PARADIGMA
ADMINISTRASI NEGARA MENURUT PARA AHLI
Secara umum pengertian paradigma
adalah seperangkat kepercayaan atau keyakinan dasar yang menuntun seseorang
dalam bertindak dalam kehidupan sehari-hari. Mustopaadidjaja (2001) secara
sederhana mengartikan paradigma sebagai “teori dasar “ atau cara pandang
fundamental, dilandasi nilai-nilai tertentu, berisikan teori pokok,
konsep, metodologi atau cara pendekatan yang dapat dipergunakan para teoritisasi
dan praktisi dalam menanggapi suatu permasalahan baik dalam kaitan pengembangan
ilmu maupun dalam upaya pemecahan permasalahan bagi kemajuan hidup dan
kehidupan manusia.
Banyak sekali definisi tentang
administrasi negara yang dikemukakan para pakar, baik dari lingkungan akademik,
maupun dari kalangan praktisi. Sehubungan dengan hal tersebut, Henry
menyarankan dalam Thoha (2008:18) :
Untuk memahami lebih jauh tentang
administrasi negara, sebaiknya dipahami lewat paradigma. Lewat paradigma ini
akan diketahui ciri-ciri dari administrasi negara. Paradigma dalam administrasi
negara amat bemanfaat, karena dengan demikian seseorang akan mengetahui
tempat di mana bidang ini dipahami dalam tingkatannya yang sekarang ini.
A.
MENURUT HENRY FAYOL ADA 5 PARADIGMA ADMINISTRASI NEGARA
PARADIGMA I : DIKOTOMI
POLITIK-ADMINISTRASI (1900-1926)
Frank J Goodnow dan Leonard D White
dalam bukunya Politics and Administration menyatakan dua fungsi pokok dari
pemerintah yang berbeda:
1.
Fungsi
politik yang melahirkan kebijaksanaan atau keinginan negara,
2.
Fungsi
Administrasi yang berhubungan dengan pelaksanaan kebijakan negara.
Penekanan pada Paradigma ini
terletak pada Locusnya, menurut Goodnow Locusnya berpusat pada (government
Bureucracy) birokrasi Pemerintahan. Sedangkan Focusnya yaitu metode atau kajian
apa yang akan dibahas dalam Administrasi Publik kurang dibahas secara jelas
(masalah pemerintahan, politik dan kebijakan).
Administrasi negara memperoleh
legitimasi akademiknya lewat lahirnya Introduction To the study of Public
Administration oleh Leonard D White yang menyatakan dengan tegas bahwa politik
seharusnya tidak ikut mencampuri administrasi, dan administrasi negara harus
bersifat studi ilimiah yang bersifat bebas nilai. Paradigma ini muncul karena
adanya ketidakpuasan terhadap trikotomi ala trias politika, dan kemudian
menggantinya dengan dua fungsi yaitu politik dan administrasi. Politik sebagai
penetapan kebijaksanaan, sedangkan administrasi sebagai pelaksanaan kebijakan.
Periode Paradigma I ini dipelopori
oleh Frank J. Goodnow dan Leonard D. White. Menurut Goodnow, Politik harus
berhubungan dengan kebijaksanaan atau berbagai masalah yang berhubungan dengan
tujuan negara, sedangkan adminitrasi harus berkaitan dengan pelaksanaan
kebijaksanaan tersebut.
Jadi yang menjadi dasar pembeda
antara politik dan adminitrasi adalah pemisahan kekuasaan. Lembaga legislatif
yang kemampuan interpretasinya dibantu oleh lembaga Yudikatif dalam
mengekspresikan tujuan negara dan membuat kebijaksanaan, sedangkan lembaga
eksekutif melaksanakan kebijaksanaan itu secara apolitis dan tidak memihak.
Menurut Goodnow, administrasi negara
seharusnya memfokuskan diri pada birokrasi pemerintahan sedangkan lembaga
legislatif dan yudikatif jelas mempunyai kuanta administrasi, fungsi dan
tanggungjawab utamanya menetapkan pelaksanaan tujuan negara.
Dari buku yang diterbitkan oleh
Leonard D. White mencerminkan kepercayaan masyarakat yang menjadi ciri dan
karakter pokok pada bidang administrasi negara, yaitu Politik tidak tercampur
dengan Administrasi, manajemen dapat menjadi bidang studi tersendiri,
administrasi negara dapat menjadi ilmu yang bebas nilai. Periode
ini memiliki misi administrasi yaitu ekonomi dan efisiensi.
Hasil paradigma I memperkuat
pemikiran dikotomi politik/administrasi yang berbeda, dengan
menghubungkannya dengan dikotomi nilai/fakta yang berhubungan. Sehingga segala
sesuatu yang diteliti dengan cermat oleh para ahli administrasi negara dalam
lembaga eksekutif akan memberi warna dan legitimasi keilmiahan dan
kefaktualan administrasi negara, sedangkan studi pembuatan kebijakan publik
menjadi kajian para ahli ilmu politik.
PARADIGMA
II: PRINSIP-PRINSIP ADMINISTRASI NEGARA (1927-1937)
Di awali dengan terbitnya Principles
of Public Adminisration karya W F Willoughby. Pada fase ini Administrasi
diwarnai oleh berbagai macam kontribusi dari bidang-bidang lain seperti
industri dan manajemen, berbagai bidang inilah yang membawa dampak yang besar
pada timbulnya prinsip-prinsip administrasi. Prinsip-prinsip tersebut menjadi
Focus kajian Administrasi Publik, sedangkan Locus dari paradigma ini kurang
ditekankan karena esensi prinsip-prinsip tersebut, dimana dalam kenyataan bahwa
bahwa prinsip itu bisa terjadi pada semua tatanan, lingkungan, misi atau
kerangka institusi, ataupun kebudayaan, dengan demikian administrasi bisa hidup
dimanapun asalkan Prinsip-prinsip tersebut dipatuhi.
Pada paradigma kedua ini pengaruh
manajemen klasik sangat besar. Tokoh-tokohnya adalah :
1.
F.W Taylor
yang menuangkan 4 prinsip dasar yaitu; perlu mengembangkan ilmu manajemen
sejati untuk memperoleh kinerka terbaik; perlu dilakukukan proses seleksi
pegawai ilmiah agar mereka bisa tanggung jawan dengan kerjanya; perlu ada
pendidikan dan pengembangan pada pegawai secara ilmiah; perlu kerjasama yang
intim antara pegawai dan atasan (prinsip management ilmiah Taylor)
2.
Kemudian
disempurnakan oleh Fayol (POCCC) dan Gullick dan Urwick (Posdcorb)
Pelopor dari
paradigma kedua ini adalah W.F. Willoghby yang menerbitkan buku berjudul “Principles
of Public Administration”. Pada periode inilah administrasi mencapai puncak
kejayaannya dimana para ahli administrasi negara diterima baik oleh kalangan
industri maupun kalangan pemerintah selama tahun 1930-an dan awal tahun 1940-an
yang disebabkan oleh kemampuan manajerialnya. Fokus dari bidang ini adalah
keahlian dalam bentuk prinsip-prinsip administrasi semakin luas. Meskipun
demikian lokus administrasi negara berlaku dimana saja, karena prinsip tetap
prinsip dan administrasi tetap administrasi.
Prinsip-prinsip administrasi memang
ada dan tetap berlaku, yaitu dengan batasan, prinsip-prinsip bekerja dalam
suasana administrasi manapun, tanpa memandang budaya, fungsi lingkungan, misi
ataupun kerangka institusional serta tanpa pengecualian.
Luther H. Gullick dan Lyndall Urwick
mengajukan tujuh prinsip administrasi dalam anagram singkat yaitu POSDCORD yang
memiliki kepanjangan dari Planning, Organizing, Staffing, Directing,
Coordinating, Reporting, Budgeting.
Periode Tahun 1938 – 1947
Pada tahun 1938 untuk pertama
kalinya aliran utama administrasi negara mendapat tantangan konseptual yang
dimulai dengan terbtinya buku karangan Chester I. Barnard dan kemudian
mempengaruhi Herbert A.Simon yang menulis kritiknya yang mengena terhadap ilmu
administrasi negara.
Pada tahun 1940-an, ketidasepakatan
terhadap administrasi negara ini dipacu dari arah yang saling menguatkan. Salah
satu keberatan adalah politik dan administrasi tidak akan pernah dapat
dipisahkan sedikitpun. Sementara yang lain berpendapat bahwa prinsip-prinsip
administrasi secara logis tidak konsisten. Dalam buku yang ditulis oleh Fritz
Morstein pada tahun 1946, mempertanyakan asumsi yang mempertentangkan politik
dan administrasi. Dalam bukunya terdapat 14 artikel yang menunjukkan adanya
kesadaran baru bahwa apa yang sering nampak sebagai administrasi yang bebas
nilai, sebenarnya adalah nilai yang ada dalam politik.
PARADIGMA III ADMINISTRASI NEGARA
SEBAGAI ILMU POLITIK (1950-1970)
Menurut HERBERT SIMON (The Poverb
Administration) à Prinsip Managemen ilmiah POSDCORB tidak menjelaskan makna “
Public” dari “public Administration “ menurut Simon bahwa POSDCORB tidak
menjelaskan apa yang seharusnya dilakukan oleh administrator publik terutama
dalam decision making. Kritik Simon ini kemudian menghidupkan kembali
perdebatan Dikotomi administrasi dan Politik
Kemudian muncullah pendapat
Morstein-Mark ( element Of Public Administration yang kemudian kembali
mempertanyakan pemisahan politik san ekonomi sebagai suatu hal yang tidak
realistik dan tidak mungkin
Kesimpulannya Secara singkat dapat
dipahami bahwa fase Paradigma ini menerapkan suatu usaha untuk menetapkan
kembali hubungan konseptual antara administrasi saat itu, karena hal itulah
administrasi pulang kembali menemui induk ilmunya yaitu Ilmu Politik, akibatnya
terjadilah perubahan dan pembaruan Locusnya yakni birokrasi pemerintahan akan
tetapi konsekuensi dari usaha ini adalah keharusan untuk merumuskan bidang ini
dalam hubungannya dengan focus keahliannya yang esensial. Terdapat perkembangan
baru yang dicatat pada fase ini yaitu timbulnya studi perbandingan dan
pembangunan administrasi sebagi bagian dari Administrasi negara.
Dengan adanya berbagai kritik
konseptual, maka administrasi negara melompat ke belakang dengan merta ke dalam
induk disiplin ilmu politik. Sebagai hasilnya adalah dengan diperbaharuinya
kembali penentuan locus birokrasi pemerintah tetapi kehilangan focusnya. Pada
tahun 1962 administrasi negara tidak lagi termasuk dalam sub bidang ilmu
politik di dalam laporan Komite Ilmu Politik sebaga disiplin Asosiasi Ilmu
Politik Amerika.
Pada tahun 1967 administrasi negara
tidak muncul dalam pertemuan tahunan Asosiasi Ilmu Politik Amerika, pada tahun
1968 waldo menulis “banyak ilmuwan politik yang tidak memihak administrasi
negara tidak tertarik, dan bahkan bermusuhan dengan ilmu politik mereka akan
segera membebaskan diri dari masalah ini” dan menambahkan bahwa administrasi
negara “tidak menyenangkan dan warga negara kelas dua”.
Setidaknya terdapat dua perkembangan
yang terjadi selama periode ini yang cukup mencerminkan adanya perbedaan dalam
masalah cara mengurangi ketegangan antara ilmuwan administrasi dan ilmuwan
politik yaitu peningkatan penggunaan studi kasus sebagai instrumen
epistemologi, dan perbandingan dan pembangunan administrasi yang mana
mengalami pasang surut sebagai sub bidang administrasi negara.
PARADIGMA IV: ADMINISTRASI NEGARA
SEBAGAI ADMINISTRASI (1956-1970)
Istilah Administrative Science
digunakan dalam paradigma IV ini untuk menunjukkan isi dan focus pembicaraan,
sebagai suatu paradigma pada fase ini Ilmu Administrasi hanya menekankan pada
focus tetapi tidak pada locusnya. Ia menawarkan teknik-teknik yang memerlukan
keahlian dan spesialisasi, pengembangan paradigma ke-4 ini bukannya tanpa
hambatan, banyak persoalan yang harus dijawab seperti misal adalah apakah jika
fokus tunggal telah dipilih oleh administrasi negara yakni ilmu administrasi,
apakah ia berhak bicara tentang public (negara) dalam administrasi tersebut dan
banyak persoalan lainnya.
Oleh karena status keanggotaannya
kelas dua dalam departemen politik, maka beberapa ahli administrasi negara
mulai mencari alternatif. Istilah ilmu administrasi disini digunakan sebagai
penangkap semua frasa bagi kajian di dalam teori organisasi dan ilmu manajemen.
Teori organisasi terutama menggambarkan berbagai pekerjaan para ahli psikologi
sosial, administrasi niaga, sosiologi, serta hli administrasi negara untuk
lebih memahami perilaku organisasi.sedangkan ilmu manajemen terutama
menekankan pada penggambaran pekerjaan para ahli riset statistik, analisa
sistem, ilmu komputer, ekonomi, serta ahli administrasi negara untuk mengukur
efektifitas program supaya lebih cermat dan meningkatkan efisiensi manajemen.
Pada tahun 1956 terbit sebuah jurnal
penting oleh seorang ahli administrasi negara atas premis adanya pemisahan yang
salah antara administrasi negara, niaga dan kelembagaan. Pada pertengahan tahun
1960-an, Keith M. Henderson menyatakan sanggahannya bahwa teori organisasi
telah atau seharusnya menjadi pusat pembahasan administrasi negara. Pada awal
tahun 1960-an pengembangan organisasi makin banyak mendapat perhatian sebagai
bidang khusus ilmu administrasi. Sebagai suatu focus, pengembangan organisasi
menawarkan alternatif ilmu politik yang menarik bagi banyak ahli administrasi
negara. Pengembangan organsiasi sebagai sebuah bidang ilmu, berakar pada
psikologi sosial dan nilai domokratisasi birokrasi baik negara maupun swasta
dan swa-aktualisasi para anggota perorangan dari organisasi. Oleh karena
nilai-nilai inilah, pengembangan organisasi dipandang generasi muda ahli
administrasi negara sebagai tawaran bidang riset yang sangat cocok dalam
kerangka ilmu administrasi.
PARADIGMA V:
ADMINISTRASI NEGARA SEBAGAI ADMINISTRASI NEGARA
(1970)
Pemikiran Herbert Simon tentang
perlunya dua aspek yang perlu dikembangkan dalam disiplin Administrasi Negara :
Ahli Administrasi Negara meminati
pengembangan suatu ilmu Administrasi Negara yang murni satu kelompok yang lebih
besar meminati persoalan-persolan mengenai kebijaksanaan publik.
Lebih dari itu administrasi negara
lebih fokus ranah-ranah ilmu kebijaksanaan (Policy Science) dan cara pengukuran
dari hasil- hasil kebijaksanan yang telah dibuat, aspek perhatian ini dapat
dianggap sebagi mata rantai yang menghubungkan antara fokus administrasi negara
dengan locusnya. Fokusnya adalah teori-teori organisasi, public policy dan
tekhnik administrasi ataupun manajemen yang sudah maju, sedangkan locusnya
ialah pada birokrasi pemerintahan dan persoalan-persoalan masyarakat (Public
Affairs).
Dalam paradigma ini terdapat sedikit
kemajuan dalam menggambarkan lokus dari bidang administrasi atau dalam
menentukan apa relevansi kepentingan umum, urusan umum, dan penentuan kebijakan
umum bagi para ahli administrasi negara. Bidang ini telah menemukan
faktor-faktor sosial fundamental tertentu yang khas bagi negara-negara
terkebelakang sebagi lokusnya. Para ahli administrasi negara bebas menentukan
pilihannya atas segenap fenomena tersebut, namun ada ketentuan-ketentuan yang
harus mereka patuhi dalam menumbuhkan minat multidisipliner, yang menuntut
sintesa kapasitas intelektual dan mengarah pada tema-tema yang mencerminkan
kehidupan perkotaan, hubungan administratif antara organisasi-organisasi negara
dan swasta, dan mempertemukan sisi teknologi dan sisi masyarakat. Para ahli
administrasi negara semakin banyak memberi perhatian pada bidang ilmu lain yang
memang tak terpisahkan dari administrasi negara seperti ilmu politik, ekonomi
politik, proses pembuatan kebijakan negara serta analisanya, dan pemerkiraan
keluaran kebijakan.
B. PARADIGMA-PARADIGMA ADM. NEGARA MENURUT
GEORGE FREDERICKSON
1) Paradigma Model Birokrasi
Model birokrasi klasik mempunyai dua
komponen yaitu struktur atau kerangka suatu organisasi dan cara-cara yang
digunakan untuk mengatur orang-orang dan pekerjaan dalam kerangka organisasi.
Dalam aspek manejerial dan micro, model birokrasi klasik bermula dengan
manajemen ilmiah dari Frederick Winslow Taylor tentang pemahaman produktivitas
lewat studi-studi gerak dan waktu, sehingga struktur dan manajemen mempunyai
hubungan yang erat. Hirarki dan pengendalian manajerial masih tetap merupakan
fakta-fakta eksistensial organisasi publik Amerika.
Masalah yang bersangkut paut dengan
model birokrasi klasik adalah bahwa baik para praktisi maupun para sarjana
telah mencoba membuat ilmu terapan yang ketat tentang kerangka organisasi atau
tentang manajemen organisasi. Anggapan bahwa ada suatu cara terbaik untuk
mengatur dan merancangkan suatu organisasi tertentu jelas keliru. Suatu
organisasi harus seproduktif mungkin menyediakan kuantitas dan kualitas
pelayanan yang menyamai kebutuhan-kebutuhan yang terungkap dari suatu
persekutuan hidup begitu juga merupakan nilai dasar dalam administrasi negara.
Masalahnya terletak pada cara yang dipandang bisa digunakan untuk mencapai
efisiensi, ekonomi, dan produktivitas.
2) Paradigma Model Neobirokrasi
Model Neobirokrasi merupakan salah
satu produk era behavioral dalam ilmu sosial. Nilai-nilai dalam model ini pada
umumnya sama dengan nilai-nilai model birokrasi; karena itu dinamakan
neobirokratis. Model birokrasi menekankan struktur, pengendalian, dan
prinsip-prinsip administrasi dengan unit analisa yang biasanya berupa kelompok
kerja, instansi, departemen, atau pemerintahan-pemerintahan keseluruhan.
Nilai-nilai yang akan dicapai adalah efektivitas, efisiensi, atau ekonomi.
Keputusan merupakan unit analisa yang lebih umum, dengan proses pembuatan
keputusan menjadi fokus sentralnya.
Pola pemikirannya bersifat
‘rasional’ yaitu keputusan-keputusan dibuat agar sebanyak mungkin mencapai tujuan
tertentu. Sasaran-sasaran penelitian operasi, analisa sistem, analisa
kebijakan, dan ilmu-ilmu manajemen pada pokoknya sama dengan sasaran-sasaran
para teoritisi birokrasi. Administrasi negara kontemporer sebenarnya tidak
sangat berbeda dalam berusaha mencapai produktivitas dengan metode-metode
pengukuran dibanding dengan metode-metode struktur dan manajemen.
Pendekatan-pendekatan kontemporer
jauh lebih ilmiah dan secara analitis lebih rumit, namun mereka masih mengejar
nilai-nilai yang mendasari paradigma birokrasi klasik. Analisis-analisis
kebijakan yang moderen dan pengukur-pengukur produktivitas bisa mempunyai
logika yang sama lemahnya dengan yang terjadi pada paradigma birokrasi klasik.
Pada waktu yang sama, juga jelas bahwa nilai-nilai asasi dari
keputusan-keputusan rasional untuk mencapai efisiensi, ekonomi, dan efektivitas
adalah dan senantiasa akan, sentral dalam setiap dialog normatif dalam bidang
administrasi negara, dan tentu saja mereka juga sentral untuk administrasi
negara baru.
3) Paradigma Model Institusi
Model institusi adalah hasil karya
banyak ahli ilmu sosial pada tahun-tahun 1940-an, 1950-an, dan 1960-an. Dalam
wujud dasarnya secara metodologis karya itu lebih keras daripada karya mereka
yang mula-mula melukiskan birokrasi; karena itu penemuan-penemuannya akan
memiliki kekuatan empiris yang lebih kuat. Model institusi adalah penjelmaan
era behavioral, terutama dalam sosiologi dan ilmu politik. Versi yang permulaan
dan secara empiris berharga dari model ini bisa didapatkan dalam studi-studi
yang dihasilkan oleh Program Kasus Antar Universitas.
Para teoritisi institusi kurang
berurusan dengan bagaimana cara merancangkan organisasi yang efisien, efektif,
dan produktif, namun lebih dengan bagaimana menganalisa dan memahami
birokrasi-birokrasi yang ada. Sarjana-sarjana administrasi negara yang masuk
kategori institusi tampak agak kurang tertarik kepada bagaimana membuat
pemerintahan yang lebih efisien, ekonomis, atau produktif dibanding dengan
semata-mata menyelidiki betapa kompleksnya organisasi-organisasi berperilaku
Charles Lindbloom menyimpulkan bahwa
birokrasi membuat keputusan-keputusan satu demi satu merupakan tawar menawar
dan kompromi keputusan dari para elit kelompok dan menggerakkan pemerintahan
secara sedikit demi sedikit ke arah sasaran yang kabur. Hanya melalui
pengambilan keputusan satu demi satu, keahlian dan kecakapan birokrasi itu dapat
diintegrasikan dengan kecenderungan kebijakan dan bias politik para pejabat
yang terpilih. Dengan berlindung dibalik ‘penggambaran demokrasi’ mereka
menjelaskan dan membenarkan kelemahan sitem demokrasi.
4) Paradigma Model Hubungan Kemanusiaan
Model hubungan kemanusiaan
bagaimanapun juga merupakan suatu reaksi terhadap model-model birokrasi klasik
dan model neobirokrasi. Penekanan atas pengendalian, struktur, efisiensi,
ekonomi, dan rasionalitas dalam teori birokrasi sesungguhnya mengundang
berkembangnya gerakan-gerakan kemanusiaan. Bila dilacak sampai kepada percobaan
Hawthon dan karya-karya Helton Mayo serta kolega-koleganya, gerakan hubungan
kemanusiaan talah berkembang menjadi teori bangunan teori yang amat empiris dan
betul-betul berdasar penelitian.
Penerapan model kemanusiaan pada
pokoknya terwujud dalam dinamika kelompok, latihan kepekaan (sensitiviti
training), dan pengembangan organisasi. Penekanan dalam gerakan-gerakan latihan
ini jelas mengungkapkan nilai-nilai yang mendasari model hubungan kemanusiaan:
partisipasi pekerja dan klien dalam pembuatan keputusan, pengurangan dalam
diferensiasi status, pengurangan dalam persaingan antar perseorangan, dan
penekanan pada keterbukaan, kejujuran, aktualisasi diri, dan kepuasan umum
pekerja. Model-model birokrasi klasik dan neobirokrasi (dengan kemungkinan
kekecualian para teoritis keputusan rasional) jelas merupakan pelukisan empiris
yang jujur atas administrasi negara. Akan tetapi ada cukup pertanyaan mengenai
dampak model hubungan kemanusiaan terhadap administrasi pemerintahan.
5) Paradigma Model Pilihan Publik
Versi modern dari ilmu ekonomi
politik sekarang biasanya ditunjukan sebagai “ ilmu ekonomi nonpasar” atau
“pendekatan publik”. Perangkat pengetahuan ini kaya dengan tradisi dan
keketaatan intelektual, tetapi agak miskin dengan bukti-bukti empiris.
Sekalipun demikian para teoritisi pilihan publik telah dan akan terus punya
pengaruh penting terhadap administrasi negara Amerika. Dalam bukunya The
Intellectual Crisis in American Public Administration karya Vincent Ostrom, dia
membandingkan sudut pandangan administrasi negara yang dikembangkan oleh
Woodrow Willson, yang dia sebut teori birokrasi, dengan sudut pandangan para
teoritisi pilihan publik, yang dia sebut suatu “paradigma administrasi demokrasi”.
Dalam penilaian Ostrom, sudut
pandang Wilson merupakan suatu keberangkatan yang bersemangat dari sudut
pandang Hamilton-Madison tentang hakekat pemerintahan. Namun keduanya dapat
dilacak lebih langsung pada filsafat politik Hobbes. Paradigma Willson, atau
paradigma birokratis, mempunyai komponen-komponen berikut: akan senantiasa ada
pusat kekuasaan yang dominan dalam setiap sistem pemerintahan.
Lapangan politik menetapkan tugas
untuk administrsi, tetapi lapangan administrasi terletak diluar lingkup yang
wajar dari politik. Kesempurnaan dalam tatanan-tatanan hirarki dari kepegawaian
negeri yang secara profesional terlatih memberikan kondisi-kondisi struktural
yang perlu untuk administrasi yang “baik”, dan kesempurnaan administrasi yang
“baik” sebagaimana dinyatakan merupakan suatu kondisi yang perlu untuk
modernitas dalam peradaban manusia dan untuk kemajuan kesejahteraan manusia dan
masing-masing masa memiliki ciri tersendiri.
C.
PARADIGMA ADM. NEGARA MENURUT GOLEMBIEWSKI
Golembiewski dalam Thoha (2008:18) :
“paradigma dalam administrasi hanya dapat dimengerti dalam hubungannya dengan
istilah-istilah lokus dan fokusnya”. Golembiewski lebih menegaskan pendapat
Henry bahwa memahami administrasi negara melalui pemahaman paradigma akan
sampai kepada pengetahuan tentang lokus dan fokus dari bidang yang digeluti,
sehingga administrasi negara akan dapat lebih dipahami secara spesifik.
Upaya pemahaman dan menganalisis
terhadap perkembangan ilmu administrasi negara ini telah dilakukan dengan
berbagai cara, seperti yang dilakukan oleh Golembiewski dalam Kartasasmita
(1997:19) :
Melalui metode pendekatan matriks
locus dan focus yang menghasilkan empat fase dalam perkembangan ilmu
administrasi negara. Fase-fase tersebut adalah :
(1) fase perbedaan analitik
politik dari administrasi,
(2) fase perbedaan
konkrit politik dari administrasi,
(3) fase ilmu manajemen, dan
(4) fase orientasi terhadap
kebijakan publik.
Dan tiga paradigma komprehensif
dalam perkembangan ilmu administrasi negara, yaitu :
(1) paradigma tradisional,
(2) paradigma sosial
psikologi, dan
(3) paradigma kemanusiaan
(humanist/ systemics).
Berdasarkan pendapat Golembiewski
tentang pendekatan matriks lokus dan fokus, perkembangan ilmu administrasi
negara dapat diklasifikasikan ke dalam empat fase. Hal ini penting diketahui
agar kronologis perkembangan administrasi negara dan sumbangannya terhadap
kehidupan berbangsa dan bernegara dapat terlacak dari waktu ke waktu.
No comments:
Post a Comment