh daerah dari sektor pajak memberikan kontribusi dan dukungan
yang sangat besar. Demikian juga dengan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dimana
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah Pajak Negara yang dikenakan terhadap bumi
dan atau bangunan berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009.
Menurut Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 pasal 77 tentang
peralihan Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan dari pemerintah pusat
ke pemerintah daerah menyimpulkan bahwa Pemerintah Daerah diberi amanat dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah agar mempercepat terwujudnya suatu
kemandirian daerah, kemandirian tersebut dapat dilihat dari kemampuan daerah
dalam membiayai penyelenggaraan pemerintahannya melalui Pendapatan Asli Daerah
(PAD) tanpa harus mengandalkan dan mengharapkan dana alokasi yang
diberikan oleh pemerintah pusat.
Pentingnya sumbangan yang diberikan oleh penerimaan Pajak
Bumi dan Bangunan bagi pembiayaan pembangunan, maka
pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan
harus dilaksanakan secara efektif sehingga dapat memenuhi target pemungutan
yang telah ditetapkan.
Berdasarkan data Dinas Pengelolaan Pendapatan
Keuangan dan Aset / DPPKA Kota Surakarta menyebutkan bahwa
penerimaan Pajak
Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan pada
tahun 2012-2014 di
Kota Surakarta belum mencapai target maksimal yang ditentukan seperti data
sebagai berikut :
Tabel 1.1
KETETAPAN DAN REALISASI PAJAK BUMI DAN
BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DI KOTA SURAKARTA
No. |
Tahun |
Target
(Rp) |
Realisasi
(Rp) |
Persentase (%) |
1. 2. 3. |
2012 2013 2014 |
55,000,000,000 57,500,000,000 60,000,000,000 |
48,414,950,176 49,352,645,289 50,085,250,635 |
88,02% 85,58% 83,47% |
Sumber: Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset
Kota Kota Surakarta
Menurut data diatas realisasi penerimaan
Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan di Kota Surakarta pada tahun 2012 – 2014 belum sesuai dengan target yang direncanakan hampir di seluruh kecamatan yang
ada. Pemerintah kota Surakarta perlu melakukan
intensifikasi pemungutan pajak agar dapat meningkatkan penerimaan daerah yang
akan berimbas pada penerimaan negara. Dalam meningkatkan sumber sumber
penerimaan daerah di Kota Surakarta Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan merupakan sektor yang berpotensi untuk di gali dan ditingkatkan
mengingat jumlah penduduk dan luas Kota Surakarta yang sangat
berpotensi.
Atas pemikiran diatas peniliti tertarik untuk mengadakan
penelitian “Optimalisasi Pemungutan
Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan dalam Meningkatkan Pendapatan
Asli Daerah di Kota Surakarta”
Penulis
ingin mengetahui
pelaksanaan, hambatan, serta upaya dari Dinas Pengelolaan Pendapatan Keuangan dan Aset (DPPKA) Kota Surakarta
dalam mengelola Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan sehingga pajak
dapat terlaksana dengan optimal bahkan dapat melebihi dari target yang telah
ditentukan.
1.2 Permasalahan
1.2.1 Identifikasi Masalah
1. Realisasi
penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan yang diterima oleh
Pemerintah Surakarta belum mencapai target
2. Tidak
sesuainya Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan
Perkotaan dengan nilai jual pasar di Kota Surakarta.
3. Masih
kurangnya penerapan sanksi kepada wajib pajak yang melakukan pelanggaran dalam
pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan Perkotaan.
4. Banyak
lahan yang tidak diketahui kepemilikannya
5. SPPT
tidak tersampaikan secara maksimal terhadap wajib pajak.
1.2.2 Pembatasan Masalah
Permasalahan yang ada diatas dan
mempertimbangkan waktu yang diberikan oleh lembaga dalam proses magang ini yang
memiliki waktu kurang cukup, maka penulis membatasi pembatasan masalah yang
akan diteliti oleh penulis dilapangan. Oleh karena itu penulis fokus terhadap
pemasalahan proses pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan
dan penulis membatasi masalah penelitian optimalisasi pemungutan Pajak Bumi dan
Bangunan Perdesaan dan Perkotaan dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah di
kota Surakarta.
1.2.3 Rumusan Masalah
Menurut identifikasi
dan pembatasan masalah yang telah diuraikan diatas penulis merumuskan
permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana
optimalisasi pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan di Kota
Surakarta?
2. Hambatan
apa saja yang membuat pendapatan Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan
di Kota Surakarta yang diperoleh pemerintah daerah belum optimal?
3. Upaya
apa saja yang dilakukan pemerintah daerah Kota Surakarta dalam meningkatkan
optimalisasi pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan Perkotaan?
1.3 Maksud dan Tujuan Magang
1.3.1 Maksud Magang
Maksud
dari pelaksanaan magang ini adalah untuk meneliti dan mengamati bagaimana
pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan di Kota Surakarta,
faktor-faktor
yang menghambat serta upaya Dinas
Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah dalam rangka mengatasi
berbagai permasalahan tentang proses pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan
Perdesaan dan Perkotaan serta upaya untuk mengoptimalisasikan penerimaan dari
Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan, sehingga penulis mengetahui
pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan, faktor-faktor yang
menghambat,
serta upaya-upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah Kota Surakarta untuk mengatasinya
1.3.2 Tujuan Magang
Tujuan
dari Magang adalah :
1. Untuk
mengetahui hambatan hambatan yang membuat pendapatan Pajak Bumi dan Bangunan
Perdesaan dan Perkotaan di Kota Surakarta belum mencapai target yang
ditentukan.
2. Untuk
mengetahui faktor-faktor yang menghambat belum maksimalnya tarif Nilai Jual
Objek Pajak (NJOP) Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan di Kota
Surakarta.
3. Untuk
mengetahui sanksi yang telah diterapkan oleh Pemerintah Kota Surakarta dalam
meminimalisir pelanggaran yang dilakukan oleh wajib pajak.
1.4 Kegunaan
1.4.1 Kegunaan Praktis Untuk
Lokasi Magang
Hasil
penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan untuk Dinas Pendapatan Pengelolaan Kuangan dan Aset
Kota Surakarta dalam melaksanakan otonomi daerah, dalam rangka mengoptimalkan
pendapatan pajak didaerah, terutama pada Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan
Perkotaan yang dapat memberi kontribusi yang besar sebagai sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kota Surakarta apabila pajak Pajak bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan
dapat dikelola dengan efektif dan efisien.
1.4.2
Kegunaan Praktis Untuk Lembaga
Sebagai bahan referensi serta data dan arsip
akademik IPDN dalam proses belajar mengajar guna menunjang pendidikan, serta
terjalinnya kerjasama antara lembaga Institut Pemerintahan Dalam Negeri dengan
lokasi magang nantinya.
1.5 Definisi Objek yang
Diamati dan Dikaji
1.5.1 Definisi Optimalisasi
Menurut Kosasih (2010:63)
”Optimalisasi
dapat diartikan sebagai upaya meningkatkan usaha agar hasilnya dapat mendekati
atau bahkan sama dengan apa-apa yang menjadi potensinya.”
Dari pengertian
tersebut dapat disimpulkan bahwa optimalisasi merupakan upaya yang dilakukan
secara konstan untuk mencapai efektifitas dan efesiensi. Dalam penyelenggaraan
suatu organisasi bertujuan agar dalam penyelenggaraan tersebut dapat berjalan
secara efektif dan efisien sehingga proses penyelenggaraan mencapai tingkat
optimal.
1.5.2 Definisi Pajak
Pajak
menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah pasal 1 ayat (10) berbunyi Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut Pajak,
adalah Kontribusi Wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau
badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan
imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Menurut
Muhammad Rusjdi (2008:1) pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara
yang sangat penting artinya bagi pelaksanaan dan peningkatan pembangunan
nasional sebagai pengamalan Pancasila yang bertujuan untuk meningkatkan
kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, dan oleh karena itu perlu dikelola dengan
meningkatkan peran serta masyarakat sesuai dengan kemampuannya.
Sedangkan
Pajak menurut Marihot pada bukunya (2013:7) menyatakan bahwa secara umum pajak
adalah pungutan dari masyarakat oleh negara (pemerintah) berdasarkan
undang-undang yang bersifat dapat dipaksakan dan terutang oleh yang wajib
membayarnya dengan tidak mendapat prestasi kembali (kontra prestasi/balas jasa)
secara langsung, yang hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran negara
dalam menyelenggarakan pemerintahan pembangunan.
1.5.3 Definisi Pajak Bumi dan
Bangunan Pedesaan dan Perkotaan
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Bumi
dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah pajak atas bumi dan/atau bangunan
yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan,
kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan
pertambangan.
Menurut
Marihot (2010: 553) Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah
“Pajak atas Bumi dan Bangunan yang dimiliki, dikuasai dan atau dimanfaatkan
oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk usaha
perkebunan, perhutanan dan pertambangan. Bumi menunjuk pada permukaan bumi
meliputi tanah dan perairan pedalaman serta laut wilayah Indonesia. Bangunan
adalah konstruksi teknik yang ditanam atau diletakkan secara tetap pada tanah
dan tau perairan dan digunakan sebagai tempat tinggal atau tempat berusaha”
Jadi
untuk meningkatkan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah, khusus PBB sektor
perdesaan dan Perkotaan dialihkan menjadi pajak daerah. Sedangkan PBB sektor
perkebunan, perhutanan dan pertambangan masih merupakan pajak pusat. Dengan
demikian PBB Perdesaaan dan Perkotaan menjadi pajak daerah, maka jenis pajak
ini diperhitungkan sebagai pendapatan asli daerah.
Adapun
penggolongan pajak menurut Mardiasmo (2009:4) adalah sebagai berikut:
1. Menurut
Golongannya:
a. Pajak
Langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak
dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.
b. Pajak
tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau
dilimpahkan kepada orang lain.
2. Menurut
Sifatnya:
a. Pajak
Subjektif, yaitu pajak yang berpangkal pada subjeknyaa. Dalam arti
memperhatikan keadaan diri wajib pajak.
b. Pajak
Objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan
keadaan diri wajib pajak.
3. Menurut
Lembaga Pemungutannya:
a. Pajak
Pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk
membiayai rumah tangga negara.
b. Pajak
Daerah, yaitu pajak yang digunakan oleh Pemerintah Daerah dan digunakan untuk
membiayai rumah tangga daerah.
Pajak daerah , terdiri atas
:
1. Pajak
Provinsi
2. Pajak
Kabupaten/Kota
1.5.4 Definisi Pendapatan Asli
Daerah (PAD)
Menurut
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan
Daerah, penerimaan daerah dalam rangka desentralisasi terdiri dari pendapatan
daerah dan pembiayaan. Sedangkan pendapatan daerah yang dimaksud bersumber dari
:
a. Pendapatan
Asli Daerah (PAD)
Pendapatan Asli daerah pendapatan yang diperoleh daerah yang
dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Undang-Undang
Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan
Daerah pasal 6 ayat 1 menyatakan bahwa PAD (Pendapatan Asli Daerah) bersumber
dari:
1).
Hasil pajak daerah;
2).
Hasil retribusi daerah;
3).
Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan
4).
Lain-lain PAD yang sah;
b.
Dana Perimbangan
Dana
perimbangan adalah dana yang berasal dari penerimaan APBN yang dialokasikan
kepada daerah untuk membiayai kebutuhan daerah dalam rangka desentralisasi. Dana Perimbangan terdiri dari :
1) Bagian
Daerah dari Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak atas Tanah
dan Bangunan, dan penerimaan dari sumber daya alam;
2) Dana
Alokasi Umum;
3) Dana
Alokasi Khusus.
Dana
ini merupakan aspek penting dalam sistem
perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah untuk mendukung
pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah dalam mencapai tujuan pemberian
otonomi kepada daerah, yaitu terutama peningkatan pelayanan dan kesejahteraan
masyarakat yang semakin baik. Dana Perimbangan tersebut merupakan kelompok
sumber pembiayaan pelaksanaan desentralisasi yang alokasinya tidak dapat
dipisahkan satu dengan yang lain, mengingat tujuan masing-masing jenis
penerimaan tersebut saling mengisi dan melengkapi.
Bagian
Daerah dari penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak Atas Tanah
dan Bangunan dan penerimaan sumber daya alam merupakan alokasi yang pada
dasarnya memperhatikan potensi daerah penghasil.
Sedangkan
pada pasal sepuluh Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan daerah, Bagian Daerah ini disebut dengan
Dana Bagi Hasil, yang bersumber dari pajak dan sumber daya alam. Dana Bagi
Hasil yang bersumber dari pajak, terdiri atas Pajak Bumi dan Bangunan (PBB),
Bea Perolehan atas Hak Tanah dan Bangunan (BPHTB), dan Pajak Penghasilan (PPh)
Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21.
Sedangkan
Dana Bagi Hasil yang bersumber dari sumber daya alam berasal dari kehutanan,
pertambangan umum, perikanan, pertambangan minyak bumi, pertambangan gas bumi,
dan petambangan panas bumi.
Dana
Alokasi Umum adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan
pemeratankemampuan keuangan antar daerah
untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya dalam rangka pelaksanaan
desentralisasi. Pemerataan yang dimaksud adalah meliputipotensi daerah, luas daerah,
keadaan geografi, jumlah penduduk, dan tingkat pendapatan masyarakat di daerah, sehingga perbedaan
antara daerah yang maju dengan daerah yang belum berkembang dapat diperkecil.
Dana
Alokasi Khusus adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan kepada
daerah untuk membantu membiayai kebutuhan tertentu. Dengan demikian, sejalan
dengan tujuan pokok dana perimbangan dapat lebih memberdayakan dan meningkatkan
kemampuan perekonomian daerah, menciptakan sistem pembiayaan daerah yang adil,
proporsional, rasional, transparan, partisipatif, bertanggung jawab (accountable), serta memberikan kepastian
sumber keuangan daerah yang berasal dari wilayah daerah yang bersangkutan.
c. Dan lain-lain pendapatan daerah yang sah
Lain-lain
pendapatan daerah yang sah menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 meliputi seluruh pendapatan
selain Pendapatan Asli Daerah
dan dana perimbangan, yang meliputi
1) hibah;
2) dana
darurat;
3) lain-lain
pendapatan yang ditetapkan pemerintah.
Sedangkan
menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, lain-lain Pendapatan Asli Daerah
yang sah meliputi
hasil
penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan;
1) jasa
giro;
2) pendapatan
bunga;
3) keuntungan
selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing; dan
4) komisi,
potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/ atau jasa oleh
daerah.
No comments:
Post a Comment