PENGANTAR ILMU PEMERINTAHAN
Pokok
Bahasan I : PENGERTIAN BATASAN
ILMU PEMERINTAHAN
Sub
Pokok Bahasan
I : 1. Pengertian Berdasarkan Tinjauan Etimologis
2. Pengertian Berdasarkan Beberapa Batasan
3. Tujuan Mempelajari Ilmu Pemerintahan
Ad 1.1. Pengertian Berdasarkan Tinjauan Etimologis
Berdasarkan
pendekatan Etimologis atau dari segi bahasa, kata “pemerintah” atau
“pemerintahan”, bahwa kedua kata tersebut berasal dari suku kata “perintah”
yang berarti sesuatu yang harus dilaksanakan. Didalam kata tersebut tersimpul
beberapa unsur yang menjadi ciri khas dari “perintah”, yaitu :
1) Adanya
“keharusan”, menunjukkan kewajiban untuk melaksanakan apa yang
diperintahkan;
2) Adanya dua fihak, yaitu yang memberi dan menerima
perintah;
3) Adanya hubungan fungsional antara yang memberi dan
yang menerima perintah;
4) Adanya wewenang atau kekuasaan untuk memberi perintah.
“Memerintah” diartikan sebagai menguasai atau mengurus
negara atau daerah sebagai bagian dari negara, maka kata “pemerintah” berarti
kekuasaan untuk memerintah suatu negara. “pemerintah dapat pula diartikan
sebagai badan yang tertinggi yang memerintah suatu negara.
“Pemerintah” ditafsirkan pula sebagai: pengelola atau
pengurus.
“Pemerintahan” adalah perbuatan atau cara atau urusan
memerintah.
Ad 1.2. Pengertian
Berdasarkan Beberapa Batasan
Disampaikan
berbagai pendefinisian tentang ilmu pemerintahan baik yang berasal dari pakar
Anglo Saxon (Amerika Serikat) maupun Kontinental (Negara-negara Eropa) sbb.:
Menurut D.G.A. van Poelje
Ilmu
pemerintahan mengajarkan bagaimana dinas umum disusun dan dipimpin dengan
sebaik-baiknya.
Menurut U. Rosenthal
Ilmu
pemerintahan adalah ilmu yang menggeluti studi tentang penunjukkan cara kerja
ke dalam dan ke luar struktur dan proses pemerintahan umum.
Menurut H.A. Brasz
Ilmu
pemerintahan dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang cara
bagaimana lembaga pemerintahan umum itu disusun dan difungsikan baik secara ke
dalam maupun ke luar terhadap warganya.
Menurut W.S. Sayre
Pemerintah
dalam definisi terbaiknya adalah sebagai organisasi dari Negara, yang
memperlihatkan dan menjalankan kekuasaannya.
Menurut R. Mac Iver
Pemerintah
itu adalah sebagai suatu organisasi dari orang-orang yang mempunyai kekuasaan…
bagaimana manusia itu bisa diperintah.
Jadi
bagi Mac Iver, ilmu pemerintahan
adalah sebuah ilmu tentang bagaimana manusia-manusia dapat diperintah( a
science of how men are governed).
Menurut Apter
Pemerintah
itu merupakan satuan anggota yang paling umum yang
(a) Memiliki tanggungjawab tertentu untuk mempertahankan
sistem yang mencakupnya, itu adalah bagian dan
(b) monopoli praktis mengenai kekuasaan paksaan.
Menurut Merriam
Tujuan
pemerintah meliputi external security, internal order, justice, general
welfare, dan freedom.
Menurut Inu Kencana Syafiie
Ilmu
pemerintahan adalah ilmu yang mempelajari bagaimana melaksanakan pengurusan
(eksekutif), pengaturan (legislatif), kepemimpinan dan koordinasi pemerintahan
(baik pusat dengan daerah, maupun rakyat dengan pemerintahnya) dalam berbagai
peristiwa dan gejala pemerintahan, secara baik dan benar.
Ad 1.3. Tujuan
Mempelajari Ilmu Pemerintahan
a. Tujuan Umum
Tujuan mempelajari ilmu
pemerintahan secara umum adalah agar dapat memahami teori-teori, bentuk-bentuk
dan proses-proses pemerintahan, serta mampu menempatkan diri serta ikut
berperan serta di dalam keseluruhan proses penyelenggaraan pemerintahan
terutama pemerintahan dalam negeri.
b. Tujuan Khusus
Seluruh pemerintahan Daerah
Provinsi, Kabupaten/Kota di Indonesia berkeinginan untuk mencetak kader Pamong
praja (pimpinan pemerintahan dalam negeri), oleh karenanya para kader tersebut
oleh Pemerintah Daerahnya masing-masing dikirim dan dibiayai ke IPDN Departemen
Dalam Negeri atau perguruan tinggi lain baik negeri maupun swasta, yang
kesemuanya diharapkan untuk memperoleh mata
kuliah ilmu pemerintahan.
Pokok
Bahasan II : HUBUNGAN ILMU PEMERINTAHAN DENGAN ILMU-ILMU LAINNYA (ILMU POLITIK,
HUKUM, ADMINISTRASI NEGARA)
Sub
Pokok Bahasan
II : 1. Kedudukan Ilmu Pemerintahan dalam Sistematika Ilmu
2. Epistemologi Ilmu Pemerintahan:
a. Pure Science
b. Applied Science
3. Hubungan Ilmu Pemerintahan Dengan Ilmu-ilmu Lainnya
(Ilmu Politik, Hukum, dan Ilmu Administrasi Negara)
Ad
2.1. Kedudukan Ilmu Pemerintahan dalam
Sistematika Ilmu
Ad 2.2. Epistemologi
Ilmu Pemerintahan:
Epistemologi
berasal dari bahasa Yunani, yaitu “Episteme” yang berarti pengetahuan dan logi
dari kata “logos” yang berarti ilmu.
Dalam
penerapannya ilmu dapat dibedakan sebagai berikut :
a.
Pure Science (ilmu murni)
Yang dimaksud dengan Ilmu murni adalah, ilmu itu hanya murni bermanfaat
untuk ilmu itu sendiri dan berorientasi pada teorisasi, dalam arti ilmu pengetahuan murni tersebut terutama
bertujuan untuk membentuk dan mengembangkan ilmu pengetahuan secara abstrak,
yaitu untuk mempertinggi mutunya (Pure Science).
b.
Applied Science (ilmu praktis)
Yang dimaksud dengan ilmu praktis adalah, ilmu itu praktis langsung
dapat diterapkan kepada masyarakat karena ilmu itu sendiri bertujuan untuk
mempergunakan hal ihkwal ilmu pengetahuan tersebut dalam masyarakat banyak,
serta dilaksanakan untuk membantu masyarakat mengatasi masalah-masalah yang
dihadapinya (Applied Science).
c. Campuran
Yang dimaksud dengan campuran
dalam hal ini adalah, suatu ilmu selain termasuk ilmu murni juga merupakan ilmu
terapan yang praktis dan langsung dapat dipergunakan dalam kehidupan masyarakat
umum (Ilmu Campuran).
Sedangkan
dalam hal fungsi kerjanya ilmu juga dapat dibedakan sebagai berikut:
1) Ilmu Teoritis Rasional
Yang dimaksud dengan ilmu
teoritis rasional adalah, ilmu yang memakai cara berpikir dengan sangat
dominan, deduktif dan mempergunakan silogisme, misalnya dogmatis hukum.
2) Ilmu Empiris Praktis
Yang dimaksud dengan ilmu empiris praktis adalah ilmu yang menganalisa
secara induktif saja, misalnya dalam pekerjaan-pekerjaan social atau dalam
mewujudkan kesejahteraan umum dalam masyarakat;
3) Ilmu Teoritis Empiris.
Yang
dimaksud dengan ilmu teoritis empiris adalah, ilmu yang memakai cara gabungan
berfikir deduktif – induktif atau sebalik nya juga berfikir indiktif–deduktif,
misalnya ILMU PEMERINTAHAN.
Ad 2.3. Hubungan Ilmu Pemerintahan Dengan Ilmu-ilmu
Lainnya (Ilmu Politik, Hukum Tata Negara, dan Ilmu Administrasi Negara)
1) Hubungan Ilmu Pemerintahan dengan Ilmu Politik
Pada
dasarnya politik mempunyai ruang lingkup Negara, membicarakan politik pada
umumnya adalah membicarakan Negara, karena teori politik menyelidiki Negara
sebagai lembaga politik yang mempengaruhi hidup masyarakat. Selain itu, politik
juga menyelidiki ide-ide, asas-asas, sejarah pembentukan Negara, hakekat Negara
serta bentuk dan tujuan Negara.
Secara
umum dapat dikatakan bahwa ilmu pemerintahan menekankan pada fungsi output dari
mutu sistem politik, sedangkan ilmu politik menitikberatkan pada fungsi input.
Dengan
perkataan lain, Ilmu pemerintahan lebih mempelajari komponen politik dari suatu
sistem politik, sedangkan ilmu politik mempelajari society dari suatu sistem
politik.
Terlihat
hubungan nyata antara ilmu politik dengan ilmu pemerintahan, karena
pemerintahan yang organisasinya tersusun berdasarkan prinsip-prinsip birokrasi
yang mempunyai ruang lingkup yang luas adalah menjalankan keputusan-keputusan
politik, dengan kata lain bahwa kebijaksanaan pemerintah (Public policy) dibuat
dalam arena politik tetapi hampir semua perencanaan dan pelaksanaan dalam arena
birokrasi pemerintahan.
2) Hubungan Ilmu Pemerintahan dengan Ilmu Hukum Tata
Negara
Ilmu
Pemerintahan sangat erat kaitannya dengan Ilmu Hukum Tata Negara karena
kedua-duanya sama-sama memiliki objek material yang sama pula yaitu Negara.
Ilmu
Hukum Tata Negara adalah cabang dari ilmu hukum mengkhususkan diri membahas
seluk beluk praktek kenegaraan, khususnya dibidang tugas-tugas kenegaraan,
tetapi ilmu pemerintahan cenderung lebih mengkaji hubungan-hubungan pemerintah
dalam arti perhatian utama adalah pada gejala yang timbul pada peristiwa
pemerintahan itu sendiri, tetapi ilmu hukum tatanegara cenderung mengkaji hukum
serta peraturan yang telah ditegakkan dalam hubungan tersebut.
3) Hubungan Ilmu Pemerintahan dengan Ilmu Administrasi
Negara
Kita
mengetahui bahwa pemerintah memegang peranan sentral dalam pembangunan nasional
yaitu dalam menentukan kebijakan-kebijakan umum. Proses penetapan kebijakan
umum itu disebut pemerintahan, dan proses pelaksanaannya dinamakan administrasi
Negara atau disebut juga administrasi pemerintahan.
Dengan
demikian bahwa menetapkan kebijakan adalah fungsi politik yang dijalankan
pemerintahan dan pelaksanaannya adalah fungsi administrasi yang dijalankan oleh
pemerintah.
Seperti
yang dikatakan oleh Frank j. Goodnow dalam bukunya “Politics and
administration”, bahwa fungsi pokok pemerintah yang amat berbeda satu sama lain
yaitu politik dan administrasi. Politik melakukan kebijaksanaan-kebijaksanaan
atau melahirkan keinginan Negara, sementara administrasi sebagai hal yang harus
berhubungan dengan pelaksanaan atau penyelenggaraan dari
kebijaksanaan-kebijaksanaan atau kehendak Negara tersebut.
Pokok
Bahasan III : PERKEMBANGAN PEMERINTAHAN DI INDONESIA
Sub
Pokok Bahasan
III : 1. Studi Ilmu Pemerintahan Semasa Hindia Belanda
2. Semasa Tahun 1945 – 1955
3. Studi Ilmu Pemerintahan di Lembaga Depdagri (APDN –
IPDN)
Ad 3.1. Studi
Ilmu Pemerintahan Semasa Hindia Belanda
Sejarah
pendidikan kepemerintahan di Indonesia yang merupakan sejarah pendidikan
kedinasan Departemen Dalam Negeri telah dimulai sejak Korps Ambtenar bermukim
di Negeri Belanda pada tahun 1920, sewaktu penjajahan Hindia Belanda dikenal
Departemen Van Binenlands Bestuur (BB) Kementerian Dalam Negeri (KDN).
Pendidikan Ambtenar Pemerintah Hindia Belanda yang ditulis oleh A.A.J.
Warmenhosen dalam buku “Kenang-kenangan Pangreh Praja Belanda 1920 – 1942”,
mengemukakan bahwa Korps Ambtenar yang bermukim di Negeri Belanda menulis
tentang “Pendidikan perlu diperluas dan diperdalam”.
Mereka
berbicara pentingnya kedudukan para Ambtenar itu ditengah masyarakat, menurut
mereka periculum in mora (bahaya bila
ditunda), sehubungan dengan ketidakpastian mengenai pendidi calonkan calon
Ambtenar dan kurangnya Ambtenar yang dirasakan orang banyak. Ada berbagai
pendidikan pegawai Kementerian yang didirikan guna memenuhi kebutuhan
kantor-kantor pemerintahan.
Lembaga
pendidikan yang tertinggi waktu itu adalah Bestuurs Academie yang bertugas
mendidik calon-calon Pangreh Praja, Sekolah Pendidikan Pamong Praja (Opleidings
School Voor Inheemsche Amstenaren
(OSVIA).
Ad 3.2. Semasa Tahun 1945 – 1955
Masa
kemerdekaan, yaitu di jaman Republik Indonesia (RI) sebagai Negara kesatuan
pertama dan Republik Indonesia Serikat (RIS) dibentuk lembaga-lembaga
pendidikan dalam lingkungan Kementerian Dalam Negeri seperti Middelbare Bestuur
School (MBS) pada tahun 1948, Sekolah Menengah Tinggi (SMT) Pangreh Praja, SMA
Pamong Praja yang kemudian diganti dengan Sekolah Menengah Pegawai Pemerintahan/Administrasi
Bagian Atas (SMPAA) di Jakarta dan di Makassar.
Setelah
pemulihan kedaulatan, di lingkungan Kementerian Dalam Negeri diadakan KPAA,
KPPB, dan Kursus Dinas C (KDC) di Malang pada tahun 1952, di Medan tahun 1954
dan di Jakarta. KDC mendidik siswa dari tamatan SLTA dengan tujuan
mempersiapkan tenaga-tenaga pegawai administrasi golongan DD. Bagi
pegawai-pegawai Kementerian Dalam Negeri yang memenuhi syarat, diberi
kesempatan untuk melanjutkan pelajarannya pada Universitas Gajah Mada sebagai
pegawai tugas belajar.
Ad 3.3. Studi Ilmu Pemerintahan di Lembaga Depdagri (APDN –
IPDN)
Pada
tanggal 17 Maret 1956 dibukalah Akademi Perintahan Dalam Negeri (APDN) di
Malang Jawa Timur. APDN merupakan lembaga pendidikan tertinggi yang bersifat
semi akademis dalam lingkungan Kementerian Dalam Negeri. Peresmian APDN Malang
dihadiri oleh Presiden Soekarno, yang pada upacara tersebut berkenan memberikan
amanat yang berisi antara lain bahwa penyelenggaraan APDN berarti investment of human skill dan mental
investment.
Pada
Tahun 1960-an, APDN berkembang ke seluruh tanah air dari Aceh sampai Irian Jaya,
terdapat 22 buah APDN di seluruh Indonesia. Mekarnya APDN pada 22 Provinsi yang
mahasiswanya diterima dari tamatan SMA yang telah diuji kembali dan eks-KDC
yang langsung diterima ditingkat II, berjalan dengan dukungan Pemerintah
Daerahnya masing-masing. Lulusan APDN telah mendapat posisi tertentu seperti
Camat, Kepala Bagian pada Pemerintahan Daerah.
Sejak
berdirinya APDN Malang pada 17 Maret 1956, timbul pemikiran setelah lulus APDN
akan kemana meneruskan pelajaran?, untuk menjawab pertanyaan itu tumbuh gagasan
mendirikan Institut Ilmu Pemerintahan dengan tokoh-tokohnya, Drs.Soejekti
Djajadiatma, MSPA, Drs. Pamudji, M.P.A., Drs. Zamhir Islamie, Drs. Soewargono,
M.A., Drs. Koen Soebekti dan Drs. Soemarsaid Moertono, M.A didukung oleh
Gubernur Kepala Daerah Jawa Timur Brig.Djen M.Wijono.
Untuk
lebih mengongkretkan gagasan Institut Ilmu Pemerintah (IIP) itu, Senat
Mahasiswa APDN (KMAP) Malang mengadakan Musyawarah Kerja (MUKER) yang
diselenggarakan dari tanggal 28 Februari sampai 15 Maret 1966, Senat KMAP membentuk
panitia yang terdiri dari Taliziduhu Ndraha sebagai Koordinator/anggota,
Mohammad Hazbi sebagai Wakil Koordinator/anggota, Baharuddin Tjenreng, A. Hamid
Ibrahim dan Djabanten Damanik masing-masing sebagai anggota.
Keputusan
Presiden Nomor 119 Tahun1967 didirikan Institut Ilmu Pemerintahan di Malang
Jawa Timur, sebagai pendidikan lanjutan bagi lulusan APDN. Keptusan Presiden
tersebut diperkuat oleh Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri
Pendidkan dan Kebudayaan Nomor 8 Tahun 1967. Surat Keputusan Menteri Dalam
Negeri Nomor 94 Tahun 1972 tanggal 30 Juni 1972 tentang Pemindahan Tempat
Kedudukan IIP dari Malang ke Jakarta. Untuk melengkapi landasan yuridis formal
dalam pelaksanaan pendidikannya, diterbitkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nompor
18 tahun 1973 tanggal 15 Maret 1973 tentang Statuta IIP.
Pada
tahun 1990 ke 22 APDN yang tersebar di seluruh Indonesia diintegrasikan menjadi
APDN Nasional yang berpusat di Jatinangor Sumedang Jawa Barat. Berdasarkan
Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 1992, status APDN Nasional ditingkatkan
menjadi Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN) dengan tamatan
berkualifikasi Diploma III (D-III) dan untuk kelanjutan pendidikan para kader
pemerintahan mereka setelah bekerja mengabdi selama 2 (dua) tahun kemudian
meneruskan ke IIP guna meraih gelar Sarjana Ilmu Pemerintahan.
Pada
tahun 1998 bergulir era reformasi dengan dikembangkannya STPDN dalam Program
Diploma IV (D-IV) dan program Strata 2 (S2) sehingga lulusan STPDN tidak perlu
melanjutkan S1 ke IIP lagi.
Pada
Tahun 2004 keluar Keputusan Presiden RI Nomor 87 Tahun 2004 Tentang
Penggabungan STPDN kedalam IIP dan menjadi Institut Pemerintahan Dalam Negeri
(IPDN).
Pokok
Bahasan IV : TEORI TENTANG KEKUASAAN NEGARA
Sub
Pokok Bahasan
IV : 1. Filsafat Kekuasaan (Berdasarkan Pendekatan Politik)
2. Bentuk Negara (Klasifikasi Negara)
3. Tujuan Negara:
a. Hakekat Negara
b. Teori Tentang Tujuan Negara
Ad. 4.1. Filsafat Kekuasaan (Berdasarkan Pendekatan
Politik)
Organisasi
amat perlu untuk melaksanakan dan mempertahankan peraturan-peraturan hidup agar
dapat berjalan dengan tertib, organisasi yang mempunyai kekuasaan ialah NEGARA.
Ada
beberapa teori tentang terjadinya atau timbulnya suatu Negara, adalah:
a. Teori Kenyataan: timbulnya suatu Negara adalah soal
kenyataan.
Apabila pada suatu ketika telah
terpenuhi unsur-unsur Negara (yaitu, daerah, rakyat, dan pemerintah yang berdaulat)
maka pada saat itu juga negara itu sudah
menjadi kenyataan.
b. Teori Ketuhanan: timbulnya Negara adalah atas kehendak
Tuhan.
Segala sesuatu tidak akan terjadi
apabila Tuhan tidak memperkenankannya.
Kalimat berikut menunjukkan
kearah teori ini :”Atas berkat rakhmat Tuhan Yang Mahakuasa………” “By the grace
of God………….”
c. Teori Perjanjian: Negara timbul karena perjanjian yang
diadakan antara orang-orang yang tadinya hidup bebas merdeka, terlepas satu
sama lain tanpa ikatan kenegaraan.
Perjanjian ini disebut perjanjian
masyarakat (Contract Social menurut ajaran Rousseau). Dapat pula terjadi
perjanjian antara pemerintah dari Negara penjajah dengan rakyat daerah jajahan,
seperti misalnya : Kemerdekaan Filipina pada tahun 1946 dan India pada tahun 1947.
d. Teori Penaklukan: Negara timbul karena serombongan
manusia menaklukan daerah dari rombongan manusia lain. Agar daerah/rombongan
itu tetap dapat dikuasai, maka dibentuklah suatu organisasi berupa Negara.
Selain itu, suatu Negara dapat pula terjadi disebabkan
karena hal-hal sbb:
1) Pemberontakan terhadap Negara lain yang menjajahnya;
2) Peleburan (fusi) antara beberapa Negara menjadi satu
Negara baru;
3) Suatu daerah yang
belum ada rakyatnya/pemerintahannya diduduki/dikuasai oleh bangsa/Negara
lain, misal Liberia;
4) Suatu daerah tertentu melepaskan diri dari yang
tadinya menguasainya dan menyatakan diri sebagai suatu Negara baru, contoh:
Proklamasi kemerdekaan Negara Republik Indonesia.
Ad. 4.2. Bentuk Negara (Klasifikasi Negara)
Menurut teori-teori modern sekarang ini, bentuk Negara
yang terpenting ialah Negara Kesatuan (Unitarisme) dan Negara Serikat
(Federasi).
a.
Negara Kesatuan ialah
suatu Negara yang merdeka dan berdaulat, diseluruh Negara yang berkuasa hanya
ada satu pemerintah (pusat) yang mengatur seluruh daerah.
Negara Kesatuan
dapat pula berbentuk:
1) Negara Kesatuan
dengan sistem sentralisasi yang segala sesuatu dalam Negara itu langsung diatur
dan diurus oleh pemerintah pusat dan daerah-daerah tinggal melaksanakannya.
2) Negara Kesatuan dengan sistem desentralisasi, dimana
kepada daerah diberikan kesempatan dan kekuasaan untuk mengurus rumahtangganya
sendiri (otonomi daerah) yang dinamakan daerah swatantra.
Dalam UUD 1945
Pasal 1 ayat(1), dinyatakan bahwa Negara
Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang berbentuk Republik.
b. Negara Serikat (federasi) ialah suatu Negara yang
merupakan gabungan dari beberapa Negara, yang menjadi Negara-negara bagian dari
Negara serikat itu. Negara-negara bagian itu asal mulanya adalah suatu Negara
yang merdeka dan berdaulat serta berdiri sendiri
Ada lagi bentuk
negera-negara yang berbentuk kenegaraan, seperti :
a) Negara Dominion. Bentuk Negara semacam ini khusus
terdapat dalam lingkungan Negara Kerajaan Inggris, Negara Dominion ini ialah
suatu Negara yang tadinya daerah jajahan Inggris yang telah merdeka dan
berdaulat, kemudian mengakui Raja Inggris sebagai rajanya, sebagai lambang
persatuan mereka.
b) Negara Protektorat. Suatu Negara yang berada dibawah
lindungan(to protect=melindungi) Negara lain.
c)
Negara Uni. Dua atau
lebih Negara yang masing-masing merdeka dan berdaulat tetapi mempunyai satu
kepala Negara yang sama.
Apabila Negara-negara itu mempunyai alat kelengkapan bersama yang
mengurus kepentingan bersama yang telah ditentukan lebih dahulu maka terdapatlah
yang disebut Uni Riil, dan apabila hanya kepala Negara saja yang sama, maka
kita berhadapan dengan yang dinamakan Uni Personil.
Ad. 4.3. Tujuan Negara
a. Hakekat Negara
Pada
hakekatnya dapatlah dikatakan suatu Negara itu harus memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut:
1) Harus ada wilayahnya;
2) Harus ada rakyatnya;
3) Harus ada pemerintahannya, yang berkuasa terhadap
seluruh daerah dan rakyatnya;
4) Harus ada tujuannya (menurut Prof. Mr. Muh. Yamin)
b. Teori Tentang Tujuan Negara
Tujuan
suatu negara bermacam-macam, antara lain:
1) Untuk memperluas kekuasaan semata-mata;
2) Untuk menyelenggarakan ketertiban hukum;
3) Untuk mencapai kesejahteraan umum.
Mengenai
Teori Tujuan Negara terdapat berbagai ajaran, antara lain adalah:
a) Ajaran Plato: Negara bertujuan untuk memajukan
kesusilaan manusia, sebagai perseorangan (individu) dan sebagai makhluk sosial.
b) Ajaran Negara Kekuasaan: Penganjur ajaran ini antara
lain adalah Machiavelli dan Shang Yang. Negara bertujuan untuk memperluas
kekuasaan semata-mata dan arena itu disebut Negara Kekuasaan.
c)
Ajaran Teokratis
(Kedaulatan Tuhan): Tujuan Negara ini untuk mencapai penghidupan dan kehidupan
yang aman dan tenteram dengan taat kepada dan dibawah pimpinan Tuhan. Pemimpin
Negara menjalankan kekuasaan hanyalah berdasarkan kekuasaan Tuhan yang
diberikan kepadanya (Thomas Aquinas, Augustinus, dsb.)
d) Ajaran Negara Polisi: Negara bertujuan mengatur
semata-mata keamanan dan ketertiban dalam Negara (Kant).
e) Ajaran Negara Hukum: Negara bertujuan menyelenggarakan
ketertiban hukum dengan berdasarkan dan berpedoman pada hukum (Krabbe).
f)
Negara Kesejahteraan (Welfare
State= Social Sevice State): tujuan Negara ini ialah mewujudkan kesejahteraan
umum. Dalam hal ini, Negara dipandang sebagai alat belaka yang dibentuk manusia
untuk mencapai tujuan bersama, kemakmuran dan keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Negara itu.
Pokok
Bahasan V : PEMISAHAN DAN PEMBAGIAN KEKUASAAN NEGARA
Sub
Pokok Bahasan
V : 1. Teori Eka Praja, Dwi Praja, Tri Praja, Catur Praja
dsb.
2. Lembaga Legislatif, Eksekutif, dan Yudikatif
3. Pembagian Kekuasaan Pemerintahan di Indonesia
Kekuasaan
itu dapat dipusatkan ataupun dibagi – bagi oleh pemegang kekuasaan itu sendiri,
tetapi para akhli pemerintahan mencoba mengusulkan pendapat untuk membagi
ataupun memisahkan kekuasaan, walaupun pada prinsipnya tidak pernah secara
keseluruhan diikuti oleh para birokrat.
Pendapat
– pendapat tersebut dapat digolongkan serta diberi istilah sebagai berikut: Teori
Eka Praja, Dwi Praja, Tri Praja, Catur Praja, dsb.
Ad. 5.1. Teori
Eka Praja, Dwi Praja, Tri Praja, Catur Praja dsb.
Eka
Praja adalah apabila kekuasaan dipegang oleh suatu badan. Bentuk ini sudah
tentu dictator (authokrasi) karena tidak ada balance (tandingan) dalam era
pemerintahannya. Jadi yang ada hanya pihak eksekutif saja, dan bisa muncul pada
suatu kerajaan absolut atau pemerintahan fasisme.
Dwi Praja adalah apabila kekuasaan dipegang oleh dua
badan. Bentuk ini oleh Frank J. Goodnow dikatagorikan sebagai lembaga
administratif (u nsur penyelenggara pemerintahan) dan lembaga politik (unsur
pengatur undang-undang).
Tri Praja adalah apabila kekuasaan dipegang oleh tiga
badan. Bentuk ini banyak diusulkan oleh para pakar yang menginginkan demokrasi
murni, yaitu dengan pemisahan atas lembaga eksekutif, legislative dan
yudikatif.
Tokohnya Montesquieu dan John Locke serta yang agak
identik Gabriel Almond.
Catur Praja adalah apabila kekuasaan dipegang oleh
empat badan. Bentuk ini baik apabila benar-benar dijalankan dengan konsekuen,
bila tidak akan tampak kemubaziran. Van Vollenhoven pernah mengkatagorikan
bentuk ini menjadi regeling, bestuur, politie, dan rechtspraak.
Panca Praja adalah apabila kekuasaan dipegang oleh
lima badan. Bentuk ini sekarang dianut oleh Indonesia karena walaupun dalam
hitungan tampak lima badan yaitu konsultatif, eksekutif, legislatif, yudikatif,
inspektif dan konsultatif, namun dalam
kenyataanya konsultatif (MPR) anggota-anggotanya terdiri dari anggota
legislatif, bahkan ketuanya pada masa orde baru dipegang oleh satu orang.
Ad. 5.2. Lembaga Legislatif, Eksekutif, dan Yudikatif
Menurut
Montesquieu (1689 – 1755) dalam bukunya L’Esprit des lois (Jiwa undang-undang)
dan oleh Immanuel Kant teori ini diistilahkan dengan nama Trias Politica,
yaitu:
1. Kekuasaan Legislatif, yaitu pembuat undang-undang.
Lembaga legislatif
adalah lembaga yang ditetapkan membuat peraturan perundang-undangan tetapi
berbeda bentuknya pada masing-masing Negara.
Di Indonesia
disebut dengan DPR-RI ditingkat pusat, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota
ditingkat pemerintahan daerah.
2. Kekuasaan Eksekutif, yaitu pelaksana undang-undang
Lembaga
eksekutif adalah lembaga yang ditetapkan menjadi pelaksana dari peraturan
perundang-undangan yang telah dibuat oleh pihak legislatif.
Eksekutif
berasal dari kata eksekusi (execution) yang berarti pelaksana. Di Indonesia
eksekutif adalah pemerintah dalam arti sempit dan presiden memegang kekuasaan
pemerintahan.
3. Kekuasaan Yudikatif, yaitu yang mengadili (badan
peradilan).
Lembaga
yudikatif adalah lembaga peradilan, yang memiliki kekuasaan kehakiman. Di
Indonesia kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung (MA)
Ad. 5.3. Pembagian
Kekuasaan Pemerintahan di Indonesia
Menurut
Undang-undang Dasar NKRI tahun 1945 di Indonesia tidak terdapat pemisahan
kekuasaan yang drastis (separation of power), melainkan hanya pembagian
kekuasaan (distribution of power), sehingga dengan demikian antara lembaga
kekuasaan masih ada hubungan (terutama Presiden RI memiliki kewenangan lain
diluar eksekutif, hal ini untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.
Pembagian Kekuasaan
(Distribution Of Power) di Indonesia, yaitu:
1. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) memegang
kekuasaan konstitutif.
2. Presiden, memegang kekuasaan eksekutif.
3. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memegang kekuasaan
legislatif.
4. Mahkamah Agung (MA) memegang kekuasaan yudikatif.
5. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memegang kekuasaan
inspektif.
PENGANTAR ILMU PEMERINTAHAN
Pokok
Bahasan VI : LEGITIMASI
KEKUASAAN DALAM PEMERINTAHAN
Sub
Pokok Bahasan
VI : 1. Sumber-sumber
Kekuasaan
2. Teori-teori tentang Pemegang Kekuasaan
Secara
etimologis legitimasi berasal dari bahasa latin “Lex“ yang berarti “Hukum “.
Kata
legitimasi identik dengan munculnya kata-kata seperti legalitas, legal dan
legitim.
Sesuatu
yang tidak legal (biasanya disebut dengan istilah ilegal) dianggap diluar
peraturan yang syah, kendati peraturan itu sendiri bisa diciptakan oleh
pembuatnya, kecuali hukum Allah (Sunatullah atau syariah) yang sudah terpatri.
Legitimasi
adalah kesesuaian suatu tindakan perbuatan dengan hukum yang berlaku, atau
peraturan yang ada, baik peraturan hukum formal, etis, adat istiadat maupun
hukum kemasyarakatan yang sudah lama tercipta secara syah.
Dalam
legitimasi kekuasaan, bila seorang pimpinan menduduki jabatan dan memiliki
kekuasaan secara legitimasi (legitimate power) adalah bila yang bersangkutan
mengalami pengangkatan, sehingga dengan demikian yang bersangkutan dianggap
absah memangku jabatannya dan menjalankan kekuasaannya.
Ad. 1. Sumber-sumber
Kekuasaan
Ada
beberapa yang perlu diketahui, mengapa seseorang atau sekelompok orang memiliki
kekuasaan, yaitu sebagai berikut:
1) Legitimate Power
Legitimate
berarti pengangkatan, jadi Legitimate Power adalah memperoleh kekuasaan melalui
pengangkatan.
Contoh seorang
camat, bagaimanapun lemahnya pribadi seorang camat tapi apabila Surat Keputusan
(SK) telah diterbitkan untuk pengangkatan dirinya maka yang bersangkutan
memiliki kekuasaan di wilayah kecamatannya.
2) Coersive Power
Coersive berarti
kekerasan, jadi Coersive Power adalah memperoleh kekuasaan melalui cara
kekerasan, bahkan mungkin bersifat perebutan atau perampasan bersenjata yang
sudah barang tentu diluar jalur konstitusional, hal ini lazim disebut dengan
istilah kudeta (Coup d’etat).
3) Expert Power
Expert berarti
keahlian, jadi Expert Power adalah memperoleh kekuasaan melalui keahlian
seseorang, maksudnya pihak yang mengambil kekuasaan memang memiliki keahlian
seperti ini dan berlaku di Negara demokrasi karena sistem kepegawaiannya dalam
memilih pegawai memakai merit sistem. Motto yang paling tepat untuk pengisian
formasi dalam perencanaan kepegawaian adalah “ the right man on the right
place” atau dikenal dengan “menempatkan
orang yang tepat pada posisi yang sebenarnya tepat”
Contoh:
Penempatan dokter sebagai Kepala Rumah Sakit;
Penempatan
insinyur pada jabatan teknis Dinas Pekerjaan Umum;
Penempatan
lulusan IPDN sebagai camat atau lurah.
4) Reward Power
Reward berarti
pemberian, jadi Reward Power adalah memperoleh kekuasaan melalui suatu
pemberian atau karena berbagai pemberian.
Contoh bagaimana
orang-orang kaya dapat memerintah orang-orang miskin untuk bekerja dengan
patuh. Orang-orang yang melakukan pekerjaan tersebut hanya karena mengharapkan
dan perlu sejumlah uang pembayaran (gaji).
Oleh karena itu
salah satu faktor untuk memegang suatu
tampuk kekuasaan harus orang kaya/orang berada/beruang.
5) Reverent Power
Reverent berarti
daya tarik, Jadi Reverent Power adalah perolehan kekuasaan melalui daya tarik
seseorang. Artinya daya tarik seperti seperti postur tubh, wajah yang rupawan
dan penampilan serta pakaian yang necis/perlente dapat menentukan dalam
mengambil perhatian orang lain, dalam usaha menjadi pimpinan/kepala.
Ad. 2. Teori-teori tentang Pemegang Kekuasaan
Disebut juga teori kedaulatan Negara, setelah asal
usul Negara itu jelas, maka orang-orang tertentu didaulat menjadi penguasa
(pemerintah) sehingga dikenal teori-teori terbentuknya kedaulatan, sebagai
berikut:
1) Teori Kedaulatan Tuhan
yaitu kepala Negara dianggap anak Tuhan, sehingga tidak ada kemungkinan
untuk membantahnya.
2) Teori Kedaulatan Rakyat
Yaitu kepala Negara dipilih dari rakyat karena rakyatlah yang merupakan
kedaulatan tertinggi.
3) Teori Kedaulatan Negara
Yaitu segalanya demi Negara, karena Negara yang menurut kodratnya
mempunyai kekuasaan mutlak.
4) Teori Kedaulatan Hukum
Yaitu segalanya berdasarkan hukum, karena yang berdaulat adalah hukum,
kekuasaan diperoleh melalui hukum.
Herodotus membagi penguasaan
tersebut, sebagai berikut:
1) Monarki, yaitu penguasaan oleh satu orang;
2) Oligarki, yaitu penguasaan oleh sekelompok
orang-orang;
3) Demokrasi, yaitu penguasaan oleh rakyat banyak.
Plato (427-347 SM) menganggap
bahwa bentuk tersebut diatas adalah bentuk baiknya, sedangkan bentuk buruknya
adalah sebagai berikut:
1) Tirani, yaitu penguasaan oleh satu orang secara buruk;
2) Aristokrasi, yaitu penguasaan oleh sekelompok orang
secara buruk;
3) Mobokrasi, yaitu penguasaan oleh orang banyak secara
buruk.
Menurut muridnya Plato, yaitu Aristoteles (384-322
SM), mengemukakan bentuk penguasaan pemerintahan yang sama seperti gurunya,
tetapi menyebut Mobokrasi dengan istilah Okhlorasi, secara lengkap beliau
mengemukakan sbb:
1) Tirani, yaitu penguasaan oleh satu orang secara buruk;
2) Aristokrasi, yaitu penguasaan oleh sekelompok orang
secara buruk;
3) Okhlorasi, yaitu penguasaan oleh banyak orang secara
buruk.
PENGANTAR ILMU PEMERINTAHAN
Pokok
Bahasan VII : DEMOKRASI DALAM
PEMERINTAHAN
Sub
Pokok Bahasan
VII : 1. Prinsip
Demokrasi
2. Demokrasi Langsung dan Perwakilan
3. Partisipasi Rakyat dalam Pemerintahan
Demokrasi
secara etimologis berasal dari kata “Demos” yang berarti rakyat atau penduduk
suatu tempat, “Cratein” yang berarti kekuasaan atau kedaulatan.
Jadi
“Demos-Cratein” atau demokrasi adalah keadaan Negara dimana dalam sistem
pemerintahannya, kedaulatan di tangan rakyat, kekuasaan tertinggi berada dalam
keputusan bersama rakyat.
Pendemokrasian
berbeda pada berbagai Negara, tergantung bagaimana Negara tersebut memberikan
keluasan hak dan kewajiban kepada rakyatnya dalam hal pemerintahan. Misalnya
kepentingan masyarakat tersalurkan lewat Senat, Partai Politik dan Parlemen,
dari keadaan inilah terbentuk dan timbul perbedaan pendemokrasian tersebut
diatas pada masing-masing Negara.
Ad. 7.1. Prinsip Demokrasi
Secara
umum prinsip-prinsip demokrasi adalah sebagai berikut :
a. Adanya pembagian kekuasaan;
b. Adanya Pemilihan Umum yang bebas;
c. Adanya manajemen yang terbuka;
d. Adanya kebebasan individu;
e. Adanya peradilan yang bebas;
f. Adanya pengakuan hak minoritas;
g. Adanya pemerintahan yang berdasarkan hukum;
h. Adanya pers yang bebas;
i. Adanya beberapa partai politik;
j. Adanya musyawarah;
k. Adanya persetujuan;
l. Adanya pemerintahan yang konstitusional;
m. Adanya ketentuan tentang pendemokrasian;
n. Adanya pengawasan terhadap administrasi Negara;
o. Adanya perlindungan hak asasi;
p. Adanya pemerintahan yang mayoritas;
q. Adanya persaingan keahlian;
r. Adanya mekanisme politik;
s. Adanya kebebasan kebijaksanaan Negara;
t. Adanya pemerintah yang mengutamakan musyawarah.
Ad. 7.2. Demokrasi Langsung dan Perwakilan
Demokrasi
langsung terjadi bilamana untuk mewujudkan kedaulatan ditangan rakyat pada
suatu Negara, setiap warga Negara dari Negara tersebut boleh menyampaikan
langsung tentang hal ikhwal persoalan dan pendapatnya kepada pihak eksekutif,
jadi adanya parlemen hampir tidak diperlukan.
Pemilihan
Umum hanya diadakan untuk pemilihan lembaga eksekutif, sedangkan fungsi
legislatif yang dimaksudkan sebagai lembaga pengawasan jalannya
pemerintahan,rakyat langsung mengontrol tetapi kemudian karena rakyat disibukan
dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari- hari, maka diperlukan lembaga khusus
semacam parlemen dan masing-masing senat. Untuk pemilihan anggota-anggotanya
tentu lebih tepat dilaksanakan secara langsung.
Dalam
pemilihan umum langsung ini, umumnya langsung pula berhubungan antara yang
dipilih dengan yang memilih. Sebagai contoh para calon anggota eksekutif
beserta keluarganya langsung berhadapan dengan pengagumnya, berkomentar tentang
program rencana kerjanya dan pemilih (rakyat) menilai orang (person) atau individu tersebut.
Hal
ini pada gilirannya nanti akan menjadi semacam pemilihan umum yang memakai
sistem distrik, yaitu pemilihan umum yang dilaksanakan perlokasi daerah
pemilihan, yaitu tidak membedakan jumlah penduduk tetapi memperhatikan tempat
yang sudah ditentukan, karena masing-masing person tersebut terkenal pada
daerah kelahirannya atau tempat dimana yang bersangkutan dibesarkan, maka
seorang senator mewakili daerahnya masing-masing, jadi resikonya ada
kemungkinan akan banyak jumlah suara yang terbuang oleh sebab masing-masing
daerah pemilihan berbeda jumlah penduduknya.
Sebaliknya
dampak positifnya yang dapat diperoleh, yaitu wakil yang akan dipilih adalah
orangnya datang langsung ke lokasi, bahkan orang tersebut memang berasal dari
lokasi tersebut, ini dikenal dengan personen stelsel.
Biasanya untuk satu
daerah pemilihan (distrik) hanya untuk satu wakil (Single member constituency), namun tidak menutup kemungkinan untuk
lebih dari itu.
Dapat
saja Demokrasi Langsung ini memakai sistem lain yaitu proporsional, tetapi
tentu saja sumbang karena memakai berbagai lambang, kendati para pemilih
menginginkan berhadapan langsung dengan orang yang akan dipilih dan akan
mewakilinya dalam parlemen nanti.
Demokrasi Perwakilan
Demokrasi
perwakilan terjadi bilamana untuk mewujudkan kedaulatan ditangan rakyat pada
suatu Negara, diperlukan adanya semacam lembaga legislatif (parlemen atau
senat), karena masyarakat yang begitu banyak di suatu Negara tidak mungkin
seluruhnya duduk di lembaga tersebut.
Lembaga
inilah semasa jabatannya diwajibkan mencari data permasalahan dan berbagai
keluhan masyarakat dalam hal ikhwal pemerintahan Negara, dan mereka dilengkapi
berbagai hak seperti hak menyelidiki, hak berpendapat dan hak mengawasi.
Untuk
memilih anggota parlemen ini diadakan pemilihan umum, pemilihan umum
tersebut dapat bersistem distrik atau
bersistem proporsional, jadi dalam pemilihan umumnya rakyat tidak langsung
memilih calon pemimpinnya tetapi melalui perwakilan terlebih dahulu.
Sebagai
contoh untuk memilih Presiden RI rakyat tidak langsung memilih tetapi melalui
perwakilan, yaitu rakyat pertama memilih wakilnya di DPR kemudian setelah DPR
ditambah dengan utusan daerah menjadi MPR, MPR inilah kemudian yang memilih
Presiden.
Walaupun
demokrasi perwakilan ini dapat pula mempergunakan sistem Pemilihan Umum dengan
cara distrik, tetapi pada umumnya lebih tepat apabila dilaksanakan dengan
sistem Proporsional.
Sistem
Proporsional ini memperhatikan jumlah penduduk pemilih dalam pemilihan umum,
misalnya dalam setiap 40.000 penduduk, pemilih memperoleh satu wakil (suara berimbang) atau satu kursi
di parlemen.
Sedangkan
yang dipilih adalah sekelompok orang yang diajukan kontestan pemilihan umum (multi member constituency) yang dikenal
lewat tanda gambar (lijsten stelsel), sehingga
risikonya antara wakil dan pemilih menjadi kurang akrab.
Positifnya
cara ini adalah sisa suara dapat digabung secara nasional untuk kursi tambahan,
dengan demikian partai kecil sekalipun dapat dihargai tanpa harus beraliansi,
karena suara pemilih dalam sistem ini dihargai.
Ad. 7.3. Partisipasi Rakyat dalam Pemerintahan
Partisipasi
adalah penentuan sikap dan keterlibatan hasrat setiap individu dalam situasi
dan kondisi organisasinya, sehingga pada akhirnya mendorong individu tersebut
untuk berperan serta dalam pencapaian tujuan organisasi, serta ambil bagian
dalam setiap pertanggungjawaban bersama.
Sedangkan
Partisipasi Politik didefinisikan sebagai berikut:
Kegiatan
warga Negara preman (private citizen) yang
bertujuan mempengaruhi pengambilan keputusan oleh pemerintah (Samuel P. Huntington
& Joan M. Nelson).
Namun
demikian didapati tingkatan hierarkhi partisipasi politik yang berbeda dari
suatu sistem politik dengan yang lain, tetapi partisipasi pada suatu tingkatan
hierarkhi tidak merupakan prasyarat bagi partisipasi pada suatu tingkatan yang
lebih tinggi.
Disamping
itu pentingnya partisipasi berbeda-beda dalam suatu sistem politik dengan
sistem politik lain, lagi pula berbeda dalam suatu sistem dalam waktunya.
PENGANTAR ILMU PEMERINTAHAN
Pokok
Bahasan VIII : BENTUK-BENTUK PEMERINTAHAN
Sub
Pokok Bahasan
VIII : 1. Pemerintahan Parlementer, Presidensial;
2. Pemerintahan Qualisi (campuran).
Tidak
satupun bentuk sistem pemerintahan suatu Negara yang benar-benar sama dengan
sistem pemerintahan Negara lain, pengelompokan bentuk sistem pemerintahan itu
tidak lain untuk lebih jauh melihat perbedaan dan kesamaan dari berbagai bentuk
sistem pemerintahan, dengan mengetahui tolok ukur pertanggungjawaban pemerintah
suatu Negara terhadap rakyat yang diurusnya.
Ad. 8.1. Pemerintahan Parlementer, Presidensial
Sistem Pemerintahan Parlementer
Dalam
sistem ini dilakukan pengawasan terhadap eksekutif oleh legislatif, jadi
kekuasaan parlemen yang besar dimaksudkan untuk memberikan kesejahteraan kepada
rakyat, maka pengawasan atas jalannya pemerintahan dilakukan oleh wakil rakyat
yang duduk dalam parle men, dengan begitu Dewan Menteri (kabinet) bersama
Perdana Menteri (PM) bertanggungjawab kepada Parlemen (Legislatif). Dapat
dijadikan contoh untuk sistem ini adalah Kerajaan Inggris, karena Raja atau
Ratu hanya sebagai Kepala Negara saja, sedangkan yang menyelenggarakan
pemerintahan adalah Perdana Menteri bersama kabinetnya.
Keadaan
dimana lembaga eksekutif bertanggungjawab kepada lembaga legislatif seperti ini
dapat membuat lembaga eksekutif tersebut dijatuhkan oleh lembaga legislatif
melalui mosi tidak percayanya, tetapi karena PM Inggris kuat kedudukannya dalam
arti memimpin partai yang dominan, maka sulit dijatuhkan oleh parlemen.
Andaikata posisi dominan itu tidak dimiliki, maka akan terjadi jatuhnya PM
dalam waktu yang relatif singkat, sehingga berakibat pada pembangunan ekonomi.
Sebenarnya
dalam sistem ini, bila PM mempunyai posisi dominan, dapat saja ia bersama
kabinetnya menggeser kedudukan raja atau ratu, yang selama ini hanya memimpin
secara seremonial. Tetapi hal ini sulit terjadi di Inggris karena raja bagi
mereka merupakan lambang persatuan dan sejak jaman nenek moyangnya dibanggakan
sebagai identitas bangsa.
RAJA/KAISAR RATU/PRESIDEN (KEPALA NEGARA) Tugas-tugas
seremonial
Mosi Tidak Laporan
Percaya PERTANGGUNG- JAWABAN LEGISLATIF (PARTAI-PARTAI)
ARTIKULASI KEPENTINGAN |
PEMILU PEMILU |
R A K Y A T
Gambar: Sistem Pemerintahan Parlementer
Sistem Pemerintahan Presidensial
Dalam
sistem ini Presiden memiliki kekuasaan yang kuat, karena selain kepala Negara
juga sebagai Kepala Pemerintahan yang mengetuai Kabinet (Dewan Menteri). Oleh karena
itu agar tidak menjurus kepada diktatorisme, maka diperlukan Check and
balances, antara lembaga tinggi Negara inilah yang disebut checking power with
power.
Contoh
untuk sistem ini adalah Negara Amerika Serikat (United States of America). Jadi
menteri-menteri bertanggungjawab kepada Presiden karena Presiden sebagai Kepala
Negara dan Kepala Pemerintahan. Untuk mengatasi kekakuan pemerintahan, maka
lembaga legislatif (Parlemen) benar-benar diberi hak protes seperti hak untuk
menolak atau menerima rancangan undang-undang, menolak atau menerima baik
perjanjian atau pernyataan perang terhadap Negara lain, dan lain-lain.
Dengan
demikian terlepas dari bentuk Negara Amerika Serikat ini Republik
PRESIDEN KEPALA NEGARA KEPALA PEMERINTAHAN (EKSEKUTIF)
Serikat, namun sistem
pemerintahannya adalah presidensil.
LEGISLATIF PARLEMEN/DEWAN SENAT/BADAN PERWAKILAN PARTAI-PARTAI
PELANTIKAN PERTANGGUNG- PEMBERHENTIAN JAWABAN MENTERI MENTERI
MENTERI MENTERI (KABINET)
Checking power with power
(Separation
of power)
ARTIKULASI PEMILU PERINTAH PEMILU
KEPENTINGAN PEMILU PERINTAH PEMILU
R A
K Y A
T ( M A S Y A R A K A T B
A N Y A K )
Gambar:
Sistem Pemerintahan Presidensil
Ad. 8.2. Pemerintahan Qualisi (campuran)
Dalam
sistem ini diusahakan hal-hal yang terbaik dari sistem Pemerintahan Parlementer
dan sistem Pemerintahan Presidensil. Sistem ini terbentuk dari sejarah
perjalanan pemerintahan suatu Negara.
Pemerintahan
Qualisi ini, selain memiliki Presiden sebagai Kepala Negara, juga memiliki
Perdana Menteri (PM) sebagai Kepala Pemerintahan, untuk memimpin cabinet yang
bertanggungjawab kepada Parlemen.
Bila
Presiden tidak diberi posisi dominan
dalam sistem pemerintahan ini, Presiden tidak lebih sekedar lambang
dalam pemerintahan dan kabinet goyah kedudukannya. Untuk itu di Perancis pada
orde barunya ini, mengubah konstitusi negaranya sedemikian rupa sehingga
Presiden ini tidak dijatuhkan oleh Parlemen bahkan presiden dapat membubarkan
Parlemen.
Hal
ini pernah terjadi di Indonesia, pada waktu memakai UUDS 1950. Yang menjadi
persoalan adalah apakah Wakil Presiden dapat diberikan posisi dominan
sebagaimana layaknya Presiden, jika tidak maka Wakil Presiden akan tidak berdayaguna dan berhasil guna.
Itulah
salah satu sebab keretakan antara Presiden Ir. Soekarno dengan Wakil Presiden
Drs. Moh. Hatta pada awal perpecahan Dwi Tunggal tersebut.
Jadi
Republik Perancis memang dapat dijadikan contoh untuk Sistem Pemerintahan
Campuran ini. Gambar berikut ini dapat memperjelas keterangan tersebut diatas.
Gambar:
Sistem Pemerintahan Campuran
PENGANTAR ILMU PEMERINTAHAN
Pokok
Bahasan VIII : BENTUK-BENTUK PEMERINTAHAN
Sub
Pokok Bahasan
VIII : 1. Pemerintahan Parlementer, Presidensial;
2. Pemerintahan Qualisi (campuran).
No comments:
Post a Comment